• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

Persalinan normal merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. Persalinan merupakan hubungan saling mempengaruhi antara dorongan psikologi dan fisiologis dalam diri wanita dengan pengaruh dorongan pada proses kelahiran bayi. Faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya persalinan adalah power, passage, passanger, psikologi ibu dan penolong persalinan (Suyati, 2011).

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang dinantikan oleh ibu dan keluarga selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah melahirkan bayinya. Peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi, disamping itu keluarga juga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Saifuddin, 2009).

Secara fisiologi, ketika usia kehamilan sudah cukup matur, timbul serangkaian gejala yang menandakan dimulainya persalinan menurut Sumarah (2009) sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui denganpasti sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai timbulnya his. Teori-teori

(2)

tersebut saling berhubungan sehingga menghasilkan kontraksi uterus yang sangat kuat, teratur, ritmik yang berakhier dengan lahirnya janin dan plasenta. Teori-teori yang dimaksud adalah:

1. Peregangan otot uterus, dengan bertambahnya usia kehamilan, kapasitas uterus bertambah dan otot‐otot dinding uterus semakin tegang. Kondisi ini menyebabkan perangsangan mekanik berupa kontraksi uterus.

2. Tekanan pada serviks. Kondisi tersebut merangsang pelepasan oksitosin dan menyebabkan kontraksi uterus.

3. Stimulasi oksitosin. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin meningkat dan otot-otot uterus sangat peka terhadap pengaruh oksitosin. Oksitosin bekerjasama dengan prostaglandin untuk menimbulkan kontraksi.

4. Perubahan rasio antara hormon estrogen dan progesteron berangsur‐angsur menurun pada akhir kehamilan dibandingkan dengan kadar estrogen, hal ini merangsang kontraksi uterus.

5. Usia plasenta. Dengan tuanya kehamilan maka usia plasenta menjadi tua. Proses tersebut menyebabkan vili khorialis mengalami perubahan‐perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun. Hal ini merangsang kontraksi uterus. 6. Peningkatan kadar kortisol janin. Hal ini menyebabkan menurunnya

pembentukan progesteron dan meningkatnya prostaglandin yang merangsang timbulnya kontraksi uterus.

(3)

7. Selaput janin memproduksi prostaglandin. Kondisi tersebut merangsang kontraksi uterus.

2.1.2 Faktor yang Memengaruhi Persalinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menjadi cepat atau lambat yaitu

power (his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diagfragma pelvis atau kekuatan

mengejan, ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum), passanger (janin dan plasenta), passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang), psikis ibu dan penolong persalinan. (Rukiyah dkk, 2011 ; Yanti, 2009).

1. Power (Tenaga)

Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang

mendorong janin keluar dalam persalinan ialah : his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna. Power (kekuatan) yang dibutuhkan dalam proses kelahiran bayi terdiri dari 2 tenaga yaitu tenaga primer dan skunder. Tenaga primer berasal dari kekuatan kontraksi uterus (his) yang berlangsung sejak mulai persalinan sampai pembukaan lengkap. Tenaga skunder adalah kekuatan mengedan ibu yang dibutuhkan setelah pembukaan lengkap (Yanti, 2009).

His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik

dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus dominant, kemudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebaldan lebih pendek. kavum uteri menjadi lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion kearah bawah rahim dan serviks.

(4)

Mengejan merupakan sebuah reflex, dorongan, instingtif yang disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada dasar panggul dan dubur. Mengejan tidak akan terasa sakit dan dan tidak akan melukai bayi tetapi memerlukan tenaga yang cukup kuat (Stoppart M, 2013). Setelah serviks terbuka lengkap kekuatan yang sangat penting pada ekspulsi janin adalah yang sangat dihasilkan oleh peningkatan intra-abdomen yang diciptakan oleh kontraksi otot-otot abdomen. Dalam bahasa obstetric biasanya ini disebut mengejan. Sifat kekuatan yang dihasilkan mirip seperti yang terjadi pada saat buang air besar, tetapi biasanya intensitasnya jauh lebih besar (Rukiyah dkk, 2011)

2. Passanger (Janin)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak janin, bagian terbawah, dan posisi janin. Sikap (Habitus) ; sikap janin menunjukan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi dimana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang didada.

3. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina dan introitus vagina (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran

(5)

dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. (Sumarah dkk, 2009).

Dua sampai tiga minggu sebelum permulaan persalinan, segmen bawah dari uterus akan mereggang dan membiarkan janin turun lebih jauh kebawah, kepala tersebut bisa saja turun dan mengunci (engaged). Fundus tidak lagi mendesak paru-paru, pernafasan menjadi lega. Jantung dan paru dapat berfungsi lebih baik dan wanita tersebut mengalami kelegaan yang dikenal dengan sebutan peringanan. Sympisis pubis akan melebar dan dasar panggul menjadi rilex dan melembut, yang memungkinkan uterus turun lebih jauh kedalam panggul. Sebelum peringanan, fundus mendesak diafragma, segmen uterus bagian bawah tidak lembek dan belum meregang untuk menampung kepala janin yang oleh karenanya tetap tinggi.

Pada primigravida, otot-otot abdominal berada dalam tonus yang baik, sehingga dapat memegang uterus dalam posisi tegak serta membantu dalam penguncian kepala janin, pada wanita otot-otot abdomen akan menjadi sedikit lebih berayun sehingga kepala janin mungkin tidak akan mengunci. Berjalan menjadi sedikit sulit oleh karena sympisis pubis lebih mobile dan relaksasi dari sendi

sakro-iliaka dapat menimbulkan rasa sakit dipunggung. Tekanan pada fundus akan

berakibat pada peningkatan tekanan didalam panggul, yang bisa dijelaskan dengan adanya kepala janin, kongesti pembuluh vena diseluruh daerah tersebut serta relaksasi sendi-sendi panggul. Sekresi vagina juga paling banyak pada priode ini (Bobak, 2000; Pilliteri, 2003).

(6)

Selama priode pra-persalinan ibu primigravida perasaan kaku, canggung dan letih. Perubahan mood (keadaan jiwa) merupakan peristiwa biasa yang dialami oleh ibu, rasa cemas yang dialami ibu meningkatkan produksi adrenalin yang akan menghambat kegiatan uterus dan bisa pada gilirannya memperlama persalinan. Sikap bidan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama kehamilan akan memengaruhi kemajuan persalinan.

4. Psikis Ibu Bersalin

Persiapan psikologis sangat penting dalam menjalani persalinan. Semakin seorang ibu siap dan memahami proses persalinan adalah sesuatu hal normal dan biasa dijalani oleh setiap wanita maka ibu akan dengan mudah bekerjasama dengan petugas kesehatan yang membantu proses persalinannya. Satu hal yang perlu diingat dalam proses persalinan normal, dimana aktor utama dalam proses ini adalah ibu dengan segala perjuangan dan daya upayanya. Ibu harus meyakini bahwa ia mampu menjalani proses persalinan ini dengan lancar, karena jika ibu sudah mempunyai keyakinan positif maka semangat ini akan menjadi kekuatan yang besar saat ibu berjuang mengeluarkan bayi. Sebaliknya apabila ibu diawal sudah nglokro (tidak semangat) akan membuat proses persalinan menjadi sulit (Nisman, 2011).

Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang menyertai kehidupan hampir setiap wanita. Walaupun prosesnya fisiologis, tetapi pada umumnya menakutkan karena disertai rasa nyeri yang hebat, bahkan terkadang menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa. Nyeri adalah suatu fenomena subjektif, sehingga keluhan nyeri-persalinan setiap wanita tidak akan sama,

(7)

bahkan pada wanita yang samapun, nyeri persalinan saat ini tidak akan sama dengan nyeri persalinan yang lalu (Schats, 1986 dalam Yanti, 2009).

5. Penolong Persalinan

Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai legalitas dalam menolong persalinan atara lain dokter, bidan serta mempunyai kompetensi dalam menolong persalinan, menagani kegawatdaruratan, serta melakukan rujukan jika diperlukan. Penolong persalinan selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi yang dianjurkan termasuk diantaranya cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi serta pendokumentasian alat bekas pakai (Rukiyah dkk, 2011).

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah kemampuan dan ketrampilan penolong persalinan. Tahun 2006, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih sekitar 76% artinya masih banyak pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayinya (Nisman, 2011).

2.1.3 Tahapan Persalinan

Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu kala I disebut kala pembukaan, kala II disebut juga kala pengeluaran, kala III diasebut kala uri dan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam berikutnya (Prawirohardjo, 2010).

1. Kala I (Fase Pematangan atau Pembukaan Serviks)

Fase ini dimulai pada waktu serviks membuka karena his, yaitu kontraksi uterus yang teratur, makin lama makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai

(8)

pengeluaran darah bercampur lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.

Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida, ostium uteri internum dan eksternum sudah sedikit terbuka. Penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama pada pembukaan. Ketuban akan pecah sendiri ataupun harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap, bila ketuban pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri lengkap, yang pada primigravida berlangsung selama kurang lebih 13 jam sedangkan pada multigravida kurang lebih 7 jam (Prawirohardjo, 2010).

Menurut Hamilton, (1995) Tanda-tanda kelahiran sudah dekat adalah kontraksi lebih sering dan lebih lama, keluaran yang mengandung darah dari vagina meningkat, membran amnion pecah, nafas lebih cepat, mual dan muntah, perineum menonjol, anus terbuka, keringat mengalir deras, sakit pinggang meningkat, tekanan pada rectum, abdomen sakit bila disentuh dan adanya keinginan mengejan yang tidak terkontrol. Keadaan seperti ini menandakan bahwa fase pematangan sudah selesai.

Pada kala I terdapat dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung sekitar 8 jam yang dimulai dari pembukaan 0 sampai mencapai 3 cm. Fase aktif berlangsung sekitar 6 jam yang dimulai dari pembukaan 3 cm sampai lengkap (+10 cm). Fase aktif terbagi atas fase akselerasi yang berlangsung sekitar 2 jam dimulai dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm. Fase dilatasi maksimal berlangsung

(9)

sekitar 2 jam dimulai dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm. Fase deselerasi berlangsung sekitar 2 jam dimulai dari pembukaan 9 cm sampai lengkap yaitu +10 cm (Prawirohardjo, 2010).

Peristiwa penting pada kala I yaitu keluarnya lendir atau darah (bloody show) karena terlepasnya sumbat mucus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya kapiler serviks, dan pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar, selaput ketuban pecah spontan.

Untuk mengurangi persalinan abnormal dengan segala akibat buruknya, sejak tahun 1970 dipergunakan partograf. Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu dan janin, yang menjadi petunjuk untuk melakukan tindakan bedah kebidanan dan menemukan DKP (Disproporsi Kepala Panggul) jauh sebelum persalinan menjadi macet. Kegunaan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan, mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Hal ini merupakan bagian terpenting dari proses pengambilan keputusan klinik persalinan kala I.(Sumarah, 2009).

Koesoemapradja (1993) melaporkan bahwa partograf telah dipakai dibanyak negara, termasuk Indonesia, oleh karena sangat efektif, tidak mahal, mudah, terbukti efektif dalam mencegah terjadinya persalinan lama, menurunkan tindakan bedah kebidanan dan menurunkan kematian perinatal.

(10)

2. Kala II (Fase Pengeluaran Bayi)

Kala II dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada saat bayi telah lahir lengkap. Pada fase ini, his menjadi lebih kuat, lebih sering dan sangat kuat. Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala II.

Peristiwa penting pada kala II persalinan yaitu, bagian terbawah janin (kepala) turun sampai dasar panggul. Ibu merasa reflex ingin mengejan yang semakin berat. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologis). Kepala dilahirkan terlebih dahulu dengan sub oksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomy). Lama kala II pada ibu primigravida kurang lebih 1,5 jam.

3. Kala III (Fase Pengeluaran Plasenta)

Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Kelahiran plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari cavum uteri.

Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan di dinding uterus bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah. Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar di atas pusat. Plasenta lepas spontan kurang lebih 5 sampai 15 menit setelah bayi lahir.

4. Kala IV (Fase Observasi Pasca Persalinan)

Sampai dengan satu jam post partum dilakukan observasi. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 adalah Kontraksi uterus harus baik,

(11)

Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap, Kandung kemih harus kosong, Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematom, Resume keadaan bayi dan Resume keadaan ibu.

2.1.4 Perubahan Fisik dan Psikologi pada Persalinan 1. Perubahan Fisik

Perubahan fisik pada ibu hamil meliputi perubahan sistem reproduksi, perubahan tekanan darah, perubahan metabolisme, perubahan suhu, perubahan jantung, pernafasan, ginjal, saluran cerna dan hematologi.

Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktifitas otot. Peningkatan aktifitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan, denyut jantung dan cairan yang hilang. Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi selama dan segera setelah persalinan. Perubahan suhu dianggap normal bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-10c yang mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan.

2. Perubahan Psikologi

Pada ibu hamil terjadi perubahan fisik maupun psikologis. Begitu juga pada ibu bersalin, perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi pada setiap orang, namun ia memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ia dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan

(12)

psikologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan dalam melaksanakan tugasnya sebagai penolong persalinan.

Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu dalam proses persalinan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah perasaan tidak enak, rasa takut dan ragu-ragu pada persalinan yang akan dihadapi, dalam menghadapi persalinannya ibu sering memikirkan apakah persalinannya akan berjalan dengan normal, menganggap persalinannya sebagai cobaan dan apakah penolong persalinan dapat sabar serta bijaksana dalam menolongnya, apakah bayinya normal atau tidak, apakah ia sanggup merawat bayinya, hal ini sering menyebabkan perasaan cemas pada ibu dalam menghadapi persalinan (Sumarah dkk, 2009).

Banyak juga wanita merasakan kegembiraan disaat merasakan kesakitan pertama menjelang kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi sesuatu realitas kewanitaan sejati yaitu munculnya rasa bangga melahirkan anaknya yang pertama. Ada juga wanita yang merasa takut dan khawatir jika berada pada lingkungan yang baru/asing misalnya rumah sakit atau klinik bersalin, diberi obat dan tidak mempunyai otonomi sendiri serta kehilangan identitas dan kurang perhatian. Sehingga sebagian wanita menganggap persalinan lebih tidak realistis dan mereka merasa gagal serta kecewa. 2.1.5 Kebutuhan Dasar pada Ibu Bersalin

Salah satu kebutuhan dasar pada ibu bersalin adalah dukungan fisik dan psikologis. Dukungan fisik dan psikologis tersebut dapat diberikan oleh orang-orang terdekat ibu misalnya suami/keluarga. Dukungan suami/keluarga merupakan suatu

(13)

bentuk perwujudan dari sikap perhatian dan kasih sayang. Pada ibu yang akan memasuki masa persalinan sering muncul perasaan takut, khawatir, ataupun cemas terutama pada ibu primipara. Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat proses persalinan (Yanti, 2009).

Menurut Sumarah dkk, (2009) Kebutuhan ibu selama persalinan meliputi kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan akan oksigen, makanan dan minuman, istirahat selama tidak ada his, kebersihan badan terutama genetalia, buang air kecil dan buang air besar, pertolongan persalinan sesuai standart serta penjahitan perineum bila diperlukan. Kebutuhan rasa aman meliputi memilih tempat dan penolong persalinan, mendapatkan informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang akan dilakukan, menentukan posisi tidur yang dikehendaki ibu, didampingi oleh keluarga, pemantauan selama persalinan dan intervensi yang diperlukan. Kebutuhan dicintai dan mencintai meliputi pendampingan oleh suami/keluarga, kontak fisik (sentuhan ringan), massase untuk mengurangi rasa sakit, berbicara dengan suara yang lembut dan sopan.

Kebutuhan aktualisasi diri meliputi memilih tempat dan penolong persalinan sesuai keinginan ibu, memilih pendamping selama persalinan, bounding attachman serta ucapan selamat atas kelahiran bayinya.

(14)

Kebutuhan harga diri meliputi merawat bayi sendiri dan menyusuinya, memperhatikan privasi ibu, pelayanan yang bersifat empati dan simpati, mendapat informasi bila akan dilakukan tindakan, memberikan pujian terhadap tindakan positif yang dilakukan ibu.

Menurut Eniyati dan Putri M (2012), kebutuhan dasar ibu pada saat persalinan adalah meliputi kebutuhan fisik, kehadiran pendamping dan pain relief. Kebutuhan fisik meliputi menjaga kebersihan diri (menganjurkan ibu tetap menjaga kebersihan tubuh terutama pada area kemaluan), relaksasi dengan berendam (untuk mengurangi rasa nyeri persalinan pada kala I dapat dilakukan dengan berendam pada air hangat), nutrisi dan cairan (terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan cairan dapat menunjang faktor penting dalam persalinan yaitu kekuatan ibu mengejan saat proses pengeluaran janin), oksigen (oksigen yang cukup merupakan hal utama bagi kelangsungan hidup janin kekurangan oksigen selama proses persalinan dapat mengakibatkan aspiksia pada bayi), eliminasi (kebutuhan eliminasi BAK dan BAB dalam masa persalinan berkaitan dengan kemajuan persalinan, kandung kemih yang penuh akan mengurangi kekuatan kontraksi dan menghambat penurunan kepala).

Kehadiran seorang pendamping kehadiran seorang pendamping memberikan rasa nyaman pada ibu dalam masa persalinan. Dengan adanya seseorang yang mendampingi ibu, maka ibu akan lebih percaya diri untuk bertanya atau meminta secara langsung atau melalui pendamping tersebut. Dukungan yang diberikan pendamping ibu dalam persalinan dapat berupa mengelus punggung ibu, memegang tangan, mempertahankan kontak mata, mengusap keringat, menemani jalan-jalan,

(15)

memijat punggung, menciptakan suasana kekeluargaan, menyuapi makan, atau mengucapkan kata-kata yang menunjukan kepedulian untuk membesarkan hati ibu. Kehadiran seorang pendamping dapat memberikan rasa nyaman, aman, semangat serta dukungan emosional yang dapat membesarkan hati ibu.

Pain relief merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan sebagai upaya

untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dirasakan ibu selama menjalani proses persalinan tindakan yang dilakukan diantaranya menghadirkan seseorang untuk mendukung persalinan, mengatur posisi persalinan relaksasi dan latihan pernafasan, istirahat dan privasi, informasi mengenai kemajuan persalinan dan sentuhan.

2.2 Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Cemas adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak spesifik, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut (Stuard & Sundden, 1998).

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan adanya bahaya yang mengancam, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Keadaan emosi ini tidak mengalami obyek yang spesifik (Kaplan, 1997, Stuart and Sundden, 1998).

(16)

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting

of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal

(Hawari, 2011).

Atkinson, (1999) membagi teori kecemasan menjadi tiga yaitu:

1. Kecemasan sebagai konflik yang tidak disadari ; Freud pakar psikologi pertama yang memfokuskan diri pada makna kecemasan meyakini bahwa kecemasan neuritis merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara impuls id (terutama seksual dan agresif) dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan

super ego. Impuls-impuls id menimbulkan ancaman bagi individu karena

bertentangan dengan nilai pribadi atau nilai sosial.

2. Kecemasan sebagai respon yang dipelajari ; Teori belajar sosial tidak memfokuskan diri pada konflik internal tetapi pada cara-cara dimana kecemasan diasosiasikan dengan situasi tertentu melalui proses belajar.

3. Kecemasan sebagai akibat kurangnya kendali ; Pendekatan yang ketiga menyatakan bahwa orang mengalami kecemasan bila menghadapi situasi yang tampak berada di luar kendali mereka. Menurut teori psikoanalisis, misalnya, kecemasan timbul bila ego menghadapi ancaman impuls yang tidak dapat dikendalikan. Menurut teori belajar sosial, orang menjadi cemas bila dihadapkan

(17)

pada stimulus yang menyakitkan, yang hanya dapat mereka kendalikan melalui penghindaran.

Stuart and Sudden, 1998 mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan dalam tiga reaksi, yaitu

1. Reaksi emosional ; komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain.

2. Reaksi kognitif ; ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.

3. Reaksi fisiologis ; reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan otot dan kalenjar tubuh hingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang subjektif mengenai ketegangan mental sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan tersebut pada umumnya tidak menyenangkan sehingga menimbulkan perubahan fisiologis yaitu gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat dan perubahan psikologis yang meliputi rasa panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi.

(18)

2.2.2 Penyebab Terjadinya Kecemasan

Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat menimbulkan kecemasan. Konflik dan bentuk frustasi lainnya merupakan salah satu sumber kecemasan. Ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu diluar kemampuan, juga menimbulkan kecemasan. Yang dimaksud dengan kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “kekhawatiran,” keprihatinan,” dan rasa takut,” yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson, 1999).

Menurut Hawari, (2013) teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab terjadinya kecemasan adalah teori psikoanalitik, teori interpersonal, teori perilaku, teori keluarga dan teori biologi.

Teori Psikoanalitik ; Kecemasan merupakan konflik emosional, yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu “Id dan Super ego”. Id melambangkan dorongan instink dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma–norma budaya seseorang. Sedangkan ego atau “aku” digambarkan sebagai mediator dari tuntutan Id dan super ego. Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang bahaya dan perlu diatasi.

Teori Interpersonal ; Kecemasan terjadi dari kekuatan atau penolakan interpersonal. Hal ini dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang yang tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah, biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat.

(19)

Teori Perilaku ; Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori belajar meyakini, individu yang pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kecemasan berat pada kehidupan dewasanya. Sementara para ahli teori konflik mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan–benturan keinginan yang bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik.

Teori Keluarga ; Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga. Konflik yang terjadi dikeluarga dalam kehidupan sehari–hari dan tidak mendapatkan suatu penyelesaian yang baik akan menyebabkan kecemasan yang berkepanjanagan bagi anggota keluarganya. Keadaan cemas ini biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan gangguan depresi.

Teori Biologi ; Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin dapat meregulasi cemas. Penurunan fungsi reseptor terhadap benzodiazepin memungkinkan individu tidak dapat meregulasi/mengurangi kecemasan yang terjadi.

Kecemasan yang terjadi akan direspon secara spesifik dan berbeda oleh setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah Perkembangan Kepribadian, tingkat maturasi, tingkat pengetahuan, karakteristik stimulus, karakteristik individu, Atkinson, (1999).

(20)

2.2.3. Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain: khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala (Hawari, 2013).

Sue dkk, (dalam Atkinson, 1999), menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini:

1. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

3. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

(21)

2.2.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundden (1998), cemas terdiri dari empat tingkatan yaitu :

1. Kecemasan ringan, ditandai dengan : Waspada, ketajaman pendengaran bertambah, kesadaran meningkat, terangsang untuk melakukan tindakan, termotivasi secara positif, sedikit mengalami peningkatan tanda–tanda vital, mampu menghadapi situasi yang bermasalah, dapat memvalidasi secara konsensual, ingin tahu, mengulang pertanyaan, kurang tidur.

2. Kecemasan sedang ditandai dengan : Individu berfokus pada dirinya (penyakitnya), menurunnya perhatian terhadap lingkungan, persepsi menyempit, cukup kesulitan berkonsentrasi, membutuhkan usaha yang lebih, kesulitan beradaptasi dan menganalisa perubahan suara/nada perasaan, denyut nadi meningkat, tremor.

3. Kecemasan berat, ditandai dengan : Perubahan pola pikir, ketidak selarasan pikiran, tindakan dan perasaan, lapangan persepsi sangat menurun, fokus pada masalah detail, tidak memperhatikan instruksi, sangat kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengerti terhadap situasi yang dihadapi saat ini, penurunan fungsi, kesulitan untuk mengerti dalam berkomunikasi, hiperventilasi, denyut nadi meningkat, mual, pusing.

4. Panik, ditandai dengan : Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, ketidakmampuan memahami situasi, respon tidak dapat diduga dan aktivitas motorik yang tidak menentu, tidak mampu belajar, tidak mampu menyimpan

(22)

persepsi, tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, tidak dapat berfokus pada saat ini, tidak mampu melihat dan mengerti situasi, kehilangan untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, terjadi penurunan fungsi, peningkatan

motorik dan respon terhadap stimulus minor, komunikasi tidak dapat dipahami, dispnea, gemetar, palpitasi, parestesia, tersedak, berkeringat dingin.

2.2.5 Alat Ukur Kecemasan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Zung Self – Rating

Anxiety Scale (ZSAS) dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pernyataan

untuk mengukur tingkat kecemasan pada ibu primigravida menghadapi persalinan. Instrumen ini terdiri dari 20 butir pernyataan. Responden memilih 1 dari 4 pilihan jawaban yang ada pada kuesioner, dimana digunakan scoring atau nilai jawaban sebagai berikut : SL (Selalu) diberi nilai 4; S (Sering) diberi nilai 3; K (Kadang) diberi nilai 2; TP (Tidak Pernah) diberi nilai 1. Jawaban dikategorikan dalam tingkat kecemasan sebagai berikut (Zung. W.W.K., 1979) :

Nilai 20 – 35 : Ringan, Nilai 36 – 50 : Sedang Nilai 51 – 65 : Berat Nilai 66 – 80 : Panik

(23)

2.2.6 Pengaruh Kecemasan terhadap Lama Persalinan

Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang dapat mempengaruhi kelancaran proses persalinan. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan. Banyak hasil penelitian yang menunjukan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan serta mengetahui dengan baik proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, maka mereka akan merasa aman dan proses persalinan dapat berlangsung lebih cepat (Yanti, 2009).

Kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan juga dipengaruhi oleh peranan individu yang mengaitkan dengan suatu kondisi kehilangan atau kegagalan dan tidak berorientasi pada pemecahan masalah, tetapi berorientasi pada emosional. Pada saat menghadapi proses persalinan ibu hamil mulai mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan (Kartono, 1992).

Kecemasan terhadap lamanya persalinan dikemukakan oleh Chapman (2006), bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi

adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi

(24)

dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.

2.3 Dukungan Suami

Menurut Marshall 2000 (dalam Corner D, 2012), menyebutkan bahwa dukungan pada persalinan dapat dibagi menjadi dua yaitu

1. Dukungan fisik ; dukungan dukungan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.

2. Dukungan emosional ; dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami yang pada akhirnya berpengaruh pada persalinan.

Dukungan suami adalah bentuk dukungan dan hubungan baik yang merupakan kontribusi penting bagi kesehatan. Dukungan yang diterima seseorang dapat meliputi : informasi, nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial. Adanya kehadiran orang terdekat dapat memengaruhi emosional atau efek perilaku bagi penerimanya (Corner D, 2012).

Menurut Friedman (dalam Corner D, 2012), dukungan suami yang diadopsi berdasarkan dukungan sosial dapat berupa :

1. Dukungan informasional yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini meliputi memberi nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan

(25)

bagaimana seseorang bersikap. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi dalam keluarga, meliputi pemberian nasehat, ide-ide atau informasi yang dibutuhkan.

2. Dukungan emosional yang meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa bahagia, nyaman, aman, terjamin dan disayangi.

Persalinan merupakan saat yang menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalianan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada disamping ibu selama proses persalinan dan kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasikan langkah-langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu (Sumarah dkk, 2009).

Guyton (2006) bahwa dukungan yang dirasakan oleh ibu selama proses persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu menjadi tenang serta menjadi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbik dan diteruskan ke amigdala kemudian ke hipotalamus sehingga terjadi perangsangan pada nucleus ventromedial dan area sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang dan akhirnya kecemasan pun menurun mengakibatkan persalinan menjadi normal.

(26)

Dukungan yang dapat diberikan suami pada ibu saat proses persalinan antara lain adalah membantu mengatur posisi ibu, membimbing ibu mengatur nafas saat kontraksi, memberi asuhan tubuh (menghapus keringat ibu, memegang tangan, memberikan pijatan, mengelus perut/pinggang ibu dengan lembut), memberi informasi tentang kemajuan persalinan, membantu ibu kekamar mandi, memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi, menciptakan suasana aman dan nyaman, memberi dorongan spiritual, dan memberi semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian atas kemampuan ibu saat mengedan (Musbikin, 2012 ; Rukiyah dkk, 2011 ; Nisman, 2011).

Menurut Lutfianus Sholihah (dalam Corner D), beberapa alasan mengapa suami tidak memberikan dukungan selama proses persalinan adalah suami tidak siap mental (suami tidak tega, lekas panik saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan saat melihat darah yang keluar pada waktu proses persalinan berlangsung), suami bekerja/dinas ditempat yang jauh dan sebagian rumah sakit tidak mengijinkan kehadiran pendamping persalinan selain petugas medis.

2.4 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Lama Persalinan Kala I

Salah satu kebutuhan dasar pada ibu bersalin adalah dukungan fisik dan psikologis. Dukungan dapat diberikan oleh orang-orang terdekat ibu misalnya suami atau keluarga. Dukungan suami merupakan suatu bentuk perwujutan dari sikap perhatian dan kasih sayang yang diberikan suami kepada istrinya (Yanti, 2009).

(27)

Setelah melalui banyak penelitian, terungkap bahwa kehadiran suami di ruang bersalin untuk memberi dukungan kepada istri dan membantu proses persalinan, ternyata banyak mendatangkan kebaikan bagi proses persalinan. Kehadiran suami disamping istri membuat istri merasa lebih tenang dan siap menghadapi proses persalinan (Musbikin, 2012). Menurut Eniyati dan Putri M, 2012 dukungan dan peran suami dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI.

Dukungan atau bantuan dari suami sangat dibutuhkan ibu selama proses persalinan terutama pada kala I. Kemampuan mentolerir stress persalinan tergantung pada presepsi individu terhadap peristiwa persalinan yang dihadapi, kontak personal dan sentuhan merupakan suatu cara penyediaan dukungan selama persalinan. Sikap tersebut memiliki keuntungan : 1) ibu merasa aman dan mampu mengontrol dirinya, 2) ibu yang memberikan sentuhan mengalami kehangatan dan persahabatan selama persalinan.

Menurut hasil penelitian Hastuti (2009), keadaan ibu selama persalinan sangat dipengaruhi oleh pemberi dukungan yang mendampinginya. Dukungan akan memberi rasa aman, rasa nyaman dan merasa dihargai. Perhatian terhadap aspek fisik (sentuhan yang menimbulkan rasa nyaman misalnya dengan menekan daerah

sacrum), aspek psikis (mengurangi kecemasan), aspek sosial (melibatkan keluarga,

berkomunikasi) dan aspek spiritual (bimbingan doa/dzikir). Hastuti juga mendapat hasil bahwa ibu yang diberi dukungan oleh suami saat persalinannya memerlukan

(28)

waktu yang lebih pendek dibandingkan waktu bersalin ibu yang ditunggui oleh ibu kandung, kakak atau kerabat dekat.

2.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitiaan ini untuk pengaruh tingkat kecemasan terhadap lama persalinan kala I adalah yang dikemukakan oleh Chapman (2006) bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi akibatnya aliran darah uterus menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.

Sedangkan untuk pengaruh dukungan suami terhadap lama persalinan kala I adalah yang dikemukakan oleh Guyton (2006) bahwa dukungan yang dirasakan oleh ibu selama proses persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu menjadi tenang serta memberi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbic dan diteruskan ke amigdala kemudian ke hipotalamus sehingga terjadi perangsangan pada

nucleus ventromedial dan area sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang

(29)

Gambar 2.1 Mekanisme Tingkat Kecemasan dan Dukungan Suami terhadap Lama Persalinan

Kecemasan Ibu

Respon Perilaku

Impuls Neurotransmitter ke system limbic Emosi (cemas)

Respon Prilaku Emosi (Senang)

Hipotalamus (CFR) Amigdala

Amigdala Dukungan Suami

Hipotalamus

Impuls Neurotransmitter ke system limbic

Merasa Tenang

Medula Adrenal

Kadar Katekolamin Meningkat

Sekresi Adrenalin Meningkat

Persalinan Normal Hipofisis Anterior

Vasokontriksi Pemb. Darah

Menghambat Kontraksi Hipoksia dan Bradikardi Janin

Aliran darah Uterus Menurun

Kematian Memperlambat Persalinan

(30)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Suami Lama Kala I Persalinan Tingkat Kecemasan lbu

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Tingkat Kecemasan dan Dukungan   Suami terhadap Lama Persalinan
Gambar 2.2  Kerangka Konsep Penelitian Dukungan  Suami  Lama Kala I Persalinan Tingkat  Kecemasan lbu

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mendasar yang perlu dilakukan adalah studi karakteristik telur burung Mamoa yang meliputi kualitas fisik telur yang terdiri dari beberapa komponen yaitu berat, bentuk,

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang teknik penyulingan akarwangi, luas areal bahan baku, kondisi produksi, faktor yang mempengaruhi produksi,

Mudah­ mudahan, berkat kesabaran para pendengar mengikuti bincang bicara �ita dengan minat_ yang penuh maka akan dapatlah pendengar mernenfaatkan persembahan MESTIKA

bangunan rumah besa’, rumah balai, maupun kopol memiliki orientasi yang mengarah pada mesjid Jami’ yang menjadi poin utama di permukiman ini sedangkan bangunan hunian

pertumbuhan orang kaya (kelas menengah perkotaan) terutama di Vietnam, di mana cula badak tersebut dianggap sebagai simbol status dan sering diberikan sebagai

oksidasi tinggi akan memiliki jumlah atom oksida diantara lapisan sehingga semakin banyak lapisan maka akan semakin besar jarak antar lapisan sehingga bahan

Pilihan jawaban menyatakan SS atau Sangat Sesuai, maka berarti menurut Anda BPR memang sudah memiliki penawaran kredit terbaik saat ini.. Jika Anda ingin mengubah jawaban, maka

gambar biner, mencari titik koordinat akhir dan percabangan dari citra skeleton atlet jalan cepat, mengelompokkan titik koordinat percabangan dan akhir dan di