• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian prestasi kerja (performance appraisal) karyawan dapat memperbaiki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian prestasi kerja (performance appraisal) karyawan dapat memperbaiki"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Penilaian Prestasi Kerja

Manajemen maupun karyawan perlu umpan balik atas kerja mereka. Hasil penilaian prestasi kerja (performance appraisal) karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Agar pelaksanaan penilaian prestasi kerja dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dipersiapkan.

Menurut Sutrisno (2009 : 151), prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Penilaian prestasi kerja akan memberikan informasi mengenai tinggi rendahnya prestasi kerja seorang karyawan.

Mondy (2008 : 257), menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja atau penilaian kinerja adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim. Menurut Panggabean (2002 : 66), penilaian prestasi kerja merupakan proses formal untuk malakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Proses adalah suatu cara yang sistematis atau langkah-langkah yang diikuti dalam menghasilkan sesuatu. Proses penilaian prestasi ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Tujuan ini memerlukan sebuah proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling berkaitan.

(2)

Justine (2006 : 128), mengungkapkan penilaian prestasi kerja didefinisikan sebagai suatu prosedur yang mencakup:

1. menetapkan standar kerja;

2. menilai prestasi kerja pegawai secara nyata dibandingkan dengan standar kerja yang telah ditetapkan;

3. memberikan umpan balik kepada pegawai dengan tujuan untuk memotivasi pegawai agar meninggalkan prestasi yang buruk dan mempertahankan, bahkan meningkatkan prestasi yang sudah baik.

Berdasarkan defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai penilaian prestasi kerja yaitu merupakan serangkaian proses formal guna mengevaluasi serta memberikan nilai terhadap hasil kerja yang telah dicapai oleh karyawan dalam periode tertentu yang pada gilirannya mampu memberikan umpan balik kepada karyawan itu sendiri.

Penilaian prestasi kerja perlu dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional dan diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik. Hal ini diperlukan guna menghapus anggapan bahwa pelaksanaan penilaian prestasi kerja secara formal oleh bagian personalia sebenarnya tidak diperlukan dan bahkan dipandang sebagai “gangguan” terhadap pelaksanaan kegiatan operasional.

2.1.1.1 Sistem Penilaian Prestasi Kerja

Dalam pelaksanaannya, harus dipahami bahwa penilaian prestasi kerja merupakan suatu sistem yang bukan saja harus efektif, melainkan juga diterima

(3)

dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja ialah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para karyawan di mana terdapat berbagai faktor yaitu:

1. Yang dinilai adalah manusia yang memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

2. Penilaian pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan ditetapkan secara obyektif.

3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada karyawan yang dinilai dengan maksud:

a. Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat bagi karyawan yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karir lebih terbuka.

b. Dalam hal penilaian tersebut negatif, karyawan yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.

c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberi kesempatan untuk mengajukan keberatannya sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.

4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala didokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang hingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan karyawan.

(4)

5. Hasil penilaian prestasi setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, demosi, alih wilayah, maupun pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

Cascio (dalam Simamora, 2001) menyebutkan adanya lima persyaratan penilaian kinerja yang baik. Kelima persyaratan tersebut antara lain:

1. Relevansi (relevance), menyiratkan bahwa terdapat kaitan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan tertentu dan tujuan organisasi dan kaitan yang jelas antara elemen-elemen kerja yang kritis yang akan dinilai pada formulir penilaian.

2. Sensitivitas (sensitivity), menyatakan bahwa suatu sistem penilaian kinerja mampu membedakan antara pelaksana yang efektif dengan yang tidak efektif. 3. Keandalan (reliability), dalam konteks konsistensi penilaian yang harus saling

bersesuaian. Penilaian yang andal berarti bebas dari kelemahan-kelemahan signifikan serta harus berisi subyektivitas minimal yang menyebabkan distorsi. 4. Kemamputerimaan (acceptability), merupakan persyaratan yang paling penting

dari semuanya karena program SDM harus mendapat dukungan dari semua lapisan yang akan menggunakannya.

5. Kepraktisan (practicality), artinya instrumen penilaian mudah untuk dipahami dan digunakan oleh pimpinan dan karyawan.

Sementara itu, Justine (2006 : 131) berpendapat bahwa tujuan utama proses penilaian prestasi kerja adalah menciptakan gambaran yang akurat tentang prestasi kerja individu. Untuk itu, diperlukan empat syarat antara lain:

(5)

1. harus bersifat job-related, artinya, penilaian unjuk kerja pegawai harus berkaitan dengan proses analisis jabatan.

2. harus bersifat practical, artinya, alat ukur yang dipakai dapat diterapkan dan dimengerti oleh penilai, juga yang dinilai.

3. harus mempunyai ukuran baku/standar, artinya harus ada tolok ukur yang seragam.

4. menggunakan ukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.1.1.2 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Beberapa tujuan terkait dalam pelaksanaan penilaian prestasi kerja yang dilakukan dalam sebuah organisasi antara lain:

1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil kerja, pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para karyawan lebih meningkat lagi di masa-masa yang akan datang. 2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. Keputusan

tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan seperti bonus akhir tahun, hadiah pada hari-hari besar tertentu dapat didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.

3. Untuk kepentingan mutasi karyawan. Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi.

4. Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan baik yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk

(6)

mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.

5. Membantu para karyawan menentukan rencana karirnya dan dengan bantuan divisi sumber daya manusia menyusun program pengembangan karir yang paling tepat dalam arti sesuai dengan kebutuhan para karyawan dan dengan kepentingan organisasi.

Di samping berbagai tujuan di atas, penilaian prestasi juga ditujukan kepada pemuasan kebutuhan dan kepentingan para karyawan termasuk guna memenuhi kepuasan kerja. Hasibuan (2007 : 90), menyebutkan bahwa penilaian prestasi dapat menimbulkan rasa puas dalam diri karyawan. Karyawan merasa dengan cara ini (penilaian prestasi) hasil kerja mereka dapat dinilai oleh perusahaan dengan sewajarnya dan sekaligus kelemahan-kelemahan dalam diri individu karyawan dapat diketahui sehingga pada akhirnya timbul dorongan untuk memperbaiki diri.

Penilaian prestasi kerja dapat pula menjadi sumber penting bagi berbagai segi manajemen sumber daya manusia. Disadari atau tidak, sesungguhnya prestasi kerja para pegawai juga merupakan pencermianan prosedur pengadaan karyawan yang ditempuh oleh divisi sumber daya manusia. Artinya, jika sistem rekrutmen, seleksi, pengenalan dan penempatan karyawan sudah baik, sangat besar kemungkinan prestasi kerja para karyawan pun akan memuaskan. Sebaliknya, jika sistem tersebut kurang baik tidak mustahil prestasi kerja para karyawan pun tidak setinggi yang diharapkan.

(7)

2.1.1.3 Metode Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Cara mana yang dipilih tergantung kepada kegunaannya. Berbagai metode yang dapat digunakan dalam penilaian prestasi kerja menurut Mondy dan Noe (dalam Panggabean, 2004 : 68) antara lain:

1. Rating Scales (Skala Rating)

Dengan menggunakan metode ini, hasil penilaian kinerja karyawan dicatat dalam suatu skala. Karena konsep yang akan dinilai bersifat kualitatif, maka kategori yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dari sangat memuaskan sampai dengan sangat tidak memuaskan. Cara ini banyak digunakan karena sangat sederhana dan dapat digunakan untuk menilai lebih banyak orang dalam waktu yang relatif singkat.

2. Critical Incidents (Insiden-insiden Kritis)

Dengan metode ini, penilai melakukan penilaian pada saat-saat kritis saja, yaitu waktu di mana perilaku karyawan dapat membuat bagiannya sangat berhasil atau bahkan sebaliknya. Pada hakikatnya metode penilaian ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus digabungkan dengan metode yang lain.

3. Essay

Dengan menggunakan metode ini penilai menulis cerita ringkas yang menggambarkan prestasi kerja karyawan. Metode ini cenderung menggambarkan prestasi kerja karaywan yang luar biasa ketimbang kinerjanya setiap hari. Penilaian sangat mengandalkan kemampuan menulis penilai.

(8)

Setelah kinerja ditinjau ulang, evaluasi yang positif bisa menjadi negatif apabila penilai tidak dapat menuliskannya dengan baik.

4. Work Standards (Standar Kerja)

Metode ini membandingkan kinerja karyawannya dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Standar mencerminkan hasil yang normal dari rata-rata pekerja dalam usaha yang normal.

5. Ranking

Dengan metode ini penilai sekadar menempatkan semua karyawan yang dinilai ke dalam urutan-urutan ranking. Penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik daripada siapa dan kemudian menempatkan karyawan dalam urutan yang terbaik sampai yang terburuk. Kesulitan dihadapi apabila terdapat dua orang atau lebih yang memiliki prestasi yang hampir tidak dapat dibedakan.

6. Forced Distribution (Distribusi yang Dipaksakan)

Dalam metode ini diasumsikan bahwa karyawan dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu dari kategori yang paling baik (10%), kemudian yang baik (20%), yang cukup (40%), yang buruk (20%), dan sisanya (10%). Kelemahan dari metode ini adalah apabila hampir semua karyawan dalam bagiannya mempunyai kinerja yang sangat memuaskan, maka akan sangat sulit untuk membaginya ke dalam lima kategori, begitu pula jika yang terjadi kebalikannya.

7. Forced-Choice and Weighted Checklist Performance Report (Pemilihan yang Dipaksakan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja Tertimbang)

(9)

Laporan ini memerlukan penilai untuk memilih karyawan mana yang dapat mewakili kelompoknya. Faktor yang dinilai adalah perilaku karyawan. Penilai memberikan nilai positif dan negatif tanpa peduli dengan bobot penilaiannya. Sebagaimana halnya dengan metode forced distribution, dalam metode ini sulit untuk mengetahui faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk dalam kategori sangat berprestasi. Begitu pula sebaliknya, faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kategori sangat tidak berprestasi.

8. Behaviorally Anchored Scales

Merupakan metode penilaian berdasarkan catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.

9. Metode Pendekatan Management By Objective (MBO)

Dalam pendekatan ini, setiap karyawan dan penyelia secara bersama-sama menentukan sasaran organisasi, tujuan individu dan saran-saran untuk meningkatkan organisasi.

2.1.1.4 Masalah-masalah dalam Penilaian Prestasi Kerja

Beberapa jenis kesalahan dalam penilaian umumnya ditemukan, baik disadari maupun tidak. Masalah utama yang sering dijumpai dalam penilaian prestasi adalah standar yang tidak jelas dan bias.

Standar yang tidak jelas, sering kali berkaitan dengan skala penilaian yang terlalu terbuka untuk diintepretasikan, sedangkan bias dalam penilaian prestasi dapat dibedakan menjadi:

(10)

1. Halo Effect

Halo effect terjadi, jika pandangan/pendapat pribadi si penilai mempengaruhi penilaiannya terhadap orang lain (like x dislike). Oleh karena itu, rater (penilai) yang baik harus bersifat “netral” terhadap orang yang akan diberi penilaian. Supervisory training dapat mengurangi masalah ini.

2. Central Tendency

Central tendency terjadi, jika penilai tidak berani memberi nilai rendah atau tinggi, sehingga nilai yang diberikan cenderung di tengah-tengah (rata-rata). Penilaian seperti ini menjadi tidak terlalu valid untuk pembuatan keputusan dalam promosi, gaji, dan konseling.

3. Lenience & Strictness Biases

Lenience biases dihasilkan jika penilai cenderung menilai dengan nilai yang mudah sekali (penilaiannya longgar) sehingga unjuk kerja pegawai dinilai baik. Sedangkan strictness biases tejadi jika penilai terlalu ketat menilai pegawainya (semua kriteria digunakan). Masalah ini biasanya terjadi jika standar penilaiannya kabur atau tidak jelas.

4. Personal Prejudice

Personal prejudice mirip dengan halo effect. Personal prejudice terjadi jika rater mempunyai perasaan tidak suka pada sekelompok, grup, atau kelas di mana orang yang dinilai termasuk di dalam kelompok tersebut.

5. Recency Effect

Recency effect terjadi jika rater menggunakan pengukuran yang subyektif dan waktu mengukur sangat di pengaruhi oleh tindakan pegawai yang terakhir

(11)

yang pasti di ingat, sehingga tindakan-tindakan dan kejadian pada masa lalu dianggap tidak ada.

2.1.2 Pemberdayaan

Menurut Daft (2010 : 399), pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan, pendelegasian kekuasaan atau wewenang pada bawahan dalam sebuah organisasi. Meningkatkan kekuasaan karyawan dapat mempertinggi motivasi untuk mencapai tujuan karena karyawan dapat memperbaiki keefektifan mereka, memilih bagaimana mereka akan mengerjakan suatu tugas serta menggunakan kreativitas mereka.

Wibowo (2012 : 415), menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Pemberdayaan merupakan kontinum antara keadaan pekerja yang tidak mempunyai kekuatan untuk mempertimbangkan bagaimana mengerjakan pekerjaan, sampai pada keadaan di mana pekerjaan memiliki kontrol sepenuhnya atas apa yang mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Berdasarkan defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan peningkatan sejumlah wewenang sehingga pekerja atau karyawan dapat lebih leluasa mengambil keputusan serta menimbulkan rasa tanggung jawab yang lebih terhadap pekerjaannya. Dengan pemberdayaan, telah terjadi pergeseran kekuasaan kepada tim pekerja yang diperbolehkan membuat keputusan sendiri. Pemberdayaan memungkinkan individu membuat keputusan

(12)

lebih besar dan lebih banyak tanpa harus mengacu pada seseorang yang lebih senior.

Memberdayakan karyawan dapat dilakukan dengan memberikan empat unsur yang dapat membuat mereka bertindak lebih bebas untuk melakukan pencapaian dalam pekerjaan mereka. Empat unsur tersebut antara lain adalah informasi, pengetahuan, kekuasaan, dan penghargaan. Berikut penjelasan dari ke empat unsur tersebut:

1. Karyawan menerima informasi tentang kinerja perusahaan. Di perusahaan di mana para karyawannya benar-benar diberdayakan, semua karyawan tersebut memiliki akses pada informasi keuangan dan operasional.

2. Karyawan memiliki pengetahuan dan keterampilan agar dapat berkontribusi pada perusahaan. Perusahaan-perusahaan menggunakan program pelatihan dan alat pengembangan lainnya untuk membantu para pegawai memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkontribusi pada kinerja perusahaan.

3. Karyawan memiliki kuasa untuk membuat keputusan substansif. Para karyawan yang diberdayakan memiliki wewenang untuk secara langsung memengaruhi prosedur kerja dan kinerja organisasi, seperti melalui siklus kualitas atau tim kerja yang diarahkan sendiri.

4. Karyawan diberikan penghargaan berdasarkan kinerja perusahaan. Organisasi-organisasi yang memberdayakan para karyawannya sering kali memberikan penghargaan berdasarkan hasil yang diunjukkan dalam lini bawah organisasi.

(13)

Pemberdayaan adalah tentang mengubah peran dan perilaku manajemen. Pemberdayaan merupakan proses yang hanya dapat dimulai dalam iklim di mana terdapat harapan tinggi; di mana setiap orang merasa dihormati dan dihargai; dan di mana orang menawarkan yang terbaik sepanjang waktu. Proses pemberdayaan juga perlu mendapat dukungan dari pimpinan karena jika tidak ada dukungan dari pimpinan maka perubahan kultural yang perlu menjadi sulit serta pemberdayaan dapat dikatakan tidak mungkin untuk dikembangkan.

Pemberdayaaan mengandung pengertian perlunya keleluasaan kepada individu untuk bertindak dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan tugas yang diembannya. Konsep pemberdayaan ini juga berarti bahwa seseorang akan mampu untuk berperilaku secara mandiri dan penuh tanggung jawab. Spreitzer (dalam Fadzilah, 2006 : 12) mengungkapkan adanya empat karakteristik umum pemberdayaan antara lain:

1. Sense of meaning

Meaning merupakan nilai tujuan pekerjaan yang dilihat dari hubungannya pada idealisme atau standar individu.

2. Sense of competence

Kompetensi atau self-efficacy lebih merupakan kepercayaan individu akan kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas mereka dengan menggunakan keahlian yang mereka miliki.

(14)

3. Sense of self-determination

Bila kompetensi merupakan keahlian dalam berperilaku, maka self-determination merupakan suatu perasaan memiliki suatu pilihan dalam membuat pilihan dan melakukan suatu pekerjaan.

4. Sense of impact

Impact atau pengaruh merupakan derajat dimana seseorang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan baik strategik, administratif, maupun operasional.

Sebagian besar perusahaan saat ini melaksanakan program pemberdayaan terhadap karyawannya dan umumnya yang membedakannya adalah derajat dari pemberdayaan itu sendiri. Di beberapa perusahaan, pemberdayaan berarti mendorong ide-ide para pekerja, sementara manajer masih memegang wewenang akhir dalam pengambilan keputusan; di sebagian perusahaan lainnya, pemberdayaan berarti memberikan kebebasan dan wewenang secara hampir sepenuhnya pada para pegawai untuk melakukan pengambilan keputusan dan mewujudkan inisiatif dan imajinasi. Berikut ini gambar yang menjelaskan mengenai derajat pemberdayaan karyawan dalam sebuah perusahaan:

(15)

Gambar 2.1

Rangkaian Kesatuan Pemberdayaan

Sumber : Daft (2010)

Gambar 2.1 memperlihatkan rangkaian kesatuan pemberdayaan dari sebuah situasi di mana pekerja lini depan hampir sama sekali tidak memiliki keleluasaan, seperti di lini perakitan tradisional, hingga pemberdayaan penuh, di mana pekerja bahkan dapat berpartisipasi dalam merumuskan strategi perusahaan.

Derajat Pemberdayaan

           Manajemen diri 

Tim yang diarahkan  sendiri

   

       

 

         

Tim lintas fungsi                 Siklus kualitas/  Kelompok partisipasi  Program pemberian  saran  Rapat rutin tidak memiliki keleluasaan untuk mengambil keputusan

Bertanggung jawab atas keputusan dan strategi yang

dibuat membuat keputusan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan memberi masukan

Sedikit Banyak &

Kompleks Keterampilan

karyawan yang dibutuhkan

(16)

2.1.2.1 Perlunya Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan elemen vital dalam lingkungan bisnis modern. Dengan pemberdayaan, bisnis mejadi lebih dekat dengan pelanggan, dapat memperbaiki pelayanan pengiriman barang, meningkatkan produktivitas dan pada akhirnya memenangkan kompetisi.

Hal tersebut tidak mungkin terjadi sampai organisasi menemukan cara memberdayakan orangnya. Jane Smith (dalam Wibowo, 2012) memandang ada dua hal yang menyebabkan perlunya pemberdayaan.

Pertama adalah karena lingkungan eksternal telah berubah sehingga mengalihkan cara bekerja dengan orang di dalam organisasi bisnis. Organisasi bisnis dewasa ini bekerja dalam dunia yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan perubahan yang tidak dapat diduga. Terdapat empat faktor yang menyebabkannya, yaitu sebagai berikut:

1. Semakin intensifnya kompetisi sehingga organisasi perlu memberdayakan orang untuk melawan tantangan kompetisi.

2. Inovasi teknologi berubah cepat sehingga organisasi perlu memberdayakan orang lain untuk menggunakan sebaik mungkin teknologi maju.

3. Permintaan yang tetap atas kualitas yang lebih tinggi dan nilai yang lebih baik menyebabkan organisasi perlu memberdayakan orang untuk menemukan cara inovatif guna memperbaiki produk dan jasa.

4. Tumbuhnya masalah ekologi menuntut organisasi perlu memberdayakan orang untuk melaksanakan kebijakan ekologi.

(17)

Kedua adalah karena individunya sendiri berubah. Sejak lama manajer memandang karyawan sebagai sumber daya yang paling berharga. Akhirnya, keamanan dan sukses ke depan suatu organisasi lebih tergantung pada bakat dan kecerdasan orangnya daripada pada faktor tanah, bangunan, pabrik, dan mesin. Karyawan benar-benar menjadi intellectual capital organisasi.

2.1.2.2 Manfaat Pemberdayaan

Apabila suatu organisasi menjalankan pemberdayaan, di kalangan anggota organisasi akan tumbuh perasaan menjadi bagian dari kelompok. Tumbuh perasaan puas dalam mengambil tanggung jawab untuk menjalankan tugasnya. Terdapat perasaan bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang berharga dan memperoleh kesenangan dalam melakukan komunikasi dan kerja sama dengan orang lain.

Dengan demikian, pemberdayaan meningkatkan kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu, yang pada sebelumnya tidak pernah percaya mungkin dilakukan. Akibatnya akan terjadi peningkatan kepuasan kerja; kerja sama yang lebih dekat dengan orang lain; bekerja dengan tujuan yang lebih jelas; dan mendapatkan prestasi apabila tujuan tercapai. Pengakuan merupakan penghargaan sehingga menyebabkan orang yang bekerja melihat kesempatan-kesempatan baru dan lebih menghargai.

Bagi organisasi, pemberdayaan akan meningkatkan kinerja organisasi dan individu yang dapat mengembangkan bakatnya secara penuh. Departemen atau tim menjadi lebih antusias, aktif dan sukses. Karyawan menguasai pemahaman dan keterampilan baru dan dengan memberi kesempatan melihat sesuatu dengan

(18)

cara yang berbeda, merefleksikan apa yang dilihat dan mengembangkan apa yang dilihat dan mengembangkan keterampilan baru.

Sementara itu, manajer terdorong untuk bekerja lebih keras, di samping harus mengerjakan pekerjaan rutin, yaitu berhadapan dengan masalah dan krisis dalam memberdayakan karyawannya. Perkembangan karir akan memberi kontribusi lebih besar pada keberhasilan jangka panjang organisasi dan meningkatkan prospek untuk memperoleh promosi. Dalam situasi di mana organisasi kinerjanya rendah, produktivitas atau profitabilitas, akan meningkat apabila manajer memberdayakan karyawannya.

2.1.3 Kepuasan Kerja

Terdapat bermacam-macam pengertian atau batasan tentang kepuasan kerja. Pertama, pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan dengan realitas-realitas yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas.

Kedua, pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Sikap terhadap pekerjaan ini merupakan hasil dari sejumlah sikap khusus individu terhadap faktor-faktor dalam pekerjaan,

(19)

diri individu, dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan sehingga menimbulkan sikap umum individu terhadap pekerjaan yang dihadapinya.

Mengenai defenisi kepuasan kerja belum ada keseragaman. Walaupun demikian, sebenarnya tidaklah terdapat perbedaan yang prinsip daripadanya. Handoko (2003 : 193), mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Rivai (2004 : 475), mengemukakan kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif, dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja.

Bagi organisasi, suatu pembahasan tentang kepuasan kerja akan menyangkut usaha-usaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara membuat efektif perilaku karyawan dalam kerja. Perilaku karyawan yang menopang pencapaian tujuan organisasi adalah merupakan sisi lain yang harus diperhatikan, di samping penggunaan mesin-mesin modern sebagai hasil

(20)

kemajuan bidang teknologi. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan mengakibatkan suatu situasi yang tidak menguntungkan baik secara organisasi maupun individual.

2.1.3.1 Teori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.

Terdapat beberapa teori mengenai kepuasan kerja. Rivai (2004 : 475), menyebutkan beberapa teori yang cukup dikenal tentang kepuasan kerja, antara lain:

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi,

(21)

khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan meras puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya

(22)

faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari:gaji /upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.

2.1.3.2 Keterkaitan Pemahaman tentang Kepuasan Kerja

Menurut Siagian (2007 : 297), pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis kepuasan kerja berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Prestasi Kerja

Kepuasan kerja sangat penting untuk mengusahakan agar terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja karyawan. Artinya, kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik meskipun disadari bahwa hal tersebut tidak mudah.

2. Kemangkiran (Kedisiplinan)

Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya, karyawan yang tinggi tingkat kepuasan kerjanya tinggi, maka semakin rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya, jika tingkat kepuasan kerja karyawan rendah,

(23)

3. Keinginan Pindah

Beberapa faktor penyebab keinginan pindah karyawan antara lain disebabkan oleh penghasilan rendah, kondisi kerja yang kurang memuaskan dan hubungan yang tidak serasi baik dengan atasan maupun dengan rekan sekerja.

4. Usia

Terdapat korelasi antara kepuasan kerja dengan usia. Artinya, kecenderungan yang sering terlihat adalah semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerjanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini adalah:

a. Bagi karyawan yang lanjut usia semakin sulit memulai karir baru di tempat lain.

b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita.

c. Gaya hidup yang sudah mapan.

d. Sumber pendapatan yang relatif terjamin.

e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan kerja dalam organisasi.

5. Tingkat Jabatan

Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pada umumnya akan menyebabkan tingkat kepuasannya cenderung lebih tinggi. Berbagai alasannya antara lain:

a. Penghasilan yang dapat menjamin taraf hidup yang layak.

(24)

c. Status sosial yang relatif tinggi di dalam dan luar organisasi. 6. Besar Kecilnya Organisasi

Besar kecilnya organisasi turut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Artinya, karena dengan besarnya organisasi, para karyawan “terbenam” dalam masa pekerja yang jumlahnya relatif besar sehingga jati diri dan identitasnya menjadi kabur.

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Blau (dalam Panggabean, 2004), menyatakan bahwa kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh penilaian prestasi kerja yang berarti bahwa:

1. Kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan (benefits), insentif, atau pemberhentian, dan 2. Kepuasan kerja bukan merupakan konsep yang berdimensi tunggal, melainkan

berdimensi jamak. Seseorang bisa saja merasa puas dengan dimensi yang satu, namun tidak puas dengan dimensinya yang lain.

Menurut Locke (dalam Muhaimin, 2008), faktor-faktor intrinsik pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja antara lain keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi atau pemberdayaan, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.

(25)

Luthan (dalam Hariandja, 2002 : 291) mengungkapkan adanya lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kelima faktor tersebut antara lain:

1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.

3. Rekan kerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan.

4. Pengawasan, yaitu berhubungan dengan pengawasan/supervisi yang dilakukan atasan atas kinerja karyawan.

5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan.

Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut Blum (dalam Sutrisno, 2012 : 77), adalah:

1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan.

2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.

3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antarmanusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

(26)

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (dalam Sutrisno, 2012 : 79), bahwa ada empat faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: 1. Kedudukan

Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang memengaruhi kepuasan kerja.

2. Pangkat

Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertrntu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaanya.

3. Jaminan finansial dan sosial

Finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Mutu pengawasan

Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam kenaikan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.

(27)

Berdasarkan pada pandangan ini, seorang karyawan akan merasa puas dalam kerja apabila tidak terdapat perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan, dengan kenyataannya yang mereka rasakan. Andai kata yang dirasakan dan diperoleh lebih besar dari apa yang menurut mereka harus ada, maka terjadi tingkat kepuasan yang makin tinggi. Sebaliknya, apabila kenyataan yang dirasakan lebih rendah dari apa yang menurut mereka harus ada, maka telah terjadi ketidakpuasan karyawan terhadap kerja. Makin besar perbedaannya akan makin besar pula ketidakpuasan karyawan.

2.1.3.4 Upaya Peningkatan Kepuasan Kerja

Untuk meningkatkan kepuasan kerja, perusahaan harus merespons kebutuhan pegawai. Hal ini pada dasarnya telah dilakukan pada berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia, namun demikian masih diperlukan tindakan lain yang dinamakan peningkatan kualitas kehidupan kerja. Hariandja (2002 : 292) menyebutkan bahwa peningkatan kualitas kehidupan kerja adalah sebuah proses yang merespons pada kebutuhan pegawai dengan mengembangkan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan secara penuh pada pegawai dalam pengambilan keputusan dan merencanakan kehidupan kerja mereka.

Upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat dilakukan melalui dua pendakatan, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan proses. Pendekatan struktural adalah melakukan perubahan sistem kerja karyawan yang dapat dilakukan dengan cara mendesain ulang pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan karyawan. Sedangkan pendekatan proses adalah melakukan berbagai

(28)

proses keorganisasian untuk menciptakan adanya saling percaya dan saling membantu di antara karyawan.

Selain upaya tersebut, Greenberg dan Baron (dalam Wibowo 2012 : 517) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan kerja dengan cara sebagai berikut:

1. Membuat pekerjaan meyenangkan

Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.

2. Orang dibayar dengan jujur

Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlukan tidak hanya untuk upah gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit.

3. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya

Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil di tempat keja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan.

4. Menghindari kobosanan dan pekerjaan berulang-ulang

Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang-ulang. Sesuai dengan

(29)

two-factor theory, orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.

2.2 Penelitian Tedahulu

1. Putri Melati Marbun

Putri (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja pada Kantor Distribusi PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten”. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan proportional stratified random sampling dimana peneliti dapat mengambil sampel secara acak dan setiap unsur populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang cukup kuat antara penilaian prestasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di Kantor Distribusi PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

2. Destynatza Kartika Asih

Destynatza (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Pemberdayaan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja PT. Greentex Indonesia Utama”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di PT. Greentex Indonesia Utama.

(30)

3. Fatchur Rohman dan Novita Mandayanti

Fatchur dan Novita (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberdayaan Psikologis dan Komitmen Afektif terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan Kota Mataram)”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus dengan memberikan kuesioner pada seluruh populasi atau pegawai Dinas Tata Kota Mataram. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik pemberdayaan psikologis maupun komitmen afektif sama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai serta kepuasan kerja pegawai juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tata Kota Mataram.

4. Gladys Meigy Sanger

Gladys (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Penilaian Prestasi Kerja, Keterlibatan Kerja, Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penarikan sampel yang digunakan adalah metode sampel sensus dimana sampel diambil dari seluruh populasi yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penilaian prestasi kerja, keterlibatan kerja serta motivasi kerja terhadap kepuasan kerja pegawai di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.

(31)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 1. Putri Melati Marbun (2013) “Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja pada Kantor Distribusi PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten” Analisis MSI, korelasi, regresi sederhana dan koefisien determinasi.

Terdapat pengaruh yang cukup kuat antara penilaian prestasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di kantor PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. 2. Destynatza Kartika Asih (2012) “Analisis Pengaruh Pemberdayaan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja PT. Greentex Indonesia Utama” Analisis regresi

linear berganda. Pemberdayaan dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di PT. Greentex Indonesia Utama. 3. Fatchur Rohman & Novita Mandayanti (2012) “Pengaruh Pemberdayaan Psikologis dan Komitmen Afektif terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Dinas Tata Kota dan Pengawasan

Bangunan Kota Mataram)”

Analisis SEM Pemberdayaan psikologis

maupun komitmen afektif sama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai serta kepuasan kerja pegawai juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tata Kota Mataram. 4. Gladys Meigy Sanger (2013) “Penilaian Prestasi Kerja, Keterlibatan Kerja, Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara” Uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda.

Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penilaian prestasi kerja, keterlibatan kerja serta motivasi kerja terhadap kepuasan kerja pegawai di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Hariandja (2002 : 290), kepuasan kerja didefenisikan dengan hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja yang sangat penting dalam keberlangsungan perusahaan. Ketika karyawan merasa puas akan pekerjaan mereka, maka hal

(32)

tersebut akan terlihat pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.

Banyak faktor yang menyebabkan karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dalam diri karyawan seperti dorongan, tuntutan, dan harapan karyawan terhadap pekerjaannya maupun berasal dari luar diri karyawan seperti lingkungan, sarana dan prasarana pendukung pekerjaan serta faktor fisik lainnya. Salah faktor yang menyebabkan kepuasan kerja adalah penilaian prestasi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Hasibuan (2007 : 90), bahwa dengan cara penilaian prestasi, hasil kerja karyawan dinilai oleh perusahaan dengan sewajarnya sekaligus kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri individu karyawan dapat diketahui sehingga dapat melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik. Menurut Simamora (2002 : 415), penilaian prestasi kerja adalah suatu alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi organisasi kalangan karyawan.

Selain itu, faktor lain yang turut meyebabkan kepuasan kerja juga dapat bersumber dari pemberdayaan yang dilakukan perusahaan terhadap karyawannya. Menurut Wibowo (2007 : 415), pemberdayaan merupakan proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Pemberdayaan akan memberikan peningkatan kepuasan kerja pada karyawan; kerja sama yang lebih dekat dengan orang lain; bekerja dengan tujuan yang lebih jelas; dan

(33)

mendapatkan prestasi apabila tujuan tercapai. Pemberdayaan memungkinkan individu membuat keputusan lebih besar dan lebih banyak tanpa harus mengacu pada seseorang yang lebih senior. Dengan adanya pemberdayaan, maka akan meningkatkan kepercayaan diri bagi karyawan dalam melakukan sesuatu, yang pada sebelumnya tidak pernah percaya untuk mungkin dilakukan.

Berdasarkan latar belakang perumusan masalah, dan penjelasan tersebut maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber : Simamora (2002), Wibowo (2007), Hariandja (2002)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Penilaian prestasi kerja dan pemberdayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. Pertamina (Persero) Marketing Operation Region I Medan”.

Penilaian Prestasi Kerja (X1)

 

Kepuasan Kerja (Y)

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitan inilah perlunya dilakukan penelitian kesesuaian media semai sukun dengan formulasi, sekam bakar dengan pasir, sekam bakar, dan sekam bakar humus terhadap

Menurutnya white, kebudayaan yang ada dalah sebuah komunitas masyarakat manusia merupakan dampak atau hasil dari pemakaian atau penggunaan energy dan tekhnologi yang mereka

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut sebagai upaya mewujdukan

Internet : - The internet is a collection of computers ( actually servers ) which contain data about individual sites which can be accessed by anyone connected to the network in

Terkait dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan guna mendukung proses penciptaan karya nantinya, mencari referensi gambar binatang dan tetumbuhan untuk digunakan

Kedua, terhadap kendala kultural, para pengampu mata pelajaran Antropologi harus dapat menyajikan materi yang lebih menarik, memberi motivasi kepada para peserta didik

wawancara, berguna untuk mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui atau untuk melengkapi data sebelumnya yaitu observasi, wawancara juga dapat memperjelas ketidak

2). Mempersiapkan bahan campurannya 3). Mempersiapkan alat pengolahan bahan. Tahap pengolahan bahan. Pada tahapan ini bahan diolah sesuai dengan alat pengolahan bahan yang