• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB N 1 BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB N 1 BANTUL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI ORANG

TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

DI SLB N 1 BANTUL

Listyana Natalia Retnaningsih

INTISARI

Latar Belakang: Orang tua yang memiliki anak retardasi mental membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Kurangnya dukungan menyebabkan orang-orang tua merasa harga dirinya menurun dan merasa dikucilkan di keluarga maupun di masyarakat. Hasil studi pendahuluan di SLB N 1 Bantul didapatkan data siswa yang bersekolah di SLB N 1 Bantul tahun ajaran 2013/2014 terdapat 143 anak yang mengalami retardasi mental. Lima puluh empat anak mengalami retardasi mental ringan, dan 89 anak mengalami retardasi mental sedang.

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling dengan jumlah sampel 59 responden. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 juni sampai 20 juni 2014. Analisis data menggunakan analisis spearman

rank.

Hasil: Mayoritas dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul kategori tinggi 32 orang (54,2%). Mayoritas harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul kategori tinggi 49 orang (83,1%).

Kesimpulan: Ada hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLBN I Bantul.

Kata Kunci: Dukungan sosial, harga diri orang tua, anak retardasi mental

PENDAHULUAN

Wong mengatakan anak termasuk bagian inti dalam sebuah keluarga. Anak adalah individu yang berusia 0 sampai 18 tahun. Anak sebagai individu juga mempunyai kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. Pada masa anak-anak terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan(1). Masa anak-anak masalah kesehatan baik fisik maupun mental adalah salah satu masalah utama yang saat ini sering terjadi. Retardasi mental termasuk salah satu masalah kesehatan mental anak yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Retardasi mental adalah

tingkat fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi yang dilaksanakan secara individual(2). Retardasi mental adalah suatu keadaan fungsi intelektual di bawah rata-rata atau IQ di bawah 70 yang disertai keterbatasan dalam fungsi adaptif, seperti keterampilan komunikasi, perawatan diri, tinggal di rumah, keterampilan interpersonal atau sosial, penggunaan sumber masyarakat, penunjukan diri, keterampilan akademik, pekerjaan, waktu senggang, dan kesehatan serta keamanan(3).

(2)

Angka kejadian retardasi mental di Indonesia pada tahun 2009 terdapat 4235 anak retardasi mental yang terdaftar di seluruh SLB yang ada di Indonesia. WHO pada tahun 2011 jumlah anak retardasi mental di Indonesia sebanyak 6,6 juta jiwa. Berdasarkan Kabid Dikdas Dinas Pendidikan di provinsi DIY pada tahun 2005- 2006 didapatkan data 1982 anak yang mengalami retardasi mental. Pada tahun 2007 kurang lebih 3000 anak yang mengalami retardasi mental. Dan pada tahun 2010 didapatkan data penyandang retardasi mental di provinsi Yogyakarta kurang lebih 4000 jiwa(4).

Seseorang dengan retardasi mental mengalami perlakuan yang berbeda dari lingkungan. Individu yang mengalami retardasi mental sulit menyesuaikan diri karena rendahnya tingkat intelegensi. Anak dengan retardasi mental tidak mungkin bagi mereka untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang ada di masyarakat. Pada individu dengan retardasi mental hubungan dengan keluarga sangat penting, karena keadaan individu tersebut akan mempengaruhi kehidupan keluarga termasuk psikologis pada orang tua individu tersebut, seperti harga diri(2).

Harga diri adalah penilaian secara positif atau negatife terhadap diri sendiri(5). Harga diri berarti beberapa bagian dari diri seperti kekuatan, kepercayaan diri, dan keagenan yang menjelaskan diri seperti apa(6). Orang tua dari individu dengan retardasi mental berada dalam situasi yang sangat sulit, mereka menolak memiliki anak retardasi mental tetapi tidak bisa mengingkari bahwa anak mereka mengalami retardasi mental. Dengan keadaan

anak tersebut akan mempengaruhi tingkat harga diri orang tuanya. Harga diri orang tua dari individu dengan retardasi mental juga akan menurun karena respon negatif yang diberikan oleh orang-orang terdekat. Sehingga orang tua secara drastis mengubah gaya hidup mereka. Kurangnya dukungan menyebabkan kebanyakan orang tua dari individu yang mengalami retardasi mental merasa harga dirinya turun dan merasa dikucilkan di keluarga maupun masyarakat(2).

Dalam sebuah studi, hampir dari semua wali individu dengan retardasi mental yang serius, percaya bahwa kebanyakan orang tidak menghargai anggota keluarga dari individu-individu dengan retardasi mental. Dalam studi yang dilakukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, anggota keluarga melaporkan bahwa berhubungan dengan seseorang yang mempunyai penyakit mental merupakan sumber rasa malu yang mempengaruhi hubungan mereka dengan orang lain(7).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SLB N 1 Bantul pada tanggal 4 november 2013, didapatkan data siswa yang bersekolah di SLB N 1 Bantul tahun ajaran 2013/2014 terdapat 143 anak yang mengalami retardasi mental. Hasil wawancara terhadap staf pengajar di SLB N 1 Bantul didapatkan informasi bahwa sekitar 54 anak mengalami retardasi mental ringan, dan 89 anak mengalami retardasi mental sedang.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 24 Februari 2014 pada 5 orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul, orang tua pertama mengatakan tetap bersyukur memiliki anak

(3)

retardasi mental dan hubungan dengan saudara baik-baik saja, namun tetangga ada yang tidak mau menyapa. Orang tua kedua mengatakan bersyukur dengan keadaan anaknya tetapi jika bisa orang tua ingin memiliki anak yang normal dan orang tua memilih tidak bergaul dengan tetangga karena merasa tetangga menilai buruk tentang anak dan keluarganya. Orang tua ketiga mengatakan merasa berharga untuk anaknya yang retardasi mental. Orang tua juga mengatakan saudara sering berkunjung ke rumahnya kalau ada acara keluarga bukan untuk melihat keadaan anaknya, dan orang tua juga mengatakan lebih baik menunggu anaknya sekolah di SLB daripada berkumpul-kumpul dengan tetangga disekitar rumahnya. Orang tua keempat mengatakan tidak malu dengan keadaan anaknya yang retardasi mental. Orang tua mengatakan tidak pernah membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan anak kepada saudara-saudaranya maupun tetangga sekitar rumahnya. Orang tua kelima mengatakan tidak mengeluh memiliki anak retardasi mental dan tetap bersyukur dengan keadaan anaknya. Orang tua mengatakan jarang berkomunikasi dengan saudaranya karena saudara-saudaranya juga sudah mempunyai keluarga sendiri, dan orang tua tidak mengizinkan anaknya bergaul dengan anak tetangganya karena takut anaknya di ejek oleh anak tetangga.

Dari lima orang tua yang diwawancarai mengatakan petugas kesehatan dari puskesmas tidak pernah datang ke rumah untuk memberikan penyuluhan tentang retardasi mental ataupun memeriksa perkembangan

anak mereka, petugas kesehatan pernah berkunjung dan melakukan pemeriksaan kesehatan mulut dan mata di SLB N 1 Bantul dan petugas kesehatan juga tidak pernah memberikan informasi tentang retardasi mental. Lima orang tua juga mengatakan apabila anaknya sakit dibawa ke rumah sakit atau puskesmas. Berdasarkan data yang didapat dari hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui adakah hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

b. Diketahui harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

c. Diketahui keeratan hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasi non eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional(8). Penelitian

(4)

dilakukan pada tanggal 1 juni – 20 juni 2014 di SLB N 1 Bantul. Populasi pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak retardasi mental yang bersekolah di SLB N 1 Bantul berjumlah 143 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling berjumlah 59 orang yang dipilih

sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yaitu: Kriteria inklusi:

a. Ibu yang bersedia menjadi responden. b. Ibu yang memiliki keluarga.

Kriteria eksklusi: Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis.

Instrument penelitian yang digunakan adalah kuesioner. kuesioner dilakukan

uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan komputerisasi menggunakan rumus Pearson Product Moment untuk uji validitas dan rumus Alpha Croanbach untuk uji reliabilitas(8). Uji statistic pada penelitian ini menggunakan uji statistik Spearman

Rank(8).

HASIL PENELITIAN

Hasil yang didapat dari penelitian hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.

Tabel 4.1. Dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul, Juni 2014.

Dukungan sosial Frekuensi Persentase (%) Tinggi Sedang rendah 32 27 0 54,2 45,8 0 total 59 100

Sumber: Data primer

Tabel 4.2. Persentasi Tertinggi pernyataan dukungan sosial masyarakat yang bersifat instrumental, Juni 2014

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid TP 2 3.4 3.4 3.4 KK 3 5.1 5.1 8.5 SR 5 8.5 8.5 16.9 SLL 49 83.1 83.1 100.0 TOTAL 59 100.0 100.0

Sumber: Data primer

Tabel 4.3. Persentasi Tertinggi pernyataan dukungan sosial keluarga yang bersifat emosional, Juni 2014

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid TP 1 1.7 1.7 1.7 KK 7 11.9 11.9 13.6 SR 6 10.2 10.2 23.7 SLL 45 76.3 76.3 100.0 TOTAL 59 100.0 100.0

(5)

Tabel 4.4. Persentasi Tertinggi pernyataan dukungan sosial tenaga kesehatan yang bersifat instrumental, Juni 2014

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid TP 35 59.3 59.3 59.3 KK 11 18.6 18.6 78.0 SR 10 16.9 16.9 94.9 SLL 3 5.1 5.1 100.0 TOTAL 59 100.0 100.0

Sumber: Data primer

Tabel 4.2. Harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul, Juni 2014 Harga diri frekuensi Persentase (%)

Tinggi Rendah 49 10 83,1 16.9 total 59 100

Sumber: Data primer

Tabel 4.3. Hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul, Juni 2014.

Dukungan sosial Harga diri Total µ p Tinggi Rendah f % f % f % Tinggi Sedang 30 19 50,8% 32,2% 2 8 3,4% 13,6% 32 27 54,2% 45,8% 0,310 0,017 Total 49 83,1% 10 16,9% 59 100%

Sumber : Data primer

PEMBAHASAN

1. Dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental

Hasil analisis data penelitian diketahui dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental dalam kategori tinggi (54,2%). Hasil ini menunjukan bahwa keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan disekitar orang tua yang memiliki anak retardasi mental telah mempunyai dukungan yang positif terhadap orang tua anak retardasi mental. Keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan mau memberikan dukungan, dan bantuan

berkaitan dengan keberadaan anak retardasi mental.

Orang-orang disekitar orang tua yang memiliki anak retardasi mental semakin mempunyai kesadaran dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan mental individu(2). Ditunjukan dari hasil analisis pernyataan kuesioner tetangga saya tidak mengijinkan anak saya yang retardasi menal bermain dengan anak mereka didapatkan hasil mayoritas responden menjawab tidak pernah 44 orang (74,6%). Seseorang yang mempunyai akses terhadap

(6)

informasi akan memberikan dukungan sosial yang lebih baik(9).

Dukungan emosional berupa rasa empati, kepedulian dan perhatian keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan kepada orang tua yang memiliki anak retardasi mental akan meringankan beban yang dirasakan oleh orang tua sehingga menjadi semakin kuat dan percaya diri mempunyai anak retardasi mental. Ditunjukan pada hasil analisis pernyataan kuesioner yang menyebutkan keluarga sangat peduli dengan anak saya sehingga saya merasa dihargai dengan 45 orang menjawab selalu (76,3%). Dukungan emosional diberikan dalam bentuk ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan(9). Rasa empati membuat orang-orang yang ada dilingkungan sekitar mempunyai rasa sosial yang tinggi sehingga siap membantu saat dibutuhkan. Hasil penelitian ini sesuai pendapat Cohen dan Willis yang mengatakan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan harga diri dan mengurangi rasa perasaan tak berdaya yang dialami individu(10).

Dukungan instrumental merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada orang lain. Dukungan instrumental diberikan dalam bentuk nyata seperti peralatan, fasilitas, atau kebutuhan lainnya. Hasil penelitian didukung pendapat Nursalam yang menyebutkan bahwa dukungan instrumental mencakup dukungan

berupa bantuan yang diberikan secara langsung(9). Dukungan ini akan membantu saat orang tua mengalami kesulitan dalam mendapatkan sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan anaknya. Didukung oleh pernyataan kuesioner yang menyebutkan masyarakat tidak menerima keadaan saya yang mempunyai anak retardasi mental dengan 49 orang menjawab tidak pernah (83,1%). Ini berarti bahwa masyarakat telah menerima dan memberi dukungan kepada orang tua yang memiliki anak retardasi mental.

Nursalam mengatakan dukungan sosial merupakan salah satu fungsi pertalian atau ikatan sosial yang mempunyai segi fungsional mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat dan memberikan bantuan dalam bentuk materi. Dukungan sosial biasanya diperoleh dari lingkungan terdekat seperti keluarga, teman, saudara bahkan dari masyarakat sekitar. Dukungan sosial masyarakat dalam penelitian ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan individu satu dengan yang lain berupa saling kepedulian(9).

Dukungan sosial sangat penting bagi orang tua yang memiliki anak retardasi mental. Dukungan sosial berupa penerimaan keberadaan anak retardasi mental membuat orang tuanya lebih percaya diri sehingga dapat mengasuh dan mendidik anaknya dengan baik. Hasil penelitian ini

(7)

disesuaikan dengan Semiun yang berpendapat bahwa individu yang kurang dukungan sosial memiliki dampak menarik diri dan stress(2).

Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Annisa dengan hasil dukungan ibu dalam kategori tinggi(11). Hasil yang sama ditunjukan juga dari penelitian Amalia yang hasilnya dukungan sosial dalam kategori tinggi(12). Kesamaan hasil penelitian menunjukan bahwa kesadaran keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan telah semakin meningkat untuk membantu dan mendukung orang tua yang memiliki anak retardasi mental.

Dukungan sosial yang tinggi dibutuhkan oleh orang tua yang memiliki anak retardasi mental dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengasuh dan membesarkan anaknya hingga mencapai kemandirian. Hal ini membutuhkan dukungan dari lingkungan sosial terdekat agar orang tua semakin percaya diri dan mampu melaksanakan kewajibanya dengan baik. Hasil penelitian ini didukung oleh teori Semiun yang mengatakan bahwa dukungan sosial sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan diri(2). 2. Harga diri orang tua yang memiliki anak

retardasi mental

Hasil analisis data penelitian diketahui harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental dalam kategori tinggi (83,1%) yang

menunjukan bahwa orang tua yang memilki anak retardasi mental telah memiliki harga diri yang tinggi di lingkungannya. Harga diri tinggi tersebut diantaranya ditunjukan dengan tidak menutup diri, mempunyai kedekatan dan terbuka terhadap masyarakat di lingkungan sosialnya, dapat beradaptasi serta aktif dalam kegiatan masyarakat.

Hasil penelitian ini disesuaikan dengan teori Gunawan yang mengatakan bahwa harga diri tinggi adalah dasar dari sebuah konsep diri yang positif dan merupakan elemen penting untuk mencapai keberhasilan(13). Hasil penelitian ini juga didukung pendapat Stuart yang mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal(14).

Harga diri tinggi terbentuk karena lingkungan sosial dan lingkungan keluarga telah menerima keadaan anak retardasi mental. Lingkungan sosial tidak lagi menggucilkan atau menolak kehadiran anak retardasi mental. Hal ini menyebabkan orang tua juga semakin terbuka dan percaya diri terhadap lingkungan sosial sehingga aktif dalam berbagai kegiatan yang dilakuakan di lingkungan sekitar. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Coopersmith faktor yang mempengaruhi harga diri jenis kelamin, intelegensi, kondisi fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan

(8)

sosial(15). Ini didukung juga oleh pendapat Caplan yang mengatakan bahwa lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat dari penurunan harga diri(16).

Mayers menyebutkan bahwa harga diri merupakan evaluasi diri seseorang secara keseluruhan terhadap diri sendiri(17). Harga diri sangat dibutuhkan oleh setiap individu termasuk orang tua yang memiliki anak retardasi mental. Harga diri harus dimiliki agar orang tua percaya diri dalam bersosialisasi dengan lingkungan sosial.

Orang tua yang memliki anak retardasi mental sering kali menutup diri dari lingkungan sekitar karena perasaan malu, minder dan tidak percaya diri karena memiliki anak retardasi mental. Hal ini seperti yang diungkapkan Semiun yang mengatakan bahwa seringkali orang tua yang memiliki anak retardasi mental merasa malu sehingga menolak secara terang-terangan anak retardasi mental tersebut. Kondisi yang demikian menyebabkan orang tua anak retardasi mental mengalami harga diri rendah(2). Terlihat dari hasil analisi pernyataan kuesioner yang menyebutkan saya merasa tidak memiliki banyak hal untuk saya banggakan, termasuk anak saya yang

retardasi mental yang mendapatkan skor terendah sebanyak 42 orang menjawab tidak (71,2%). Sikap yang demikian menyebabkan terhambatnya bantuan, dukungan dan pertolongan dalam lingkungan sosial sekitar.

3. Hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul. Hasil analisis pada peneliti ini membuktikan ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul (p value=0,017 dan tingkat keeratan 0,310 yang berarti tingkat keeratan lemah). Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan sosial mempunyai konstrubusi signifikan terhadap terbentuknya harga diri tinggi pada orang tua yang memilki anak retardasi mental, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi juga harga diri orang tua. Hasil ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari yang menyebutkan ada hubungan signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri(18).

Dukungan sosial dapat berhubungan dengan harga diri orang tua karena dukungan sosial menjadi sumber penguat bagi orang tua yang memilki anak retardasi mental. Dukungan sosial dapat dirasakan sebagai bentuk penerimaan keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan terhadap anak retardasi

(9)

mental. Hal ini membuat orang tua memiliki harga diri tinggi yang diwujudkan dalam bentuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Nursalam yang mengatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan masyarakat dapat mempunyai manfaat pada aspek emosional pada penerimaannya(9).

Dukungan sosial tinggi membuat orang tua percaya diri memiliki anak retardasi mental. Lingkungan tidak lagi mengucilkan atau menolak keberadaan anaknya yang mengalami retardasi mental. Keadaan ini membuat oraang tua merasa harga diri tinggi karena lingkungan menerima keadaan anaknya, sehingga orang tua terdorong untuk berperan aktif di lingkungan sekitar. Hasil penelitian ini didukung oleh teori Coopersmith mengatakan individu yang mempunyai harga diri tinggi memiliki sifat-sifat mandiri, kreatif, yakin pada nilai serta gagasan-gagasan sendiri, berani menentukan keputusan sendiri, memiliki kestabilan psikologis, tidak cemas dan lebih berorientasi pada keberhasilan(19).

Hasil analisis data penelitian diperoleh tingkat keeratan 0,310 yang arah hubunganya positif, semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi harga diri orang tua. Tingkat keeratan hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul

dalam kategori lemah, yang artinya harga diri orang tua tidak hanya dipengaruhi oleh dukungan sosial saja, melainkan bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti jenis kelamin, intelegensi, kondisi fisik. Coopersmith menyebutkan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang yaitu jenis kelamin, intelegensi, kondisi fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial(15).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. mayoritas dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul dalam kategori tinggi.

2. mayoritas harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul dalam kategori tinggi. 3. Ada hubungan yang bermakna antara

dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N I Bantul.

4. Keeratan hubungan dukungan sosial dengan harga diri orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul dalam kategori lemah.

(10)

Saran yang dapat diberikan sesuai dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pengajar di SLB N 1 Bantul Perlu melibatkan orang tua dalam perkembangan anak retardasi mental.

2. Bagi Institusi Pendidikan UNRIYO

Perlu menambah referensi kepustakaan berkaitan dengan dukungan sosial dan harga diri orang tua anak retardasi mental yang dapat disajikan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan penelitian dan kajian ilmiah mahasiswa.

3. Bagi Keluarga, Masyarakat dan Tenaga Kesehatan

Perlu memberikan dukungan kepada orang tua anak retardasi mental baik yang bersifat emocional, penghargaan, instrumental, dan informasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan harga diri orang tua anak retardasi mental.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya Perlu penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga diri seperti jenis kelamin, intelegensi, dan kondisi fisik sehingga diperoleh hasil penelitian yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar

Keperawatan Pediatrik Vol 1.

Jakarta : EGC

2. Semiun, Y. 2006. Kesehatan

Mental 2.Yogyakarta : Kanisius

3. Videbeck, S. 2008. Buku Ajaran

Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

4. Kemenkes RI. 2010. Pedoman

Pelayanan Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. 5. Sarlito, W. Sarwono. 2011. Buku

Pengantar Psikologi Umum.

Jakarta : Rajawali Pers.

6. Mruk, Christopher J. 2006.

Self-esteem Research, Theory, and Practice, Toward a positive Psychology of Self-Esteem, ed.3rd.

New York:Springer Publishing Company, Inc.

7. Kaakinen, Joanna Rowe et al. 2010. Family Health Care Nursing Theory, Practice and research Ed 4th. Philadelphia :

Davis Company

8. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

9. Nursalam & Ninuk. 2007. Asuhan

Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta :

Salemba Medika.

10. Sun Park, H. 2007. Effects of

Social Support, Coping Strategies, Self-esteem,Mastery, and Rrligioosity on the Relationship between Stress and Depression among Korean Immigrants in the United States: Structural Equation Modeling.

http://www.proquest.com.

Diakses tanggal 20 april 2014. 11. Annisa. 2006. Hubungan

Dukungan Ibu Dengan Penyesuaian Diri Personal Remaja Tuna Grahita di SLB N 1 Yogyakarta. Skripsi

12. Amalia & Indati. 2005. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Pisikologis pada Ibu yang memiliki Anak Retardasi Mental di SLBN 1 Yogyakarta, SLBN Pembina Yogyakarta, dan

(11)

SLBN Wiyata Dharma III Yogyakarta. Skripsi

13. Gunawan, Adi W. 2007. Manage

your mind for success: re-program pikiran anda untuk meraih sukses. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

14. Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku

Keperawatan Jiwa Ed 5 Jakarta :

EGC

15. Klikpsikologi, 2013. Faktor yang mempengruhi harga diri.

http://www.klikpsikologi.com/.

Diakses tanggal 22 juli 2014 16. Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa

Ed Revisi. Bandung: Refika Aditama

17. Myers, David G. 2012. Psikologi

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

18. Nurmalasari Y. 2012. Hubungan

Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diri Pada Remaja Penderita Penyakit Lupus.

Publication Gunadharma.ac.id 19. Goble, Frank G. 2010. Mazhab

Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow Ed 15.

(12)

Gambar

Tabel 4.1.  Dukungan sosial pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul,  Juni 2014
Tabel  4.4.  Persentasi  Tertinggi  pernyataan  dukungan  sosial  tenaga  kesehatan  yang  bersifat  instrumental, Juni 2014

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba dan arus kas memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi keuangan yang terjadi pada seluruh

Pentanahan peralatan adalah tindakan pengamanan dengan cara menghubungkan badan peralatan atau instalasi yang diproteksi dengan hantaran netral yang

Apabila perusahaan memiliki anak cabang perusahaan maka transaksi yang dimiliki klien rumit karena terdapat laporan konsolidasi yang perlu diaudit oleh auditor

Pengukuran praktik dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket atau kuisioner yang menyatukan tentang suatu materi ingin diukur dengan subyek penelitian atau

Six sigma merupakan suatu metode pengendalian kualitas yang terdiri dari DMAIC ( define, measure, analyze, improve, control ) yang diharapkan melalui tahap tersebut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Aktivitas beta total pada sampel air dan tanaman pangan di Kabupaten Mamuju tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan akitivitas air

Walaupun kegiatan investasi secara tidak langsung yakni dengan jalan membeli sejumlah saham bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kurang mendapatkan

12 Mingg u/ tgl/ pngjr KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN MATERI PEMBELA JARAN ISI MATERI PEMBELAJARAN BENTUK PEMBELAJARAN KRITERIA (INDIKATOR) PENILAIAN