• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

ECOLOGICAL CHARACTERISTIC HABITAT AND DISTRIBUTION ANOPHELES LARVAE DENSITY IN SELAYAR ISLAND REGENCY

Indriani1. Hasanuddin Ishak2. Syamsiar S Russeng3

1

Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

2

Konsentrasi Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

3

Konsentrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi : Indriani., SKM

Program Studi Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar-SulSel

Makassar, 92045 HP : 085242989798

(2)

ABSTRAK

Kepadatan larva Anopheles dapat dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan habitat perkembangbiakan larva sehingga dapat berdampak pada kejadian penyakit malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik ekologi habitat yaitu lingkungan fisik, kimia, dan biologi terhadap kepadatan larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar. Penelitian ini menggunakan pendekatan observasional dengan desain studi ekologi. Habitat yang dijadikan sampel sebanyak 54 titik habitat. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan menggunakan lembar observasi. Data dianalisis multivariat dengan menggunakan uji regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat potensial yang ditemukan di Kabupaten Kepulauan Selayar ada delapan tipe habitat yaitu sungai, tambak, rawa, lagun, selokan, sumur, ground pool, dan bak penampung. Kepadatan larva tertinggi didapatkan pada habitat tipe tambak yaitu 4,8 ekor/25 cidukan dan terendah pada habitat tipe ground pool yaitu 0,3 ekor/25 cidukan. Spesies yang ditemukan adalah An.subpictus, An.vagus, An.indefinitus, An.kochi, dan An.barbirostris. Hasil analisis bivariat didapatkan variabel tipe habitat, jenis aliran, kekeruhan, pencahayaan, kedalaman, suhu air, pH, salinitas, dan keberadaan predator diperoleh nilai p > 0,05. Variabel keberadaan vegetasi diperoleh nilai p < 0,05. Berdasarkan hasil uji regresi linear, variabel salinitas dan keberadaan vegetasi diperoleh nilai p < 0,05. Disimpulkan bahwa salinitas sebagai karakteristik lingkungan kimia dan keberadaan vegetasi sebagai lingkungan biologi berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles sp.

Kata Kunci : kepadatan, larva, Anopheles

ABSTRACT

The density of Anopheles larvae can be influenced by environmental characteristics larval breeding habitats that may have an impact on the incidence of malaria. The aim of the research was to find out the influence of habitat ecological characteristics involving physical environment, chemistry, and biology on the density of Anopheles larvae in Selayar Island Regency. The research used observational approach with ecological study design. The samples consisted of 54 habitat points. The data were obtained through observation and analyzed using multivariate with linear regression test. The results of the research indicate that the potential habitats found in Selayar Island Regency involve eight types of habitat, i.e. river, fishpond, marsh, lagoon, sewers, wells, ground pool, and a container vessel. The highest larvae population is found in fishpond habitat type, i.e 4.8 larvae/25 dipper and lowest one is found in ground pool habitat type, i.e 0.3 larvae/25 dipper. The species found are An.subpictus, An.vagus, An.indefinitus, An.kochi, and An.barbirostris. The result of bivariate analysis indicates some variables, i.e habitat type, flow type, turbidity, lighting, depth, water temperature, pH, salinity, and the presence of predator with a value of p > 0.05. The presence of vegetation variable has a value of p < 0.05. The result of linear regression test, salinity and the presence of vegetation variables have a value of p < 0.05. It is concluded that salinity as chemical environmental characteristics and the presence of vegetation as biological environment have influence on the density of Anopheles sp. larvae.

(3)

PENDAHULUAN

Kepadatan larva Anopheles dapat mempengaruhi penularan penyakit malaria. Larva yang kemudian berkembang menjadi nyamuk Anopheles betina mampu menjadi vektor malaria bagi manusia (Depkes, 2007). Malaria merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Estimasi penduduk berisiko terkena malaria sebanyak 3,4 miliar orang di seluruh dunia (WHO, 2013).

Kabupaten Selayar merupakan kabupaten kepulauan dengan 95 % daerahnya merupakan perairan. Wilayahnya terdiri dari 48 % bentangan laut dan pesisir yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan larva Anopheles). Secara umum kehadiran habitat potensial larva Anopheles mudah ditemukan di wilayah dataran rendah dan pesisir. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa habitat larva An.albimanus lebih banyak ditemukan di daerah dataran rendah (Pinault, 2012). Selain itu disebutkan pula bahwa An.sundaicus bertanggung jawab terhadap transmisi malaria di wilayah pesisir Indonesia (Elyazar, 2013).

Habitat tempat perkembangbiakan menjadi potensial bagi siklus kehidupan nyamuk Anopheles menjadi vektor malaria karena kondisi lingkungan fisik, kimia, dan biologi. Lingkungan fisik seperti tipe habitat, suhu, pH air, kekeruhan, sinar matahari, aliran air, curah hujan, angin, dan lain sebagainya. Lingkungan biologi seperti keberadaan vegetasi yang mempengaruhi kehidupan larva dari sinar matahari dan keberadaan hewan predator pemakan larva. Lingkungan kimia seperti salinitas, kadar Fe, dan lain sebagainya.

Mengetahui karakteristik ekologi habitat larva Anopheles merupakan salah satu langkah untuk memutus rantai penularan penyakit malaria melalui penanganan dari habitat vektor (Ariati, 2011). Pengendalian vektor dilakukan dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan melalui modifikasi lingkungan, serta mengurangi kontak vektor dengan manusia.

Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan daerah endemik malaria karena masih ditemukannya kasus malaria positif setiap tahun meskipun penilaian berdasarkan API selama lima tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan angka ini perlu dibuktikan dengan menurunnya pula kepadatan larva Anopheles sebagai vektor penular malaria.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik ekologi habitat yaitu lingkungan fisik, kimia, dan biologi terhadap kepadatan larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar.

(4)

METODE

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik ekologi habitat larva pengaruhnya terhadap kepadatan larva Anopheles sp.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014 di Kabupaten Kepulauan Selayar yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan yaitu Kec. Bontomatene, Buki, Bontomanai, Benteng, Bontoharu, dan Bontosikuyu. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan karena setiap tahun ditemukan kasus malaria selain merupakan daerah pesisir dengan tipe dataran rendah yang potensial bagi keberadaan tempat perkembangbiakan larva Anopheles

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah semua habitat potensial larva Anopheles yang terdapat di lokasi penelitian dan spesies larva Anopheles yang terkumpul pada saat pencidukan. Sampel dalam penelitian adalah habitat potensial larva Anopheles yang terdapat di lokasi penelitian dengan radius 500 m dari rumah penderita malaria selama 3 tahun terakhir.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer melalui observasi lapangan menggunakan lembar observasi dan pengukuran variabel-variabel independen di lapangan meliputi faktor fisik, kima, dan biologi. Data sekunder diperoleh dari laporan WHO mengenai kasus malaria dan data kejadian malaria kabupaten diperoleh dari Puskesmas di tiap kecamatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Selayar.

Analisis Data

Analisis data terdiri dari tiga tahap, yaitu analisis univariat dengan mendeskripsikan distribusi karakteristik ekologi habitat perkembangbiakan, kepadatan larva dan spesies Anopheles. Analisis bivariat untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Analisis multivariat menggunakan uji regresi linear untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles.

(5)

HASIL PENELITIAN

Distribusi Spesies dan Kepadatan Larva Anopheles sp.

Tabel 1 menunjukkan distribusi keberadaan larva Anopheles berdasarkan tipe habitat. Dari 54 habitat yang diamati habitat positif larva Anopheles lebih banyak didapatkan pada tipe sungai yaitu sebanyak 8 titik dan terendah pada tipe sumur dan bak penampung. Berdasarkan lokasi penelitian habitat positif larva Anopheles lebih banyak didapatkan di kecamatan Bontosikuyu yaitu sebanyak 12 titik dan terendah di kecamatan Bontomatene, Buki, dan Benteng yaitu masing-masing 1 titik habitat. Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah larva tertinggi yang didapatkan pada habitat yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu 120 larva dengan kepadatan 4,8 ekor/25 cidukan, sedangkan terendah yaitu satu larva dengan kepadatan 0,04 ekor/25 cidukan.

Spesies Anopheles yang ditemukan sebanyak enam spesies adalah An.subpictus, An.vagus, An.indefinitus, An.kochi, dan An.barbirostris. An.subpictus lebih banyak ditemukan pada hamper semua habitat perkembangbiakan dibanding dengan spesies lain.

Karakteristik Lingkungan Habitat Larva Anopheles

Tabel 2 menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan fisik berupa tipe habitat, jenis aliran, kekeruhan, pencahayaan, kedalaman, dan suhu air terhadap kepadatan larva Anopheles setelah uji bivariat diperoleh nilai p masing-masing 0,469; 0,673; 0,138; 0,691; 0,589; dan 0,184 (p > 0,05). Hasil ini diinterpretasikan bahwa tidak ada pengaruh lingkungan fisik terhadap kepadatan larva. Karakteristik lingkungan kimia, yaitu pH dan salinitas masing-masing nilai signifikansinya yaitu 0,577 dan 0,073 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh lingkungan biologi terhadap kepadatan larva. Lingkungan biologi yaitu keberadaan vegetasi diperoleh nilai p = 0,005 < 0,05 artinya keberadaan vegetasi berpengaruh terhadap kepadatn larva, sedangkan keberadaan predator tidak memiliki pengaruh terhadap kepadatan larva dengan nilai p = 0,850 > 0,05. Namun, setelah dianalisis regresi linear semua variabel dengan nilai p > 0,25 didapatkan variabel salinitas dan keberadaan vegetasi berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles dengan nilai p masing-masing adalah 0,006 dan 0,001 (p < 0,05), ditunjukkan pada Tabel 3.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan secara umum tidak berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar. Berdasarkan hasil analisis bivariat pada 10 variabel pengamatan didapatkan empat variabel

(6)

potensial yang berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles yaitu variabel kekeruhan, suhu air, salinitas, dan keberadaan vegetasi.

Hasil analisis multivariat regresi linear didapatkan hanya dua variabel yang paling berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu salinitas dan keberadaan vegetasi.

Analisis Kruskal Wallis untuk melihat pengaruh jenis habitat terhadap kepadatan larva Anopheles didapatkan nilai signifikansi 0,469 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh tipe habitat terhadap kepadatan larva. Tidak berpengaruhnya tipe habitat terhadap kepadatan larva dapat disebabkan karena banyaknya faktor lain yang mempengaruhi habitat perkembangbiakan seperti salinitas, pH air, suhu air, curah hujan dan lain-lain. Jika dianalisis berdasarkan kecamatan, pengaruh tipe habitat terhadap kepadatan larva signifikan di kecamatan Bontoharu dengan nilai p yaitu 0,041 < 0,05. Tipe habitat yang ditemukan positif larva Anopheles di kecamatan Bontoharu berupa sungai, tambak, selokan, dan ground pool. Jenis habitat adalah habitat permanen. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melihat bahwa kepadatan larva 60% lebih banyak ditemukan pada habitat permanen (Imbahale, 2011).

Hasil penelitian di Kabupaten Kepulauan Selayar ditemukan larva An.subpictus pada hampir semua tipe habitat. An.kochi ditemukan pada habitat tipe selokan, An.vagus ditemukan pada habitat tipe tambak, rawa, dan ground pool. An.indefinitus ditemukan di habitat tipe tambak dan An.barbirostris pada habitat tipe sumur.

Pengaruh jenis aliran terhadap kepadatan larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar setelah dianalisis menggunakan uji Mann Whitney didapatkan nilai p yaitu 0,673 > 0,05. Disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh jenis aliran terhadap kepadatan larva Anopheles sp. Hasil analisis dilihat berdasarkan kecamatan didapatkan masing-masing nilai p di kecamatan Bontomatene, Bontomanai, Benteng, Bontoharu, dan Bontosikuyu yaitu 0,386; 0,455; 0,439; 0,157; dan 0,356 (p > 0,05). Disimpulkan bahwa dari lima kecamatan tersebut tidak ada pengaruh jenis aliran terhadap kepadatan larva.

Jenis aliran dikategorikan mengalir dan diam. Dari 54 titik habitat yang diidentifikasi terdapat 32 titik habitat dengan jenis aliran diam dan 22 titik mengalir pelan. Berdasarkan hasil penelitian kepadatan larva lebih tinggi didapatkan pada jenis aliran yang diam. Tidak adanya pengaruh jenis aliran terhadap kepadatan larva dapat disebabkan karena kondisi aliran yang dapat berubah-ubah pada tipe habitat yang permukaannya luas. Meskipun pada umumnya larva Anopheles lebih menyukai habitat dengan air yang mengalir lambat cenderung diam (Bojd et al., 2012).

(7)

Variabel kekeruhan air habitat dikategorikan jernih dan keruh. Habitat yang airnya jernih didapatkan sebanyak 37 titik sedangkan yang keruh sebanyak 17 titik. Berdasarkan analisis statistik bivariat diperoleh nilai signifikansi yaitu 0,138 (p > 0,05) artinya tidak terdapat pengaruh antara kekeruhan dengan kepadatan larva. Namun spesies tertentu dapat ditemukan pada habitat air yang keruh atau terpolusi (Soleimani, 2013). Pada penelitian ini diketahui bahwa An.subpictus dan An.vagus dapat ditemukan pada kondisi air yang jernih maupun keruh. Umumnya larva Anopheles lebih menyukai habitat dengan air yang jernih dibandingkan air yang keruh atau terpolusi.

Tempat perkembangbiakan larva Anopheles ada yang bersifat pencahayaan terbuka dan setengah terbuka. Pencahayaan terbuka jika mendapat sinar matahari langsung dan dikatakan setengah terbuka jika pencahayaannnya terlindungi oleh sinar matahari langsung. Pengaruh pencahayaan pada habitat perkembangbiakan terhadap kepadatan larva Anopheles diperoleh nilai signifikansi 0,691 (p > 0,05) artinya tidak terdapat pengaruh kondisi pencahayaan terhadap kepadatan larva. Dilihat berdasarkan kecamatan nilai p untuk kecamatan Bontomatene, Bontomanai, Benteng, Bontoharu, dan Bontosikuyu masing-masing 0,527; 0,372; 0,564; 0,925; dan 0,717 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh kondisi pencahayaan terhadap kepadatan larva di semua kecamatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan tidak ada hubungan antara pencahayaan tempat perkembangbiakan terhadap kepadatan dan spesies larva Anopheles (Leaua, 2013). Tidak adanya pengaruh dapat disebabkan karena spesies yang ditemukan dapat hidup pada habitat dengan pencahayaan terbuka maupun setengah terbuka.

Variabel suhu air dan kedalaman berdasarkan nilai signifikansi juga menunjukkan tidak ada pengaruhnya terhadap kepadatan larva Anopheles dengan nilai p masing-masing adalah 0,589 dan 0,184 (p > 0,05). Begitu pula jika dilihat berdasarkan kecamatan. Larva Anopheles sp. dapat ditemukan pada suhu 27–38 C dan pada kedalaman antara 2 – 157,5 cm. Suhu habitat perkembangbiakan ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi pencahayaan habitat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa suhu rata-rata habitat larva Anopheles dapat ditemukan pada suhu 26,7 C – 38,2 C (Marhtyni, 2010).

Lingkungan kimia yang diamati adalah pH dan salinitas. Salinitas adalah jumlah kadar garam yang dikandung oleh air yang merupakan tempat perkembangbiakan larva. Nilai signifikansi masing-masing yaitu 0,577 dan 0,073 (p > 0,05). Nilai signifikansi salinitas p < 0,25 memenuhi syarat untuk dilakukan uji multivariat regresi linear. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai signifikansi < 0,001 artinya terdapat pengaruh salinitas terhadap kepadatan larva dengan kekuatan hubungan sedang (0,552) dapat diinterpretasikan bahwa

(8)

semakin tinggi salinitas semakin tinggi tingkat kepadatan larva Anopheles. Penelitian sebelumnya mendapatkan larva An.subpictus toleran pada kadar salinitas 4-39 ‰ (Jude et al., 2012). Larva Anopheles dalam penelitian ditemukan pada kisaran pH antara 6-9. Hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang menemukan pH habitat larva pada kisaran 7,14-8,9 (Bojd et al., 2012). Faktor pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme (Mading, 2014).

Karakteristik lingkungan biologi yang diamati adalah keberadaan vegetasi dan keberadaan predator. Keberadaan vegetasi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,005 < 0,05 artinya terdapat pengaruh keberadaan vegetasi terhadap kepadatan larva. Kepadatan larva dengan ada vegetasi lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ada vegetasi. Keberadaan vegetasi dimanfaatkan oleh larva sebagai bahan nutrisi dan berlindung dari serangan predator. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa larva An.subpictus banyak ditemukan dengan flora rumput dan kangkung (Leaua, 2013).

Pengaruh keberadaan predator terhadap kepadatan larva diperoleh nilai signifikansi 0,850 > 0,05. Artinya tidak ada pengaruh keberadaan predator terhadap kepadatan larva. Hasil ini dapat disebabkan habitat tempat perkembangbiakan rata-rata memiliki vegetasi yang rapat untuk melindungi larva dari serangan predator (Gouagna, 2012). Jadi meskipun pada habitat ditemukan predator, larva dapat berlindung dibalik flora atau benda lain yang terdapat dihabitat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa tidak ada pengaruh keberadaan predator dengan kepadatan larva. Predator yang ditemukan di habitat berupa ikan, udang kecil, kepiting, siput, dan capung (Anax junius) (Soleimani, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN

Faktor lingkungan fisik (tipe habitat, jenis aliran, kekeruhan, pencahayaan, kedalaman, dan suhu air) dan kimia (pH dan salinitas) didapatkan tidak ada pengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles sp. di Kabupaten Kepulauan Selayar. Keberadaan vegetasi sebagai lingkungan biologi didapatkan ada pengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles sp. tetapi sebaliknya terhadap keberadaan predator. Namun, setelah dianalisis multivariat diperoleh variabel yang paling berpengaruh terhadap kepadatan larva Anopheles sp. di Kabupaten Kepulauan Selayar adalah salinitas dan keberadaan vegetasi sp. Diharapkan agar tenaga kesehatan secara rutin dan berkala melakukan survey entomologi untuk mencegah perkembangan larva Anopheles yang dapat menjadi vektor penyakit malaria.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Ariati. (2011). Bioekologi Vektor Malaria Nyamuk Anopheles sundaicus di Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.10 No. 1 Maret 2011 :29-37 Bojd et al. (2012). Larval Habitats and Biodiversity of Anopheline Mosquitos in a Malarious

Area of Southern Iran. J Vector Borne Dis. 49 : 91-100

Departemen Kesehatan RI. (2007). Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Ditjen. PPM & PL Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Elyazar et al. (2013). The Distribution and Bionomics of Anopheles Malaria Vector

Mosquitoes in Indonesia. Chapter Three (Online)

http://simonhay.zoo.ox.ac.uk/uploads/publications/189/Elyazar%20(2013).pdf. Gouagna et al. (2012). Abiotic and biotic factors associated with the presence of Anopheles

arabiensis immatures and their abundance in naturally occurring and man-made aquatic habitats. Parasites vectors 2012 5:96

Imbahale et al. (2011). A longitudinal study on Anopheles mosquito larval abundance in distinct geographical and environmental settings in western Kenya. Malaria Journal 2011, 10:81

Jude et al. (2012. Salinity-tolerant larvae of mosquito vectors in the tropical coast of Jaffna, Sri Lanka and the effect of salinity on the toxicity of Bacillus thuringiensis to Aedes aegypti larvae. Parasites & Vetors, 2012, 5 : 269

Leaua. (2013). Sebaran Kepadatan Larva dan Nyamuk Anopheles spp. Penyebab Penyakit Malaria di Desa Kumo Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Tesis. Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar

Mading. (2014). Ekologi Anopheles spp. di Kabupaten Lombok Tengah. Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 13-20

Marhtyni. (2010). Distribusi Keruangan Spesies Larva Anopheles spp. dan Karakteristik

Tempat Perkembangbiakan di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju. Tesis.

Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin

Pinault, L.L & Hunter F.F. (2012). Characterization of larval habitats of Anopheles albimanus, Anopheles pseudopunctipennis, Anopheles punctimacula, and Anopheles oswaldoi s.l. populations in lowland and highland Ecuador. Jurnal of Vector Ecology Vol 37 (1) 124-136

Soleimani et al. (2013). Environmental characteristics of anopheline mosquito larval habitats

in malaria endemic area in iran. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine,

510-515

(10)

LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi Keberadaan Larva Anopheles Berdasarkan Tipe Habitat di Kabupaten Kepulauan Selayar

No. Tipe Habitat

Kecamatan Total n (+) n (-) I II III IV V VI  -  -  -  -  -  - 1 Sungai 0 1 1 0 1 0 0 1 2 0 4 0 10 8 2 2 Tambak x x x x 1 1 0 1 4 0 0 1 8 5 3 3 Rawa x x x x 0 1 1 0 x x 1 2 5 2 3 4 Lagun x x x x 2 0 x x x x 1 0 3 3 0 5 Selokan 0 3 x x 1 1 0 2 2 0 4 2 15 7 8 6 Sumur Bekas x x x x x x 0 1 x x 1 1 3 1 2 7 Ground Pool 1 1 x x x x 0 1 2 1 1 0 7 4 3 8 Bak Penampung 0 1 x x 1 0 0 1 x x x x 3 1 2 Jumlah 1 6 1 0 6 3 1 7 10 1 12 6 54 31 23 Sumber : Data Primer, 2014

Ket :

I : Kecamatan Bontomatene II : Kecamatan Buki

III : Kecamatan Bontomanai IV : Kecamatan Benteng V : Kecamatan Bontoharu VI : Kecamatan Bontosikuyu

(11)

Tabel 2. Rekapitulasi Pengaruh Karakteristik Lingkungan terhadap Kepadatan Larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar

Karakteristik Lingkungan n p-value

Lingkungan Fisik Tipe habitat Sungai Tambak Rawa Lagun Selokan Sumur bekas Ground pool Bak Penampung 10 8 5 3 15 3 7 3 0,469 Jenis aliran Diam Keruh 32 22 0,673 Kekeruhan Jernih Keruh 37 17 0,138 Pencahayaan Terbuka Setengah terbuka 33 21 0,691 Kedalaman 54 0,589 Suhu air 54 0,184 Lingkungan Kimia pH 54 0,577 Salinitas 54 0,073

Lingkungan Biologi Keberadaan vegetasi Ya Tidak 38 16 0,005 Keberadaan predator Ya Tidak 27 27 0,850 Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linear Pengaruh Variabel Potensial terhadap Kepadatan Larva Anopheles sp.

Variabel Koefisien Korelasi p-value

Salinitas 0,552 0,000

Keberadaan vegetasi 0,324 0,006

Konstanta 0,254

(12)

Gambar 1. Peta Distribusi Kepadatan Larva Anopheles sp. di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2014

Gambar

Tabel 1. Distribusi  Keberadaan  Larva  Anopheles  Berdasarkan  Tipe  Habitat  di  Kabupaten Kepulauan Selayar
Tabel 2. Rekapitulasi  Pengaruh  Karakteristik  Lingkungan  terhadap  Kepadatan  Larva Anopheles di Kabupaten Kepulauan Selayar
Gambar 1.  Peta  Distribusi  Kepadatan  Larva  Anopheles  sp.  di  Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

berikut: a) tingginya angka kejadian penyakit Demam Berdarah, sehingga berdampak pada kualitas hidup sehat masyarakat desa Purwosari, b) tingginya angka perokok

Dari kelebihan dan kekurangan DL dan GI dapat saling melengkapi sehingga dikembangkanlah model DL yang dikelola dalam GI dengan nama Group Discovery Learning

Karena situs aktif kitin - Aspergillus niger masih cukup berpeluang untuk berinteraksi dengan ion logam Cu(II), Konsentrasi optimum yang diperlukan kitin -

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hambatan proses pembelajaran biologi dalam pelaksanaan kurikulum 2013 bagi guru kelas X

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem yang di tetapkan pada KPSP Setia Kawan Nongkojajar serta mengevaluasi tentang struktur organisasi, Job

Pada era modern, khususnya Indonesia, Islamic Center berubah menjadi sebuah komplek yang di dalamnya terdapat masjid sebagai bangunan utama dan bangunan-bangunan

Menurut Abu Hassan bin Kassim (2003) oleh Chan (1988) mendapati 46% responden kajiannya menghadapi masalah memahami topik jirim. Memandangkan topik jirim ini merupakan topik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dalam menganalisis strategi marketing public relation s melalui penggunaan virtual reality untuk