• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Diajukan untuk melengkapitugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA PRASETYO

070200317

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2014

(2)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa

memberikan berkat dan kasih karunianya, sehingga penulis mampu menyusun dan

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ”PERTANGGUNG JAWABAN PARA PIHAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK. Penulisan skripsi ini, disusun untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan tugas akhir dalam Mencapai dan

memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Telah banyak pihak memberikan semangat dan dorongan serta membantu memberikan masukan

dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulisan merasa berterima kasih dan berhutang budi pada

mereka yang menjadi inspirasi dan smemberikan kontribusi dan wawasan bidang ilmu hukum.

Melalui kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan Perhargaan

yang tinggi kepada\:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., Selaku Pembantu Dekan Satu Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Haibuan, S.H., M.H., Selaku Pembantu Dekan Dua Fakultas Hukum

Universitas Umatera utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin , S.H., M.Hum., Selaku Pembantu dekan Tiga Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Whinda, S.H., M.H., Selaku Ketua Departemen Kukum Ekonomi Fakultas Hukum

(3)

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., Selaku Sekertaris jurusan dan Dosen Pembimbing II

7. Ibu Dr. T. Keizerina, S.H., C.N., M.Hum., Selaku Dosen Pembimbing I

8. Ibu Maria Kaban, S.H., M.Hum., Selaku Dosen Penasehat Akademik

9. Dan seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala

bimbingan,ilmu dan pengajaran yang diberikan. Dan tidak lupa juga kepada seluruh Staf

dan Pegawai dalam ruang lingkup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10.Keluargaku : H. Hutajulu, S.H, Ayah; dr. R.M. Tambunan, Ibu; Romelia Junita, Adik,

terima kasih atas segala perhatian dan dorongan semangat serta doa.

11.Teman, sahabat, dan Organisasi ( Ivan Stevanus, Chandra T.D. Manurung, Jeremy Diaz,

GMNI FH USU serta sahabat –sahabat lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu.yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penulisan

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………..………

Daftar Isi ………...

Abstraksi ………..…...

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang...

B.Perumusan Masalah...

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan...

D.Keaslian Penulisan...

E. Tinjauan Kepustakaan...

F. Metode Penulisan...

G.Sistematika Penulisan...

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

A.Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

B.Objek dan Subjek Perjanjian

C.Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

D.Asas-asas Dalam Suatu Perjanjian

E. Jenis-Jenis dan Hapusnya Suatu Perjanjian

BAB III PRINSIP-PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK (E COMMERCE)

(5)

B.Aturan Internasional Terkait Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik (E Commerce)

C.Proses Terjadinya Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik(E Commerce) D.Perbandingan Antara Jual Beli Umumnya Dengan Jual Beli Secara Elektronik(E

Commerce)

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI E COMMERCE

A.Para Pihak Yang Terkait Dalam Transaksi E Commerce

B.Wanprestasi Dalam Perjanjian Transaksi E Commerce

C.Tanggung Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Secara

Elektronik(E Commerce)

D.Pembuktian dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN...

B.SARAN...

DAFTAR PUSTAKA...

(6)

ABSTRAK

Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Tindakan Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik.

* HENDRA PRASETYO

** T.KEIZERINA DEVI AZWAR *** RAMLI SIREGAR

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat disatu sisi memberikan dampak positif yaitu memperoleh pangsa pasar yang luas guna memperbanyak keuntungan ,di sisi lain hal ini juga dapat menimbulkan masalah dan juga kerugian akibat adanya ingkar janji atau wanprestasi oleh salah satu pihak. Sehingga, diperlukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif untuk menangani aktifitas online.

Pemanfaatan media E – commerce dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pentingnya permasalahan hukum di bidang E – commerce adalah terutama dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui internet.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai refrensi baik melalui buku - buku, perundang – undangan, website, dan sumber – sumber refrensi lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bagaimana pihak – pihak dapat menyelesaikan suatu masalah dalam hal jual – beli tidak terlepas dari persyaratan dan syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Buku ke III tentang perikatan sebagaimana ditetapkan dan lebih lanjut diatur oleh Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, konsekuensi hukum dari perjanjian jual – beli melalui media elektronik akan dirasakan oleh salah satu pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga dalam transaksi jual – beli dibutuhkan ketelitianpara pihak terutama menyangkut bukti transaksi dan cara melakukan transaksi. Dengan demikian adanya bukti tersebut maka pertanggung jawaban hukum dapat diwujudkan dan semua masalah yang berkaitan dengan transaksi jual – beli elektronik dapat diselesaikan.

Kata Kunci : Wanprestasi, Transaksi Elektronik, Tanggung Jawab hukum.

(7)

ABSTRAK

Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Tindakan Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik.

* HENDRA PRASETYO

** T.KEIZERINA DEVI AZWAR *** RAMLI SIREGAR

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat disatu sisi memberikan dampak positif yaitu memperoleh pangsa pasar yang luas guna memperbanyak keuntungan ,di sisi lain hal ini juga dapat menimbulkan masalah dan juga kerugian akibat adanya ingkar janji atau wanprestasi oleh salah satu pihak. Sehingga, diperlukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif untuk menangani aktifitas online.

Pemanfaatan media E – commerce dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pentingnya permasalahan hukum di bidang E – commerce adalah terutama dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui internet.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai refrensi baik melalui buku - buku, perundang – undangan, website, dan sumber – sumber refrensi lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bagaimana pihak – pihak dapat menyelesaikan suatu masalah dalam hal jual – beli tidak terlepas dari persyaratan dan syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Buku ke III tentang perikatan sebagaimana ditetapkan dan lebih lanjut diatur oleh Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, konsekuensi hukum dari perjanjian jual – beli melalui media elektronik akan dirasakan oleh salah satu pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga dalam transaksi jual – beli dibutuhkan ketelitianpara pihak terutama menyangkut bukti transaksi dan cara melakukan transaksi. Dengan demikian adanya bukti tersebut maka pertanggung jawaban hukum dapat diwujudkan dan semua masalah yang berkaitan dengan transaksi jual – beli elektronik dapat diselesaikan.

Kata Kunci : Wanprestasi, Transaksi Elektronik, Tanggung Jawab hukum.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia harus hidup bermasyarakat dan saling

membutuhkan satu sama lainya, manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi untuk

memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, upaya untuk mencapai tujuan hidupnya antara lain

dengan menjalin kerja sama yang baik antara sesama manusia dalam berbagai macam bidang

kehidupan, di antara sekian banyak aspek kerja sama dalam kehidupan manusia, salah satunya

adalah aspek ekonomi yang di dalamnya mencakup masalah-masalah perdagangan, jual beli, dan

sebagainya. Perdagangan atau jual beli merupakan salah satu cara yang dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Perdagangan atau jual beli juga merupakan bukti bahwa setiap

manusia memiliki ketergantungan terhadap sesamanya.

Saat ini transaksi E-Commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Contoh untuk melakukan suatu perjanjian khususnya atau memesan alat – alat

kebutuhan yang bersifat pribadi, sesorang cukup melakukan melalui internet. Keberadaan

perdagangan atau jual beli melalui internet merupakan alternatif bisnis yang menjanjikan untuk

diterapkan pada masa ini, karena lebih memberikan banyak kemudahan bagi para pihak dalam

melakukan transaksi.

Dahulu orang melakukan transaksi jual beli dengan cara bertemu langsung antara penjual

dan pembeli, dan bahkan sebelum adanya mata uang sebagai alat pembayaran transaksi jual beli

dilakukan dengan cara barter atau pertukaran barang antara orang yang saling membutuhkan barang tersebut satu sama lain. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih,

(9)

usaha manusia terasa semakin mudah, jika dibandingkan ketika teknologi yang digunakan belum

mutakhir seperti sekarang ini. Perkembangan teknologi elektronik yang sangat pesat sangat

mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam transaksi jual beli.

Terbukanya jaringan informasi global yang serba transparan memungkinkan adanya

transformasi secara cepat keseluruh dunia melalui dunia maya, dengan teknologi internet

interaksi antar manusia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jaringan komunikasi

global telah menciptakan tantangan-tantangan sekaligus permasalahan-permasalahan tersendiri

terhadap cara pengaturan transaksi-transaksi perdagangan.

Keberadaan internet mengakibatkan semakin maraknya kegiatan perekonomian yang

memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi dalam suatu perdagangan. Jual

beli barang dan atau jasa secara elektronik melalui internet sering juga disebut dengan istilah e-commerce, jual beli seperti ini menimbulkan dampak tersendiri terhadap perkembangan hukum di Indonesia, termasuk pengaturan mengenai wanprestasi dalam jual beli secara elektronik

karena hal tersebut menyangkut kepastian hukum dan kenyamanan bertransaksi melalui media

elektronik. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas mengenai transaksi jual beli secara

elektronik tersebut, mengingat di Indonesia belum ada satupun peraturan perundang-undangan

yang mengatur masalah e-commerce, sedangkan tuntutan harus adanya perlindungan hukum terhadap pihak yang di rugikan apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli secara elektronik

sangat mendesak.

Berdasarkan kondisi diatas, penulis akan melakukan penelitian yang kemudian dituangkan

dalam skripsi yang berjudul, “Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Wanprestasi Dalam

(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah di uraikan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba

untuk mengidentifikasikan permasalahan yang timbul, sebagai berikut :

1. Bagaimana Para Pihak Dalam Transaksi Elektronik ?

2. Bagaimana Terjadinya Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik ?

3. Bagaimana Tanggung Jawab Para Pihak Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Transaksi

Elektronik ?

4. Bagaimana Pembuktian dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Apabila Terjadi

Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui terjadinya wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli secara

elektronik.

3. Untuk mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan para pihak apabila terjadi

wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

4. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian wanprestasi yang terjadi dalam transaksi

elektronik.

Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu manfaat,

demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun manfaat yang diharapkan

(11)

1. Secara teoritis , penulisan skripsi ini dapat diharapkan sebagai bahan kajian terhadap

penyelesaian hukum khususnya dalam transaksi elektronik.

2. Secara praktis , dengan ditulisnya skripsi ini maka diharapkan dapat memberikan

pengertian akan cara menangani masalah wanprestasi dalam jual-beli secara elektronik

dan juga memberi sumbangan pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum agar

nantinya lebih dapat mengikuti serta memahami perkembangan teknologi informasi

yang semakin berkembang pesat. Dan selain itu diharapkan agar dapat memberikan

pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan

dengan masalah dan tanggung jawab para pihak atas wanprestasi dalam jual-beli

secara elektronik.

Penulisan menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna ,

namun besar harapan penulis agar skripsi dapat berguna menjadi bahan bacaan bagi

peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada khususnya dan masyarakat pecinta

ilmu pengetahuan pada umumnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi

yang didasarkan dengan melihat perkembangan media elektronik khususnya internet sebagai

bagian dari teknologi informasi yang mendukung semakin canggih dan praktisnya sebuah

proses jual-beli.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan baik melalui media internet maupun

perpustakaan maka sepengetahuan penulis didapat fakta bahwa belum ada penulisan

(12)

HUKUM PARA PIHAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI

ELEKTRONIK”

Sehingga penulis sampai pada suatu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil

penggandaan ataupun jiplakan dari hasil karya maupun tulisan orang lain. Mengenai

keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah suatu hal yang tidak

perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar

karena diajukan semata-mata demi penyempurnaan penulisan skripsi, jadi sama sekali tidak

ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat ataupun menjiplak hasil karya

tulis orang lain.

E.Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih lanjut

mengenai “PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PARA PIHAK ATAS

TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK, maka ada

baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang pendapat hukum yang dianggap

relevan dan sekiranya dapat digunakan sebagai landasan teori dalam penulisan skripsi

ini. Adapun teori yang dimaksud adalah Postal rule dan Acceptance rule, yang

menjelaskan tentang kepada siapa beban

Karena permasalahan utama yang ingin diangkat dalam skripsi ini adalah masalah

pertanggung jawaban hukum akibat wanprestasi maka pada bagian lain ada literatur :

1. Postal Rule

Pendapat hukum ini antara lain menyatakan bahwa ketika syarat-syarat dalam

(13)

disetujui oleh pembeli, maka dengan menekan tombol send pembeli telah

menandakan persetujuan terhadap ketentuan perjanjian yang ditawarkan oleh

penjual dalam situs atau website dalam media internet. Pendapat hukum ini

disebut juga teori kantor pos.

Secara praktis teori ini mengandung pengertian bahwa dengan surat ditangan

kantor pos, pembeli dianggap telah melepaskan tanggung jawabnya dan apabila

suatu saat terdapat keadaan dimana penjual mengatakan surat atau pesan

melaui E-mail belum diterima sehingga barang yang dipesan belum dapat

dikirim maka pihak pembeli dapat menuntut pihak penjual bertanggung jawab

karena telah melakukan wanprestasi.

2. Acceptance rule

Pendapat yang kedua menyatakan bahwa kata sepakat dalam transaksi internet

terjadi pada saat surat pesanan produk melalui E-mail diterima oleh penjual

atau informasi telah ada dibawah kontrol penual. Pendapat hukum ini

berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala term of condition dalam

suatu transaksi jual beli melaui internet, misalnya telah melakukan pembayaran,

hal ini bukan merupakan jaminan penjual akan mengirim produknya karena

pengiriman E-mail oleh pembeli harus diterima terlebih dahulu dan telah

berada dibawah kontrol pihak penjual1

Dengan demikian seandainya surat atau pesan ( E-mail) hilang diperjalan,

(14)

wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban baru dapat ditentukan apakah

saat penjual telah menerima pesan atau E-mail. Dalam pendapat kedua ini pihak

pembeli mempunyai hak untuk mengecek apakah informasi atau keterangan

E-mail tersebut benar-benar telah diterima atau tidak oleh pihak penjual.

Berkaca pada kedua teori diatas maka terjawab sudah permasalahan tentang

pihak mana atau siapa yang harus bertanggung jawab, namun bila kita kembali

kepada pokok masalah yang ingin dibahas dalam skripsi ini maka timbul

sebuah pertanyaan yaitu Bagaimana bentuk pertanggung jawaban akibat dari

tindakan wanprestasi tersebut?

3. Bentuk Tanggung Jawab akibat Wanprestasi

Tanggung jawab adalah kewajiban dalam melakukan tugas tertentu, tanggung

jawab timbul akibat karena telah diterima wewenang, seperti sebuah wewenang

tanggung jawab juga membentuk hubungan tententu anatar pemberi wewenang

dan penerima wewenang

Perjanjian adalah sesuatu yang sangat bekaitan dengan tanggung jawab. Sebab

perjanjian yang dibuat akan menimbulkan hubungan hukum. Sebuah perjanjian

berisikan suatu tujuan bahwa pihak yang satu akan memperoleh prestasi dan

pihak lain berhak atas pemenuhan prestasti atau kewajiban. Dalam setiap

perjanjian debitur wajib bertanggung jawab melakukan kewajiban untuk

bertanggung jawab terhadap tuntutan kreditu akibat terjadinya wanprestasi.

4. Ketentuan Ganti Rugi

Uraian diatas menggambarkan bahwa ganti rugi merupakan hal dominan yang

(15)

perjanjian, ganti rugi sendiri dapat diartikan sebagai sanksi yang dapat

dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan

untuk memberikan penggntian biaya, kerugian, atau bunga hal ini diatur dalam

Pasal 1243 sampai dengan 1252 KUHPerdata.

F.METODE PENELITIAN

Untuk melengkapi penilisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode peneliatian yang digunakan antara lain:

1.Sifat Penelitian.

Dalam menyusun skripsi ini, digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif.

Penelitian huukum yuridis normative dalah penelitian dengan mengolah dan mengumpulkan data

– data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, yaitu Bahan – bahan hukum yang sifatnya

mengikat, seperti : peraturan dasar, peraturan perundang – undangan, dan peraturan lain yang

berkaitan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti : hasil penelitian hukum dan hasil karya ilmiah dari kalangan

hukum atau sarjana hukum, dan bahkan bahan hukum tersier yang memberi petunjuk maupun

penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus – kamus

hukum, jurnal – jurnal hukum, majalah hukum dan ensiklopedia.

2. Bahan Penelitian

Untuk melengkapi materi skripsi ini, maka penulis mencari dan mengambil data sekunder

(16)

melalui data tertulis2. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, diperoleh melalui studi

kepustakaan (library research) meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan atau ketentuan

yang mengikat antara lain :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer)

b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang(KUHD)

c. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen

d. UNCITRAL Model Law on Elektronik Commerce(1996) with additional article 5

bis as adopted in 1998 and guide to enactment, dan

e. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.

f. Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999. Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyeleasaian Sengketa.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang member penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti Rancangan Undang – Undang, hasil penelitian hukum, jurnal

hukum dan sumber hukum lainnya.

3. Bahan hkum Tersier, bahan penelitian yang member petunjun maupun penjelesan

terhadap bahan primer dan sekunder.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Data – data dikumpulkan dengan bahan dan alat penelitian kepustakaan ( Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang diperoleh dari Perundang – undangan, karya tulis, pendapat sarjana hukum artikel - artikel baik majalah

maupun Koran ,atau media elektronmik lainnya       

2

 Soerjono Soekanto, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit UI Press, hal . 21

(17)

4. Analisis data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka akan diidentifikasi dan digolongkan sesuai

dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data yang diperoleh kemudian disusun secara

sitematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang

akan dibahas3. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan metode dedukdif dan indukdif.

G.. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan skripsi ini seluruhnya merupakan suatu kesatuan yang

saling berhubungan satu sama lain. Untuk memberikan kemudahan dalam hal penulsan

skripsi ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan yang mencakup atas latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

Tinjauan umum tentang hukum perjanjian yang yang meliputi pengertian perjanjian

pada umumnya, objek dan subjek perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian,

asas-asas dalam suatu perjanjian, jenis-jenis dan hapusnya suatu perjanjian.

BAB III PRINSIP – PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK ( E-COMMERCE)

Prinsip-prinsip umum transaksi jual-beli melalui media Elektronik menguraikan

perkembangan transaksi melalui media elektronik, aturan internasional terkait

       3 

(18)

transaksi jual-beli melaui media elektronik, proses terjadinya transaksi jual-beli

melalui media elektronik, perbandingan antara beli secara umum dengan

jual-beli secara elektronik.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

menerangkan tanggung jawab para pihak apabila terjadi wanprestasi didalam

transaksi elektronik yaitu ; para pihak yang terkait dalam transaksi elektronik,

wanprestasi dalam transaksi elektronik, pembuktian dan mekanisme peyelesaian

sengketa.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab – bab sebelumnya.

Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi, dan

dilengkapi dengan saran yang berguna bagi penyelesaian sengketa yang terjadi dalam

transaksi melalui media elektronik apabila terjadi tindakan wanprestasi.

           

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

A.Pengertian perjanjian pada umumnya

a.1 Pengertian pada umumnya

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah

“Overeenkomst” dari bahasa belanda atau “Agreement” dari bahasa inggris.

Sebelum diuraikan lebih jauh mengenai pengertian umum dari perjanjian maka ada

baiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian dari perjanjian dan perikatan.

Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang

atau dua pihak berdasarkan mana satu pihak (Kreditor/si berpiutang) berhak menuntut

suatu hak dan pihak yang lain (debitur/siberhutang) yang berkewajiban memenuhi tuntutan

tersebut4.

Sedangkan dalam hal perjanjian Subekti berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu

peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana kedua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa

suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan

atau ditulis5.

Perikatan dan perjanjian menunjukan dua hal yang berbeda, perikatan adalah suatu

istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak sedangkan perjanjian adalah sesuatu hal yang

      

4 Subekti , Hukum perikatan, cetakan XXI, (Jakarta: PT. Intermasa 2005), Hal 1,

(20)

bersifat konkrit , suatu perikatan tidak dapat dilihat dengan mata kepala tetapi perjanjian

dapat dilihat ,dibaca, atau diraba.

Hukum perikatan adalah istilah yang sangat luas cakupannya, istilah perikatan

merupakan kesepadanan dari istilah belanda “Verbentenis” istilah hukum perikatan mencakup semua ketentuan dari buku III KUHPerdata, karena itu hukum perikatan terdiri

atas dua golongan besar yaitu perikatan yang berasal dari undang-undang dan perikatan

yang berasal dari perjanjian (Pasal 1233 KUHPerdata) . Eksistensi sebuah perjanjian sebagai

salah satu sumber perikatan juga berlandaskan pada ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa “ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”

Dengan membuat perjanjian berarti para pihak secara sukarela dan sadar telah

mengikatkan diri untuk melakukan prestasi dengan jaminan berupa harta kekayaan yang

dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak-pihak yang berjanji. Sifat sukarela disini merupakan

indikator bahwa perjanjian tersebut harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan

sesuai dengan maksud dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, pernyataan sukarela ini

menunjukan bahwa perikatan merupakan hasil dari sebuah perjanjian bukan

Undang-undang.

Para pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi dan tahu konsekuensi dari

pelaksanaan serta mengetahui bagaimana pemaksaan prestasi tersebut.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian

terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap dan tidak luas, tidak lengkap

karena yang dirumuskan hanya perjanjian sepihak saja.Tidak luas karena mencakup mengenai

(21)

Dalam perikatan dan perjanjian terdapat suatu hal yang dapat dituntut itu dinamakan

prestasi, yang berupa :

1. Menyerahkan suatu barang.

2. Melakukan suatu perbuatan.

3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

Adapun sumber-sumber perikatan antara lain :

Perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri atas :

1. Yang lahir dari undang-undang saja.

2. Yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang, perbuatan orang ini dapat

berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukum atau ketentuan

tertulis yang mengikat.

3. Perikatan yang lahir dari kontrak perjanjian.

4. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ suatu persetujuan adalah

suatu perbuatan dengan mana satu oran atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih.

5. Untuk perjanjian tertentu undang-undang menentukan harus dalam bentuk

tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti, maka perjanjian itu tidak

sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidak hanyalah semata-mata meupakan

alat pembuktian semata saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya

(bestaanwaarde) perjanjian itu6. B. Objek dan Subjek Perjanjian.

1. Objek Perjanjian

      

(22)

Inti dan hakekat dari perjanjian atau perikatan tiada lain :

Ialah prestasi, sesuai dengan Pasal 1234 KUHPerdata prestasi yang diperjanjikan itu

adalah untuk menyerahkan, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Memberikan

atau menyerahkan benda tidak hanya terbatas pada benda yang berwujud ataupun benda

yang tertulis tetapi juga termasuk didalamnya penyerahan akan kenikmatan dari suatu

barang, misalnya sewa-menyewa.

Menurut Pasal 1332 KUHPerdata hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan

saja yang dapat menjadi pokok-pokok perjanjian. Barang-barang yang dipergunakan untuk

kepentingan umum tidak bisa dijadikan objek perjanjian. Kemudian agar suatu perjanjian

dapat dikatakan memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat maka prestasi yang menjadi objek perjanjian harus tertentu, atau

sekurang-kurangnya jenis objek harus tertentu (Pasal 1332 KUHPerdata).

Prestasi yang dilaksanakan seorang debitur harus sesuatu yang benar-benar dapat

dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi yang tidak mungkin

untuk dilaksanakan harus dapat dibedakan ketidakmungkinan mutlak dan

ketidakmungkinan dari si debitur. Secara teoritis atas ketidakmungkinan tersebut terdiri atas

dua pendapat yaitu :

a.) Ketidakmungkinan yang subjektif yaitu didasarkan pada anggapan subjektif

debitur, hal ini tidak berimplikasi pada batalnya perjanjian.

b. ) Ketidakmungkinan objektif, prestasi secara nyata dan benar memang tidak

dapat dilaksanakan debitur

Perjanjian yang prestasinya tidak mungkin dilakukan sejak dari semula membuat

(23)

ada kewajiban dari debitur untuk memenuhinya, sebab ketidakmungkinan itu telah

menghapus kewajiban itu sendiri dan menghapus resiko yang dapat diberatkan atau

dibebankan pada debitur.

Apabila pada saat dibuat perjanjian semula memang benar-benar mungkin namun

demikian oleh karena suatu hal menjadi tidak mungkin maka perjanjian seperti itu

dianggap sah dan berharga. Adapun masalah sampai dimana pengaruh kejadian yang

menyebabkan ketidakmungkinan tersebut masuk dalam ruang lingkup Overmacht.

Prestasi yang menjadi objek perjanjian bisa saja yang tidak bernilai uang, hal

tersebut didasarkan pada pengertian penggantian suatu kerugian atau ganti rugi tidak

berwujud berupa pemulihan kerugian dibidang moral dan kesopanan. Hal ini diatur dalam

Pasal 1239,1240,1241,1243 7. KUHPerdata. Akan tetapi pendapat yang lain menyatakan

bahwa setiap prestasi harus dapat dinilai dengan uang hal ini didasarkan pada pandangan

bahwa setiap prestasi harus mempunyai nilai ekonomi yang dapat dengan sendirinya

menjadi bernilai uang.

2.Subjek Perjanjian

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak - pihak yang terkait dalam

suatu perikatan. Timbulnya perjanjian disebabkan oleh adanya hubungan hukum antara

dua orang atau lebih yang menduduki posisi berbeda. Dengan dilakukannya kata sepakat

untuk melakukan perjanjian, maka kedua belah pihak telah mempunyai kebebasan dalam

      

7 Setiap perikatan harus terjadi pemenuhan kewajiban dalam penyelesaiannya yaitu memberikan penggantian

biaya, rugi dan bunga

Kreditur berhak menuntut akan hapusnya segala sesuatu yang telah diperbuat pada debitur tanpa mengurangi hak penggantian biaya, rugi dan bunga atas alasan itu.

(24)

berkehendak. Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan adanya

cacat bagi perwujudtan prestasi tersebut.

Secara teori dan praktek umum subjek perjanjian dibagi tiga yaitu :

1. Individu yang bersangkutan pihak yang mengadakan perjanjian terdiri dari :

a. Natuurlijke Persoon atau pihak yang mengadakan perjanjian.

b. Recht Persoon atau Badan yang hukum yang ditunjuk melakukan perjanjian 2. Seseorang atau keadaan tertentu menggunakan kedudukan atau hak orang lain

tertentu.

Pihak ketiga yang memiliki keterkaitan dengan para pihak, ialah yang dapat dilakukan pergantian kreditur telah ditetapkan dalam perjanjian.

C . Syarat-syarat Sahnya Perjanjian.

Ketentuan tentang tentang syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320

KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat

yaitu :

a. Kesepakatan meraka yang mengikatkan diri, ini dilihat dari rumusan aslinya

berbunyi persetujuan dari mereka yang mengikatkan diri yang maksudnya

didalam suatu perjanjian minimal harus ada dua subjek hukum yang dapat

menyatakan kehendak untuk mengikatkan diri

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian, secara yuridis yang dimaksud dengan

kecakapan untutk membuat perikatan adalah kewenangan seseorang untuk

mengikatkan diri. Hal ini didasarkan pada Pasal 1329 dan 1330 KUHPerdata.

(25)

Bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok-pokok perjanjian atau objek

yang diperjanjikan ditentukan jenisnya, sesuai pasal 1333 KUHPerdata tetapi

harus dapat dilaksanakan dan dijelaskan.

d. Sebab atau kausa yang halal

Bahwa didalam suatu perjanjian disebutkan suatu perjanjian tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang

tidak mempunyai kekuatan Pasal 1335 KUHPerdata.

Selain sebagai dasar kebebasan kontrak, KUHperdata juga mengatur tentang akibat

dari perjanjian yaitu bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah dan berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan semua perjanjian dilaksanakan

dengan itikad baik Pasal 1338 KUHPerdata. Terjadinya perjanjian menurut asas

konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan antara para pihak

mengenai hal pokok dari pada objek yang diperjanjikan.

D. Asas-Asas Dalam Suatu Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur tentang ketentuan perikatan yang mengatur

mengenai perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian yang mana satu pihak

atau lebih mengikatkan diri terhadap orang lain dengan perbuatan.

Asas-asas dalam Perjanjian antara lain :

1. Asas Konsesualisme yaitu, suatu perjanjian lahir manakala telah terjadi

kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini erat hubungannya dengan

prinsip kebebasan dalam mengadakan perjanjian contohnya : pembeli dan penjual

(26)

2. Asas Kekuatan Mengikat yaitu, terikatnya para pihak pada apa yang telah

disepakati dalam perjanjian dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang

hal itu dikehendaki oleh para pihak adalah sama halnya dengan kekuatan -

kekuatan mengikat undang-undang. Contohnya : Setiap syarat – syarat yang ada

dalam perjanjian harus disepakati kedua pihak seperti jumlah harga yang

disepakati,berapa lama waktu pembayaran, dan pengiriman barang

3. Asas Kepercayaan yaitu, Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan orang

lain harus dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa

satu sama lain akan memenuhi prestasi tersebut dikemudian hari. Misalnya,

Sipenjual percaya pada sipembeli akan kemampuan melakukan kewajiban

pembayaran terhadap barang yang dia jual.

4. Asas Persamaan Hak yaitu, Asas ini menempatkan kedua belah pihak pada

persamaan derajat, tidak ada perbedaan, masing-masing pihak melihat adanya

persamaan ini dan mengharuskan kedua belah pihak untuk menghormati satu

sama lain. Setiap pihak mempunyai hak dan kewajiban masing – masing yaitu

pembeli harus membayarkan sejumlah uang kepada sipejual atas nilai dari pada

barang yang diperjanjikan, setelah itu sipenjual harus menyerahkan barang yang telah

dibeli oleh sipembeli sebagai haknya.

5. Asas keseimbangan yaitu, Menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan

melaksanakan perjanjian. Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.

Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui

kekayaan debitur, namun kreditur memikul beban melaksanakan perjanjian itu

(27)

diimbangi dengan kewajiban untutk memperhatikan itikad baik melaksanakan

segala kewajiban, sehingga kedudukan debitur dengan kreditur seimbang.

6. Asas Moral yaitu, Asas ini sangat terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu

perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk

menuntut kontra prestasi dari pihak debitur. Adapun faktor-faktor yang memberi

motifasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah

berdasarkan aspek kesusilaan sebagai panggilan hati nurani.

7. Asas Kepatutan yaitu, Hal ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang

berhubungan isi perjanjian, dimana titik beratnya adalah mengenai aspek

keadilan masyarakat.

8. Asas Kebiasaan yaitu, Suatu perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang

diatur secara tegas akan tetapi hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan lazim

diikuti.

9 Asas Kepastian hukum yaitu, Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus

mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang

mengikatnya perjanjian tersebut, yaitu undang-undang bagi para pihak.

10 Asas Kebebasan Kontrak yaitu, Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

9 ketertiban umum dan kesusilaan.

E .Jenis – jenis Dan Hapusnya Suatu Perjanjian.

(28)

Perjanjian Bernama adalah bentuk perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang –

Undang Hukum Perdata. Sedangkan yang dimaksud dengan Perjanjian Tidak Bernama,

adalah bentuk perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata maupun KUHDagang .

Namun bila tidak ada peraturan yang mengatur, maka pengaturannya kembali

berdasarkan pada ketetapan KUHPerdata. Pada masa penjajahan Belanda diterapkan

hukum belanda guna mengatur perjanjian pada masyarakat Indonesia yang kemudian

diberlakukan suatu hukum barat tertulis yaitu Burgerlijk Wtboek (BW) . Jenis – Jenis Perjanjian

a. Perjanjian Timbal Balik.

Perjanjian jenis ini sering disebut juga perjanjian bilateral atau bisa disebut

perjanjian antara dua pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban – kewajiban kepada kedua belah pihak dan hal serta kewajiban itu saling

berhubungan atau mengikat satu dengan yang lain.

Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan satu dengan yang lain adalah bahwa

bilamana dalam perikatan yang muncul perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak

maka pihak lain disana sebagai pemikul kewajiban dari perjanjian tersebut. Misalnya

sewa menyewa dan tukar menukar8.

b. Perjanjian Timbal Balik Tidak Sempurna.

Perjanjian timbal balik tidak sempurna pada dasarnya adalah perjanjian sepihak

karena kewajiban pokoknya hanya terdapat pada salah satu pihaknya saja. Tetapi dalam

hal – hal yang lain dapat timbul kewajiban pada pihak lain, misalnya Perjanjian memberi

kuasa (latsgeving) tanpa upah. c. Perjanjian Cuma – Cuma.       

8

(29)

Perjanjian cuma – cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah

satu pihak saja, contohnya : hibah, simpan pinjam cuma – cuma, penitipan barang cuma –

cuma. Termasuk dalam perjanjian ini adalah perjanjian – perjanjian dimana ada prestasi

pada kedua belah pihak tetapi prestasi pada pihak yang satu lebih kecil atau tidak

seimbang, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa prestasi yang dimaksud terdapat kontra

prestasi terhadap pihak lain.

d. Perjanjian atas Beban.

Defenisi perjanjian atas beban yang ada dalam Pasal 1314 KUHPerdata dianggap

lebih mengarah kepada perjanjian timbal balik, untuk itu para sarjana telah memberikan

perumusan lain tentang perjanjian atas beban yaitu :

Perjanjian atas beban yaitu persetujuan dimana terhadap prestasi yang satu selalu ada

kontraprestasi pihak lain, dimana kontra prestasinya tidak semata-mata merupakan pembatasan

atas prestasi yang satu atau hanya sekedar menerima kembali prestasinya sendiri.

Beberapa hal yang dapat diperhatikan dari defenisi di atas yaitu :

1) Kata terhadap “yang satu” mencerminkan bahwa prestasi yang satu mempunyai

hubungan dengan prestasi yang lain.

2) “Yang kontra prestasinya bukan merupakan pembatasan atas prestasi yang lain”

dapat dicontohkan dengan hibah bersyarat dimana satu pihak bersedia memberikan hibah

(prestasi) asal si penerima hibah memberikan sesuatu kepada pemberi hibah

3) Kemudian dalam kalimat “yang kontra prestasinya bukan sekedar menerima

(30)

kontra prestasinya adalah sekedar mengembalikan apa yang telah dipinjamkan yang

tak lain adalah prestasi dari pihak lain itu sendiri.

e. Perjanjian Kebendaan.

Merupakan perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas suatu

benda terhadap pihak lain yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan

benda tersebut kepada orang lain. Penyerahan tersebut merupakan perjanjian kebendaan.

Dalam hal jual beli benda tetap maka perjanjian jual belinya disebut perjanjian jual beli

sementara.

Perjanjian untuk kebendaan dimaksudkan untuk mengoper atau mengalihkan benda (

hak atas benda ) disamping untuk menimbulkan, mengubah atau menghapus hak – hak atas

kebendaan. Hal lain yang perlu diingat bahwa peralihan, perubahan dan penghapusan hak

– hak kebendaan tidak semata – mata didasarkan atas kesepakatan saja tetapi undang –

undang sering menyaratkan bahwa bentuk kesepakatan tertentu misalnya membuat akta

tertulis atau didaftarkan. Kalau dalam kesepakatan sudah tersimpul adanya kehendak

untuk menimbulkan akibat kebendaan, timbul akibat hukum itu tidak cukup hanya dengan

kata sepakat saja.

f. Perjanjian Obligatoir.

Adalah Perjanjian dimana pihak – pihak sepakat, mengikatkan diri unuk melakukan

penyerahan suatu benda kepada pihak lain, Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja

(31)

g. Perjanjian Konsensuil.

Perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk

menimbulkan perjanjian bagi yang bersangkutan.

h. Perjanjian Riil.

Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian

telah diserahkan. Sebuah kesepakatan dianggap belum cukup menimbulkan perjanjian riil.

Bahkan pada perjanjian riil sepakat mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unsur dari

perjanjian riil dan unsur lainnya dapat menimbulkan perjanjian yang berdiri sendiri.

i. Perjanjian Liberatoir.

Ialah perjanjian yang membebaskan seseorang dari keterikatanya dari suatu

kewajiban tertentu, perjanjian yang menghapuskan perikatan yaitu perjanjian antara dua

orang atau pihak yang maksudnya atau isinya adalah menghapus perikatan yang ada

diantara mereka.

j. Perjanjian Pembuktian.

Perjanjian dimana para pihak menetapkan alat – alat bukti apa yang dapat atau

dilarang digunakan dalam hal terjadinya perselisihan antara para pihak. Didalamnya dapat

pula ditetapkan kekuatan pembuktian yang bagaimana akan diberikan oleh para pihak

terhadap satu alat bukti tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pembuktian pada

perjanjian pembuktian adalah :

Memudahkan pembuktian dan karenanya menghindari proses perkara yang

(32)

1. Membatasi atau menyimpangi ketentuan undang – undang tentang pebuktian.

2. Membatasi atau menyimpangi ketentutan Undang – Undang tentang pembuktian

k. Perjanjian Untung – Untungan.

Bisa dikatakan bahwa hampir setiap perjanjian bermaksud menguntungkan atau

merugikan pihak para pihak sebagai akibat dari pada peristiwa yang masih tidak pasti

dan baru akan terjadi dikemudian hari. Hal yang istimewa dari perjanjian ini adalah

bahwa prestasi – prestasi timbal balik tidak akan seimbang antara satu dengan yang lain,

perjanjian ini bersifat timbal balik yaitu bahwa bagi kedua belah pihak timbul kewajiban

meskipun dengan syarat konsuil atau kebetulan, dengan catatan bahwa kewajiban –

kewajiban tersebut telah dimasukan kedalam daya berlakunya syarat yang konsuil tersebut

dan bukan hanya merupakan tambahan, unsur untung – untungan harus domina merupakan

bagian yang esensial dari perjanjian.9

l. Perjanjian Publik.

Merupakan perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,

karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.

m. Perjanjian Campuran.

Perjanjian jenis ini merupakan perjanjian yang mengandung berbagai unsur

perjanjian, misalnya Pemilik penginapan yang menyewakan kamar tetapi juga

menyediakan makanan (jual beli ) dan juga jasa pelayanan

      

9 Pasal 1774 KUHPerdata; mengatur mengenai perbuatan untung – rugi, misalnya perjudian taruhan pada

(33)

n. Perjanjian Sepihak.

Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada salah satu pihak saja, sedangkan

pada pihak yang lain hanya ada hak saja.

o. Perjanjian Untuk Menetapkan Kedudukan Hukum.

Dalam perjanjian ini untuk menentukan kedudukan hukum para pihak sepakat untuk

menetapkan dan mengetahui kedudukan hukum masing – masing, tidak dimaksudkan untuk

menimbulkan atau menciptakan hak dan kewajiban baru, hanya dimaksud untuk

menghapuskan ketidakpastian mengenai adanya atau isinya suatu hubungan hukum.

Hapusnya Suatu Perjanjian.

Perjanjian berakhir apabila terjadi hapusnya perikatan. Perikatan akan hapus apabila

terjadi10 :

1. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran disini bukan hanya sebatas pembayaran

sejumlah uang, tetapi termasuk juga setiap tindakan, pemenuhan prestasi.

2. Pembaharuan Utang.

Dalam Pasal 1413 KUHPerdata ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu

pembaharuan utang:

1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan baru guna orang

yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang

(34)

2. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang

yang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya;

3. Apabila sebagai akibat dari suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru

ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa yang

berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Perjumpaan Hutang atau kompensasi.

Perjumpaan hutang atau kompensasi dengan jalan memperhitungkan piutang

secara timbal balik antara kreditur dan debitur merupakan suatu cara

penghapusan utang.

4. Pencampuran Utang

Apabila kedudukan orang sebagai berpiutang dan berutang berkumpulah pada

satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran utang dengan mana

piutang – piutang itu dihapuskan.

5. Pembebasan Utang.

Pembebasan utang terjadi apabila berpiutang menyatakan dengan tegas tidak

menginginkan lagi prestasi dari yang berhutang.

6. Musnahnya Barang Yang Terhutang.

Musnahya barang yang diperjanjikan akan menghapus perikatannya selama

musnahnya barang tersebut diluar kesalahan yang berutang.

(35)

Perjanjian yang kekurangan syarat objektfnya dapat dimintakan pembatalan oleh

orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap, atau pihak yang dalam

paksaan atau karena khilaf atau tipu.

8. Berlakunya Syarat Batal.

Pada pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa :

Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi menghentikan

perikatannya, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula,

seolah – olah tidak pernah ada suatu perikatan.

9. Daluarsa.

Menurut pasal 1946 KUHPerdata, yang dimaksud “daluarsa adalah suatu alat

untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan

lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat – syarat yang ditentukan oleh

(36)

BAB III

PRINSIP – PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI DALAM MEDIA ELEKTRONIK

A. Perkembangan Transaksi Melalui Media Elektronik.

Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan sistem transaksi elektronik telah menjadi industri yang telah diunggulkan. Selain memberi kemudahan dan efisiensi waktu, teknologi informasi juga memberikan keuntungan yang lainnya yaitu untuk memperluas pangsa pasar keseluruh dunia tanpa harus pergi atau mengirim orang ke negara – negara lain untuk memasarkannya. Teknologi informasi dapat memberikan suatu kemudahan dan bersifat praktis sebagai sarana penunjang bagi perindustrian. Pada kenyataannya hal ini membuat para pelaku bisnis begitu yakin untuk melakukan bisnis dengan menggunakan sarana teknologi informasi bahkan tidak hanya para pelaku bisnis saja yang memanfaatkan teknologi informasi ini tetapi Negara juga ikut menjadi bagian dari pelaku bisnis didalamnya.

Salah satu hasil perkembangan teknologi informasi adalah jual beli yang dilakukan melalui media elektronik dan dikenal dengan kontrak jual beli secara elektronik. Berdasarkan sumber hukum di Indonesia, suatu kontrak jual beli harus memiliki beberapa klausula – klausula yang tekstual yaitu bentuk kata atau kontrak tertulis, jelas, dan nyata, baik berupa akta otentik maupun akta dibawah tangan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan kontrak jual beli termasuk hak dan kewajiban dari para pelakunya.

(37)

menyatakan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun, 30 % dari transaksi penjualan kepada konsumen akan dilakukan melalui e-commerce11.

Batasan e-commerce adalah transaksi-transaksi dalam perdagangan internasional yang dilakukan melalui pertukaran data elektronik dan cara-cara komunikasi lainnya 12 Pertukaran data elektronik tersebut dilakukan melalui berbagai teknologi.

Transaksi melalui e-commerce ini memiliki beberapa ciri - ciri berikut:

(1) transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak memasuki pasar global secara cepat tanpa dirintangi oleh batas-batas negara;

(2) transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya;

(3) transaksi melalui e-commerce sangat bergantung pada sarana (teknologi) yang keandalannya kurang dijamin. Karena itu transaksi secara e-commerce ini keamanannya belum atau tidak begitu dapat diandalkan13.

Berdasarkan ketentuan hukum jual beli yang berlaku ada beberapa hal yang bersifat esensial dalam proses jual beli, yaitu mengenai hak dan kewajiban para pelakunya dalam melakukan kontrak jual beli yang ditegaskan pada saat adanya kesepakatan jual beli sebagai pendukung keabsahan pembuktian dari suatu perjanjian jual beli tersebut

Dewasa ini pengusaha kecil dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional cukup dengan membuat situs atau website dan memasang iklan penjualan disitus internet tanpa batas waktu, dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara online.

      

11 Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies an challenge, Malaysia, Singapore, Hong Kong Butterworths Asia, 1999,

hal 205

12 Definisi UNCITRAL, dalam Resolusi Majelis Umum-PBB, 51/162 (“transactions in international trade which

are carried out by means of electonic data interchange and other means of communications”).

13 Abu Bakar Munir, op.cit., hlm. 205; Sanson, op.cit., hlm. 144 (Sanson mengungkapkan pula 4 masalah dalam

(38)

E-Commerce termasuk salah satu istilah pada ” perdagangan elektronik’ yang berubah sejalan dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik merupakan aktivitas perdagangan yang memanfaatkan transaksi komersial, misalnya mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. Kemudian berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunya istilah yang lebih tepat yaitu “perdagangan web” (pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web).

Sejarah perkembangan internet

Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis

memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Sehingga Antara

pada era 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan

ini14. Fakta sekarang ini transaksi elektronik sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari –

hari, baik secara domestic maupun lintas Negara. Transaksi elektronik telah memiliki ketentuan

hukum baik secara nasional ( pasal 1320 KUHPerdata dan Undang – Nomor. 11 tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun secara internasional dengan

diberlakukannya United Nation Convention on the Use of Electronic Communication in International Contracts pada tahun 2005 ( selanjutnya disebut ECC )15

E-com, atau Electronic Commerce merupakan salah satu teknologi yang berkembang

pesat dalam dunia bisnis dan per-internet-an. Penggunaann sistem E-commerce, sebenarnya

dapat menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual

(retailer). Misalnya bagi pihak konsumen, menggunakan E-Commerce dapat membuat waktu

berbelanja menjadi singkat. Selain itu, harga barang-barang yang dijual melalui E-Commerce

       14

 www.google.com/ sejarah perkembangan internet. 

15 Edmon Makarim, Notaris dan Transaksi Elektronik; ( Kajian Hukum Tentang Cybernotary atau Electronic

(39)

biasanya lebih murah dibandingkan dengan harga di toko, karena jalur distribusi dari produsen

barang ke pihak penjual lebih singkat dibandingkan dengan toko konvensional.

Di Indonesia, sistem E-commerce ini kurang populer, karena banyak pengguna internet

yang masih meragukan keamanan sistem ini, dan kurangnya pengetahuan mereka mengenai apa

itu E-Commerce yang sebenarnya. Sehingga sampai saat ini, web resmi yang telah

menyelenggarakan e-commerce di Indonesia adalah RisTI Shop. Risti, yaitu Divisi Riset dan

Teknologi Informasi milik PT. Telkom, menyediakan layanan e-commerce untuk penyediaan

informasi produk peralatan telekomunikasi dan non-telekomunikasi. Web ini juga telah

mendukung proses transaksi secara online.

Selain RisTI, tampaknya belum ada web lain yang menyelenggarakan E-commerce di

Indonesia. Padahal, untuk membuat sistem E-commerce, investasi yang dikeluarkan tidak terlalu

besar. Selain itu, lingkup pemasaran produknya bisa jauh lebih luas dan biaya penyelenggaraan

serta promosi pada E-commerce juga lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya pada sitem toko

konvensional.

Pengimplementasian e-commerce di Indonesia masih harus menempuh jalan yang panjang

dan berliku. Berbagai hambatan yang ada dalam pengimplementasiannya dapat berupa teknis dan

non-teknis yang kesemua itu membutuhkan kerjasama yang utuh antara pemerintah,

pengembang dari e-commerce, pebisnis dan para konsumen pemanfaatnya. Seperti

produk-produk teknologi informasi lainnya seperti juga e-government, e-commerce masih membutuhkan

waktu yang lama untuk dapat dikenal dan diterima di Indonesia. Berbagai hambatan tersebut

(40)

Dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang masih belum jelas ditambah dengan

belum adanya kebijakan - kebijakan yang mendukung perkembangan dari e-commerce ini

dikeluarkan, belum jelasnya deregulasi dari system teknologi informasi khususnya internet

yang merupakan salah satu tulang punggung dari perkembangan e-commerce, perbaikan

sistem pabeanan dan deregulasi dalam ekspor impor barang.

Perkembangan infrastruktur yang lambat. Salah satu hambatan utama adalah masih

kurangnya insfrastrukur yang ada dan belum merata kepelosok Indonesia. Dibutuhkan

keseriusan pemerintah untuk secara bertahap membangun infrastrukur yang baik dan

terprogram sehingga secara bertahap, rakyat Indonesia mulai dapat dikenalkan dengan

internet sebagai salah satu hasil dari perkembangan teknologi informasi dengan biaya yang

murah dan terjangkau.

Kurangnya sumber daya manusia. Kurangnya SDM Indonesia yang benar-benar

menguasai sistem e-commerce ini secara menyeluruh, yang tidak saja menguasai secara

teknis juga non-teknis seperti sistem perbankan, lalu lintas perdagangan hingga sistem

hukum yang berlaku. Salah satu alasan yang cukup utama yaitu masih kurangnya

ketersediaan informasi, mulai dari buku-buku referensi, jurnal, majalah/tabloid yang

membahas tentang e-commerce juga sarana pendidikan, seminar, workshop hingga

pusat-pusat pengembangan yang dibangun antara pemerintah, pusat-pusat-pusat-pusat pendidikan dan tenaga

ahli di bidang e-commerce.

Dukungan dari institusi finansial seperti bank dan asuransi. Belum banyaknya bank yang

telah membangun system ’electronic banking’ nya dengan baik, selain itu

(41)

uang lain, apalagi dalam jumlah nilai yang kecil serta belum adanya pihak ketiga sebagai

penjamin transaksi secara online yang benar-benar berada di Indonesia.

Perbaikan sistem perdagangan yang ada. Adanya keseriusan dari pemerintah untuk

menderegulasi sistem perdagangan yang memberi kesempatan luas bagi berkembangnya

UKM, sistem jaringan pengiriman yang baik dan aman, tidak adanya gangguan diperjalanan

dan di institusi yang berhubungan dengannya seperti pelabuhan, pintu-pintu perbatasan dan

international airport. Serta yang paling penting deregulasi di bidang ke pabeanan dan pajak

yang mendukung sistem e-commerce ini berkembang. Kesemuanya itu bukanlah penghalang

yang menjadi hambatan bagi perkembangan e-commerce di Indonesia, diharapkan sekali

hambatan tersebut menjadi poin penting untuk mulai mengembangkan e-commerce di

Indonesia. Sedangkan jika kita melihat peluang-peluang yang ada, kesemuanya itu tentunya

diharapkan memberikan energi atau semangat khusus bagi semua pihak bahwa sebenarnya

ecommerce dapat menjadi solusi baru bagi ketertinggalan kita disemua bidang selama ini,

seperti:

1. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan pangsa pasar yang masih

dapat banyak digarap.

2. Kondisi geografis yang sangat mendukung berkembangnya e-commerce, dengan

begitu banyaknya pulau-pulau yang tersebar diseluruh nusantara, e-commerce merupakan

salah satu jalan terbaik untuk meningkatkan bisnis antar pulau

3. Begitu banyaknya bahan alam yang dapat diolah menjadi produk-produk yang

(42)

4. Begitu banyaknya adat-istiadat dan budaya yang ada, merupakan sumber inspirasi

bagi perkembangan usaha kerajinan yang dapat menjadi sumber perdagangan dan

komoditi pariwisata jika dikelola dengan baik.

Perkembangan Teknologi Informasi telah berhasil menciptakan infrastruktur informasi baru.

Internet memiliki beberapa daya tarik dan keunggulan bagi para konsumen maupun

organisasi, misalnya dalam hal kenyamanan, kecepatan data, akses 24 jam sehari, efisiensi,

alternatif ruang dan pilihan yang tanpa batas, personalisasi, sumber informasi dan teknologi

yang potensial dan lain lainnya. Dalam konteks bisnis, internet membawa dampak

transformasional yang menciptakan paradigma baru dalam dunia bisnis berupa

DigitalMarketing’..

Pada awal penerapan electronic commerce yang bermula di awal tahun 1970-an dengan

adanya inovasi semacam Electronic fund Transfer(EFT). Saat itu penerapan sistem ini masih

sangat terbatas pada perusahaan berskala besar, lembaga keuangan pemerintah dan beberapa

perusahaan menengah kebawah yang nekat, kemudian berkembang hingga muncullah yang

dinamakan EDI ( Electronic Data Interchange). Bermula dari transaksi keuangan ke pemprosesan

transaksi lainnya yang membuat perusahaan-perusahaan lain ikut serta, mulai dari

lembaga-lembaga keuangan hingga ke manufacturing, ritel, jasa dan lainnya. Kemudian terus berkembang

aplikasi-aplikasi lain yang memiliki jangkauan dari trading saham sampai ke sistem reservasi

(43)

Karakteristik Transaksi Elektronik ( E- Commerce)

Berbeda dengan transaksi perdagangan lainnya, transaksi elektronik atau yang

dikenal e-commerce memiliki beberapa karakteristik khusus yaitu :

Pertama, Transaksi tanpa batas . Sebelum era internet, batas – batas geografis

menjadi penghalang suatu perusahaan atau individu yang ingin go – international. Sehingga

hanya segelintir perusahaan atau individu berbadan hukum dengan bermodal besar yang

dapat memasarkan produknya ke luar negeri. Kegiatan bisnis perdagangan melaui internet

dilakukan oleh banyak orang, karena selain dapat mengefektifkan waktu juga

memaksimalkan pelayanan dan memperluas hubungan perdagangan bagi para pelaku usaha

dengan pelaku usaha lainnya. Kedua, transaksi anonim : para penjual dan pembeli melalui transaksi elektronik tidak harus bertemu muka satu sama lain. Penjual tidak memerlukan

nama dari pembeli sepanjang mengenai pembayaran telah diotorisasi oleh penyedia sistem

pembayaran yang ditentukan, yang biasanya dilakukan dengan kartu kredit. Ketiga Produk

Digital dan Non Digital : Produk – produk digital seperti software komputer, musik dan produk lainnya yang bersifat digital dapat dipasarkan melaui internet dengan cara

mendownload secara elektronik. Keempat Produk barang yang tak berwujud. Banyak perusahaan yang bergerak di bidang E-commerce dengan menawarkan barang tak

berwujud seperti data, software dan ide – ide yang dijual melalui internet.

Pada saat internet diperkenalkan pada masyarakat dunia, perubahan besar di era

komunikasi mulai terjadi. Jika dahulu, untuk menjangkau seseorang ditempat yang jauh

tidaklah mudah karena memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang relative

lama, maka dengan adanya fasilitas internet sebagai media bertransaksi, menjadikan semua

(44)

segi waktu dan biaya. Banyak hal – hal yang dahulu mustahil dilakukan kini bisa

dilakukan.

Kemungkinan baru dalam berinternet tersebut semakin jelas terpola seiring dengan

adanya kebutuhan untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas dalam melakukan

transaksi jual beli. Berdasarkan kebutuhan itu timbul sebuah pemikiran baru bahwa pasar

yang berarti terjadi pertemuan penjual dan pembeli, tidaklah harus secara fisik lagi. Oleh

karena itu kecenderungan pasar menjadi berubah, dimana pangsa pasar tidak lagi dibatasi

oleh pembeli yang dapat dijumpai secara fisik dan dalam jumlah yang besar.

Dengan adanya internet terjadinya transaksi jual beli tanpa adanya pertemuan fisik

tidak ada masalah lagi. Bahkan lebih dari itu, masyarakat juga mulai berpikir bahwa

melakukan transaksi dengan pihak lain diseluruh penjuru dunia bisa menjadi kenyataan,

karena batasan maupun letak geografis bukan menjadi halangan lagi. Dengan kata lain,

peluang untuk melakukan penjualan pun semakin besar.

Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan adanya internet dapat mengakses baik

mengirim maupun menerima informasi, guna mempermudah aktifitas masyarakat seperti

dalam melakukan transaksi, perdagangan, perbankan dan pendidikan, baik yang bersifat

ekonomis maupun sosial. Teknologi informasi dan komunikasi ini sedang mengarah

kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang

dan pengguna teknologi. Sebagai contoh dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan

media yang telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan .

Pemikiran itulah yang mendasari lahirnya istilah yang kini dikenal dengan sebutan

(45)

B. Aturan Internasional Terkait Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik.

Kontrak jual beli secara elektronik ini cenderung menggunakan sistem hukum yang

mengacu kepada norma atau kaidah yang berlaku pada suatu negara, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan ketentuan hukum jual beli yang berlaku ada beberapa hal yang bersifat essensial

dalam proses jual beli, yaitu mengenai hak dan kewajiban para pelakunya dalam melakukan kontrak jual beli yang ditegaskan pada saat adanya kesepakatan jual beli sebagai pendukung

keabsahan pembuktian dari suatu perjanjian jual beli tersebut. Dipandang dari sudut pandang

komunikasi suatu transaksi elektronik pada dasarnya adalah suatu pertukaran informasi melalui

sistem komunikasi elektronik yang ditujukan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu16.

Dalam hukum, keabsahan suatu kontrak sangat tergantung pada pemenuhan syarat-syarat

dalam suatu kontrak. Apabila syarat-syarat kontrak telah terpenuhi, terutama adanya kesepakatan

atau persetujuan antara para pihak, maka kontrak dinyatakan terjadi.

Perlu dipahami, bahwa dalam perkembangannya beberapa negara yang mewarisi tradisi

eropa kontinental telah merevisi ketentuan dan peraturan – peraturan mereka tentang bukti

dokumen tertulis. Terkait dengan adanya suatu kepentingan utuk memperoleh kepastian subjek

hukumnya terhadap suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik. Untuk itu berikut ini

adalah beberapa aturan – aturan internasional yang telah disusun berdasarkan kesepakatan dunia

internasional mengenai transaksi jual – beli dalam media elektronik :

1. UNCITRAL Model law on Electronic Commerce (with Guide to Enactment 1996).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa AHP yaitu dengan menyatukan persepsi beberapa pihak terkait pengelolaan pulau lumpur Sarinah Kabupaten Sidoarjo, urutan prioritas yang dapat

Seperti yang dikatakan oleh informan yaitu Ibu Siswati yang merupakan Kader Kampung Keluarga Berencana Desa Sumberkarang yaitu : “ Nama program KB Desa Sumberkarang

Kegiatan Usaha Pembangunan, pengembangan dan pengelolaan properti serta penyediaan jasa terkait properti Jumlah Saham yang ditawarkan 1.600.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan

Sanksi terhadap pelaku tindak pidana peniluan secara mutlak adalah sanksi pidana penjara tidak ada sanksi alternatif berupa denda sebagaimana misalnya Pasal 379 KUHP

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Skripsi HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI SERTA KEDUDUKAN ETTY NARO.. yang baik den tidak dlperbolehkan untuk oeoindehkon atau oeobeboni harta kokeyaan tidak bergerak nilik ietari

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji indikasi pengaruh negatif dari jumlah saham yang beredar terhadap perusahaan yang sedang mengalami financial distress

24 Multimedia ini tidak menarik minat saya belajar bahasa Jepang 25 Multimedia ini tidak layak untuk dijadikan media pembelajaran bahasa Jepang, karena