BAB III
TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE) A. Sistem Tata Kelola Koperasi
Tata Kelola adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang mempengaruhi
pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola dalam bahasa Inggris adalah governance. Kata governance sering digunakan/ dipasangkan dengan istilah corporate governance.
Tata kelola perusahaan adalah suatu hal yang memiliki banyak aspek.
Corporate governance sering kali dipergunakan sebagai terma sebagaimana aslinya dalam bahasa Inggris, tanpa menterjemahkannya dalam kosa kata Indonesia. Berbagai
alasannya belum diketemukan padanan kata yang tepat1. Tri
Budiyono dalam bukunya “Hukum Perusahaan”
mengungkapkan Tata kelola merupakan terma yang tepat untuk mengindonesiakan governance. Dalam terma tata kelola terkandung makna pengendalian (control) dan mengatur (regulate) sehingga mampu menjelaskan proses yang terjadi di
dalamnya.2
Dalam Wikipedia Encyclopedia, tatakelola perseroan diartikan “ Corporate governance is the set of processes,
1
Mas Achmad daniri dalam bukunya “Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia” (PT Ray Indonesia, Jakarta 2006
2
customs, politicies, laws, and institutions affecting the way a corporation (or company) is directed, administered or controlled. Corporategovernance also includes the relation ships among the many stakeholders involved and the goals for which the corporation is governed.3
Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola yang baik (Good Corporate Governance) yaitu Prinsip Transparansi
(Tranparency), Akuntabilitas, Prinsip Responbilitas
(Responsibility), Prinsip Interpendensi (Interpebdency), Prinsip
Kewajaran dan Kesetaraan (fairness).4
Transparancy (keterawangan) diartikan sebagai keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material yang relevan pengenai koperasi. Accountability (akuntabilitas) adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban organ koperasi sehingga pengelolaan Koperasi terlaksana secara efektif. Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian (kepatuhan) dalam pengelolaan terhadap prinsip koporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Interpendency (kemandirian) adalah suatu keadaan di mana yang dikelola profesional tanpa
benturan kepentingan (conflict of interest) dan
pengaruh/tekanan dari fihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Fairness (kesetaraan dan
3
http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_governance
4 Mas Ahmad Danidiri, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, PT Ray Indonesia, 2006, hal.8
kewajaran)merupakan perlakuan yang adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.5
Tata Kelola Perseroan (Corporate Governance) berkaitan dengan pengambilan keputusan efektif yang bersumber pada etika bisnis, budaya Perseroan/Koperasi. Etika, nilai sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: perkembangan Perseroan; pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien serta efektif pertanggungjawaban Perseroan terhadap
pemegang saham dan stakeholders lainnya.6
Di dalam Koperasi pihak-pihak utama dalam tata kelola Koperasi adalah Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi. Pemangku kepentingan lainnya adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan koperasi yaitu: regulator, lingkungan serta masyarakat luas.
B. Pemegang Tata Kelola Koperasi (Organ Koperasi
Pada sub bab ini hendak dibicarakan sumber tata kelola dan struktur organisasi dari koperasi.
1. Sumber Tata Kelola Koperasi
Entitas koperasi telah ditentukan memiliki suatu
tata kelola agar dalam menjalankan koperasi dapat dilaksanakan secara baik dan transparan. Untuk itu
5
Tri Budiyono (Op.Cit. Hal. 130) 6
Kemal Aziz Stamboel, Good Corporate Governance: Menyeimbangkan Antara Kinerja Perusahaan dengan ketaatan, Makalah, Jakarta: The Indonesian Institute for Corporate Governance,2000
pedoman / sumber tata kelola dalam menjalankan koperasi terdapat dalam:
a. Peraturan perundangan yang terdiri dari
i. UU Koperasi
ii. Peraturan Pemerintah
iii. Permen / Kepmen
b. Anggaran Dasar c. Best Practise
Jika dibuat bagan maka akan seperti di bawah ini:
d. Struktur Organisasi
Nilai Etik, moralitas dan code of conduct Anggaran Dasar Peraturan perundang -undangan
Agar koperasi dapat menjalankan kegiatannya dengan baik, Koperasi harus dilengkapi dengan alat perlengkapan organisasi. Sebagaimana ditegaskan dalam Bab VI UU 17 tahun 2012. Alat perlengkapan Koperasi terdiri dari Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
Struktur organisasi ini mencerminkan alat perlengkapan koperasi sebagaimana nampak dalam
bagan di bawah ini.7
Keterangan :
Bagan Struktur Organisasi Koperasi ini tidak bersifat baku dan masih dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan/kecukupan/cirri khas organisasinya. Perangkat organisasinya pasti harus tercantum sebagaimana UU No. 17 Tahun 2012, adalah Rapat Anggota, Pengurus
7
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Struktur Organisasi Koperasi, 2010 RAPAT ANGGOTA PENGAWAS PENGURUS MANAGER ANGGOTA UNIT USAHA UNIT UNIT USAHA
dan Pengawas, yang selanjutnya dapat dilengkapi adanya pengelola (manager dan karyawan).
C. Organ Koperasi 1. Rapat Anggota a. Pengertian
Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.8 Mengenai rapat anggota ini diatur dalam
pasal 32-54 UU No. 17 Tahun 2012. Rapat anggota sebagai perangkat koperasi terdiri dari seluruh anggota koperasi yang terdaftar sebagai anggota koperasi. Rapat anggota diselenggarakan oleh pengurus dengan mengundang anggota koperasi yang terdiri dari anggota, pengawas dan pengurus.
b. Tugas dan Wewenang Rapat Anggota
Tugas dan Wewenang Rapat Anggota adalah:9
1) menetapkan kebijakan umum Koperasi; 2) mengubah Anggaran Dasar;
3) memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
4) menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
8 Pasal ayat 1 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian 9
5) menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
6) meminta keterangan dan mengesahkan
pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;
7) menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha;
8) memutuskan penggabungan, peleburan,
kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
9) menetapkan keputusan lain dalam batas yang
ditentukan oleh Undang-Undang ini.
c. Pertanggungjawaban Rapat Anggota
Berbicara soal sistem pertanggungjawaban Rapat Anggota adalah soal realisasi dari tugas dan wewenangnya yang menjadi tanggung jawabnya.
Suatu pertanggungjawaban muncul bila atas pelaksanaan tugas dan wewenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Oleh karena rapat anggota merupakan
perwujudan kehendak seluruh anggota untuk
membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dan pelaksanaan kegiatan koperasi dan memiliki segala kewenangan yang tidak dimiliki oleh
pengurus dan pengawas maka sebenarnya
1) membuat keputusan secara musyawarah. Apabila musyawarah tidak tercapai, maka keputusan diperoleh berdasarkan suara terbanyak;
2) menermati pertanggung jawaban pengurus yang diajukan dalam rapat anggota
3) memberikan persetujuan atas pertanggung jawaban pengurus
4) memberikan persetujuan bila pengurus hendak mengalihkan aset kekayaan koperasi
Dari uraian perihal pertanggungjawaban rapat anggota maka hal tersebut dilakukan secara bersama-sama. Berdasarkan doktrin vicarious liability Rapat
Anggota bertanggungjawab terhadap perbuatan
pengurus dalam hal ini Koperasi, undang-undang mengatur dan menetapkan orang yang dipandang bertanggung jawab sebagai pembuat.
Rapat Anggota tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban karena Rapat Anggota bukan merupakan subyek hukum.
Yang dapat dimintakan pertanggungjawaban adalah koperasi, karena koperasi merupakan subyek hukum.
2. Pengurus a. Pengertian
Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Koperasi.
Pengurus ini dipilih dari orang perseorangan dari anggota maupun non anggota. Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas. Untuk dapat menjadi pengurus haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1) mampu melaksanakan perbuatan hukum
2) memiliki kemampuan mengelola usaha koperasi 3) tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus
suatu koperasi atau komisaris atau direksi dari suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit
4) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan koperasi, keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan
5) memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi.
b. Tugas dan wewenang Pengurus
Sebagai pengurus maka akan memiliki tugas dan kewajiban. Tugas dan kewajiban ini bisa dipilahkan dalam dua kategori, yaitu tugas dan kewajiban intern dalam koperasi yang dipimpinnya dan tugas ekstern di
mana pengurus mewakili koperasi di keluar tugas-tugas intern.
Tugas dan kewajiban pengurus secara intern adalah sebagai mana di atur dalam pasal 58 UU no 17 tahun 2012 yang dapatlah dideskripsikan sebagai berikut:
i. Mengelola Koperasi bersasarkan anggaran dasar
ii. mendorong dan memajukan usaha anggota
iii. menyusun rancangan rencana kerja serta
rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
iv. menyusun laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota
v. menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan
komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
vi. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan
inventaris secara tertib
vii. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara
efektif dan efisien
viii. memelihara buku daftar anggota, buku
pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi dan risalah rapat anggota
ix. melakukan upaya lain bagi kepentingan Koperasi
sesuai dengan tanggung jawabnya dan
keputusan Rapat Anggota
Tugas pengurus dalam kategori ekstern meliputi tugas dan kewenangan mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Pengadilan, selama tidak terjadi perkara di depan Pengadilan antara Koperasi dan pengurus yang bersangkutan atau Pengurus yang
bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
c. Sistem Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi Sistem pertanggungjawaban Pengurus koperasi adalah:
i. menjalankan tugas dengan baik untuk
kepentingan koperasi
ii. atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan
dan pencapaian tujuan koperasi.
iii. Pengurus koperasi dapat dimintai
pertanggungjawabannya dalam melakukan suatu perbuatan hukum.
iv. Pengurus baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
Artinya, pengurus harus bertanggung jawab jika perbuatannya merugikan koperasi. Ratio legisnya,
pengurus sebagai pihak yang diberi kekuasaan untuk mengelola koperasi harus berpegang pada asas kehati-hatian dalam menjalankan kewenangannya.
Dalam konteks mengelola KSP, menurut Pasal 14
PP Nomor 9 Tahun 1995, pengurus wajib
memperhatikan aspek permodalan, likuiditas,
solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak terkait.
Aspek permodalan adalah sebagai berikut :10
i. Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah :
a) modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b) setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c) antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.
ii. Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a) penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; b) ratio antara pinjaman yang diberikan dengan
dana yang telah dihimpun.
iii. Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
10
a) penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
b) ratio antara modal pinjaman dan modal
penyertaan dengan kekayaan harus
berimbang.
c) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
d) rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah
yang wajar untuk dapat memupuk
permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
e) ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.
iv. Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.
v. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Menurut penulis perihal pertanggung jawaban dapat terjadi jika koperasi menderita kerugian maka dalam hal ini ada dua kategori kesalahan yang bisa terjadi atas pengelolaan oleh pengurus.
Pertama, bila kerugian atas kesengajaan atau kelalaian pengurus sehingga menimbulkan kerugian koperasi maka dalam hal demikian bisa digunakan doktrin / teori ultra vires.
Definisi Ultra vires menurut Black’s Law Dictionary 11 adalah:
“an act performed without any authority to act on subject.”
Ultra Vires didefinisikan sebagai “tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek”. Dalam Bahasa Latin, ultra vires berarti “di luar” atau “melebihi” kekuasaan (outside the power) yaitu kekuasaan yang diberikan hukum terhadap suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya). Istilah lain yang seringkali digunakan untuk mendefinisikan Ultra vires
adalah “pelampauan wewenang”12.
Ultra vires diterapkan dalam arti luas yakni tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh Anggaran Dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang,
tetapi melampaui kewenangan yang diberikan13.
11 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing
Co., St. Paul, 1990, hal.1522
12 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, 2010, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.
102
13 Loc. cit., Untuk lebih memahami definisi ultra vires, bandingkan antara
tindakan ultra vires dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), Pasal 1365 KUH Per. Ultra vires dan PMH sama-sama merupakan tindakan yang menimbulkan kerugian. Perbedaannya yaitu tindakan ultra vires merupakan tindakan di luar kewenangan, kewenangan mana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun Anggaran Dasar, sedangkan PMH merupakan perbuatan yang
Tindakan ultra vires : pelampauan wewenang
Doktrin / Teori ini menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek di luar atau melebihi kekuasaan (outside the power) atau melampaui kewenangan yang diberikan hukum terhadap/oleh suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya), maka dalam hal demikian pihak yang melakukan perbuatan tersebut dan berakibat kerugian koperasi tidak bisa dibebankan kepada harta kekayaan koperasi melainkan harus ditanggung oleh pelaku dalam hal ini pengurus koperasi sendiri atas harta pribadinya.
Pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila dalam menjalankan tugasnya menimbulkan menimbulkan kerugian, perbuatan mana tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Batas kewenangan
Tindakan ultra
vires
kerugian kepada Koperasi. Kesalahan yang dimaksud adalah Pengurus melakukan tindakan di luar Anggaran
Dasar dan ketentuan lain yang berlaku di Koperasi. 14
Kedua apabila kerugian koperasi itu bukan akibat kesalahan pengurus dan hal ini sudah dicermati sedemikian rupa dan betul-betul di luar kesalahan pengurus maka kerugian yang timbul akan ditanggung oleh atau dengan harta kekayaan koperasi.
Dalam hal demikian bila tetap saja tidak mencukupi selayaknya-lah semua organ koperasi turut bertanggungjawab atas kerugian koperasi. Wujud konkritnya adalah setiap organ akan bertanggungjawab dengan menggunakan harta pribadinya bila harta kekayaan koperasi sudah tidak lagi mencukupi.
Inilah doktrin vicarious liability atau respondeat superior. Doktrin/teori ini berangkat dari konsep mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain dalam hukum. Dalam hal ini pengurus telah mendapat delegasi dalam mengelola koperasi. Ketika terjadi kerugian dalam pengelolaan koperasi dan sudah terlaporkan kepada pengawas dan Rapat Anggota maka organ yang lain akan turut bertanggungjawab. Namun sebenarnya memang harus benar-benar dihitung lebih menguntungkan cara demikian atau memohon pailit atas keadaan koperasi jika memang pengurus tidak mampu lagi melakukan pengelolaan karena keadaan
14 Penjelasan pasal 60 ayat 3 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
koperasi secara riil. Memohon pailit hemat penulis akan menghindarkan beban secara pribadi oleh organ sehingga memang harus benar-benar dihitung jika akan dimohonkan pailit.
Menurut beberapa doktrin modern, ada beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menuntut tanggung jawab pribadi pemegang saham atau pengelola perusahaan, dan salah satunya doktrin fiduciary duty. Doktrin fiduciary duty adalah doktrin yang menyatakan bahwa tugas yang timbul dari hubungan fiduciary antara direksi atau pengurus
dengan perusahaan yang dipimpinnya, yang
menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Oleh sebab itu seorang
direksi haruslah mempunyai kepedulian dan
kemampuan (duty of care and skill) itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya. Tugas mempedulikan yang diharapkan dari direksi adalah sebagaimana yang dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian
(negligence) yang merugikan pihak lain.15
Doktrin Fiduciary duty bila diterapkan dalan pertanggungjawaban Pengurus maka, posisi Pengurus sebagai sebuah trustee dalam koperasi, mengharuskan
15 Fuady, Munir. 2001.Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum
seorang pengurus untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care) dan serta itikad baik, loyalitas serta kejujuran terhadap perushaan dengan derajad yang tinggi atau tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality).
Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan Pengurus dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.
Dokrtin fiduciary duty bagi pengurus secara tegas diatur dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang terjabarkan dalam Pasal 55 sampai pasal 64. Ditegaskan juga dalam pasal 58 ayat (1) a yang berbunyi :
Pengurus bertugas mengelola koperasi.
Pasal 60 ayat (1) Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas dengan ikitad baik dan penuh tanggung jawab. Hal ini dapat dianalisa bahwa Pengurus diberi kepercayaan oleh Rapat anggota untuk menjakankan usaha kopeasi dengan penuh tanggung jawab. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Pengurus dapat bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
3. Pengawas
a. Pengertian
Pengawas koperasi adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan
nasehat kepada Pengurus.16
Dibutuhkan itikad yang baik dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
b. Tugas Pengawas Koperasi
Perihal pengawas ini diatur dalam pasal 50 UU Nomor 17 tahun 2012
Pengawas bertugas mengusulkan calon Pengurus, memberikan nasehat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus dan melaporkannya kepada Rapat Anggota.
Pengawas juga berwenang untuk menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan Anggaran Dasar. Artinya anggota koperasi baik mengenai jumlah dan kualitasnya juga ditentukan oleh kebijaksanaan Pengawas Koperasi.
Pengawas dapat meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan Pengurus dan pihak lain yang terkait. Maksudnya adalah dalam menjalankan tugasnya Pengawas dapat meminta
keterangan/pertanggungjawaban dari Pengurus dan pihak lain yang terkait mengenai koperasi.
Pengawas juga berwenang mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari Pengurus. Artinya adalah pengurus wajib memberikan laporan Koperasi baik aktifitasnya maupun perkembangannya.
Pengawas dapat memberikan persetujuan dan
bantuan kepada Pengurus dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pengawas juga dapat memberhentikan pengurus sementara waktu dengan menyebutkan alasannya. c. Pertanggungjawaban Pengawas
UU Koperasi menetapkan bahwa pengawas bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota. Apabila Rapat Anggota tidak menerima laporan pengawas, maka rapat anggota akan menghentikan pengawas. Dengan demikian,
nampak bahwa pertanggungjawaban pengawas
koperasi sebatas pada pertanggungjawaban kepada rapat anggota. Hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan pertanggungjawaban pengurus. Seperti
diketahui bahwa pengurus bertanggungjawab secara pribadi apabila dinyatakan tidak menjalankan tugas dengan itikad baik dan tanggung jawab.
UU Koperasi memberikan kewenangan kepada pengawas untuk menghentikan pengurus sementara waktu (kewenangan pengehentian tetap berada pada rapat anggota). Hal ini memberikan kekuasaan yang cukup besar kepada pengawas atas diri pengurus, karena pengawas dapat memberhentikan pengurus
apabila pengurus menurut pengawas tidak
melaksanakan tugasnya dengan beritikad baik dan bertanggung jawab untuk kepentingan koperasi.
Terkait dengan kewenangan pengawas tersebut, maka menarik untuk melihat apakah ada atau dasar
hukum atau doktrin hukum dalam perseroan17 yang
dapat dipinjam sebagai landasan pertanggungjawaban pengawas.
Tanggung jawab pengawas dapat dimintakan atas dua scenario, yang pertama apabila pengurus dinyatakan tidak melakukan pengurusan dengan beritikad baik dan bertanggungjawab, pengurus harus bertanggung jawab secara pribadi. Atas peristiwa ini tidak berlaku hal yang sama bagi pengawas, artinya pengawas tidak harus bertanggung jawab secara pribadi atas akibat dari perbuatan tersebut. Padahal disisi lain, pengawas berkewenangan memberikan persetujuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Dengan kalimat yang
17
Menjadi keterbatasan adalah tidak adanya argumentasi mengenai relevansi penerapan doktrin yang dikenal dalam korporasi ke dalam koperasi.
berbeda, diketahui bahwa tindakan pengurus dilakukan atas pengetahuan dari pengawas. Oleh karenanya apabila dikemudian hari tindakan tersebut merugikan dan mengharuskan pengurus untuk bertanggungjawab secara pribadi, maka sudah
sepantasnya apabila pengawas juga dimintai
pertanggungjawaban secara pribadi.
Skenario yang kedua adalah atas kerugian koperasi dalam hal tindakan pengurus sudah sesuai dengan itikad baik dan dilakukan untuk kepentingan koperasi. Tindakan yang dilakukan pengurus tersebut telah disetujui pengawas, oleh karenanya secara logis
pengawas juga seharusnya diminta untuk
bertanggung jawab.
Adapun beberapa dasar pertanggungjawaban yaitu Pertama. Pasal 1367 KUHPer yang mengatakan bahwa seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian akibat dari perbuatannya, namun juga
perbuatan orang-orang yang berada dalam
tanggungjawabnya atau dalam pengawasannya
(respondeat superior). UU Koperasi mengatur bahwa pengurus koperasi merupakan pihak yang berada dalam pengawasan pengawas koperasi. Namun demikian perlu ditelaah lebih lanjut mengenai apakah yang dimaksudkan dengan frasa „dalam pengawasan‟. Apabila pasal ini dapat diterapkan, maka pengawas koperasi bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh pengurus koperasi. Hal ini juga dapat diterapkan apabila terbukti bahwa pengurus telah
melakukan tindakan kepengurusan dengan
bertanggung jawab.
Pengawas dalam menjalankan tugasnya haruslah beritikad baik dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan koperasi.
Pengawas mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya kepada Rapat Anggota. Apabila dalam melakukan tugas sebagai pengawas tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Rapat Anggota, maka Pengawas dapat diberhentikan. Dalam hal ini Pengawas diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberi alasan-alasan yang tepat dan diterima oleh Rapat Anggota.
Atas tugas dan kewenangan pengawas
sebagaimana tercantum dalam pasal 50 – 53 UU no. 17 Tahun 2012 maka nampak bahwa pengawas memiliki porsi tugas dan kewenangan lebih besar dari pengawas di era UU no. 25 tahun 1992. Karena pengawas dapat memberhentikan pengurus bila
dirasa telah menyeleweng dari tugas dan
tanggungjawabnya. Dengan kewenangan yang penting ini maka pengawas semestinya turut bertanggung jawab apabila koperasi mengalami kerugian.
D. Sistem Pertanggungjawaban Koperasi Kepada Pihak Ketiga
Melihat Koperasi disini sebagai badan hukum maka, penulis akan menganalis dengan teori organ.
Koperasi sebagai organ dapat dimintai
pertanggungjawabannya, apabila Koperasi merugikan pihak ketiga.
Pihak ketiga dalam Koperasi Simpan Pinjam adalah:18
1. Penyimpan/ penabung
2. Koperasi Simpan Pinjam sekunder
Koperasi bertanggungjawab kepada penyimpan dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut :
a. Koperasi hanya menerima penyimpan dana bagi anggotanya
b. Koperasi menjamin simpanan anggotanya
Pertanggungjawaban pada koperasi didasarkan pada bentuk kerugian yang diderita oleh koperasi dan penyebab timbulnya kerugian tersebut.
Pertanggungjawaban badan hukum itu ada, jika organ itu bertindak sedemikian rupa dalam batas-batas suasana
formil dari wewenangnya, serta organ dalam
menyelenggarakan tugasnya yang mengikat badan hukum. Organ tersebut melakukan kesalahan-kesalahan pribadi yang merugikan badan hukum yang mewajibkan mereka untuk menggantu kerugian secara pribadi pula.
Adanya pertanggungjawaban organ secara pribadi disamping pertanggungjawaban badan hukum itu, selain pada perbuatan melanggar hukum, dapat pula diakibatkan oleh kelalaian atau kurang berhati-hatinya organ yang
mengakibatkan kerugian bagi badan hukum.19
Dalam konsep koperasi sebagai badan hukum, manusia yang duduk sebagai organ koperasi memang dapat bertanggungjawab secara pribadi.
Namun apabila timbul masalah mengenai siapakah pihak yang harus bertanggung jawabanatara koperasi dan organ koperasi tidak boleh merugikan pihak ketiga. Badan
Hukum yang terikat dengan pihak lain harus
bertanggungjawab dalam hubungan ekstern nya, jika telah membayar ganti rugi, kemudian badan hukum dalam hubungan interennya menuntut kembali kepada organ secara
pribadi.20 Jadi apabila terdapat suatu permasalahan diantara
koperasi dengan pihak lain dan koperasi dengan organnya mengenai masalah yang sama, maka koperasi harus meyelesaikan permasalahan antara koperasi dengan pihak lain terlebih dahulu sebelum menyelesaikan antara koperasi dengan organnya.
Dalam penjelasan pasal 5 UU No 17 tahun 2012 yang mengatakan :
Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang
19
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 2001, hal. 30.
20
dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri
Mengandung arti bahwa Koperasi bertanggung jawab kepada pihak ketiga. Koperasi harus mempunyai kemampuan bertanggungjawab terhadap perbuatan dan usaha yang dilakukan oleh Koperasi. Hal tersebut sesuai dengan doktrin vicarious liability.