• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIVERSIFIKASI SUSU KAMBING MENJADI KEJU COTTAGE MENGGUNAKAN PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIVERSIFIKASI SUSU KAMBING MENJADI KEJU COTTAGE MENGGUNAKAN PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

521

PARALEL

PARALEL I

ISBN :978-602-73159-8

DIVERSIFIKASI SUSU KAMBING MENJADI KEJU COTTAGE

MENGGUNAKAN PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN

Zackiyah

1

*, Florentina Maria Titin Supriyanti

1

, dan Imelia Rahmatiniangsih

1

1Departemen Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pendididkan Indonesia Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung, Indonesia

* Untuk korespondensi : *Tel/Fax 022-200579, email : zackiyah_da@upi.edu

ABSTRAK

Susu kambing memiliki bau khas yang kurang disukai tetapi mengandung laktosa lebih rendah dari susu sapi sehingga aman dikonsumsi bagi penderita laktosa intoleran untuk melengkapi kebutuhan gizinya. Tujuan penelitian ini adalah menghilangkan bau khas susu kambing melalui diversifikasi menjadi keju cottage dengan mengevaluasi nilai gizi protein, lemak, dan air serta nilai sensorinya. Keju cottage merupakan keju lunak dengan waktu pematangan yang singkat. Pada penelitian ini pembuatan keju cottage dilakukan menggunakan koagulan papain, dan starter Streptococcus thermophilus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc

mesenteroides pada waktu pematangan tiga dan enam hari. Pada produk keju cottage

dilakukan analisis nilai gizi protein, lemak, dan air serta sensori (hedonik). Uji sensori (hedonik) dilakukan terhadap 25 panelis tidak terlatih meliputi atribut warna, rasa, dan tekstur. Terhadap data sensori dilakukan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik kadar protein, lemak, dan air serta nilai sensori dipengaruhi oleh waktu pematangan. Kadar protein, lemak dan air terbaik adalah pada pematangan enam hari sedangkan produk keju yang paling disukai pada pematangan tiga hari.

Kata kunci: diversifikasi, keju cottage, papain, sensori, susu kambing.

ABSTRACT

Goat's milk has a distinctive odor that is less preferred but less lactose than cow's milk that is safe to eat for people with lactose intolerance to supplement their nutritional needs. The purpose of this study is to remove the typical smell of goat milk through diversification into cottage cheese by evaluating the nutritional value of protein, fat, and water and sensory value. Cottage cheese is a soft cheese with a short ripening time. In this study the manufacture of cottage cheese made using coagulants papain, and starter Streptococcus thermophilus, Lactococcus lactis, and Leuconostoc mesenteroides on the ripening time of three and six days. At the cottage cheese product analyzed the nutritional value of protein, fat, and water as well as sensory (hedonic). Sensory test (hedonic) conducted on 25 trained panelists include attributes of color, flavor, and texture. Against the sensory data test Kolmogorov-Smirnov statistic and continued with the Kruskal Wallis test. The results showed that both levels of protein, fat, and water as well as sensory value is influenced by the time of ripening. Levels of protein, fat and water is best in six days while ripening of cheese products are most favored in the ripening of three days.

(2)

Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21

PENDAHULUAN

Susu kambing memiliki nilai gizi yang lebih baik dari susu sapi [1], kandungan laktosanya lebih rendah sehingga lebih aman dikonsumsi oleh penderita laktosa intolerans [2]. Disamping itu, ukuran globula lemak susu kambing lebih kecil dari susu sapi sehingga mudah dicerna di dalam tubuh. Asam lemak essensial linoleat dan arakidonatnya lebih tinggi dari pada susu sapi, juga hipoalergik untuk bayi [3].

Disamping banyak manfaat, susu kambing memiliki bau yang kurang disukai dibanding susu sapi. Hal ini disebabkan karena kandungan asam lemak rantai sedang seperti asam kaproat (C6), asam kaprilat (C8), dan asam kaprat (C10) pada susu kambing lebih banyak dari susu sapi [4,5]. Untuk meningkatkan keberterimaan konsumen akan susu kambing, maka perlu diolah menjadi makanan yang lebih disukai, diantaranya adalah keju cottage.

Keju cottage merupakan keju lunak dengan waktu pematangan yang cepat. Keju cottage susu kambing lebih lembut dari keju susu sapi dan mempunyai aroma lebih menarik dari keju cottage susu sapi [6,7]. Pada saat pematangan keju terjadi berbagai reaksi degradasi protein, lipid, dan karbohidrat yang dapat menghilangkan aroma khas susu kambing menjadi aroma keju yang lebih menarik [5].

Penelitian terkait keju susu kambing telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu membuat keju lunak prebiotik susu kambing menggunakan koagulan rennet komersial dengan starter bakteri asam laktat komersial Lactobacillus

acidophilus dan Lactobacillus casei. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa starter

Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei dapat digunakan dalam pembuatan

keju lunak susu kambing prebiotik [5]. Panelis lebih menyukai keju lunak susu kambing dari pada susu kambing segar. Peneliti yang lain membuat keju dari susu kambing peranakan Etawa yang dicampur susu skim menggunakan koagulan

vegetable rennet dengan starter bakteri

asam laktat Streptococcus thermopillus dan

Lactobacillus bulgaricus sebagai starter.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lama pemeraman berpengaruh terhadap keasaman dan jumlah bakteri asam laktat. Bertambah lama waktu pemeraman bertambah turun keasaman dan jumlah bakteri asam laktat. Jumlah bakteri asam laktat tertinggi pada hari ke-5 [8].

Pengaruh lama pematangan

terhadap keju cottage susu skim menggunakan koagulan papain dengan bakteri asam laktat Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesenteroid telah dilakukan.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan kandungan gizi terbaik pematangan dilakukan hari ke-6 [9].

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini dipelajari diversifikasi susu kambing menjadi keju cottage dengan

harapan dapat meningkatkan

keberterimaan produk susu kambing.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: autoclave, oven

(3)

listrik Shimadzu, pH meter Mettler Toledo,

shaker waterbath, inkubator Shimadzu Bitec-300, neraca analitik, pemanas listrik,

perangkat Kjeldahl, ekstraktor Soxhlet, dan peralatan-dasar gelas. Bahan-bahan yang digunakan meliputi: susu kambing peranakan Etawa segar yang diperoleh dari Koperasi Mekar Harapan Bandung, papain, bakteri starter (Streptococcus thermophilus,

Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesenteroides), akuades, NaCl, H2SO4, NaOH 30%, HCl 0,1 N, dan HCl 25%, katalis untuk penentuan protein secara Kjeldahl.

Tahapan pekerjaan pada penelitian ini, meliputi: penyiapan starter, produksi keju cottage, dan analisis kandungan air, protein, dan lemak serta analisis sensori keju cottage.

Penyiapan Starter

Starter yang digunakan merupakan campuran dari Streptococcus thermophilus,

Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesenteroides pada perbandingan 3:1:2

yang sebelumnya masing-masing

diinokulasi pada

media panthotenate

broth steril.

Diinkubasi pada 30OC sambil dikocok masing-masing selama 6, 4, dan 8 jam. Dari masing-masing inokulan kemudian dicampurkan.

Produksi Keju Cottage

Produksi keju cottage mengacu pada prosedur [13]. Sebanyak tiga liter susu kambing dipasteurisasi pada 62oC selama 30 menit, didinginkan sampai 30oC kemudian ditambahkan starter 10% dan diinkubasi pada 30oC. Setelah pH turun ditambahkan papain 520 ppm ke dalam 200 mL susu. Setelah pH mencapai 4,6 – 4,7

dilakukan pemasakan curd menggunakan

water bath secara bertahap dari 38oC sampai 48oC selama 10 menit. Dadih (padatan) yang terbentuk dipisahkan dari

whey (cairan) kemudian dadih dibilas

dengan akuades dan ditambahkan NaCl 4% (w/w) dari masa dadih. Kemudian keju

cottage yang diperoleh dilakukan pematangkan pada suhu 30oC selama 0, 3, dan 6 hari yang masing-masing diberi notasi K0, K3, dan K6.

Analisis Kandungan Air, Protein dan Lemak

Analisis kandungan air, protein, dan lemak dilakukan terhadap keju cottage dan susu kambing sebagai kontrol. Analisis tersebut mengacu pada [10].

Analisis Sensori

Terhadap produk keju cottage

dilakukan analisis sensori (hedonik) dengan memberikan kode secara acak kepada masing-masing sampel, yaitu 371 untuk keju tanpa pematangan (K0), 632 untuk pematangan tiga hari (K3), dan 863 untuk pematangan enam hari (K6). Analisis sensori (hedonik) dilakukan oleh 25 panelis tidak terlatih terhadap atribut warna, aroma, dan tekstur dengan memberikan penilaian menurut skala Likert, yaitu skor 3 untuk sangat suka, 2 suka, dan 1 tidak suka.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Keju Cottage

Pembuatan keju dimulai pada pemilihan starter. Pada penelitian ini digunakan starter dari campuran tiga jenis bakteri asam laktat, hal ini untuk mempercepat proses pembentukan asam laktat [11] dan memberikan cita rasa [12].

(4)

Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21 Selanjutnya pembentukkan dadih, hal ini

tercapai pada titik isoelektrik kasein, yaitu pH antara 4.6 – 4.7. Untuk mengetahui bahwa titik isoelektrik sudah tercapai, dilakukan pengamatan perubahan pH pada setiap waktu inkubasi susu hasil pasteurisasi yang telah diberi starter. Data pengaruh waktu inkubasi terhadap perubahan pH dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Data hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi terhadap perubahan pH

Waktu inkubasi (jam) pH

19 5,07 20 4,97 21 4,83 22 4,75 23 4,66 24 4,58

Pada table 1 nampak bahwa semakin meningkat waktu inkubasi semakin menurun pH dadih, hal ini menunjukkan bahwa fermentasi sudah berjalan, terjadi perubahan laktosa menjadi asam laktat yang ditandai dengan perubahan pH. Semakin banyak asam laktat yang terbentuk, semakin turun pHnya. Waktu inkubasi yang dipilih adalah pada 23 jam dengan pH 4,66, hal ini memenuhi pH titik isoelektrik kasein, yaitu pada pH 4,6–4,7 [13]. Dari 200 mL susu diperoleh 17% rendemen, hal ini termasuk

kategori baik karena pada umumnya dihasilkan 10% rendemen [14].

Analisis Kandungan Protein, Lemak, Air Susu Kambing dan Keju.

Analisis kandungan protein, lemak dan air dilakukan terhadap susu kambing dan keju bertujuan untuk mengetahui apakah ada perubahan kandungan protein, lemak, air sebelum dan setelah proses pematangan. Hal ini untuk meyakinkan

bahwa proses enzimatis sudah

berlangsung. Pada tahap ini terjadi reaksi degradasi protein, lemak, dan karbohidrat. Bakteri asam laktat semakin meningkat dengan memanfaatkan air yang ada pada media sehingga kadar air semakin menurun. Data hasil analisis protein, lemak, dan air susu kambing dan keju sebelum dan sesudah pematangan dapat dilihat pada tabel 2.

Pada tabel 2 nampak bahwa kualitas susu kambing berdasarkan kadar protein, lemak, dan air memenuhi standar susu sapi segar [15]. Kadar protein dan lemak susu kambing lebih tinggi dari standar susu sapi segar. Diversifikasi dari susu kambing menjadi keju cottage mengalami peningkatan kadar protein dan lemak sedangkan air mengalami penurunan. Semakin lama waktu pematangan semakin tinggi kadar protein dan lemak sedangkan untuk air semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa ke-3 keju telah memenuhi standar [16] bahwa kadar air keju cottage tidak melebihi 80%.

Tabel 2. Hasil analisis protein, lemak, dan air keju pada waktu pematangan 0, 3 dan 6 hari. dibandingkan terhadap susu kambing dan standar susu sapi segar menurut SNI 3141.1:2011.

(5)

Parameter (%)

Standar susu sapi

segar Susu kambing

Keju SNI 3141.1:2011 K0 K3 K6 Protein Min. 2,8 3,75 16,71 16,87 17,02 Lemak Min. 3,0 3,92 11,73 12,06 12,07 Air 83 - 87,5 83,35 66,05 61,38 53,98 Analisis sensori

Keberterimaan konsumen dapat dilihat dari tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang dilakukan melalui analisis sensori uji hedonik [17]. Hasil analisis sensori uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut warna , aroma, dan tekstur keju cottage pada waktu pematangan 0, 3, dan 6 hari dengan kode masing-masing K0, K3 dan K6.

Pada Gambar 1 nampak bahwa nilai tertinggi tingkat kesukaan baik warna, aroma, dan tekstur berada pada tingkat pematangan tiga hari (K3), masing-masing sebesar 81,33%, 77,33%, dan 78,67%.

Urutan berikutnya tingkat kesukaan warna, pada pematangan enam hari (K6)

lebih tinggi dari kontrol (K0), yaitu masing-masing 68,00% dan 65,33%. Urutan berikutnya tinggkat kesukaan aroma berada pada pematangan enam hari (K6) lebih rendah dari kontrol (K0), yaitu masing-masing 74,67% dan 52,00%. Sedangkan untuk berikutnya tingkat kesukaan tekstur berada pada pematangan enam hari (K6) lebih tinggi dari kontrol (K0), yaitu 60,00% dan 58,67%.

Pengaruh pematangan terhadap tingkat kesukaan warna, aroma, dan tekstur dilakukan uji normalitas Klomogorof-Sminorov menggunakan aplikasi SPSS 22. Pada tingkat kepercayaan 95% masing-masing diperoleh nilai Asymp.Sig<0,05, menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai Asymp.Sig<0,05 hal ini menunjukkan bahwa waktu pematangan berpengaruh terhadap warna, aroma dan tekstur.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1

1.. Bau khas susu kambing yang tidak disukai oleh kebanyakan orang berhasil

(6)

Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21 dihilangkan melalui diversifikasi menjadi

keju cottage ditandai dengan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tertinggi adalah pada waktu pematangan tiga hari yaitu sebesar 77,33%.

2

2.. Kandungan protein dan lemak susu kambing meningkat setelah menjadi keju

cottage.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada semua pihak atas bantuan yang telah diberikan pada penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

[1]

Kumar, S., Kumar, B., Kumar R., Kumar, S.,Kumar, S., Kathkars.,and Kanawjia.,2012 J.Dairy Sci,65.4, 266-273

[2] Sodiq, A, 2002, Kambing Peranakan

Etawa Penghasil Susu Berkhasiat obat. Jakarta: Agro Media Pustaka.

[3] Park, Y.P, 1994, Small Ruminant

Research, 14.2. 151-159.

[4] Bihaqi, S.F and Jalal, H., 2010, Res J.

Agric. Sci, 1,4. 487-490.

[5] Prayitno, W.E., 2011, Stabilitas Bakteri Asam Laktat Selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[6] Sarwono, B., 2011, Beternak Kambing

Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

[7] Rusman. 2011. Produksi Susu kambing Peranakan Etawa (PE) Berdasarkan Ketinggian Tempat Pemeliharaan. (Skripsi). Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

[8] Fadlilah, U. Triana, S. dan Samsu, W., 2013, J. Ilmiah Peternakan 1,1. 151-156.

[9] Sumaiyatus, B.Q., 2010. Produksi Keju Cottage dengan Variasi Waktu Pematangan menggunakan Enzim Papain sebagai Koagulan, Skripsi, Departemen Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

[10] Standar Nasional Indonsesia No. 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan

Minuman, Jakarta: Badan Standarisasi

Nasional, 1992.

[11] Ansori, R., 1992, Teknologi Fermentasi Susu. Jakarta: Arcan..

[12] Daulay, D., 1991, Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi. Bogor: IPB..

[13] Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F.M.T., 2005, Dasar-dasar Biokimia. Edisi Revisi, Jakarta: UI-Press..

[14] Soekarta, TS., 1990, Dasar-Dasar

Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: IPB-Press.

[15] Standar Nasional Indonesia No. 01-3141-2011, Susu segar-Bagian 1 :

Sapi, Jakarta: Badan Standarisasi

Nasional, 2011.

[16] United States Department of

Agriculture (USDA). 2001.

Specification for Cottage Cheese and Dry Curd Cottage Cheese. Agricultural

(7)

[17] Watts, B.M.,Ylimaki G.L.,Jeffery L.E.,Elias L.G., 1989, Basic Sensory

Methods for Food Evaluation. Canada:

The International Development Research Centre, Ottawa.

Gambar

Gambar  1.  Tingkat  kesukaan  panelis  terhadap  atribut  warna  ,  aroma,  dan  tekstur  keju  cottage  pada  waktu  pematangan  0,  3,  dan  6  hari  dengan  kode masing-masing K0, K3 dan K6

Referensi

Dokumen terkait

(3) Untuk mendiskripsikan strategi guru pendidikan agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius melalui keteladanan siswa di SMPN 2 Ngantru Tulungagung. Penelitian

Telah disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda, secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada hewan

Peningkatan rata-rata HQLA Trw IV 2017 sebesar Rp 9.13 Tn, peningkatan berasal dari penempatan pada BI naik sebesar Rp 5.41 Tn, dan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa karena dengan rahmat, karunia,penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul perancangan visual media interaktif untuk

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai profil dermatomikosis superfisial pada pekerja pabrik tahu di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.. 1.2

Dermatomikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai kulit, kuku dan rambut, baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun non dermatofita.. 1,2 Umumnya ini terbatas

Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah kartu sebagai bukti  diri (legimitasi)  dari setiap  penduduk  dalam wilayah

Pengolahan Skor Mentah Menjadi T-Skor .... Uji Normalitas