• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERMASALAHAN KESEHATAN DI PUSKESMAS PONDOK BETUNG TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PERMASALAHAN KESEHATAN DI PUSKESMAS PONDOK BETUNG TAHUN 2016"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERMASALAHAN KESEHATAN

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONDOK BETUNG

KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2016

LAPORAN PBL 1

Oleh :

Kelompok Pondok Betung B

Nova Dwi Farhana 11141010000009 Wardatul Hasanah 11141010000015 Gianti Saraswati 11141010000019 Julius Prabowo 11141010000021 Nadhira Ramadhani 11141010000040 Kannia Nur Ovida 111410100000101

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN

GAMBARAN PERMASALAHAN KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONDOK BETUNG

KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2016

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji PBL 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 25 November 2016

Mengetahui,

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

Siti Rahmah H. Lubis, SKM, MKKK dr. Vitriani Ratnafuri

NIP. NIP. 19810811 201001 2 010

(3)

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami berharap dengan kehadiran laporan ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya. Penyusunan laporan PBL 1 tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami bermaksud untuk mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Siti Rahmah Lubis, S.KM, M.KKK selaku pembimbing fakultas pada mata kuliah PBL I.

4. Ibu dr. Fitri selaku pembimbing lapangan pada PBL I.

5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM, dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes selaku dosen penanggungjawab mata kuliah PBL.

6. Seluruh Staf Puskesmas Pondok Betung yang telah membimbing kami.

7. Kepala Kelurahan Pondok Betung dan Pondok Karya beserta semua staf, yang telah membantu kami selama PBL I.

8. Kader Posyandu yang ada di Kelurahan Pondok Betung dan Pondok Karya. 9. Seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung. 10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Tim Penyusun

Ciputat, 25 November 2016

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUANi

(4)

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GRAFIK ...viii DAFTAR GAMBARix DAFTAR BAGAN ...x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum 3 1.2.2 Tujuan Khusus 3 1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi Mahasiswa 4 1.3.2 Bagi Masyarakat 4 1.3.3 Bagi Puskesmas ...4 BAB II METODE

2.1 Waktu dan Tempat5

2.2 Metode Perhitung dan Pemilihan Sampel5 2.2.1 Populasi 5

2.2.2 Sampel 5

2.3 Pengumpulan Data 6

2.3.1 Metode Pengumpulan Data 6 2.3.2 Instrumen 6

2.4 Analisis Data 6

(5)

2.7 Metode Penentuan Akar Masalah 7

2.8 Metode Penentuan Alternatif Solusi 7

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Situasi Kesehatan Masyarakat9 3.2 Analisis Situasi 10

3.2.1 Gambaran Situasi Kesehatan Masyarakat 3.2.1.1 Mortalitas 11

3.2.1.2 Morbiditas 14 3.2.1.3 Status Gizi 19 3.2.2 Kependudukan 26

3.2.3 Program Pelayanan Kesehatan 28 3.2.4 Perilaku Masyarakat 36

3.2.5 Lingkungan 40

3.2.6 Identifikasi Masalah 46 3.3 3 Masalah Utama 47

3.4 Prioritas Masalah Kesehatan 75 3.5 Akar Masalah Kesehatan 78

3.6 Alternatif Solusi 81

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan 83 4.2 Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 86

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

3.1 Angka Mortalitas di Puskesmas Pondok Betung ...11 3.2.Distribusi Morbiditas di Puskesmas Pondok Betung ...14 3.3 Status Gizi Berat BadanMenurut Umur di Puskesmas Pondok Betung 20 3.4 Status Gizi Tinggi Badan Menurut Umur di Puskesmas Pondok Betung21

(6)

3.5 Status Gizi Berat Badan Menurut Tinggi Badan di Puskesmas Pondok Betung 22 3.6 Kejadian Anemia Pada Remaja di Puskesmas Pondok Betung 24

3.7 Ibu Hamil KEK di Puskesmas Pondok Betung 25

3.8 Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Pondok Betung 26

3.9 Gambaran Kategori Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 27 3.10 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Ketenagakerjaan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 29

3.11 Persentase Rumah Tngga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 31

3.12 Jumlah Posyandu Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 32 3.13 Jumlah Posbindu Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 32 3.14 Jumlah Kader Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 33

3.15 Cakupan Program KIA Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 33

3.16 Cakupan Program Perbaikan Gizi Keluarga Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 34

3.17 Cakupan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 35

3.18 Target dan Pencapaian Program PHBS Puskesmas Pondok Betung 38

3.19 Hasil Pemeriksaan Rumah Sehat Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 40 3.20 Persentase Angka Bebas Jentik Puskesmas Pondok Betung 42

3.21 Persentasi TPM Layal Higiene Puskesmas Pondok betung Tahun 2015 44 3.22 AMIU Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 46

3.23 Penentuan Prioritas 3 Masalah Kesehatan UPT Puskesmas Pondok Betung 47 3.24 Suspek TB di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 51

3.25 Gambaran Kepadatan Hunian di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 52 3.26 Kondisi Rumah yang Masuk Sinar Matahari 53

3.27 Lama Masuk Sinar Matahari ke Dalam Rumah Responden 54

(7)

3.29 Gambaran Perilaku Responden Tentang Pencegahan TB 55 3.30 Gambaran Penyuluhan TB di Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok

Betung 56

3.31 Distribusi Remaja yang Mengalami Gejala Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas

Pondok Betung 58

3.32 Distribusi Makanan yang Mengandung Zat Besi Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 59

3.33 Distribusi Buah yang Mengandung Vitamin C Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 60

3.34 Distribusi Konsumsi Teh/Kopi sesudah Atau Sebelum Makan Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 61

3.35 Distribusi Frekuensi Makan Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 62

3.36 Distribusi Kebiasaan Sarapan Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 62

3.37 Gambaran Perilaku Makan Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016 63

3.38 Distribusi Frekuensi Status Menstruasi Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016 64

3.39 Pola Menstruasi Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016 65

3.40 Distribusi Konsumsi Tablet Tambah Darah Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 65

3.41 Kasus Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung pada Periode September-November Tahun 2016 66

3.42 Anggota Keluarga yang Mengalami Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung pada Periode September-November Tahun 2016 67

(8)

3.44 Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung 70

3.45 Gambaran Perilaku Pencegahan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016 70

3.46 Sumber Air Minum Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung padaTahun 2016 66

3.47 Gambaran Status Imunisasi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung padaTahun 2016 73

3.48 Penentuan 1 Prioritas Maslaah Kesehatan UPT Puskesmas Pondok Betung Dengan Metode Bryant 76

DAFTAR GRAFIK

3.1 Persentase Rumah Tngga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 ...

(9)

DAFTAR GAMBAR

3.1 Denah Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung ...10

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)
(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Praktik Belajar Lapangan (PBL) merupakan suatu integrasi yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan mata kuliah yang telah diberikan selama proses belajar mengajar di Program Studi Kesehatan Masyarakat. PBL I ini dilakukan di UPT Puskesmas Pondok Betung Kelurahan Pondok Betung dengan melakukan analisis situasi kesehatan, identifikasi masalah, penentuan prioritas masalah, mengidentifikasi akar penyebab dari masalah yang diprioritaskan di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung pada Kelurahan Pondok Betung serta memberikan alternatif pemecahan masalah.

Puskesmas Pondok Betung terletak di Jalan Pondok Betung Raya No.2, Pondok Betung, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Wilayah kerja puskesmas ini terdiri dari 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Pondok Betung dan Pondok Karya. Dengan jumlah RW 12 dan 93 RT (Profil Kelurahan Pondok Betung dan Pondok Karya). Menurut Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015, jumlah penduduk di kelurahan Pondok Betung berjumlah 45.889 jiwadan di keluran Pondok Karya berjumlah 39.085 jiwa. Total jumlah keseluruhan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung sebanyak 89.974 jiwa

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian peneliti di Puskesmas Pondok Betung yaitu permasalahan tingkat ekonomi menengah kebawah dan kepadatan penduduk yang tinggi 2 hal tersebut menjadi faktor tidak langsung terhadap kejadian suatu penyakit. Dalam penelitian Lydia Amaliya tahun 2010 mengatakan bahwa ada hubungan antara penghasilan dengan kejadian diare dengan pvelue (0,001), dan menurut jurnal Rukmini dan Chatarina tahun 2010 mengatakan bahwa sebagian besar penderita TB adalah keluarga yang tergolong berpengeluaran rendah dengan temuan sebesar 62,8% dan menurut jurnal Dewi Permaesih dan Sudilowati Herman (2005) mengatakan bahwa ada hubungan antara Anemia dengan

(13)

sosial Ekonomi dan Demografi dengan hubungan bermakna sebesar (p<0,05). Sehingga, karena alasan tersebut wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung dijadikan tempat untuk praktik belajar lapangan.

Langkah awal yang peneliti lakukan adalah menganalisis data sekunder dari Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012 samapi tahun 2015. Proses menganalisis data sekunder ini dilakukan dengan melihat status kesehatan yang terdiri dari mortalitas, morbiditas, dan status gizi. Data yang telah didapatkan dari Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yaitu insidens dan prevalensi yang kemudian dibandingkan dengan trigger level dan juga trend.

Menurut data Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, angka mortalitas di Puskesmas Pondok Betung tahun 2012 samapi tahun 2015, pada tahun 2013 ditemukan kematian bayi berjumlah 2 orang dan kematian balita sebanyak 1 orang, namun untuk angka kematian ibu tidak ada. Sedangkan pada tahun 2012, 2014, dan 2015 tidak ditemukan angka mortalitas, baik angka kematian bayi, balita, dan ibu.

Sedangkan angka morbiditas menurut data profil Dinas Kesehatan di Puskesmas Pondok Betung adalah penyakit diare, Tuberculosis, pneumonia pada balita, DBD, kusta, ISPA, BBLR, underweight, Stunting, Wasting, Gemuk, Gizi lebih, Anemia remaja, Ibu hamil KEK dan Ibu hamil anemia. Pada Puskesmas Pondok Betung ditemukan 5 masalah yang dihitung dari jumlah insiden, prevalensi dan jumlah penyakit setiap tahunnya. Antara lain, penyakit Diare, Tuberculosis, Pneumonia Balita, ISPA, dan Anemia Remaja.

Dari 5 masalah yang ditemukan, dikerucutkan menjadi 3 masalah menggunkan Metode Hanlon, yaitu melihat dari besarnya masalah, kegawatan masalah dan penanggulangan masalah. Dari metode Hanlon tersebut diperoleh 3 masalah penyakit yaitu Diare, Anemia Remaja dan Tuberculosis. Dari 3 masalah penyakit tersebut akan dikerucutkan menjadi 1 penyakit yang akan ditelusuri lebih lanjut pada praktik Pengalaman Belajar Lapangan 1 untuk mengumpulkan data primer.

Setelah mendapatkan data primer dan data sekunder, peneliti melakukan analisis mengenai permasalahan kesehatan yang ada di

(14)

Puskesmas Pondok Betung. Dimana peneliti mencari akar masalah dari permasalahan tersebut yang kemudian menentukan alternatif solusi untuk memecahkan masalah tersebut.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran situasi kesehatan hingga mendapatkan alternatif solusi masalah kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran situasi kesehatan masyarakat serta determinannya di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung 2. Mengetahui masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Pondok Betung

3. Menentukan satu masalah dari tiga masalah utama yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung

4. Mengetahui prioritas masalah penyakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung.

5. Mengetahui akar masalah dari satu penyakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung.

6. Mengetahui alternatif pemecahan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Pondok Betung

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa

1. Mendapatkan atau menambah pengalaman serta wawasan secara aktif dan interaktif dengan masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung.

2. Meningkatkan dan melatih kemampuan serta keterampilan mahasiswa dalam melakukan penelitian dan penulisan laporan PBL

3. Dengan melakukan survei, mahasiswa mampu melatih softskill pada saat praktik di lapangan, yaitu bersosialisasi dan

(15)

berinteraksi dengan masyarakat yang ada di wilayah kecamatan Pondok Betung.

1.3.2 Bagi Masyarakat

Mendapatkan informasi terkait masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas Pondok Betung.

1.3.3 Bagi Puskesmas

1. Memberikan gambaran informasi kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas Pondok Betung

2. Informasi kesehatan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan program selanjutnya

BAB II METODE 2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan pengalaman belajar lapangan (PBL) ini dilakukan pada bulan Oktober dan November tahun 2016 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.

2.2 Metode Perhitungan dan Pemilihan Sampel 2.2.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah masyarakat yang ada di Kelurahan Pondok Betung dan Kelurahan

(16)

Pondok Karya yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung.

2.2.2 Sampel

Sampel yang diambil dalam kegiatan pengumpulan data adalah keluarga bukan individu. Penentuan sampel yang telah ditentukan adalah menggunakan rumus 30 x 7 dengan 7 responden pada setiap klaster. Sehingga jumlah sampel minimal yang diperoleh yaitu 210 keluarga. Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop-out, maka ditambahkan sampel cadangan sebesar 10 % sehingga sampel yang diambil keseluruhan adalah 231 keluarga. Cara pengambilan sampel ini menggunakan teknik multi stage sampling. Teknik

multi stage sampling dipilih karena cakupan wilayah

kerja puskesmas pondok betung cukup luas sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel pada setiap

stage agar dapat menggambarkan populasi di

wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Mahasiswa mengambil data kelurahan yang berisi data RW dan RT di tiap Kelurahan Pondok Betung dan Kelurahan Pondok Karya Tahun 2016.

2. Mahasiswa menentukan 30 klaster dari 93 RT di setiap Kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung dengan mengambil secara acak.

3. Mahasiswa menentukan 7 responden pada setiap klaster dengan menggunakan teknik putar pulpen yang kemudian disesuaikan kondisi permukiman yang ada di klaster tersebut.

(17)

2.3 Pengumpulan Data

2.3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada kegiatan belajar lapangan ini adalah menggunakan data primer dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder. Dalam penelitian ini kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari para responden yang telah ditentukan. Kuesioner berisi pertanyaan yang menyangkut tentang determinan-determinan dari 3 masalah kesehatan dan juga karakteristik responden. Sedangkan data sekunder mengenai kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012-2015 dan Laporan Puskesmas Pondok Betung tahun 2015.

2.3.2 Instrumen

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu berupa pedoman wawancara dan kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk menggali informasi masalah kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung.

2.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisi univariat data yang diolah dengan komputer menggunakan program statistik perangkat lunak (program

SPSS). Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi

frekuensi masing-masing variabel dependen dan independen, yang kemudia disajikan dalam tabel dan narasi (Sabri, 2008).

2.5 Metode Penentuan 3 Masalah Utama

Metode yang digunakan untuk menentukan 3 masalah utama adalah metode Hanlon. Penggunaan metode Hanlon dalam penentuan prioritas masalah memiliki 3 kriteria yaitu besarnya masalah (magnitude), tingkat

(18)

kegawatan masalah (emergency/seriousness), dan kemudahan penanggulangan masalah (causability). Semakin tinggi nilai yang didapat dari hasil perhitungan, maka itulah masalah yang diambil sebagai prioritas (Symond, 2013).

2.6 Metode Penentuan Prioritas Masalah

Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah adalah metode Bryant. Penggunaan metode Bryant dalam penentuan prioritas masalah memiliki 4 kriteria yaitu besarnya masalah (prevalensi), dampak yang ditimbulkan oleh masalah (seriousness), kemampuan untuk mengatasi masalah (manageability), dan perhatian masyarakat (community

concern). Penentuan prioritas dengan metode Bryant menggunakan skor

sebesar 1-5. Nilai tertinggi lah yang akan menjadi prioritas masalah (Khulaila, 2013).

2.7 Metode Penentuan Akar Masalah

Metode yang kami gunakan dalam menentukan akar masalah adalah metode Fishbone (tulang ikan). Metode ini ditemukan oleh Dr. Kaoru Ishikawa yang berkebangsaan Jepang pada tahun 60-an, sehingga metode ini juga dikenal dengan istilah diagram ishikawa. Metode ini berbentuk seperti tulang ikan dengan moncong kepala di sebelah kanan yang menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, adapun tulang-tulangnya menunjukkan sebab-sebab masalah sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan. Metode ini juga dikenal dengan sebutan diagram cause-effect (sebab-akibat), karena metode ini dapat menunjukkan hubungan sebab akibat.

2.8 Metode Penentuan Alternatif Solusi

Metode yang digunakan dalam penentuan alternatif solusi adalah

brainstorming, dimana setiap anggota kelompok bebas mengutarakan

pendapat tanpa dibatasi kreativitasnya (Agung, 2009). Brainstorming dilakukan bersama antara anggota kelompok dengan para petugas puskesmas terkait. Kemudian ditetapkan alternatif solusi berdasarkan dari akar masalah yang telah ditetapkan.

(19)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Puskesmas Pondok Betung

Berdasarkan Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II/2004, Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat berupa upaya kesehatan masyarakat

(20)

ataupun upaya kesehatan perorangan, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif.

Puskesmas Pondok Betung adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang terletak di Kecamatan Pondok Aren. Cakupan wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung terdiri dari dua kelurahan, yaitu Kelurahan Pondok Betung dan Kelurahan Pondok Karya, dengan total luas wilayah kerja sebesar 477.770 km2.

UPT Puskesmas Pondok Betung berlokasi di Kelurahan Pondok Betung, yaitu di Jl. Pondok Betung Raya No. 02 RT 04 RW 05 Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dibangun di atas tanah seluas 1400 m2 dengan luas bangunan lebih kurang 1000 m2. Terdiri dari 1 bangunan dengan dua lantai, dimana lantai pertama digunakan untuk 20 ruangan UGD, Loket, BP Gigi, KIA, Lobby, Ruang PK, BP Umum, dan Mushola. Sedangkan lantai dua terdapat ruang rawat inap, Kasubag TU, Dapur, Ruang Kepala Puskesmas, dan Ruang Rapat.

(21)

Gambar 3.1 Denah Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016

Sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas ini memiliki beberapa batasan wilayah kerja dengan Puskesmas lainnya. Batas-batas wilayah kerja UPT Puskesmas Pondok Betung adalah sebagai berikut :

a. Utara : Wilayah kerja Puskesmas Rengas (Kec. Ciputat) b. Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Pesanggrahan (DKI Jakarta) c. Barat : Wilayah kerja Puskesmas Pondok Aren (Kec. Pdk. Aren) d. Timur : Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ciledug

3.2 Analisis Situasi

3.2.1 Gambaran Situasi Kesehatan Masyarakat

Status kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung dilihat dengan menggunakan 3 indikator kesehatan yaitu mortalitas, morbiditas, dan status gizi. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Dinas Kesehatan Kota

(22)

Tangerang Selatan dan Profil Puskesmas Pondok Betung. Dari analisis data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

3.2.1.1 Mortalitas

Kematian atau mortalitas adalah indikator penting dalam menentukan status kesehatan masyarakat. Kematian merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi jumlah penduduk dan struktur penduduk selain fertilitas dan migrasi. WHO mendefinisikan kematian adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

Tabel 3.1 Angka Mortalitas di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015

Angka Mortalitas

Tahun AKI AKB AKBAL

N % N % n %

2012 0 0 0 0 0 0

2013 0 0 2 0 1 0

2014 0 0 0 0 0 0

2015 - - -

-Sumber : Profil Kesehatan Dinkes Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.1 diketahui terjadi 2 kasus kematian pada bayi dan 1 kasus kematian balita di tahun 2013. Untuk angka kematian Ibu, tidak pernah terjadi selama tahun 2012 – 2015.

(23)

Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) adalah Jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan paska persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada masa tertentu.Angka pengukuran risiko kematian wanita yang berkaitan dengan peristiwa kehamilan (Depkes RI, 2014)

Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat melekatnya janin, oleh sebab apa pun yang berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau pengelolaannya, bukan akibat kecelakaan.

Kematian ibu dikelompokkan menjadi dua (2), yaitu:

a. Kematian sebagai akibat langsung kasus kebidanan dan

b. Kematian sebagai akibat tidak langsung kasus kebidanan yang disebabkan penyakit yang sudah ada sebelumnya, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan bukan akibat langsung kasus kebidanan, tetapi diperberat oleh pengaruh fisiologi kehamilan.

c. Kematian wanita hamil akibat kecelakaan tidak digolongkan sebagai kematian ibu.

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal

Mortality Rate (MMR) berguna untuk menggambarkan

tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas.

Penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan (42%), eklampsia (13%), aborsi (11%),

(24)

infeksi (10%), partus lama (9%), dll (15%). Sedangkan angka kematian bayi berdasarkan BPS (2003) adalah 35 per 1000 kelahiran hidup, dengan penyebab gangguan perinatal 34,7%, sistem pernapasan 27,6%, diare 9,4%, sistem pencernaan 4,3%, tetanus 3,4%, saraf 3,2%, dan gejala tidak jelas 4,1%. (Suryani, 2014)

2. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka Kematian Bayi adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup).

Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan. (SIRUKA, Badan Pusat Statistik)

3. Angka Kematian Balita (AKBAL)

Jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi

(25)

tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Balita kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. (SIRUKA, Badan Pusat Statistik)

3.2.1.2 Morbiditas

Morbiditas adalah keadaan sakit, terjadinya penyakit atau kondisi yang mengubah kesehatan dan kualitas hidup sesorang.

Tabel 3.2 Distribusi Morbiditas di Puskesmas Pondok

Betung Tahun 2012 - 2015

Tahun Diare TB

Pneumonia

Balita DBD Kusta Ispa

n % N % N % n % n % n %

2012 495 0,6 88 0,07 7 0,08 11 - - - 1324

-2013 1035 1,51 49 0,03 6 0,08 22 - 4 - -

-2014 - - 20 0,02 6 - 5 - - - 1800 2,3

2015 831 1,01 102 0,05 116 0,14 - - 1 - 1519 1,85 Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan tabel 3.2 diketahui bahwa dari tahun 2012 - 2015 jumlah kasus diare paling banyak terjadi pada tahun 2013, yaitu sebanyak 1035 kasus dengan besar insidens 1.51%. Jumlah kasus TB tertinggi pada tahun 2015 yaitu sebanyak 102 kasus dengan insidens 0.05%. Jumlah kasus Pneumonia Balita tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebanyak 116 kasus dengan besar insidens 0.14%. Jumlah kasus DBD tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 22 kasus, jumlah Kasus Kusta tertinggi terjadi pada tahun 2013, sedangkan jumlah kasus ISPA tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebanyak 1800 kasus dengan besar insidens 2,3 %.

(26)

Diare adalah pengeluaran feces yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Handayani, 2013). Sedangkan menurut Setiawan (2007), diare adalah kondisi dimana frekuensi BAB meningkat dari biasanya, disertai dengan feses yang lebih cair. Dan menurut Badan WHO (2009) diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 x sehari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

2. Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium

tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif (+). Cara penularanmya adalah pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. (Depkes RI, 2011)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia

(27)

meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. (Depkes RI, 2011)

3. Pneumonia Balita

Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita” di sebutkan bahwa pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang mengenai bagian paru (jaringan alvioli) (DepKes RI, 2004). Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada kapiler kapiler pembuluh darah dalam alvioli. Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan akan mengisi alvioli tersebut sehingga terjadi kesulitan penyerapan oksigen. Hal ini mengakibatkan kesukaran bernapas (DepKes RI, 2007).

Mahmud (2006), menyebutkan bahwa pneumonia adalah terjadinya peradangan pada salah satu atau kedua organ paru yang di sebabkan oleh infeksi. Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan pada paru terisi oleh cairan dan tak jarang menjadi mati dan timbul abses (Prabu, 1996). Penyakit ini umunya terjadi pada anak anak dengan ciri ciri adanya demam, batuk disertai napas cepat (takipneau) atau napas sesak. Defenisi kasus tersebut hingga kini digunakan dalam program pemberantasan dan penanggulangan ISPA oleh Departemen Kesehatan RI setelah sebelumnya di perkenalkan oleh WHO pada tahun 1989.

4. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak

(28)

menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita demam berdarah dengue pada orang dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (Siregar 2004). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2- 7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2009).

5. Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni

kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara

umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.

Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai microbacterium, dimana

microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak

membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya Microbacterium

tubercolose, Microbakterium leprae) yang

menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion (Zulkifli, 2003).

6. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

(29)

bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (Juliyanto, 2011).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus; ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 1992).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian .

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. (Juliyanto, 2011)

3.2.1.3 Status Gizi

Status Gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006).

3.2.1.3.1 Status Gizi Balita

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1995/MENKES/SK/XII/2010

(30)

Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, status gizi anak dibagi berdasarkan indeks berat badan menurut umur, panjang badan menurut umur atau tinggi badan menurut umur, berat badan menurut panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan, dan indeks massa tubuh menurut umur (Kemenkes RI, 2011)

a. Berat Badan Menurut Umur

Berat badan berkembang mengikuti pertumbuhan umur. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara konsumsi dan ada kebutuhan zat gizi, maka berat badan akan bertambah secara baik. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi dan lebih menggambarkan status gizi balita saat ini (Supariasa dalam Adriani dan Wirjatmadi, 2014). Dalam Kemenkes RI (2011), indeks berat badan menurut umur dikategorikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih.

Tabel 3.3 Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Umur di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015 Tahu

n

Gizi Buruk

Gizi

Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

N % n % n % N % 2012 8 0.1 1 71 3 9.9 4 572 5 79.7 9 72 9 10.1 6

(31)

2013 5 0.0 7 27 9 4.1 5 614 6 91.4 0 29 4 4.37 2014 4 0.0 6 27 4 4.1 6 606 9 92.1 9 23 6 3.58 2015 3 0.0 5 23 8 3.6 2 610 5 92.7 4 23 6 3.58

Sumber : Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.3, kejadian gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih terjadi paling banyak di tahun 2012. Kejadian gizi buruk pada tahun 2012 terjadi sebanyak 8 kasus dari total balita di Puskesmas Pondok Betung dengan prevalensi sebesar 0.11%. Kejadian gizi kurang pada tahun 2012 terjadi sebanyak 713 kasus dari total balita di Puskesmas Pondok Betung dengan prevalensi sebesar 9.94%. Sedangkan, kejadian gizi lebih pada tahun 2012 terjadi sebanyak 729 kasus dengan prevalensi sebesar 10.16%. Sementara itu, untuk status gizi baik mengalami peningkatan di tahun 2013 dan tahun 2015 dengan jumlah balita sebanyak 6146 balita gizi baik di tahun 2013 dan 6105 balita gizi baik di tahun 2015.

b. Tinggi Badan Menurut Umur

Dalam Kemenkes RI (2011), indeks tinggi badan menurut umur dikategorikan menjadi pendek sekali, pendek, normal dan tinggi. Pendek dan

(32)

pendek sekali melampaui -2 SD dibawah median panjang badan dan tinggi badan disebut stunting (Manary and Solomons, 2009).

Tabel 3.4 Status Gizi Tinggi Badan Menurut Umur di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015

Tahun Jumlah

Balita

Pendek

Sekali Pendek Normal Tinggi

n % N % N % N %

2012 - - -

-2013 6714 3 0.04 97 1.44 6296 93.77 318 4.74

2014 80 2 2.50 10 12.50 61 76.25 7 8.75

2015 80 0 0 0 0 80 100 0 0

Sumber : Profil Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.4, terdapat perbedaan jumlah balita antara tahun 2013 dengan tahun 2014 dan tahun 2015. Pada tahun 2013, jumlah balita yang tercatat pada buku Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 adalah jumlah balita pada Bulan Penimbangan Balita. Sementara pada tahun 2014 dan tahun 2015, jumlah balita yang tercatat pada buku Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dan buku Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2015 adalah jumlah balita pada Penilaian Status Gizi (PSG) Balita Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2013, kejadian stunting terjadi sebanyak 100 kasus

(33)

dengan prevalensi sebesar 1.52%. Balita yang memiliki tinggi badan normal sebanyak 6296 balita dengan prevalensi sebesar 93.77%. Sementara, terdapat sebanyak 318 balita yang tinggi dengan prevalensi sebesar 4.74%. Pada tahun 2014, terdapat sebanyak 12 orang balita yang memiliki status gizi

stunting dengan prevalensi sebesar 15%. Sedangkan,

pada tahun 2015 terdapat 80 orang balita yang memiliki tinggi badan normal.

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Dalam (Kemenkes RI, 2011), indeks tinggi badan menurut tinggi badan dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus, normal dan gemuk. Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan. Perkembangan berat badan searah pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu pada kondisi normal (Adriani dan Wirjatmadi, 2014).

Tabel 3.5 Status Gizi Berat Badan Menurut Tinggi Badan di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015

Tahun

Sangat

Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % N % n %

2012 - - - - - - -

(34)

-2014 1 1.25 9 11.25 59 73.75 11 13.75

2015 0 0 0 0 78 97.50 2 2.50

Sumber : Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.5, diketahui status gizi sangat kurus dan kurus terjadi di tahun 2014 dengan jumlah kasus senayak 1 kasus sangat kurus dan 9 kasus kurus. Sementara, di tahun 2015 status gizi berat badan menurut tinggi badan di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung lebih banyak pada kategori normal.

3.2.1.3.2 Status Gizi Remaja a. Anemia Remaja

Anemia adalah kondisi dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit dalam darah atau menurunnya hemoglobin darah dibawah jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Anemia didefinisikan dengan kadar hemoglobin dibawah 95 persentil. Anemia bukan sebuah penyakit, namun anemia adalah sebuah gejala dari beberapa kondisi seperti kehilangan darah dalam jumlah yang banyak, penghancuran sel darah yang berlebihan, dan penurunan formasi sel darah (Mahan dan Escott-Stump, 2008).

(35)

Tabel 3.6 Kejadian Anemia Pada Remaja di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015

Kejadian Anemia Pada Remaja

Tahun N

2012

-2013 8

2014 8

2015 49

Sumber : Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.6, kejadian anemia pada remaja paling banyak terjadi pada tahun 2015 dengan jumlah kasus sebanyak 49 remaja sementara di tahun-tahun sebelumnya angka kejadian anemia remaja tidak mencapai angka puluhan.

3.2.1.3.3 Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk pemenuhan gizi ibu sendiri dan perkembangan janin yang dikandungnya (Bobak, 2005). Status gizi ibu hamil adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kehamilan. Pertumbuhan dan perkembangan janin selama masa kehamilan meningkatkan kebutuhan nutrisi ibu (Venkatachalam, 1962)

(36)

a. Kekurangan Energi Kronik Pada Ibu Hamil

Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun (Arisman, 2004). Menurut Kemenkes RI (2016), wanita hamil berisiko mengalami KEK jika memiliki LILA kurang dari 23.5 cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR akan membawa risiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. KEK juga dapat menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.

Tabel 3.7 Ibu Hamil KEK di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015

Tahun Sasaran Ibu Hamil N %

2012 - -

-2013 - -

-2014 - -

-2015 1935 47 1.33

Sumber : Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2015

Berdasarkan tabel 3.7, diketahui terdapat 47 ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik

(37)

(KEK) dari total 1935 ibu hamil yang dilakukan penilaian status gizi.

b. Anemia Pada Ibu Hamil

Anemia pada ibu hamil dihubungkan dengan meningkatnya kelahiran premature, kematian ibu dan anak serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin pada saat kehamilan maupun setelahnya (Kemenkes RI, 2016).

Tabel 3.8 Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Pondok Betung

Tahun Sasaran Ibu Hamil n %

2012 - -

-2013 - -

-2014 - -

-2015 1935 84 4.34

Sumber : Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Berdasarkan tabel 3.8, diketahui sebanyak 84 orang ibu hamil mengalami anemia dari total 1935 ibu hamil yang melakukan penilaian status gizi.

3.2.2 Kependudukan

Karakteristik penduduk yang dibahas dalam laporan ini, merupakan data yang sesuai dengan Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015. Rincian yang tersedia di antaranya

(38)

adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jenis kelamin dan struktur usia.

Puskesmas Pondok Betung memiliki 2 wilayah kerja yaitu kelurahan Pondok Betung dan Kelurahan Pondok Karya. Jumlah penduduk di kelurahan Pondok Betung pada tahun 2015 sebanyak 45.889 dan di kelurahan Pondok Karya sebanyak 39.085. Penyebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung sangat bervariasi dengan tingkat kepadataan penduduk yang tinggi di kelurahan Pondok Betung. Sedangakan luas wilayah di kelurahan Pondok Betung adalah 198,81 km² dan Pondok Karya 278,96 km². Jika ditotal luas wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung adalah 477.770 km².

Kelurahan Pondok Betung dan Pondok Karya merupakan wilayah yang sangat padat penduduk dengan angka kepadatan penduduk sebesar 6.531 jiwa per km². Hal ini didukung dengan UU No. 56 tahun 1960 bahwa kepadatan penduduk per kilometer persegi diklasifikasikan sebagai berikut: 0-50 jiwa/km2 kategori tidak padat; 51-250 jiwa/km2 kategori sedang; 251-400 jiwa/km2 kategori padat; >400 jiwa/km2 kategori sangat padat.

Jenis kelamin yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung didominasi penduduk berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 37.089 jiwa laki-laki dan 36.060 jiwa perempuan. Struktur usia di wilayah Pondok Betung adalah struktur usia produktif karena sebagian besar jumlah penduduk (68,2%) adalah kelompok usia 15-64 tahun, 26,09% penduduk berumur 0-14 tahun, dan 5,67% penduduk berumur >65 tahun.

Sedangkan pendidikan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung tergolong menengah ke bawah.

Tabel 3.9 Gambaran Kategori Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung

(39)

1 Dasar 96 45,7

2 Menengah 94 44,5

3 Tinggi 20 8,5

4 Total 210 100

Sumber : data primer mahasiswa

Berdasarkan tabel 3.9, masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung paling banyak berpendidikan dasar.

3.2.3 Program Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan di masyarakat. Baik atau tidaknya upaya yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja dan sarana prasarana yang dimiliki, serta cakupan dari berbagai program pelayanan kesehatan yang dijalankan.

3.2.3.1 Sumber Daya a. Tenaga Kerja

Di dalam Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, telah diatur mengenai sumber daya manusia di dalam fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas, yaitu terdiri dari tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan paling sedikit terdiri dari: dokter atau dokter layanan primer; dokter gigi; perawat; bidan; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga kesehatan lingkungan; ahli teknologi laboratorium; tenaga gizi; dan tenaga kefarmasian. Sedangkan pada tenaga non kesehatan, mencakup kegiatan ketatausahaan; administrasi keuangan; sistem informasi; dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

Berdasarkan Data Puskesmas Pondok Betung tahun 2016, jumlah tenaga kerja yang ada belumlah mencukupi untuk dapat melayani wilayah kerja Puskesmas yang begitu luas dan banyaknya program yang harus dijalankan, sehingga satu orang tenaga dapat

(40)

dibebankan lebih dari satu program. Hal ini berakibat pada beberapa cakupan program yang belum memenuhi target. Untuk data ketenagaan di Puskesmas Pondok Betung tahun 2016 dapat dilihat pada tabel

Tabel. 3.10 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Ketenagakerjaan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

N o Jenis Ketenagaan Jumla h Tenaga Status Kepegawaian Standar Permenkes No. 75 tahun 2014 Kawasan Perkotaan PN S PT T Honore r Sukwa n Rawa t Inap Non Rawa t Inap 1 Dokter Umum 4 2 0 0 2 1 2 2 Dokter Gigi 2 2 0 0 0 1 1 3 Kesehatan Lingkunga n 2 0 0 0 2 1 1 4 Bidan / PTT 12 3 2 0 7 4 7 5 Perawat / SPK 7 4 0 0 3 5 8 6 Perawat Gigi 0 0 0 0 0 7 Pelaksana Gizi 1 0 0 0 1 1 2 8 Analis Kesehatan 1 0 0 0 1 2 2 9 Asisten Apoteker 1 0 0 0 1 1 2 10 Pekarya / 3 1 0 0 2 2 2

(41)

11 Supir 2 0 0 0 2

12 Juru Masak 2 0 0 0 2

13 Satpam 4 0 0 0 4

Jumlah 42 12 2 0 27 45

Sumber : Data Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Tabel 3.10 menunjukkan jumlah tenaga kerja berdasarkan jenis ketenagakerjaan di Puskesmas Pondok Betung pada tahun 2016. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa tenaga perawat, pelaksana gizi, analis kesehatan/tenaga kesehatan masyarakat, dan asisten apoteker/tenaga kefarmasian, belum mencapai target standar jumlah ketengakerjaan sesuai dengan Permenkes No. 75 Tahun 2014 untuk kawasan perkotaan. Selain itu Puskesmas Pondok Betung juga belum memiliki petugas laboratorium.

b. Program Pokok

1.) Program Promosi Kesehatan

Program promosi kesehatan merupakan program kesehatan wajib di Puskesmas Pondok Betung pada tahun 2015. Program ini dilaksanakan karena dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan bidang kesehatan sangat membutuhkan peran serta dan keaktifan masyarakat. Adapun program yang telah dilakukan oleh Puskesmas Pondok Betung bersama dengan masyarakat pada tahun 2015a dalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyuluhan kesehatan, dan penyuluhan NAPZA.

a) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi gambaran keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Adapaun pengkajian PHBS dilakukan di semua

(42)

tatanan (Rumah tangga, tempat umum, tempat kerja, institusi kesehatan, dan institusi pendidikan). Berdasarkan kajian PHBS di semua tatanan tersebut, maka didapatkan Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Puskesmas Pondok Betung pada tahun 2015 yang dapat dilihat pada tabel 3.11.

Tabel 3.11 Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 PHBS Rumah

Tangga Target Pondok Betung Pondok Karya Puskesmas

% Cakupan 100% 80% 82% 81%

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3.11, Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 sebesar 81%, belum mencapai target yang ditentukan. b) Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan di Puskesmas Pondok Betung menyangkut berbagai macam

(43)

berbagai macam penyakit, gizi, posyandu, kesehatan ibu dan anak, kesehatan lingkungan, dan lainnya. Meskipun demikian, tidak semua penyuluhan yang dilakukan terdata, sehingga hanya penyuluhan yang dilakukan secara formal yang tercatat dalam laporan bulanan. Adapun penyuluhan tersebut dilakukan di Posyandu dan Posbindu dengan peran serta kader kesehatan yang membantu kinerja Puskesmas Pondok Betung.

Tabel 3.12 Jumlah Posyandu Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 N o Kelurahan Jumlah Posyandu Tingkat Perkembang Mandir i Purnam a Mady a Pratam a 1 Pondok Karya 29 2 27 0 0 2 Pondok Betung 35 0 35 0 0 Puskesmas 64 2 62 0 0

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3.12, diketahui terdapat 64 posyandu di Puskesmas Pondok Betung dengan 2 posyandu mandiri dan 62 posyandu Purnama.

Tabel 3.13 Jumlah Posbindu di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

(44)

N o Kelurahan Jumlah Posbindu Tingkat Perkembang Mandir i Purnam a Mady a Pratam a 1 Pondok Karya 1 0 1 0 0 2 Pondok Betung 14 0 14 0 0 Puskesmas 15 0 15 0 0

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3.13, diketahui terdapat 15 posbindu di Puskesmas Pondok Betung yang bersifat purnama.

Tabel 3.14 Jumlah Kader di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Jumlah Kader

Kader Posyandu & Posbindu Kader Jumantik

Dokter Cilik

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3.14, diketahui paling banyak kader posyandu dan posbindu dibandingkan dengan kader kesehatan lainnya dengan jumlah 472 orang di Puskesmas Pondok Betung.

2) Program KIA, Remaja, Lansia, dan KB Tabel 3.15 Cakupan Program KIA Puskesmas

Pondok Betung Tahun 2015

No Jenis Kegiatan Cakupan

(45)

K4 95,3

Linakes 90,2

Ibu Hamil FE3 95,3

Bumil Resti 100,5

Persalinan oleh tenaga kesehatan 87,3

2 Kesehatan Bayi 89,9

3 Kesehatan Balita dan Usia Pra Sekolah 99 4 Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja

UKGS 100

5 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut 80.4

6

Pelayanan Keluarga Berencana

KB Baru 64,9

KB aktif 70,3

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Dari tabel 3.15 diketahui bahwa program KIA, Remaja, Lansia, dan KB, terdiri dari 6 subprogram, yaitu kesehatan ibu, kesehatan bayi, upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah, pelayanan kesehatan usia lanjut, dan pelayanan keluarga berencana. Dari keenam subprogram tersebut, capaian subprogram yang terendah yaitu subprogram KB baru yang hanya mencapai 64,9 %

3) Program Perbaikan Gizi Keluarga

Untuk mendata status gizi balita dilaksanakan bulan penimbangan balita satu tahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus.

Tabel 3.16 Cakupan Program Perbaikan Gizi Keluarga Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

No Upaya Perbaikan Gizi KeluargaJenis Kegiatan Target Pencapaian

1 Pemberian Vitamin A Biru dosis

100.000 (1) 100

2 Pemberian Vitamin A Biru 200.000

(46)

3 Pemberian Vitamin A Biru dosis

100.000 (2) 100

4 Pemberiabn Vitamin A Biru 200.000

(2) 93,87

5. Pemberian Tablet Fe pada ibu hamil 95,3 6. Pemberian PMT pemulihan

7. Penyuluhan

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3.16, diketahui bahwa semua cakupan program perbaikan gizi sudah mencapai target.

4) Program P2M

Program upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Pondok Betung meliputi beberapa sasaran kegiatan diantaranya penemuan kasus DBD, TB Paru, Kusta, Malaria, Filariasis, ISPA/Pneumonia, Diare, HIV, Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), dan Imunisasi. Rincian cakupan dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dapat dilihat pada tabel 3.17.

Tabel 3.17 Cakupan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

No. Jenis Kegiatan Cakupan (%)

1. DBD 2. TB Paru 14.6 3. Kusta 100 4. Malaria -5. Filariasis -6. ISPA/Pneumonia 0.8

(47)

7. Diare 8. HIV 100 9. IMS 100 10. Imunisasi Imunisasi HB-O 95.4 Imunisasi BCG 99.4 Imunisasi DPT-HB-HIB I 99.7 Imunisasi DPT-HB-HIB II 98.2

Imunisasi DPT-HB-HIB III 99.1

Imunisasi Campak 97

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015 Dari tabel 3.17 diketahui bahwa program upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular terdapat 10 sub program yaitu DBD, TB Paru, Kusta, Malaria, Filariasis, ISPA/Pneumonia, Diare, HIV, IMS, dan Imunisasi. Dari 10 sub program, cakupan program yang masih rendah yaitu sub program ISPA/Pneumonia dengan cakupan 0.8% dan TB Paru dengan cakupan 14.6%.

3.2.4 Perilaku Masyarakat

Perilaku ialah semua kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seseorang, baik itu berupa kegiatan fisik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati oleh orang lain (Notoatmojo, 2005)

Menurut Becker (1974) Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dibagi menjadi 3 kelompok,

pertama Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan. Kedua Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga

(48)

pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut. Ketiga Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Champion and Skinner, 2008). Perilaku kesehatan merupakan salah satu pilar dari visi indonesia sehat 2010 dengan menggunakan paradigma sehat. Bentuk konkrit perilaku sehat adalah adanya perilaku proaktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi dalam upaya kesehatan.

Perilaku kesehatan dapat mempengaruhi derajat kesehatan sebanyak 30-35% (Astuti,dkk.2013), oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan perilaku sehat masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perilaku sehat masyarakat dengan mencanangkan program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat mengenali, mengatasi masalahnya sendiri dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatnnya (Dinkes.2006). Ada 10 indikator PHBS Yang digunakan untuk menilai perilaku masyarakat yaitu:

Tabel 3.18 Target dan Pencapaian Program PHBS Puskesmas Pondok Betung

No Indikator Satuan Target

(%)

Pencapaian (%)

(49)

Oleh Tenaga Kesehatan 2 Bayi diberi ASI

Eksklusif

Bayi usia 0-6

bulan 100 54

3 Menimbang bayi dan

balita setiap bulan Balita 100 77

4 Ketersediaan air bersih KK 100 100

5 Cuci tangan dengan

sabun dan air mengalir KK 100 100

6 Jamban sehat KK 100 94

7 Memberantas jentik KK 100 87

8 Makan buah dan sayur KK 100 71

9 Melakukan aktivitas fisik KK 100 83 10 Tidak merokok di dalam rumah KK 100 45

Jumlah Rumah Tangga

sehat KK 100 81

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung tahun 2015 Berdasarkan tabel 3.18 diketahui bahwa cakupan PHBS wilayah kerja Puskesmas yaitu 81%, sementara standar yang digunakan untuk cakupan PHBS sebesar 100%. Dari 10 indikator PHBS terdapat 4 indikator PHBS yang memiliki Cakupan Pencapaian rendah, yaitu: bayi diberikan ASI ekslusif memiliki cakupan pencapaian sebesar 54%; Menimbang Bayi dan Balita setiap Bulan sebesar 77%; Makan Buah dan Sayur sebesar 71%; dan Tidak Merokok Didalam Rumah Sebesar 45%.

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa memberikan cairan atau makanan tambahan lain dari usia 0-6 bulan(Kemenkes.2016) dari data sekunder yang bersumber dari laporan tahunan 2015 puskesmas pondok betung diketahui bahwa

(50)

cakupan pemberian ASI eksklusif sebanyak 54% persen sementara target pencapaiannya sebesar 100%.

Cakupan indikator menimbang bayi dan balita setiap bulan di puskesmas pondok betung yaitu sebesar 77%. Cakupan tersebut masih dibawaah target yaitu sebesar 100%. Menurut Anggraini (2015), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan indikator penimbangan bayi berdasarkan analisis multivariat pada data riskesdas 2010 yaitu pengetahuan yang memiliki hubungan signifikan dengan keaktifan ibu dalam mengikuti kegiatan posyandu (P>0.05).

Sayur dan buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh untuk mengatur proses dalam tubuh. Jumlah vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh relatif kecil, namun apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan mengganggu beberapa aktifitas yang berlangsung tubuh (WKNPG VI, 1998). Berdasarkan tabel diatas diketahui cakupan indikator konsumsi buah dan sayur di wilayah kerja puskesmas pondok betung sebanyak 71% sedangkan target cakupan program tersebut sebayak 100%. Artinya cakupan indikator tersebut masih rendah dibanding dengan target yang seharusnya dicapai.faktor yang diduga mempengaruhi konsumsi buah dan sayur menurut Gustiara (2013) yaitu ketersediaan sayur di rumah tangga yang rendah, seringnya siswa makan di luar rumah (di sekolah) serta peran teman sebaya juga diduga memiliki andil dalam mempengaruhi perilaku konsumsi.

Berdasarkan tabel 3.18 diketahui indikator terakhir PHBS yaitu tidak merokok didalam Rumah memiliki cakupan 45% sementara taerget pencapaiannya sebesar 100%. Artinya cakupan indikator tersebut masih jauh dari target yang di tetapkan oleh puskesmas pondok betung.

(51)

Menurut WHO (World Health Organization), Kesehatan Lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan, menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia), Kesehatan Lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut Teori H.L. Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor determinan dari derajat kesehatan. Keadaan lingkungan di puskesmas pondok betung ditinjau dari beberapa aspek, antara lain rumah sehat, laporan pemeriksaan TPM (tempat pengolahan makanan), presentase angka bebas jentik dan laporan pemeriksaan depot air minum isi ulang.

3.2.5.1. Rumah Sehat

Kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Tabel 3.19 Hasil Pemeriksaan Rumah Sehat Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

N o. Kelurahan Jumlah Rumah yang diperiks a Pers en Ruma h Seha t Pers en 1 Pondok 9750 8775 90 8122 93

(52)

Betung

2 Pondok karya 6599 6077 92 5568 92

Puskesmas 16349 14852 91 13690 92

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Pondok Betung tahun 2015 Berdasarkan tabel 3.19, diketahui bahwa persentase rumah sehat yang paling banyak setelah diperiksa yaitu pada Kelurahan Pondok Betung yaitu sebesar 93%. Namun tidak terdapat perbedaan presentase yang terlalu jauh antara jumlah sehat di Kelurahan Pondok Betung dengan Kelurahan Pondok Karya. Sehingga didapatkan nilai rata-rata persentase rumah sehat di Puskesmas Pondok Betung adalah 92%.

Komponen yang harus dimiliki rumah sehat (Ditjen Cipta Karya, 1997) adalah : (1) Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi kestabilan bangunan, dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan dengan tanah; (2) Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu; (3) Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai; (4) Dinding rumah

(53)

kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya; (5) Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum; serta (6) Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan.

3.2.5.2. Persentase angka Bebas Jentik Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Kelurahan Jumlah Rumah

yang Diperiksa Jumlah Rumah Bebas Jentik Persentas e (ABJ) Pondok Betung 9750 8755 99,4 Pondok Karya 6589 6059 95,1 Puskesmas 16349 14854 90,8

Tabel 3.20 Persentase Angka Bebas Jentik Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

(54)

Berdasarkan tabel 3.20, diketahui persentase angka bebas jentik berkala (ABJ) dari dua kelurahan didapat, kelurahan pondok betung memilki prosentase ABJ 99,4% sedangkan prosentase kelurahan pondok karya sebesar 95,1%. Dan rata-rata nilai ABJ puskesmas yaitu 90,8%.

Berdasarkan penelitian Suroso (2003) bahwa tindakan “3M” merupakan cara paling tepat dalam pencegahan dan penanggulangan terjadinya KLB penyakit DBD. Demikian juga WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan jentik nyamuk Aedes dengan penaburan butiran Temephos dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko terjadinya KLB penyakit DBD. Artinya pada wilayah kerja Puskesmas Pondok Betung tindakan masyarakat dalam melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus sudah cukup baik.

3.2.5.3. Laporan Pemeriksaan TPM (Tempat Pengolahan Makanan)

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh

(55)

makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain: menjamin keamanan dan kebersihan makanan; serta mencegah penularan wabah penyakit.

Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang sering membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan (TPM) khususnya jasaboga, rumah makan, dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan. Sehingga upaya pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen atau masyarakat. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain

(56)

meliputi pengawasan kualitas lingkungan secara berkala, bimbingan dan penyuluhan.

Pengawasan sanitasi restoran/rumah makan dilaksanakan setiap enam bulan sekali dengan menerbitkan grading restoran dan rumah makan. Grading adalah semua kegiatan

yang berkaitan dengan

pengkelasan/penggolongan restoran/rumah makan dari segi hygiene sanitasinya dengan diberikannya tanda plakad sebagai tanda bukti telah memenuhi standar persyaratan yang telah ditentukan. Grading dimaksudkan untuk memberikan penilaian kearah tingkat kondisi hygiene sanitasi yang lebih tinggi untuk memberikan penilaian perlindungan kesehatan masyarakat khususnya dari bahaya penyakit penyakit menular yang bersumber dari tempat pengolahan makanan seperti restoran/rumah makan.

Tabel 3.21 Persentase TPM Layak Higiene Puskesmas Pondok Betung Tahun 2015

Jumlah TPM yang Ada Jumlah TPM yang Diperiksa Jumlah TPM yang Mendapatk an Sertifikat Layak Hygine Persent ase (%) Puskesmas 62 31 50

Gambar

Gambar 3.1 Denah Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Betung Tahun 2016
Tabel 3.1 Angka Mortalitas di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015
Tabel 3.2 Distribusi Morbiditas di Puskesmas Pondok
Tabel 3.3  Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Umur di Puskesmas Pondok Betung Tahun 2012 - 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila dakwah dilakukan dengan cara terbaik yang mendahuluhan nasehat yang bijak sebelum hikmah, maka sesungguhnya tidak akan efektif dan tidak methodis, disamping kurang dalam

Teorema tersebut dapat diartikan (diinterpretasikan) dengan menyatakan Teorema tersebut dapat diartikan (diinterpretasikan) dengan menyatakan bahwa jika ring isomorfik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan antibakteri senyawa yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik biji Cucurbita

Tugas komisi pembimbing adalah (a) mengarahkan pemilihan mata kuliah yang diambil mahasiswa, (b) membimbing perencanaan, pelaksanaan penelitian, penulisan

Melalui peningkatan efisiensi usaha peternakan maka diharapkan akan dapat terwujud peningkatan produksi susu nasional dan menurunnya ketergantungan terhadap susu impor. Selain

Kepuasan menjadi salah satu faktor yang penting dalam menciptakan loyalitas, hal ini dibuktikan dari hasil penulisan desertasi yang dilakukan oleh Rai Utama (2014)

Berdasarkan hasil identifikasi analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan desain mengambil bentuk geometris yaitu bentuk dasar dari segitiga dengan warna

Bank BNI (Persero) Tbk, dengan menggunakan data berupa tingkat suku bunga deposito pada Bank BNI dan data suku bunga SB I pada Bank Indonesia serta data pendukung lain yang