• Tidak ada hasil yang ditemukan

konsep teori atresia ani + ductus hepaticus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "konsep teori atresia ani + ductus hepaticus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP TEORI KONSEP TEORI I.

I. ATRESIA ANIATRESIA ANI

A.

A. DefinisiDefinisi

Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus. (Nurarif: 2013)

terbentuknya lubang pada anus. (Nurarif: 2013)

Imperforata ani (atresia ani) adalah tidak komplitnya Imperforata ani (atresia ani) adalah tidak komplitnya  perkembangan

 perkembangan embrionik embrionik pada pada distal distal (anus) (anus) atau atau tertutupnya tertutupnya anusanus secara abnormal. (Riyadi: 2010)

secara abnormal. (Riyadi: 2010)

B.

B. EtiologiEtiologi

Menurut Riyadi: 2010 penyebab atresia ani belum diketahui pasti, dan Menurut Riyadi: 2010 penyebab atresia ani belum diketahui pasti, dan merupakan anomali gastrointestinal dan genitourinary.

merupakan anomali gastrointestinal dan genitourinary.

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain: Atresia dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain: 1.

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah duburPutusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan

minggu atau 3 bulan 3.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik diAdanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang daerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai minggu keenam usia terjadi antara minggu keempat sampai minggu keenam usia kehamilan. kehamilan. (Nurarif: 2013) (Nurarif: 2013) C. C. KlasifikasiKlasifikasi

Menurut Nurarif: 2013, klasifikasi atresia ani tebagi atas: Menurut Nurarif: 2013, klasifikasi atresia ani tebagi atas: 1.

(2)

Rectum mempunyai jalur descenden normal melalui otot  puborektalis, terdapat spingter internal dan eksternal yang  berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat

hubungan dengan saluran genitourinary. 2. Anomali intermediate

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter eksternal berada pada posisi normal.

3. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau rektovaginalis (wanita).

D. Patofisiologi

 Terdapat dua tipe yaitu tipe letak tinggi, yang mana terdapat

 penghalang di atas otot leverator ani. Tipe letak rendah adalah adanya penghalang di bawah otot leverator ani.

 Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.

Ujung ekor dari bagian belakang berkembang jadi kloaka yang merupakan bakat genitourinary dan struktur anorectal

 Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal

anorektal

 Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan

 perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam  perkembangan vetal

 Gangguan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesisi

sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina

 Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus

menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi

(3)

E. Manifestasi Klinis

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran 2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi

3. Mekonium keluar dari sebuah fistula atau anus yang salah letaknya 4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak

ada fistula)

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam

6. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membrane anal 7. Perut kembung

(Nurarif: 2013)

Menurut Riyadi: 2010, manifestasi yang timbul dari atresia ani ad alah: 1. Kegagalan lewatnya meconium saat atau setelah lahir

2. Tidak ada atau stenosis kanal 3. Adanya membrane anal

4. Fistula eksternal pada perineum

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologis, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

1. Sinar X terhadap abdomen, dilakukan untuk menetukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya

2. Ultrasound terhadap abdomen, digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi karena massa tumor 3. CT scan, digunakan untuk menentuka lesi

4. Pyelografi intra vena, digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter

(4)

5. Rontgenoram abdomen dan pelvis juga bias digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

(Haryono: 2013)

G. Penatalaksanaan

Jalan terbaik untuk pasien dengan atresia ani adalah dengan dilakukan  pembedahan:

 Kolostomi

 Transverskolostomi (kolostomi di kolon transversum)

 Sigmoidostomi (kolostomi di kolon sigmoid)

 Bentuk yang aman adalah daoudle barret atau laran ganda

(Riyadi: 2010)

H. Masalah Keperawatan yang Lazim Muncul

Menurut Nurarif: 2013, masalah keperawatan yang lazim muncul adalah:

1. Ansietas b.d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna

2. Inkotinensia defekasi b.d abnormalitas spingter rectal 3. Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna makanan

5. Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

6.  Nyeri b.d trauma jaringan

7. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit terkait, vistel retrovaginal, dysuria, trauma jaringan post operasi

(5)

II. ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS

A. Pengertian

Atresia biliaris adalah kelainan yang terjadi akibat obliterasi fibrotik sebagian atau seluruh lumen duktus biliaris yang disebabkan oleh infeksi virus pada  periode paska natal. Obliterasi saluran bilier dapat terjadi ekstrahepatik maupun intrahepatik sehingga mengganggu drainase cairan empedu. Saat ini atresia bilier dianggap sebagai sebagai respon fenotipik umum duktus biliaris dan hati terhadap berbagai keadaan prenatal dan perinatal yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan maturasi biliary tree yang terjadi pada masa tertentu (prenatal sampai usia 3 bulan).

Atresia bilier merupakan penyakit progresif obliteratif yang membentuk  jaringan fibrosis pada traktus bilier. Atresia bilier dicirikan dengan obliterasi dan diskontinuitas dari sistem bilier yang menyebabkan obstruksi aliran empedu. Gangguan ini merupakan penyebab tersering dari kolestasis, yang dapat ditatalaksana secara bedah pada saat baru lahir.

B. Etiologi

Secara umum faktor yang mengganggu pertumbuhan duktus bilier adalah infeksi virus, faktor genetik, kelainan autoimun, defek vaskuler dan defek morfogenesis . Dari berbagai penelitian mengenai kemungkinan virus penyebab atresia bilier hanya reovirus dan rotavirus saja yang dianggap dapat menyebabkan terjadinya atresia bilier.

 Agen infeksius: Belum ada agen tunggal yang teridentifikasi sebagai

 penyebab atresia bilier, meskipun peran organisme infeksius merupakan yang paling banyak dipelajari

 Faktor genetik: Adanya bentuk atresia bilier fetal/perinatal yang

seringkali terkait dengan anomali gastrointestinal dan kardiak, mengindikasikan kemungkinan gangguan ontogenesis.

 Penyebab lain: Gangguan sintesis asam empedu merupakan bagian d ari

(6)

 berkontribusi terhadap kerusakan hepatoseluler dan duktus empedu yang sedang berlangsung pada bayi dengan gangguan tersebut. Meskipun defek metabolisme asam empedu yang terkait dapat menghambat prores penyakit liver, tidak ada peran utama asam emped u dalam pembentukan atresia bilier yang telah teridentifikasi.

C. Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi dari atresia bilier telah dikembangkan, umumnya  berdasarkan bagian traktus bilier yang terkena dan derajatnya. Sistem

klasifikasi untuk atresia bilier yang paling luas digunakan adalah sistem Ohi:

 Tipe I: melibatkan obliterasi duktus koledokus; duktus proksimal paten

 Tipe II: dicirikan dengan atresia duktus hepatikus, dengan struktur

sistikus ditemukan di porta hepatis

 Tipe III (>90% pasien) melibatkan atresia dari duktus hepatikus k anan

dan kiri hingga setinggi porta hepatis. Varian ini tidak boleh dibingungkan dengan hipoplasia bilier intrahepatik, yang merupakan gangguan yang tidak dapat diperbaiki secara bedah.

Beragam derajat atresia dapat terjadi di duktus distal, dimulai dari hipoplasia hingga fibrosis, aplasia, atau kombinasi dari derajat atresia tersebut (subtipe a  –   d). Keterlibatan duktus proksimal kemudian dibagi menjadi subtipe yang dinamai dengan huruf kecil Yunani: alpha (α) dilasi duktus proksimal, beta (β) hipoplasia duktus  proksimal, gama (γ) akumulasi empedu (bile lake) di porta hepatis, mu (μ) fibrosis

duktus proksimal, nu (ν) massa fibrosa di porta hepatis, omicron (ο) aplasia duktus  proksimal.

(7)

D. Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus b ilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran  bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput  pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

(8)

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati, ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat me warnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.

Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat keracunan sehingga men yebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung

E. Manifestasi Klinis

Dikenal 2 bentuk atresia bilier, tipe embrional/fetal dan tipe perinatal/acquired. Tipe embryonal Tipe perinatal

- Dijumpai pada 20% dari seluruh kasus atresia bilier - Sering muncul dengan

anomaly kongenital lain seperti: polisplenia, vena

- Dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier - Icterus dan feses akolik

(9)

 portal preduodenum, sinus inversus dan juga malrotasi usus

- Icterus dan feses akolik sudah timbul pada minggu pertama kehidupan

- Pada intraoperative sering tidak dijumpai bile duct remnants

sampai minggu ke-4 kehidupan

- Umumnya intra operatif dijumpai bile duct remnant

Pada atresia biliaris secara perlahan-lahan hepar akan menjadi sirosis yang kemudian dapat terjadi splenomegaly. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang terikat lemak menyebabkan anemia, malnutrisi, dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hepatomegaly.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang rutin untuk menegakkan diagnosis adalah: 1. Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran darah tepi

2. Pemeriksaan feses

3. Aspirasi cairan duodenum

4. USG hepatobilier (gambaran triangular cord sign) 5. Skintigrafi hepatobilier

6. MRCP/ ERCP

7. Biopsy hati perkutan

G. Penatalaksanaan

Pada pasien dengan atresia bilier, tujuannya adalah untuk mencapai drainase empedu adekuat dengan prosedur Kasai (portoenterostomi Kasai,  portoenterostomi hepatik, hepatoportoenterostomi). Prosedur Kasai melibatkan eksisi dari sisa bilier yang terobliterasi dengan anastomosis portal ke usus halus

(10)

dengan hepatojejunostomi Roux-en-Y. Untuk atresia bilier yang dapat ditangani secara bedah bagian dari duktus hepatikus komunis proksimal harus  paten agar dapat dianastomosiskan terhadap jejunum setelah reseksi dari sisa duktus fibrotik, mencegah sekuele jangka panjang dari atresia bilier dan  perlunya transplantasi liver. Sayangnya, tipe atresia bilier yang dapat dikoreksi secara bedah jarang ditemukan (10-15% kasus). Meski bentuk lain dari atresia  bilier tidak dianggap dapat dikoreksi secara bedah, prosedur Kasai tetap dilakukan sebagai terapi paliatif hingga diperlukan transplatasi liver, dengan rerata kelangsungan hidup lebih dari 95%. Drainase bilier yang adekuat setelah  prosedur Kasai adalah ketika konsentrasi bilirubin total kurang dari 2.0 m g/dL

kapanpun dalam 3 bulan pertama setelah operasi.

PRE-OPERATIF

Beberapa hari sebelum operasi, penderita di injeksi v itamin K intramuscular 1-2 mg/kgBB.

OPERATIF

Hepatic portoenterostomy (prosedur Kasai) merupakan terapi standar pada atresia biliaris.

PERAWATAN PASCA-OPERATIF

 Nasogastric Tube (NGT) tetap dipertahankan hingga fungsi gastrointestinal kembali normal, biasanya 48 jam pasca operasi. Antibioik intravena diberikan hingga penderita dapat menerima makanan secara normal. Steroid (prednisone) diberikan 2mg/kgBB/ hari sehari 2 kali selama 1 minggu.

Komplikasi awal (3 bulan pasca operasi) yang ditemukan umumnya adalah ascending cholangitis, yang dapat disebabkan karena infeksi vena porta, rusaknya drainase limfe pada porta hepatis, ataupun karena infeksi langsung fistulasi bilier. Cholangitis juga disebabkan oleh hal apapun yang membuat aliran empedu tehambat , sehingga asam ursodeoksikolat sering digunakan

(11)

untuk mencegah terjadinya cholangitis. Sedangkan pemakaian antibiotika dan kortikosteroid untuk pencegahan cholangitis masih belum terdapat keseragaman.

H. Masalah Keperawatan yang Lazim Muncul

1. Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen 3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan  berat badan turun dan konjungtiva anemis.

4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB

meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi bising usus meningkat.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.

6. Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah

7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Knipe, H. & Bashir, O. Biliary tree anatomy. Retrieved from: http://radiopaedia.org/articles/biliary-tree-anatomy

 Nicholas, J. L. Diseases of the Pediatric Gallbladder and Biliary Tract. In: Gore, R. M. & Levine, M. S. (2015). Textbook of gastrointestinal radiology (4th ed.). Philadelphia, PA: Elsevier Saunders.

 Nurarif, A.H., Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan  Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC . Yogyakarta: Mediaction Publishing

Riyadi, S., Suharsono. 2010. Asuhan  Keperawatan pada Anak Sakit . Yogyakarta: Gosyen Publishing

Schwarz, S. M. (2015, Sept). Pediatric Biliary Atresia. Retrieved from: emedicine.medscape.com/article/927029-overview

Referensi

Dokumen terkait

3.2.1.2 Hambatan yang terjadi pada proses pemungutan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung

Krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi sejak tahun 1997 telah menyebabkan tingkat pendapatan penduduk menurun drastis yang diikuti dengan lajunya inflasi mengakibatkan

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus

Adanya proses korosi tulangan dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada beton, misalnya timbulnya retak-retak dan akhirnya selimut beton terlepas (cracking dan spalling). Hal

Hambatan karena faktor operator (non teknis) adalah hambatan yang sering terjadi karena perilaku dari operator yang kurang disiplin yang menyebabkan menurunnya

Karena hambatan aliran nafas yang menyebabkan gangguan aliran udara terjadi hipoventilasi karena hipersekresi sputum yang tertahan sehingga menyebabkan jalan nafas tidak efektif di

9 Selain itu, pada stroke iskemik, kerusakan yang terjadi lebih lambat, akibat berkurangnya energi yang berkepanjangan pada sel-sel otak yang menyebabkan apoptosis,

Ketika vena mengalami hambatan aliran balik menyebabkan darah tersebut bocor ke retina → Sehingga terjadi malfungsi dari retina dan penurunan ketajaman