• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aceh Hamzah Fansuri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aceh Hamzah Fansuri"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

? f

hamzah fansuri

penyair sufi aceh

(2)

BIBLIOTHEEK KITLV

0053 7751

(3)

HAMZAH FANSURI

(4)
(5)

iL .

l

- A/

HAMZAH FANSURI

P E N Y A I R S U F Î ACEH

Penyunting

ABDUL HADI W.M.

L.K. ARA

KATA PENGANTAR

PROF. A.HASMY S VOOR U, ; Penerbit LOTKALA

(6)
(7)

HAMZAH FANSURI SASTRAWAN SUFI ABAD XVII

Oleh A. Hasmy

I

Fansuri dua bersaudara itu, Ali dan Hamzah, berasal dari Par-sia. Pada zaman Kerajaan Islam Samudra/Pasai diperintah Sulthan Alaiddin Malikussalih (659 - 688 H. = 1261 - 1289 M.) banyak Ulama Besar dari Negeri Parsi yang datang ke sana, baik untuk mengajar pada pusat-pusat Pendidikan Islam yang bernama "'Da-yah", maupun untuk menyumbangkan tenaganya pada lembaga-lembaga pemerintahan. Salah seorang di antara Ulama Besar, yaitu "nenekmoyangnya" Ali dan Hamzah, dipercayakan oleh Kerajaan untuk memimpin Pusat Pendidikan yang bernama DAYAH BLANG PRIA. Ulama Besar tersebut terkenal dengan nama Syekh Al Fansuri, hatta keturunannya yang menjadi Ulama memakai "Fansuri" di ujung namanya.

Pada masa Sulthan Alaiddin Riayat Syah Saidil Mukammil memerintah Kerajaan Aceh Darussalam (997 — 1011 H. = 1589 — 1604 M.), dua orang Ulama turunan Syekh Al Fansuri mendirikan dua buah Pusat Pendidikan Islam di pantai barat Tanah Aceh, yaitu di Daerah Singkel. Ali yang telah menjadi Syekh Ali Fansuri mendirikan Dayah Lipat Kajang di Simpang Kanan, sementara adiknya, Hamzah, yang telah menjadi Syekh Hamzah Fansuri mendirikan Dayah Oboh di Simpang Kiri Rundeng. / =

-Dalam tahun 1001 H. = 1592 M., Syekh Ali Fansuri di-kurniai seorang putera dan diberi nama Abdurrauf, yang kemudian Cf menjadi seorang Ulama Besar yang bergelar Syekh Abdurrauf Fansuri dan lebih terkenal dengan lakab Teungku Syiahkuala. Abdurrauf Syiahkuala kemudian menjadi lawan terbesar dari "Filsafat Ketuhanan" Wahdatul Wujud yang dianut pamannya, Syekh Hamzah Fansuri, dan Khalifahnya yang terkenal Syekh 5

(8)

Syamsuddin Sumatrani. Syek Abdurrauf Fansuri dan Nuruddin Ar Raniri adalah dua tokoh Ulama Besar penganut dan penegak

Filsafat Ketuhanan Isnainiyatul Wujud.

Apabila dan dimana tempat lahir Hamzah Fansuri, belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan di Samura/Pasai dan ada pula yang mengatakan di Singkel.

Dalam serangkum sajaknya, Hamzah menjelaskan tentang asal-usulnya :

Hamzah ini asalnya Fansuri,

Mendapat wujud di tanah Syahr Nawi, Beroleh khilafat ilmu yang 'ali,

Daripada Abdulqadir Saiyid Jailani.

Dalam sajak tersebut, kecuali menerangkan bahwa nenek-moyangnya ialah Syekh Al Fansuri, juga Hamzah menjelaskan bahwa beliau adalah pengikut Tharikat Abdulqadir Jailani, se-orang Ulama Tasauwuf terkenal.

Dalam sajak yang lain, dijelaskan bahwa beliau hidup pada masa Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997 — 1011 H = 1 5 8 9 - 1 6 0 4 M.) :

Hamba mengikat syair ini, Dibawah hadlarat raja wali. Syah Alam raja yang adil, Raja kutub sempurna kamil, Wali Allah sempurna wasil, Raja arif lagi Mukammil.

Dalam sajak yang lain, yang diciptakannya waktu Hamzah sedang berada di Kota Quddus (Baital Maqdis/Darussalam) Pales-tina, dijelaskan bahwa tanah airnya adalah Tanah Aceh :

Hamzah gharib Uanggas Quddusi, Akan rumahnya Baitul Makmuri,

(9)

Kursinya sekalian kapuri, Di Negeri Fansuri minal asyjari.

Waktu sedang di rantau (Kota Quddus, Palestina), Hamzah menerangkan bahwa rumahnya (tempat lahirnya) di Baitul Makmur, nama lain dari Aceh Darussalam, tegasnya di Kampung Oboh Simpang Kiri (Singkel) yang telah berubah namanya menjadi "Negeri Fansuri", semenjak Hamzah mendirikan Dayah (Pusat Pendidikan Islam) di kampung tersebut.

II

Pengarang buku "The Mysticcism of Hamzah Fansuri", Prof. Dr. Naguib Alatas, dalam sebuah ceramahnya di depan para sarjana di Darussalam Banda Aceh pada awal tahun tujuhpuluhan, menerangkan bahwa Hamzah Fansuri adalah Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, Penyair Sufi yang tidak ada taranya pada zaman itu. Hamzah Fansuri adalah "Jalaluddin Rumi"-nya Kepulauan Nusantara, demikian Naguib Alatas menegaskan, yang selanjutnya mengatakan bahwa Hamzah Fansuri adalah

pencipta bentuk pantun pertama dalam bahasa Melayu.

Tentang Syekh Hamzah Fansuri sebagai seorang Pujangga Melayu dan Penyair Sufi di Rantau Asia Tenggara, adalah suatu kebenaran yang dibuktikan fakta-fakta sejarah.

Pengetahuannya yang luas, yang ditimbangnya di Dayah Biang Pria Samudra/Pasai, India, Parsia dan Arabia telah mengang-kat beliau ke tempat kedudukan yang tinggi. Penguasaannya akan bahasa Arab, bahasa Urdu dan bahasa Parsia telah mem-bantu beliau untuk memahami dan menghayati tasauwuf/thariqat dan filsafat Ibnu Arabi, Al Hallaj, Al Bistami, Maghribi, Syah Nikmatullah, Dalmi, Abdullah Jilli, Jalaluddin Rumi, Abdulqadir Jailani dan lain-lainnya.

Dalam Filsafat Ketuhanan, Hamzah Fansuri menganut aliran "Wahdatul Wujud", dan sebagai seorang Penyair Sufi beliau men-jadi pengikut dan pemuka Thariqat Qadiriyah.

Pengembaraannya yang jauh ke negeri-negeri Semenanjung Tanah Melayu, Pulau Jawa, India, Parsia, Arabia dan sebagainya, telah membuat Hamzah Fansuri mempunyai cakrawala yang sejauh ufuk langit, sehingga beliau menjadi seorang pengarang/

(10)

sastrawan, yang karya tulisnya berisi padat dan penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi halus dan enak dibaca.

Sebagaimana lazimnya "Penyair Sufi", maka sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan rindu-dendam; rindu kepada Mahbubnya, Kekasihnya, Khaliqnya, Allah Yang Maha Esa. Sedemikian rindunya, hatta dia merasa seperti telah bersatu/ menjadi satu dengan Kekasihnya itu, sehingga Hamzah seakan-akan berbicara dengan Lidah Khaliqnya, mendengar dengan Telinga Khaliqnya, melihat dengan Mata Khaliqnya, mencium dengan Hidung Khaliqnya, karena jasadnya telah luluh ke dalam Khaliqnya; Mahbub yang dirindukannya itu.

Karena itulah, maka "Karya Tulis" Hamzah Fansuri sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasauwuf/Penyair Sufi.

Sepanjang yang saya ketahui, ada lima buah Karya Tulis dari Syekh Hamzah Fansuri, dan yang tidak saya ketahui kemungkinan besar lebih dari sepuluh.

Kelima Karya Tulisnya yang saya ketahui, yaitu :

/. Asraarul Arifiin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-Tauhid, yang membahas masalah-masalah ilmu tauhid dan ilmu thariqat. Dalam kitab ini tersimpan ajaran-ajaran beliau.

2. Syaraabul Asyiqin, yang membicarakan masalah-masalah

thariqat, syariat, haqiqat dan makrifat.

3. Al Muntahi, yang membicarakan masalah-masalah tasauwuf. 4. RubaH Hamzah Fansuri, syair sufi yang penuh butir-butir

filsafat.

5. Syair Burung Unggas, juga sajak sufi yang dalam maksudnya.

Menurut Hamzah Fansuri, bahwa manusia yang telah menjadi "Insan Kamil" tidak ada lagi pembatas antara dia dan Mahbubnya, karena Insan Kamil telah menfanakan dirinya ke dalam diri Kekasih yang dirindukannya v

Mahbubmu itu tiada berhasil,

Pada ainama tawallu jangan mau ghafil, Fa samma Wajhullah sempurna wasil, Inilah jalan orang kamil.

(11)

Kekasihmu dlahir terlalu terang, Pada kedua alam nyata terbentang, Ahlul Makrifah terlalu menang, Wasilnya daim tiada berselang. Hempaskan akal dan rasamu, Lenyapkan badan dan nyawamu, Pejamkan hendak kedua matamu, Di sana lihat peri rupamu.

III

Tujuan utama Prof. Dr. Saiyid Naguib Alatas ke Aceh pada awal tahun tujuhpuluhan, yaitu untuk mencari naskah "Ruba'i Hamzah Fansuri" yang lengkap. Telah dicarinya ke Negeri Belanda, Inggeris, Prancis dan lain-lain negeri Eropah, tetapi tidak dijumpai-nya; yang didapatinya hanya sejumlah rangkum-rangkumnya yang terpisah-pisah. Yang dicari itu, juga di Aceh tidak dijumpainya, sekalipun beliau telah mengunjungi beberapa perpustakaan tua, seperti Perpustakaan Day ah Tanoh Abey yang masih menyimpan lebih 1000 buah naskah tua tulisan Arab Melayu.

Waktu saya mencari bahan-bahan untuk penyusunan sebuah buku (sedang dalam penyiapan), saya berhasil mendapati dua naskah tua Karya Tulis Syekh Hamzah Fansuri, yaitu Syarah

Ruba'i Hamzah Fansuri dan Syair Burung Unggas.

Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri, yaitu Ruba'i yang telah di-syarahkan oleh Syekh Saymsuddin Sumatrani, Khalifahnya yang utama, saya dapati dalam kumpulan beberapa Karya Tulis karang-an Syekh Abdurrauf Syiahkuala, ykarang-ang saya pinjam dari Almarhum Teungku Muhammad Yunus Jamil. Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri setelah saya fotokopikan, kemudian menganalisanya menjadi sebuah buku dengan judul : Ruba'i Hamzah Fansuri Karya Sastra Sufi Abad XVII, dan dalam tahun 1976 telah diterbitkan di Kuala Lumpur oleh Dewan Bahasa Dan Pustaka.

Naskah tua Syair Burung Unggas, saya dapati dalam tumpukan puing-puing naskah tua, sisa Perpustakaan Teungku Chik Kuta-karang, tidak berapa jauh dari Banda Aceh. Menurut setahu saya, Naskah Syair Burung Unggas belum pernah diterbitkan. Mungkin 9

(12)

sekali saya orang pertama yang menemunya di Indonesia. Sungguh-pun tidak begitu panjang, namun memSungguh-punyai arti yang penting. Beberapa rangkum dari Syair Burung Unggas, saya turunkan di bawah ini :

Unggas itu yang amat burhana, Daimnya nantiasa di dalam astana, Tempatnya bermain di Bukit Tursinà, Majnun dan Laila adalah di sana. Unggas itu bukannya nuri, Berbunyi ia syadda kala hari,

Bermain tamasya pada segala negeri, Demikianlah murad insan sirri.

Unggas itu bukannya balam,

Nantiasa berbunyi siang dan malam, Tempatnya bermain pada segala alam, Di sanalah tamasya melihat ragam. Unggas itu terlalu indah,

Olehnya banyak ragam dan ulah, Tempatnya bermain di dalam Ka'bah, Pada Bukit Arafah kesudahan musyahadah.

Unggas itu terlalu pingai, Warnanya terlalu bisai, Rumahnya tiada berbidai, Duduknya daim di balik tirai. Putihnya terlalu suci,

Daulahnya itu bernama ruhi, Milatnya terlalu sufi,

Mushafnya bersurat Kufi. Arasy Allah akan pangkalnya, Jambullah akan tolannya,

(13)

Baitullah akan sangkarnya,

Menghadap Tuhan dengan sopannya. Sufinya bukannya kain,

Fi Mekkah daim bermain, Ilmunya lahir dan batin,

Menyembah Allah terlalu rajin. Zikrullah kiri kanannya,

Fikrullah rupa bunyinya,

Syurbah tauhid akan minumnya, Daim bertemu dengan Tuhannya.

Pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (wafat 29 Rajab 1046 H. = 27 Desember 1636 M.), Syekh Hamzah Fansuri meninggal dunia di Wilayah Singkel, dekat kota kecil Rundeng. Beliau dimakamkan di Kampung Oboh Simpang Kiri Rundeng di Hulu Sungai Singkel. Saya telah dua kali ziarah ke sana. Makamnya sangat dimuliakan

Jakarta, 2 Agustus 1984

(14)
(15)

HAMZAH FANSURI

BAPAK SASTRA DAN BAHASA MELAYU Oleh: Abdul Hadi W.M.

Waktu dan tempat Hamzah Fansuri lahir sampai sekarang masih merupakan teka-teki. Demikian juga tahun kapan ia meninggal tak diketahui secara pasti. Namun bahwa ia merupakan seorang sufi besar yang luas pengaruhnya diwilayah Nusantara pada abad ke-17 dan sesudahnya, tidak ada yang bisa menyangkal. Justru karena luasnya pengaruh ajaran-ajarannya itulah yang membuat kita ber-tanya-tanya mengapa tidak ada catatan yang resmi kapan ia lahir dan meninggal. Hikayat Aceh sendiri misalnya tidak menyebut adanya seorang tokoh sastra dan ahli tasawuf bernama Hamzah Fansuri, suatu kekeliruan yang amat besar, karena dengan demiki-an seakdemiki-an-akdemiki-an tokoh Hamzah Fdemiki-ansuri tidak pernah muncul dalam sejarah Aceh.

Namun hal itu bisa dimaklumi. Peniadaan nama Hamzah Fan-suri dan jejaknya dalam sejarah memanglah disengaja dan merupa-kan kelanjutan dari perintah pemusnahan terhadap karya-karyanya yang dipandang penuh dengan ajaran-ajaran yang berbahaya dan menyesatkan. Ketika pengaruh Hamzah Fansuri sudah berakar dalam masyarakat Aceh pada awal abad ke-17, khususnya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), datanglah untuk kedua kalinya seorang ulama dari Ranir India bernama Nuruddin, yang kelak akan kita kenal dengan nama Nuruddin A raniri. Ia adalah seorang ulama ortodoks dan tidak menyukai ajaran tasawuf Hamzah Fansuri. Dalam waktu yang singkat Nurud-din Arraniri dapat mempengaruhi sultan. Setelah itu ia berhasil mendorong sultan melakukan pemusnahan terhadap ajaran-ajaran Hamzah Fansuri, sehingga seorang tokoh pribumi dengan mudah dapat disingkirkan oleh seorang pendatang. Dengan demikian pe-nyingkiran terhadap Hamzah Fansuri, yang diikuti dengan penge-jaran terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya serta pembakar-an karya-karypembakar-anya, lebih merupakpembakar-an peristiwa politik.

(16)

Namun sejarah tidak bisa dibohongi. Begitu Hamzah Fansuri meninggal dunia namanya tiba-tiba melejit lagi dan menjadi buah bibir orang. Pengikut-pengikutnya yang setia ternyata tidak sedikit, dan merekalah yang berhasil menyelamatkan salinan karya-karya

Hamzah Fansuri sehingga sampai kepada kita sekarang ini Pertanya-an yPertanya-ang muncul kepada kita setelah lebih tiga abad kematiPertanya-annya adalah: "Benarkah ajaran tasawuf Hamzah Fansuri sesat? Tidak-k a h apa yang ia alami serupa saja dengan apa yang dialami Al-Hallaj,

v yang hukuman matinya lebih merupakan peristiwa politik?"

Kita tidak perlu menjawab pertanyaan itu sebelum memper-hatikan sungguh-sungguh apa yang ia ajarkan dalam karya-karya-nya. Sebab karya-karya Hamzah sendirilah kelak yang akan men-jadi saksi atau hakim apakah ia seorang sufi yang sesat ataukah tidak.

Meskipun hari dan tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, ia diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-I 6 dan awal ke-17 pada masa pemerintahan raja Iskandar Muda. Karena tambahan nama di belakangnya "Fansur" itulah kita sekarang me-ngenalnya sebagai tokoh yang berasal dari Barus, Aceh, sebab kata-kata Melayu "Barus" bila diterjemahkan ke dalam bahasa Arab akan menjadi "Fansur". Tapi di dalam sajak-sajaknya ia pun me-nyebut bahwa dirinya berasal dari Shahr Nawi, sebuah kota di Siam tempat bermukimnya pedagang dan ulama Islam dari Persia dan Arab. Jadi meskipun tidak bisa dipastikan di mana ia lahir se-benarnya, jelaslah kedua tempat ini memiliki arti yang penting dalam hidupnya.

Sajak-sajaknya juga menyatakan bahwa ia telah mengembara ke berbagai tempat dan negeri seperti Jawa, Siam, Semenanjung Melayu, Pesisir Sumatra, Persia dan tanah Arab. Selain menguasai bahasa Melayu, ia mahir pula dalam bahasa-bahasa Persia dan Arab. Penguasaan bahasanya inilah agaknya yang membuat ia sangat mudah menguasai berbagai buku tasawuf dari sufi-sufi terkemuka Persia. Di dalam uraian-uraian tasawufnya misalnya tak sedikit sajak-sajak para sufi Persia itu ia kutip dalam bahasa aslinya, kemu-dian dibubuhi terjemahannya dalam bahasa Melayu.

Malahan ia tak segan-segan menyatakan bahwa ia belajar lang-sung tasawuf dari sufi-sufi terkemuka di Persia. Ia juga diberitahu-kan telah mengunjungi Mekkah dan Medinah, dan menunaidiberitahu-kan ibadah haji.

(17)

Dalam sebuah sajaknya ia menulis : Hamzah Fansuri di Negeri Melayu Tempatnya kapur di dalam kayu

"Kapur" dalam sajak ini sama dengan "barus", menunjukkan tempat asal Hamzah. Agaknya ia sengaja memakai kata-kata "ka-pur" itu setelah baris yang menyebutkan namanya sendiri (Hamzah Fansuri), lalu ia membuat ungkapan yang menunjuk pada makrifat (uniomystika), : tempatnya kapur di dalam kayu.

Di dalam sajaknya yang lain ia menulis: Hamzah Shahr-Nawi terlalu hapus Seperti kayu sekalian hangus Asalnya Laut tiada berharus Menjadi kapur di dalam Barus

Sajak ini mewartakan bahwa ia seakan-akan berasal dari Shahr-Nawi, Siam, namun dibesarkan dan mempelajari tasawuf sampai makrifat di tanah barus. Kata-kata "kayu sekalian hangus" menun-jukkan bahwa ia mencapai makrifat. Seseorang yang mencapai

mak-rikat. atau fana hapus) dengan Tuhannya, sering dilambangkan sebagai sesuatu yang kembali ke asalnya "Laut tak berarus", suatu ungkapan yang sering digunakan juga oleh Ibn Arabi dan Jalaluddin Rumi. Laut di sini adalah lambang dzat yang maha luas. Sedang baris "menjadi kapur di dalam Barus" mewartakan bahwa ia men-capai tingkat kesufian di tanah Barus.

Sebagai penyair, di sini ia berhasil memadukan tahapan penga-laman kerohanian yang ia capai dengan tempat di mana ia men-capainya. Artinya ia mampu menyatukan dunia luar dan dunia

dalam yang sangat inti dalam penulisan puisi, menjadi suatu

ung-kapan yang utuh. berdimensi ganda, menyaran ke banyak segi.

Ketika tingkat kesufian telah ia capai, maka ia tak peduli lagi pada tempat kelahirannya di dunia ini, sebab lahir di mana saja sebenarnya sama. Yang penting adalah ia telah paham bahwa ia berasal dari Dzat di luar dunia ini. Katanya :

Hamzah gharib Unggas Quddusi Akan rumahnya Baytul Makmuri Kursinya sekalian ia kapuri Di negeri Fansuri minal ashjari

(18)

Jika sajak ini dialihkan ke dalam bahasa Indonesia masa kini, saya kira akan menjadi sebagai berikut:

Hamzah asing si burung suci Rumah diamnya di Baitul Makmur Tahtanya putih ia kapuri

Dari kayu di tanah Fansuri

Dalam sajak ini Hamzah Fansuri menyebut dirinya orang asing atau pengembara asing di dunia ini (lihat juga Rumi). Secara ha-kiki ia adalah roh suci (burung suci). Dan rumah yang sebenar-nya adalah di dalam hatisebenar-nya. Ia memakai ungkapan "baytul mak-mur" untuk menyebut hati, suatu ungkapan yang biasa kita temui dalam kepustakaan sufi, yang kemudian juga dipakai di dalam tasawuf Jawa, misalnya oleh Ronggowarsito (lihat: Hidayat Jati).

Berdasar sajak-sajak ini S. Naguib Al-Attas dalam bukunya "The Mysticisun of Hamzah Fansuri" (Kualalumpur: 1970) meng-ajukan kemungkinan tentang tempat kelahirannya. Kemungkinan, kata Al-Attas, Hamzah dilahirkan di Shar Nawi, namun ayahnya berasal dari Barus, dan menjelang ayahnya wafat ia pun kembali ke Barus. Tetapi dibagian lain ia menulis bahwa ia berasal dari Barus, dan mencapai tingkat kesufian di tanah Shahr Nawi:

Hamzah nin asalnya Fansuri

Mendapat wujud di tanah Shahr Nawi

Namun begitu apakah ia dilahirkan di Barus atau Shahr Nawi agaknya tidak menjadi penting lagi. Yang jelas bukan orang asing seperti Nuruddin Arraniri yang berasal dari Ranir di India itu. Seperti ia tulis dalam sajaknya:

Hamzah Fansuri orang uryani Seperti Ismail menjadi qurbani Bukannya Ajami lagi Arabi

Sementara wasil dengan Yang Baqi

(19)

telah menjalani pengorbanan sebagaimana nabi Ismail. Ia bukan orang Persia (Ajami) atau pun Arab, dan selalu manunggal (menya-tu diri) dengan Tuhannya.

Di bagian lain, sementara ia mengaku berasal dari Barus, dan mendapat pelajaran sufi di Shahr Nawi ia mengatakan bahwa i a ^ mendapat khilaf at atau ilmu tasawuf di Bagdad. Dan ajaran tasa-wuf yang ia peroleh adalah ajaran Syekh Abdulkadir Jailani. Namun karya-karya Hamzah Fansuri sendiri menunjukkan bahwa bukan pengaruh Jailani yang besar kepadanya, melainkan ajaran Ibn Arabi. Di samping itu Hamzah menunjukkan bahwa dirinya sangat dekat dengan tokoh-tokoh sufi yang lain serta karya-karya puisinya, seperti: Bistami, Baghdadi, Al-Hallaj, Imam Ghazali, Mas'udi, Farid Attar, Jalaluddin Rumi, Shabistari, Maghribi, Iraqi, Sa'di, Nikmatullah, Jami dan Karim Al-Jili.

Sebuah sajaknya yang terkenal yang mengabarkan keluasan daerah yang ia kunjungi dan pengakuannya bahwa rumahnya yang sejati adalah hatinya sendiri, yang dalam sajaknya terdahulu di sebut "baytul makmur" adalah ini:

Hamzah Fansuri di dalam Mekkah Mencari Tuhan di Baitul Ka'bah Dari Barus ke Kudus terlalu payah Akhirnya dijumpa di dalam rumah

Seperti sajak-sajaknya yang lain tempat-tempat yang mempu-nyai arti penting bagi hidupnya, muncul dalam sajak ini dan menjadi sangat berarti atau bermakna baik sebagai pelambang atau pembentuk nilai sajak. Kita diberi tahu di sini betapa jauhnya Hamzah Fansuri men- \s cari Tuhannya, betapa payah badan dan rohaninya, sehingga akhirnya Tuhan ia jumpai dalam dirinya.

Barang siapa mengenal dirinya sendiri, ia akan mengenal Tu- v hannya, kata hadits. Jadi sebenarnya Tuhan itu tidak jauh dari diri kita. Hanya untuk mendapatkan Tuhan itu yang tidak mudah. Manusia harus berupaya lahir dan batin, beramal dan mengerja-kan ibadah, mentaati syariah ajaran agama, serta mendalami

(20)

agama benar-benar. Hamzah Fansuri dalam sajak ini menunjuk-—v kan bahwa Tuhan memang tidak jauh dari diri kita, namun untuk

mencapainya manusia harus melakukan perjalanan jauh, karena begitu lahir ke dunia manusia seakan-akan asing atau jauh dari hakekat kejadiannya. Di sini jelas bahwa Hamzah Fansuri tidak ^ menolak pentingnya ibadah keagamaan, asal ia dianggap sebagai benar-benar suatu latihan kerohanian yang penting dan dijalankan dengan penuh keyakinan dan disiplin. Namun semua itu akhirnya tergantung pada manusia, apakah ia mampu bercermin pada diri-nya atau tidak untuk menangkap cahaya ilahi yang tersembunyi dalam dirinya. Cahaya ilahi yang akan tersingkap bila seseorang mampu melakukan disiplin kerohanian yang keras, mau belajar sungguh-sungguh, sebab perjalanan ke dalam diri itu memang tidak mudah dan payah.

Tuduhan Nuruddin Arraniri bahwa Hamzah Fansuri telah menempuh jalan yang sesat, ternyata keliru. Dalam sajak-sajak-nya sendiri Hamzah Fansuri malah mengecam para sufi palsu £ atau pengikut-pengikutnya yang telah menyelewengkan ajaran tasawuf yang sebenarnya. Kata Hamzah :

Segala muda dan sopan Segala tuan berhuban Uzlatnya berbulan-bulan Mencari Tuhan ke dalam hutan Segala menjadi "sufi"

Segala menjadi "shawqi" (=pencinta kepayang) Segala menjadi Ruhi (roh)

Gusar dan masam di atas bumi (menolak dunia)

w\ Tasawuf yang diajarkan Hamzah Fansuri tidak menolak dunia atau aktivitas keduniaan. Dalam sajak ini jelas ia tidak setuju dengan para sufi palsu yang suka bertapa atau menyingkirkan diri ke hutan, menyiksa badan, tidak mau bergaul dengan masyarakat-nya. Tuhan bisa dicari dalam diri kita sendiri dengan pemahaman dan perenungan yang dalam, dan percuma ia dicari di hutan yang

(21)

sepi tanpa pemahaman diri yang mendalam. Kata Hamzah dalam sajaknya yang lain:

Subhani itulah terlalu ajaib

Dari habbil-warid Ia qarib Indah sekali Qadi dan Khatib

Demikian hampir tiada beroleh nasib

Baris kedua sajak ini "habbil-warid Ia qarib" adalah kutipan dari ayat suci bahwa "Dia lebih dekat dari pembuluh darah kita". Dia begitu indah sebagai Penghulu (Qadi) dan khatib kita. Di dalam tasawufnya manusia tetap dipandang sebagai hamba dan sebagai hamba ia wajib menjalankan perintah Tuhan seperti shalat, <£= hanya dalam beragama sebaiknya manusia itu tidak bertaklid, melainkan lebih mulia berijtihad:

Aho segala kita bernama Abid

Sembahyang dan shahadat jangan kau taqlid

Dalam sajak ini, sebagaimana dalam sajak-sajaknya yang lain, tampak kemahiran Hamzah memainkan kata dan merobahnya untuk kepentingan bunyi dan sajak, tanpa merobah maknanya. Misalnya kata-kata abdi menjadi abid, dan lain sebagainya

Sebagai seorang sufi, yang tak terlalu memandang tinggi dunia dan selalu berusaha menjauhkan diri dari penjajahan benda-benda, ia ternyata seorang yang populis. Ia menganjurkan murid-murid-nya, untuk lebih dekat dengan orang kecil, dan selalu menjauhi, atau melawan, penguasa yang lalim. Katanya:

Jikalau bersahabat dengan orang kaya Akhirnya engkau jadi binasa

Anjurannya untuk menjauhi penguasa yang lalim ia tulis dalam sajak ini:

Aho segala kamu anak alim

(22)

Jangan bersahabat dengan yang zalim Karena Rasulullah sempurna hakim Melarangkan kita sekalian khadim Aho segala kamu yang menjadi faqir Jangan bersahabat dengan raja dan amir Karena Rasulullah badïhir dan nasir Melarangkan kita saghir dan kabir

Bila kita kembali kepada sajak-sajaknya mengenai mencari Tuhan, maka kita lihat di situ bagaimana seorang sufi lebih mele-takkan kepercayaan kepada dirinya sendiri. Seorang sufi ingin merealisir kedudukan manusia yang telah ditentukan Tuhan dalam kitab sucinya, yaitu sebagai khalifah. Ia berdaulat pada dirinya sendiri, bebas melakukan pilihan-pilihan dengan segala risikonya. Seni, sebagaimana hidup, adalah realisasi diri sepenuhnya. Begitu-pun jalan untuk berjumpa dengan Tuhan tidaklah bisa dicapai <fe= tanpa upaya pembentukan diri, pencarian diri dan realisasi diri. Di dalam upaya itu iradah atau kehendak memainkan peranan penting untuk ditingkatkan sehingga menyatu dengan kehendak Tuhan.

Mengapa sufi mempunyai keyakinan diri yang demikian besar? Sebab hadits nabi menyatakan bahwa jika seseorang ingin menge-F nal Tuhannya, ia harus mengenal dirinya terlebih dahulu, dirinya terdalam. Di dalam diri terdalam inilah terdapat jendela untuk melihat Tuhan, terdapat cermin untuk menangkap cahaya Tuhan, terdapat alat perekam terhadap suara-suara Tuhan.

Tuhan itu kreatif, karena itu manusia harus kreatif. Agaknya ia menyalin surah Annur ketika menulis sajak ini, yang menyata-kan pandangannya bahwa Tuhan itu kreatif:

Cahaya atharNya tiadakan padam Memberikan wujud pada sekalian Menjadikan mahluq siang dan malam

(23)

Dari sajaknya ini kita tahu bahwa Hamzah memandang Tuhan sebagai pencipta dan ada perbedaan antara manusia sebagai hamba dengan Tuhannya itu. Tapi pada hakekatnya manusia itu juga me-rupakan faset-faset dari wujud ilahi, karena manusia memang diciptakan menurut gambaran Tuhan.

Dalam sebuah ungkapan simboliknya ia mengatakan bahwa "Wujud Tuhannya dengan wujud dirinya esa juga." Ungkapan ini harus diartikan sebagai tahap terakhir dari perjalanan seorang sufi, yaitu makrifat, di mana kehendak manusia dengan Tuhan telah menyatu, sebab kata-kata "Wujud" di sini tidak bisa diartikan sebagai ada secara fisik, melainkan sebagai "keberadaan" atau "eksistensi". Dengan kata lain seorang yang telah mencapai makrifat dengan sendirinya mampu memancarkan keberadaan Tuhan di dunia, mampu menunjukkan kebesaran Tuhan, mampu mengemban sifat-sifat ilahi yang diberikan kepadanya. Sebab kehendaknya telah menyatu dengan kehendak Tuhan, tidak ber-pisah dengan Tuhan.

Bahwa ia menolak faham hului, faham keleburan selebur-leburnya dengan Tuhan sehingga pribadinya lenyap di lautan ketuhanan, tampak dalam sajaknya ini:

Aho segala kita umat Rasuli Tuntut ilmu hakikat al-wusul Karena ilmu itu pada Allah qabul I'tiqadmu jangan ittihad dan hului

Seorang theolog Kristen, Dr Harun Hadiwijono dalam bukunya "Kebatinan Islam Abad XVI" (Jakarta =1975) memberi komentar tentang karya Hamzah Fansuri yang masyhur "Asrar al-Arifin" bahwa Hamzah memulai ajarannya dengan mengemukakan hal Allah yang sama dengan Allah yang diajarkan oleh para ulama Is-lam. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa Allah adalah Mahasuci dan Mahatinggi, yang menciptakan manusia. Jadi Tuhan tetap berkedudukan sebagai pencipta.

Namun sayang meskipun Harun Hadiwijono menyadari bahwa, 21

(24)

anjuran Hamzah Fansuri pada permulaan bukunya itu mengan-jurkan agar sekalian anak Adam yang Islam wajib mencari Tuhan yang menjadikannya sebagai tidak bertentangan dengan Islam, ia 'toh berkesimpulan juga:'Tetapi jika ajaran Hamzah ini kita seli-diki lebih mendalam dan dihubungkan dengan seluruh ajarannya, maka akan tampaklah, bahwa Hamzah menyimpang dari ajaran ulama ortodoks Tuhan Allah lebih dipandang dari segi falsafah dari pada segi relegius." ig=

Dengan memakai kritik para ulama ortodoks seperti Nurud-din Arraniri ia seakan-akan ingin menyatakan bahwa tasawuf itu asing dari Islam, seperti dikatakannya. "Dari segala kutipan ini jelaslah kiranya bahwa gambaran Hamzah tentang Allah tidak sa-ma dengan gambaran Al-Qur'an." Sebab oleh Hamzah Fansuri Dzat yang Mutlak itu diibaratkan sebagai laut, baik sebagai laut batiniah (bahr al-butun) laut yang dalam (bahr al-'amiq) dan laut yang mulia (bahr al-ulyan).

Memang tidak sedikit kalangan non-Islam kurang memahami hubungan yang mendalam antara tasawuf dan Islam berpendapat serupa itu, seakan-akan tasawuf itu tidak bersumber dari Islam dan asing dari ajaran Islam yang hakiki. Bahwa Tuhan juga sering di-ibaratkan dalam AI-Qur'an bisa dilihat misalnya dalam surah An-nur ayat 35, di mana Tuhan diibaratkan sebagai cahaya di atas cahaya. Para penyair sufi kemudian tentu saja tidak terlarang menciptakan ibarat-ibarat lain sesuai dengan penemuannya sen-diri.

Dalam bukunya "Janji-janji Islam" (terj. HM Rasjidi, Jakarta : 1982) Roger Garaudy, melalui sebuah penelitian yang mendalam, malah membantah bahwa tasawuf asing dari ajaran Islam. Ia me-ngatakan bahwa tasawuf adalah suatu bentuk spiritualitas yang khas dalam Islam dan merupakan keseimbangan antara jihad besar-(yaitu perjuangan melawan tiap keinginan yang membelokkan manusia dari sentrumnya, yaitu Tuhan), dan jihad kecil (yaitu usaha untuk kesatuan dan keharmonisan masyarakat Islam mela-wan segala bentuk kemusyrikan kekuasaan, kekayaan dan penge-tahuan yang salah yang akan menjauhkan manusia dari jalan Tu-han).

(25)

Meskipun Roger Garaudy mengakui adanya pengaruh mistik dari agama lain terhadap tasawuf, ia tetap menyatakan bahwa tasawuf yang sejati bersumber dari Al-Qur'an. Ia memberikan contoh dua hal yang sangat pokok dari ajaran para sufi, yaitu: (1). Menanamkan rasi cinta kepada Tuhan, yang sesuai dengan ayat 31 surah Al-Imran "Katakan (hai Muhammad), jika kamu mencintai Tuhan ikutilah aku, Tuhan akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.::; (2). Tidak seperti mistik Kristen, tasawuf Islam tidak puas dengan sekedar pemikiran tentang Tuhan yang berakhir dengan rasa bersatu dengan Tuhan. Dari pengalaman bersatu dengan Tuhan, ia hanya mengambil tenaga ^ untuk mencurahkan tindakannya kepada "amar ma'ruf" kepada realisasi masyarakat manusia, sebab Al-Qur'an sendiri dalam surah Al-Imran ayat 30 menyatakan bahwa manusia itu adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi, yang bertanggungjawab terhadap keseimbangan dan keserasian antara alam dan manusia.

Kesalahan memandang bahwa faham wujudlah yang dibawa-kan Hamzah Fansuri itu menyimpang dari ajaran Islam agaknya bersumber dari kenyataan bahwa faham itu melahirkan kaum zindiq yang memang menyimpang dari ajaran agama. Tapi Hamzah Fansuri melalui sajak-sajaknya telah menunjukkan bahwa ia tidak sefaham dengan kaum zindiq itu, yaitu golongan wujudlah yang berhaluan mulhidah (menyimpang dari kebenaran). Hamzah tetap berpegang pada wujudlah yang murni, yang klasik, yang belum menyimpang yang disebut muwahhidah (kesatuan dengan Tuhan). Agaknya untuk membetulkan kesalahfahaman ini perlu di-terangkan mengapa mereka disebut sebagai kaum wujudlah. Di-sebut demikian karena dalam percakapan dan keyakinannya mere-ka selalu bertolak pada faham bahwa Tuhan itu immanen, di samping transenden, atau bertolak dari masalah wujud Tuhan. Keyakinan semacam itu berangkat dari kepercayaan bahwa Tiada Tuhan selain Allah (la ilahailallah). Bagi kaum sufi kalimat ini berarti: Tak ada wujud dalam diriku yang menyelamatkan wujud Tuhan yang adalah wujudku. Eesensi Tuhan, juga sifat-sifatNya, tampak dalam hasil pekerjaanNya yang kelihatan di dunia ini, dalam ruang dan waktu.

(26)

Hamzah Fansuri menulis dalam bahasanya sendiri sebagai

ber-ikut.

WujudNya itu umpama da'irah yang buntar

Nentiasa tetap, tiada berkisar

Kelakuannya jua yang bertukar-tukar

Mengenal Dia terlalu sukar

Dalam "Syair Perahu" nya lebih jelas lagi titik tolak Hamzah

Fansuri, katanya:

La ilaha illallaah itu firman

Tuhan itulah pergantungan alam sekalian

iman tersurat pada hati insan

siang dan malam jangan dilalaikan

La ilaha illallaah itu tempat mengintai

Tauhid ma'rifat semata-mata

memandang yang gaib semuanya rata

lenyapkan sekalian kita

La ilaha illallaah itu jangan kaupermudah

sekalian mahluk ke sana berpindah

da'im dan ka'im jangan berubah

khalak di sana dengan La ilaha illallaah

La ilaha illallaah itu jangan kaulalaikan

siang dan malam jangan kausunyikan

selama hidup juga engkau pakaikan

Allah dan Rasul juga yang menyampaikan

Atau bait ini:

La ilaha illallah itu tempat mengintai

medan yang kadim tempat berdamai

wujud Allah terlalu bitai

(27)

Berdasar sajaknya ini, dalam pengantar terjemahan sajak-sajak Iqbal "Asrar-i-khudi" (Jakarta: 1976) Bahrum Rangkuti menyetujui pandangan Dr. Van Nieuwenhuyze dalam bukunya,;: mengenai Syamsudin Al-Samatrani, sufi Aceh yang hidup sejaman ?

dan sehaluan dengan Hamzah Fansuri. Menurut Nieuwenhuyze keadaan yang dialami mistik Islam memang mentakjubkan. Ia ber-sifatkan ikhtisar pergandaan (tweekedigheid). Di satu pihak ada wujud yang fenomenal, yang kelihatan yang disebut wahmi, di pihak lain ada wujud kesegalaan, yaitu wujud tunggal yang hadir dalam segala hal. Pada hakekatnya mistik yang demikian itu ialah "ma'rifa jami'a bainahuma" (ilmu yang melingkupi dan menjem-batani keduanya).

Dengan demikian cita tauhid Islam tetap terpelihara, hubungan lahir dengan Islam tidak terputus, pakaian Islam tidak hilang, sebab keadaan antara khalik dan mahluk masih tetap terpelihara, bahkan perbedaan keduanya dinyatakan sebagai positif dan nega-tif. Bahrum Rangkuti selanjutnya berpendapat bahwa Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Syamatrani sebenarnya hendak mewu-judkan bahwa segala ini berpusat pada Allah. Di sini Bahrum Rang-kuti berpegang pada apa yang dinyatakan Hamzah Fansuri dalam sajak-sajaknya. Allah meliputi alam semesta, dengan tegas dinyata-kan oleh Hamzah Fansuri. Tapi menusia bisa memperoleh kepriba-dian dan bisa sampai kepada Tuhan hanya dengan " t a r a q q i " , ^ yaitu berusaha menumbuhkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya dengan sungguh-sungguh. Hamzah Fansuri misalnya menyatakan:

La ilaha illallah itu kesudahan kata tauhid ma'rifat semata-mata hapuskan hendak sekalian perkara hamba dan Tuhan tiada berbeda

Menurut Bahrum Rangkuti yang dimaksud dengan bait ini ialah diselaraskannya kemauan, pikiran, amal dan cita insanul kamil dengan kemauan Tuhan, sehingga seolah-olah segala gerak cita insan itu ialah gerak cita Tuhan juga. Hanya salah pengertian saja terhadap perumpamaan-perumpamaan yang dilukiskan

(28)

zah dalam sajak-sajaknya, yang membuat Nuruddin Arraniri menentang habis-habisan ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Syamatrani.

S S. Naguib Al-Attas dalam bukunya yang telah dikutif di bagian

awal tulisan ini, lebih jauh menyatakan bahwa tasawuf yang diba-wa Hamzah Fansuri pada akhir abad ke-16 itu adalah tasawuf klasik yang belum tercemar oleh ajaran yang sesat. Ini terbukti da-ri kutipan langsung sajak-sajak sufi Persia yang awal dalam

buku-\j buku Hamzah Fansuri. Namun sayang, kata Al-Attas, ketika

Ham-zah Fansuri berasa kembali di Indonesia, yakni sepulangnya dari Persia, pengertian tasawuf telah dikorupsi dan mengalami degene-rasi. Gejala pemalsuan tasawuf ini mula-mula muncul di India

pada jaman dinasti Moghul, dan kemudian oleh orang-orang India tasawuf palsu ini disebarkan pula ke Indonesia. Ketika Nuruddin Arraniri tiba di Sumatera, yaitu menjelang wafatnya Sultan Iskandar Muda, ia membawa pengertian tasawuf yang salah pula yang didapatkannya di India, khususnya faham wUjudiah. Di India ia terbiasa melihat tasawuf yang diselewengkan dengan berbagai praktek-klenik dan pedukunannya yang bertujuan me-numpuk kekayaan. Hamzah Fansuri juga melihat kenyataan ini sepulang dari Persia, namun buru-buru dia sendiri memperoleh pemahaman yang salah dari Nuruddin Arraniri. Agaknya, Nurud-din belum sempat mendalami karya-karya Hamzah Fansuri secara menyeluruh sebelum melahirkan pertentangannya, atau ada hal-hal lain yang berlatar-belakang politik maka ia menyerang Hamzah dan Syamsuddin habis-habisan. Labih-lebih mengingat kedudukan Syamsudin sebagai kadi agung di istana Sultan Iskandar Muda, yang membuat ajarannya leluasa tersebar.

Bait-bait yang dipetik dari "Syair Perahu" ini akan menun-jukkan betapa Hamzah Fansuri tidak meninggalkan tauhid dan

rukun iman.

1

Inilah gerangan suatu madah mengarangkan syair terlalu indah

(29)

membetuli jalan tempat berpindah di sanalah i'tikad diperbetuli sudah

2

Wahai muda kenali dirimu ialah, perahu tamsil tubuhmu tiadalah berapa lama hidupmu ke akhirat jua kekal diammu

3 Hai muda arif budiman

hasilkan kemudi dengan pedoman alat perahumu jua kerjakan itulah jalan membetuli insan

19

Ingati sungguh siang dan malam lautnya deras bertambah dalam anginpun keras ombaknya rencam ingati perahu jangan tenggelam

21

Sampailah Ahad dengan masanya datanglah angin dengan paksanya berlayar perahu sidang budimannya berlayar itu dengan kelengkapannya

22

Wujud Allah nama perahunya ilmu Allah akan kurungnya iman Allah nama kemudinya yakin akan Allah nama pawangnya

30

(30)

di dalam kubur terbaring seorang Munkar wa Nakir ke sana datang

menanyakan jikalau ada engkau sembahyang 33

Kenal dirimu hai anak Adam tatkala di dunia terangnya alam sekarang di kubur tempatmu kelam tiadalah berbeda siang dan malam

Sajak-sajak ini betul-betul indah. Pemilihan imaji-imaji sim-boliknya tepat dan menggugah. Pemakaiannya pun konsisten dan perulangan-perulangan yang terdapat di dalamnya membawa kita pada suasana ekstase sebagaimana dalam zikir, sehingga kita mem-bayangkan bahwa ada keserasian antara bentuk dan isi.

Penamaan syair kepada sajak itu sebenarnya menimbulkan persoalan, karena bentuknya yang empat baris itu. Syair berasal

dari kata-kata Arab "shi'ir" yang berarti puisi, bukan sajak empat baris. Karena itu diragukan bahwa Hamzah Fansuri menggunakan nama syair untuk sajak-sajaknya itu. Sajak empat baris semacam itu agaknya lebih kena, sebab sudah barang tentu Hamzah tidak asing dengan bentuk persajakan Persia itu.

Naguib Al-Attas juga mempersoalkan hal itu. Namun masalah yang tak kalah penting yang diajukan Naguib Al-Attas ialah apa-kah sudah ada buku-buku uraian tasawuf dalam bahasa Melayu sebelum Hamzah Fansuri? Persoalan itu dijawab sendiri oleh Al-Attas.

Menurut Al-Attas memang belum diketemukan tulisan yang menguraikan tasawuf secara jelas dan terperinci dalam bahasa Melayu sebelum munculnya karya-karya Hamzah Fansuri seperti "Asrarul Arifien", "Sharabul Ashiqin" dan "Muntahi". Juga tidak diketemukan tanda-tanda semaraknya sastra Melayu sejak kedatangan Islam di Sumatera sebelum Hamzah Fansuri menulis rubayatnya seperti "Syair Perahu", "Syair Dagang", "Syair Burung Pingai" dan sebagainya.

(31)

Dengan Hamzah Fansuri, kata Al-Attas lebih lanjut, perkem-bangan bahasa Melayu menjadi pesat. Pengaruhnya luar biasa di kalangan cendikiawan Melayu. Ia banyak menambah perbendaha-raan kata-kata Melayu sedemikian banyaknya karena pengeta-huannya yang luas dalam bahasa Arab dan Persia. Dengan sen-dirinya, ia pun membawa pula pembaharuan di bidang logika atau mantiq, karena masalah bahasa bersangkut paut dengan masalah logika dan pemikiran.

Pada jamannya pula tidak ada yang mampu menandingi Ham-zah Fansuri dalam kesusastraan. Karya-karyanya berpengaruh besar dalam gaya maupun thema terhadap sastra Melayu berikut-nya. Pada masanya, buku-buku uraian tasawuf dan keagamaan kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab. Misalnya buku-buku yang disebut-sebut dalam "Sejarah Melayu" seperti "Durrul Manzum" (Benang Mutiara) dan "Al-Sayful Qati" (Pedang Tajam) Dalam bukunya "Sharabul Ashiqin", di mana ia membicarakan pen-tingnya syariah untuk dilaksanakan, Hamzah sendiri menyatakan bahwa ia mengerjakan karyanya dalam bahasa Melayu untuk pembaca yang tidak mengerti bahasa Arab dan Persia.

Dengan demikian, apabila belum juga diketemukan karya-karya berbahasa Melayu yang sama berisi dan segar bahasanya seperti karya Hamzah, maka Hamzah Fansuri sudah sepantasnya mendapatkan gelar sebagai Bapak Bahasa dan Sastra Melayu Sebutan ini layak diberikan kepadanya sebagai penghargaan terhadap jerih payah dan mutu karya-karyanya.

(32)

Daftar Bacaan

1. Syed Muhammad Naguib Al-Attas "The Mysticism of Hamzah Fansuri" (University of Malay Press, Kuala Lumpur; 1970) 2. Syed Muhammad Naguib Al-Attas "Raniri and The

Wujudiy-yah of 17th Century Acheh" (MBRAS, Singapore; 1966) 3. V.Y. Braginsky "Some Remarks on The Structure of The Syair Perahu By Hamzah Fansuri" (Bijdragen deel 1973) 4. J. Doerenbos "De Geschrieften van Hamzah Pansoeri"

(Lei-den 1933)

5. Annemarie Schimmel "Mystical Dimensions of Islam"Univer-sity of North Carolina Press, Chapel Hill: 1975)

6. R.A. Nicholson "Studies in Islamic Mysticism" (Cambridge University Press 1980 - reprinted)

7. Dr. Harun Hadiwijono "Kebatinan Islam Abad XVI" (BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1975)

8. Bahrum Rangkuti "Asrar-i-Khudi Mohamad Iqbal" (Bulan Bintang Jakarta: 1966)

9. Roger Garaudy "Janji-janji Islam" (Terj. HM Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta 1982)

(33)

SYAIR PERAHU

Inilah gerangan suatu madah, mengarangkan syair terlalu indah, membetuli jalan tempat berpindah, disanalah i'tikat ' diperbetuli sudah

Wahai muda, kenali dirimu, ialah perahu tamsil tubuhmu, tiadalah berapa lama hidupmu, ke akhirat jua kekal diammu Hai muda arif-budiman,

hasilkan kemudi dengan pedoman, alat perahumu jua kerjakan, itulah jalan membetuli insan. Perteguh jua alat perahumu, hasilkan bekal air dan kayu, dayung pengayuh taruh disitu. supaya laju perahumu itu.

(34)

HAaaq m

Sudahlah hasil kayu dan ayar

2

angkatlah pula sauh dan layar,

pada beras bekal jantanlah taksir,

niscaya sempurna jalan yang kabir

3

.

Perteguh jua alat perahumu,

muaranya sempit tempatmu lalu,

banyaklah disana ikan dan hiu,

menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak,

disanalah perahu karam dan rusak,

karangnya tajam seperti tombak,

keatas pasir kamu tersesak.

Ketahui olehmu hai anak dagang

riaknya rencam * ombaknya karang,

ikanpun banyak datang menyarang,

hendak membawa ketengah sawang.

2 air; 3 besar.

(35)

Muaranya itu terlalu sempit, dimanakan lalu sampan dan rakit, jikalau ada pedoman dikapit,

sempurnalah jalan terlalu ba'id 2. Baiklah perahu engkau perteguh, hasilkan 3 pendapat 4 dengan tali sauh, anginnya keras ombaknya cabuh 5. pulaunya jauh tempat berlabuh. Lengkapkan pendarat dan tali sauh, derasmu banyak bertemu musuh, selebu 6 rencam 7 ombaknya cabuh, LIIA 8 akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung disitu, teduhlah selebu yang rencam itu, pedoman betuli perahumu laju, selamat engkau ke pulau itu.

; 2 jauh; 3 ikatkan; 4 tali penambat ke darat; 5 kacau dan riuh; 6 samudera; 7 kacau dan memusingkan; 8 baca: La Uaha illa'llahu.

(36)

LIIA jua yang engkau ikut, di laut keras topan dan ribut, hiu dan paus dibelakang menurut, pertetaplah kemudi jangan terkejut. Laut Silan terlalu dalam,

disanalah perahu rusak dan karam, sungguhpun banyak disana menyelam, larang mendapat permata nilam ' . Laut Silan wahid al kahhar 2, riaknya rencam ombaknya besar,

anginnya songsongan (mem)belok sengkar 3, perbaik kemudi jangan berkisar.

Itulah laut yang mahaindah,

kesanalah kita semuanya berpindah, hasilkan bekal kayu dan juadah,

selamatlah engkau sempurna musyahadah 4

1 sejenis batu yang indah; 2 yang berkuasa; disini laut Silan dibandingkan dengan wujud Tuhan; 3 balok atau papan melintang di kapal; 4 mengetahui dan menghadapi Tuhan dalam batin menurut ilmu suluk;

(37)

Silan itu ombaknya kisah 5, banyaklah akan kesana berpindah, topan dan ribut terlalu 'azamah 6, perbetuli pedoman jangan berubah.

Laut Kulzum terlalu dalam,

ombaknya muhit 7 pada sekalian alam, banyaklah disana rusak dan karam perbaiki na'am 8, siang dan malam.

Ingati sungguh siang dan malam, lautnya deras bertambah dalam, anginpun keras, ombaknya rencam,

ingati perahu jangan tenggelam, Jikalau engkau ingati sungguh, angin yang keras menjadi teduh, tambahan selalu tetap yang cabuh, selamat engkau ke pulau itu berlabuh.

5 cerita; 6 hebat:

7 sangat luas, meliputi segala sesuatu; 8 na'am: ya, disini agaknya pengakuan.

(38)

Sampailah ahad dengan masanya, datanglah angin dengan paksanya, belajar perahu sidang budiman (nya), berlayar itu dengan kelengkapannya. Wujud Allah nama perahunya,

ilmu Allah akan ' , iman Allah nama kemudinya,

"yakin akan Allah" nama pawangnya. "Taharat 2 dan istinja" 3 nama lantainya, "kufur 4 dan masiat" s air ruangnya, tawakkul akan Allah jurubatunya, tauhid itu akan sauhnya.

LIIA akan talinya,

kamal 6 Allah akan tiangnya,

as salam alaikum akan tali lenggangnya, taat dan ibadat anak dayungnya.

1 dalam naskahnya tidak terbaca; 2 suci; 3 bersuci; 4 tidak percaya; 5 durhaka; 6 kesempurnaan.

(39)

Salat akan nabi tali bubutannya, istigfar ' Allah akan layarnya, "Allahu akbar" nama anginnya, subhan Allah akan lajunya.

"Wallahu a'alam" nama rantaunya, "iradat 2 Allah" nama bandarnya, "kudrat Allah" nama labuhannya,

"surga jannat an na'im" 3 nama negerinya. Karangan ini suatu madah,

mengarangkan syair tempat berpindah, didalam dunia janganlah tarri'ah4,

didalam kubur berkhalwat sudah. Kenal dirimu didalam kubur, badan seorang hanya tersungkur dengan siapa lawan bertutur, dibalik papan badan terhancur.

1 permintaan ampun; 2 kemauan; 3 surga yang nikmat; 4 loba;

(40)

Didalam dunia banyaklah mamang 5, ke akhirat jua tempatmu pulang, janganlah disusahi emas dan uang, itulah membawa badan terbuang. Tuntuti ilmu jangan kepalang, didalam kubur terbaring seorang, Munkar wa Nakir 6 kesana datang,

menanyakan jikalau ada engkau sembahyang Tongkatnya lekat tiada terhisab,

badanmu remuk siksa dan azab, akalmu itu hilang dan lenyap,

6 kedua malaikat yang menurut kepercayaan menanyai orang yang mati didalam kuburannya; 7 hilang sebaris.

(41)

Munkar wa Nakir bukan kepalang, suaranya merdu bertambah garang tongkatnya besar terlalu panjang, cabuknya banyak tiada terbilang. Kenal dirimu, hai anak Adam! tatkala di dunia terangnya alam, sekarang di kubur tempatmu kelam, tiada berbeda siang dan malam. Kenal dirimu, hai anak dagang! dibalik papan tidur terlentang, kelam dan dingin bukan kepalang, dengan siapa lawan berbincang? LIIA itu firman,

Tuhan itulah pergantungan alam sekalian, iman tersurat pada hati insap,

(42)

LIIA itu terlalu nyata,

tauhid ma'rifat ' semata-mata, memandang yang gaib semuanya rata, lenyapkan kesana sekalian kita. LIIA itu jangan kaupermudah-mudah. sekalian makhluk kesana berpindah, da'im 2 dan ka'im 3 jangan berubah, khalak 4 disana dengan LIIA. LIIA itu jangan kaulalaikan,

siang dan malam jangan kausunyikan, selama hidup juga engkau pakaikan, Allah dan rasul juga yang menyampaikan LIIA itu kata yang teguh,

memadamkan cahaya sekalian rusuh, jin dan syaitan sekalian musuh,

hendak membawa dia bersungguh-sungguh.

1 pengetahuan tentang zat Allah yang dalam; 2 kekal; 3 teguh; 4 yang dijadikan; makhluk.

(43)

LIIA itu kesudahan kata, tauhid ma'rif at semata-mata. hapuskan hendak sekalian perkara, hamba dan Tuhan tiada berbeda. LIIA itu tempat mengintai

medan yang kadim ' tempat berdamai, wujud Allah terlau b i t a i2,

siang dan malam jangan bercerai. LIIA itu tempat musyahadah, menyatakan tauhid jangan berubah, sempurnalah jalan iman yang mudah, pertemuan Tuhan terlalu susah.

Dari : DE GESCHRIFTEN VAN HAMZAH PANSOERl

(dissertatie J. Doorenbos).

1 kekal ; 2 (?) Catatan

Syair ini karangan Hamzah Fansuri yaitu seorang ahlu suluk yang terma-syhur, yang hidup pada penghabisan abad keenam belas dan permulaan abad ketujuh belas. Tempat kediamannya ialah Barus, ia sangat banyak mengun-jungi negeri asing: Pahang, Bantan, Kudus, Syarh Nawi (tempat kedudukan raja Siam), Mekah dan Medinah. Ilmu batinnya tentang sifat Tuhan, dunia dan manusia tiada diterima ulama-ulama agama Islam zaman itu. Terutama Syech Nuru'ddin al Raniri seorang ulama Islam yang termasyhur di Aceh, selalu membantah dan memerangi ilniu Hamzah Fansuri serta Sjamsu'ddin al Sumatrani, seorang ahli suluk yang sefaham dengan Hamzah Fansuri. Demi-kianlah Sultan Aceh menyuruh bakar kitab-kitab karangan kedua ahli suluk itu. Tetapi meskipun demikian Hamzah Fansuri termasyhur sampai kemana-mana dan pengaruhnya sampai ke pulau Jawa.

(44)

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIMI

Subhanallah terlalu kamil. ' Menjadikan insan alam dan jahil, Dengan hambaNya daim 2 la wasil 3

Itulah Mahbub 4 bernama Adil. Mahbub itu tiada berlawan, Lagi alim lagi bangsawan, Kasihnya banyak lagi gunawan, Aulad 5 itu bisa tertawan. Bersunting bunga lagi bumalai 6 , Kainnya warna berbagai-bagai, Tau berbunyi di dalam sagai, 7 Olehnya itu orang teralah. Ingat-ingat kau lalu-lalang, Berlekas-lekaslah jangan amang, 8 Suluh Muhammad yugia kau pasang, Supaya salim 9 jalanmu datang.

kamil (bhs Arb) — sempurha. daim (bhs Arb) — senantiasa. wasil (bhs Arb) — sampai. 4

mahbub (bhs Arb) — kekasih. s Aulab (bhs Arb) — para ahak.

Bumalai (bhs Mly. lama) — elok. sagai — hamba.

8

amang — angan-angan, salim (bhs Arb) — sejahtera.

(45)

Rumahnya 'ali1 berpatam birai.2 Lakunya bijak sempurna bisai.3 Tudungnya halus terlalu pipai.4 Daim berbuni di luar tirai.

Jika sungguh engkau asyik mabuk. Memakai candi5 pergi menjaluk.6 Ke dalam pagar supaya kau masuk. Barang ghairallah7 sekeliannya amuk. Berjalan engkau rajin-rajin.

Mencari guru yang tahu akan batin Yugia kau tuntut jalan yang amin. Supaya dapat lekas kau kahwin

8

Berahimu daim akan orang kaya. Manakan dapat tiada berbahaya. Ajib segala akan hati sahaya.

Hendak berdapat dengan maya raya.

1 ali (bhs Arab) — yang tihggi. birai — hiasan, bisai — pandai. 4 pipai — licin. 5 candi — telekung. 6 menjaluk — minta. 7

ghairallah (bhs Arb) — selain dari Allah. 8

(46)

Tiada kau tahu akan agamamu. Terlalu ghurur9 dengan hartamu. Nafsu dan syahwat daim sertamu. Asyik dan mabuk bukan kerjamu. Rantaikan kehendak sekelian musuh. Anjing tunggal yugia kau bunuh. Dengan Mahbubmu seperti suluh. Supaya dapat berdakap tubuh. Dunia nan kau sandang-sandang. Manakan dapat ke bukit rentang. Angan-anganmu terlalu panjang. Manakan dapat segera memandang. Dunia jangan kau taruh.

Supaya hampir Mahbub yang jauh. Indah segala akan kalah-kaluh. Ke dalam api pergi berlabuh.

.iggfuM »nav — (dßtA tdó) .naaeiri — 'uni .isbnaq — iaaid E

.ni-jif — ieqiq * .jjnurfsfsi — ibntw *

.nlnim — jiulßinam d

lialiA hub niaba — (dïA arid) rißliBiiBdig r 9

(47)

Hamzah miskin hina dan karam. Bermain mata dengan Rabul Alam. Selamanya sangat terlalu dalam. Seperti mayat sudah tertanam. Allah Maujud' terlalu baqi.2 Dari enam jihad kenahinya cali. Wa Huwal Auwalu3 sempurna 'ali.4 Wa Huwal Akhiru' daim nurani. Nurani itu hakikat khatam. Pertama terang di laut dalam. Menjadi makhluk sekelian alam. Itulah bangsa Hawa dan Adam. Tertentu awal suatu cahaya. Itulah cermin yang mulia raya. Kelihatan di sana miskin dan kaya. Menjadi dua Tuhan dan sahaya.

1

maujud (bhs Arb) — yang ada.

2

baqi (bhs Arb) — yang kewal.

Wa huwal auwalu (bhs Arb) — ia yang awal. ali (bhs Arb) — yang tinggi.

(48)

Nurani itu terlalu zahir

Bernama Ahmad' dari cahaya satir.2 Peniuru alam keduanya hadir. Itulah makna awal dan akhir.

Awal dan akhir asmanya3 jarak. Zahir dan batin warnanya banyak. Sungguhpun dua ibu dan anak. Keduanya cahaya di sana banyak. Yugia kau pandang kapas dan kam, Keduanya wahid4 asmanya lain, Wahidkan hendak zahir dan batin, Itulah ilmu kesudahannya main. Anggamu5 itu asalnya tahir.6 Batinnya arak zahirnya takir, Lagi kau saqi7 lagi kau sakir Itulah Mansyur menjadi nazir.

1

Ahmad - nama lain dari Nabi Muhammad. 2

satir (bhs Arb) - yang byrsembunyi. 3

asma (bhs Arb) - nama. 4

wahid (bhs Arb) — satu. * A n g g a - a n g g o t a . 6

tahir (bhs Arb) — suci. 7

saqi (bhs Arb) — yang meminum. 8

(49)

Hunuskan mata tunukan sarung. Isbatkan1 Allah nafikan2 patung. Laut tauhid yugia kau harung. Itulah ilmu tempat bernaung. Rupamu zahir kau sangka tanah. Itulah cermin sudah terasah.

Jangan kau pandang jauh berpayah. Mahbubmu hampir serta ramah. Kerjamu mudah periksamu kurang. Kau sangka tasbih3 membilang tulang. Ilmumu baharu berorang-orang. Lupakan fardu yang sedia hutang. Jauharmu lengkap dengan tubuh. Warnanya nyala seperti suluh. Lupakan nafsu yang sedia musuh. Manakan dapat adamu luruh.

1

isbatkan (bhs Arb) - memastikan adanya Allah.

2

nafi (bhs Arb) - meniadawan.

3

tasbih - buah tasbih alat penghitung zikir.

(50)

Jauhar yang mulia sungguhpun sangat. Akan orang muda kasih akan alat. Akan ilmu Allah hendak kau perdapat. Mangkanya sampai pulangmu rahat.4 Hamzah Nuwi zahirnya Jawi.5 Batinnya cahaya Ahmad yang saf i.6 Sungguhpun ia hina jati.

Asyiknya daim akan Zatul Bari.7 Sidang fakir empunya kata. Tuhanmu zahir terlalu nyata. Jika sungguh engkau bermata. Lihatlah dirimu rata-rata. Kenal dirimu hai anak jamu. Jangan lupa akan diri kamu. Ilmu hakikat yugia kau ramu.8 Supaya terkenal'ali adamu.

4

rahat (bhs Arb) — senang. 5

Jawi — maksudnya orang Mylayu. 6

safi (bhs Arb) — bersih. 7

Zatul Bari (bhs Arb) — Zat Allah. 8 ramu — mengumpulkan bahan-bahan.

(51)

Jikalau terkenal dirimu baqi. Elokmu itu tiada berbagi.

Hamba dan Tuhan daim berdami. Memandang diri jangan kau lali.

Kenal dirimu hai anak dagang. Menafikan diri jangan kau sayang. Suluh isbat yugia kau pasang. Supaya dapat mudah kau datang.

Dengarkan sini hai anak ratu. Ombak dan airnya asalnya satu.

Seperti manikam muhith9- dengan batu. Inilah tamsil engkau dan ratu.

Jika terdengar olehmu firman. Pada Taurat Injil dan Furqan.3 Wa Huwa ma'akum pada ayat Quran. Bikulli syaiin muhith terlalu 'iyan.4

1 berdami - tidak bercerai, bersatu. 2 muhith (bhs Arb) meliputi.

3 Furqan - n a m a lain dari Qurajv ^ ^ A n ^ m

^^S^^^^^^i. "

Dan ,angit bumi m ya

Allah-dan Allah itu meliputi segala sesuatu

Wa Huwa Ma'akum - Allah itu bersamamu, iyan - nyata. past,.

(52)

Syari'at Muhammad ambilkan suluh. Ilmu hakikat yugia kau pertubuh. Nafsumu itu yugia kau bunuh. Makanya dapat sekelian luruh.3 Mencari dunia berkawan-kawan. Oleh nafsu khabis4 engkau tertawan. Nafsumu itu yugia kau lawan.

Mangkanya sampai engkau bangsawan. Mahbubmu itu tiada berhasil.5

Fa ainama tuwallu6 jangan kau ghafil.7 Fa samma Wajhullah8 sempurna wasil.9 Inilah jalan orang kamil.1 °

Kekasihmu zahir terlalu terang. Pada kedua alam nyata terbentang. Ahlul Makrifah' terlalu menang. Wasilnya daim tiada berselang.

3

luruh — lenyap, fana. 4

khabis (Arb) — busuk, jahat, hail (Arb) — tirai, pembatas.

fa ainama tuwallu - kutipan ayat Quran dari surah Al Ba^arah ayat 115 yang terjemahan selengkap ayat berbunyi: "Kepunyaan Allah timur dan barat: kerana .tu, ke mana saja engkau menghadap, di sana terdapat Wajah 7 Allah: sesungguhnya Allah mempunyai ilmu yang luas"

Ghafil (Arb) — lupa.

J fa samma Wajhullah bahagian ayat 115 surah Al Baqarah. seperti pada nota 6 ^ wasil (Arb) — sampai.

(53)

Hempaskan akal dan rasamu. Lenyapkan badan dan nyawamu. Pejamkan hendak dua matamu. Di sana lihat peri rupamu. Adamu itu yugia kau serang. Supaya dapat negeri yang henang.3 Seperti Ali tatkala perang.

Melepaskan duldul tiada berkekang. Hamzah miskin orang'uryani.4 Seperti Ismail jadi qurbani.5 Bukannya Ajam dan A'rabi. Nantiasa wasil dengan yang baqi.

—Habis—

3

henang — tetap.

4

uryani (Arb) — telanjang.

5

qurbani (Arb) — korban. Maksudnya: seperti Nabi Ismail yang rela mengor-bankan dirinya demi memenuhi mimpi ayahnya Nabi Ibrahim.

(54)

SYAIR NAMA-NAMA TUHAN

Aho segala kita yang menyembah nama Yogya diketahui apa Yang Pertama Karena Tuhan kita yang Sedia Lama Dengan ketujuh sifat bersama-sama

Kunjung-kunjung di bukit yang mahatinggi Kolam sebuah di bawahnya

Wajib insan mengenal diri Sifat Allah pada tubuhnya Nurani haqiqat khatam

Supaya terang laut yang maha dalam Berhenti angin ombak pun padam Menjadi Sultan kedua alam Tuhan kita Empunya Dhat

Awwainya Hayy pertama bilang Sifat Keduanya Ilmu dan Rupa Ma'lumat Ketiga Murid 'kan sekalian Iradat

(55)

Keempat Qadir dengan Qudratnya tamam Kelimanya sifat bernama Kalam

Keenamnya Sami' dengan AdaNya dawam Ketujuhnya Basir akan halal dan haram Ketujuhnya itu adanya qadim

Akan istidat allamin sempurna Alim Karena sifat ini dengan Kamal al-hakim Bernama Bismillahi 'l—Rahmani 'l—Rahim. Ilmu ini Haqiqat Muhammad al-Nabi

Menurutkan Ma'lum dengan lengkapnya qawi Daripada Haqiqatnya itu jahil dan wali

Beroleh i'tibarnya dengan sekalian peri Tuhan kita itu empunya Kamal

Di dalam IlmuNya tiada panah zawal Rahman dalamnya perhimpunan Jalai Beserta dengan Rahim sekalian Jamal

(56)

Tuhan kita itu yang bernama Aliyy Dengan sekalian sifatNya senantiasa baqi Alajamiil alamin AtharnNya jadi

Daripada sittu jihat sebab itulah khali Cahaya AtharNya tiada padam

memberikan wujud pada sekalian alam menjadikan mahluq siang dan malam IIa abadi 'l—abad tiada kan karam Tuhan kita itu seperti Bahr—al 'Amiq Ombaknya penuh pada sekalian tariq Laut dan ombak keduanya rafiq

Akhir ke dalamnya jua ombaknya ghariq Lautnya 'Alim halunnya Ma'lum

Keadaannya Qasim ombaknya Maqsum Tuhannya Hakim shu'unnya Mahkum Pada sekalian 'alamin inilah rusum

(57)

Jikalau sini kamu tahu akan wujud Itulah tempat kamu shuhud

Buangkan rupamu daripada sekalian quyud Supaya dapat ke dalam diri qu'ud

Pada wujud Allah itulah yogya kau qa'im Buangkan rupa dan namamu da'im

Nafikan rasamu daripada makhdum dan khadim Supaya sampai kepada Amal yang Khatim Jika engkau belum tetap seperti batu Hukum dua lagi khadim dan ratu Setelah lupa engkau dari emas dan mati Mangkanya dapat menjadi satu

Jika belum fana daripada ribu dan ratus Tiadakan dapat adamu kau hapus

Nafikan rasamu daripada kasar dan halus Supaya dapat barang katamu harus

(58)

Hamzah Fansuri sungguh pun da'if Haqiqatnya hampir pada Dhat al—Sharif Sungguh pun habab rupanya khatif Wasilnya da'im dengan Bahr al -Latif Hamzah miskin orang uryani

Seperti Ismail menjadi qurbani Bukannya Ajami lagi Arabi

Senantiasa wasil dengan Yang Baqi Hamzah Fansuri terlalu karam Di dalam laut yang mahadalam Berhenti angin ombak pun padam Menjadi sultan kedua alam

(59)

SYAIR A'YAN THABITAH

Aho segala kamu yang bernama taulan! Tuntut ma'rifat pada mengenal a'yan

Kerana disana sekalian 'arifan

Barang katanya setengah dengan firman. A'yan thabitah bukankah shu'un dhatiyyah? Mengapa pulang dikata wujud 'ilmiyyah! Tatakala awwal baharu muqabalah Olehnya janggal sebab lagi mentah. A'yan thabitah bukankah suwari? Mengapa pulang dikata sifat wahyi! Tatakala awwal baharu tafsil 'ilmi Olehnya janggal tiada mengetahui.

A'yan thabitah bukankah mahiyyat al—mumkinat? Mengapa pulang dikata mustahilat!

Tatakala awwal telah bernama ma'lumat Olehnya janggal tiada mendapat.

(60)

A'yan thabitah bukankah makhluq? Mengapa pulang dikata ma'shuq! Tatakala awwal baharu masbuq Olehnya janggal lalu tafaruq.

A'yan thabitah bukankah mir'at? Mengapa pulang dikata 'adamiyyat! Tatakala awwal bernama furuf 'aliyat Olehnya janggal menjadi dalalat. A'yan thabitah bukankah 'alam? Mengapa pulang dikata 'adam!

Tatakala awwal telah sudah mutalazam Olehnya janggal penglihatnya kelam. A'yan thabitah bukankah 'ashiq? Mengapa pulang dikata Khaliq! Tatakala awwal baharu mutalahiq Olehnya janggal lalu mufariq.

(61)

A'yan thabitah bukankah ma'lum? Mengapa pulang dikata ma'dum! Tatakala awwal telah sudah tennaqsum Olehnya janggal tiada mafhum.

A'yan thabitah bukankah faqir? Mengapa pulang dikata amir! Tatakala awwal baharu hadir Olehnya janggal menjadi khasir.

A'yan thabitah bukankah ja'izul '1-wujud? Mengapa pulang dikata mumtani'u'l—wujud! Tatakala awwal telah sudah mawjud

Olehnya janggal menjadi juhud.

A'yan thabitah bukankah sh'un thubuti? Mengapa pulang dikata 'adam mahdi! Tatakala awwal sudah mujmali Olehnya janggal menjadi Mu'tazili.

(62)

A'yan thabitah bukankah 'adam mumkin? Mengapa pulang dikata 'adam sakin! Tatakala awwal telah menjadi chermin Olehnya janggal lalu ngerin.

'Adam mimkin awwalnya ma'dum Disana faqir sekalian antum Didalam 'ilmu sekaliannya ma'lum

Itulah murad wa huwa ma'akum aynama kuntum.

Dari Hamzah's Sha'irs (Coo. Or. 2 or 6, Cod. Or. 3374, Cod. Or. 3372, Library, University of Leiden)

(63)

SYAIR RUH ID AFI

Ta'ayyun awwal wujud yang jami'i Pertama disana nyata Ruh Idafi Semesta 'alam sana lagi ijmali

Itulah bernama Haqiqat Muhammad al—Nabi. Ta'ayyun thani wujud yang tamyizi

Disana terperi sekalian ruhi

Semesta 'alam sana tafsil yang mujmali Itulah bernama haqiqat insani.

Ta'ayyun thalith wujud yang mufassali Ia itulah anugerah daripada karunia Ilahi Semesta 'alam sana tafsil fi'li

Itulah bernama a'yan khariji. Rahasia ini yogya diketahui Pada kita sekalian yang menuntuti

Demikianlah kelakuannya tanazzul dan taraqqi Dari sanalah kita sekalian menjadi.

(64)

Pada kunhinya itu belum berketahuan Demikianlah martabat asal permulaan Bernama wahdat tatakala zaman Itulah 'Ashiq sifat menyatakan. Wahdat itulah bernama Kamal Dhati

Menyatakan sana Ruh Muhammad al—Nabi Tatakala itu bernama Ruh Idafi

Itulah mahkota Qurayshi dan 'Arabi. Wahdat itulah sifat yang Keesaan Memberikan wujud pada sekalian insan MuhitNya lengkap pada sekalian zaman Olehnya itulah tiada Ia bermakan.

Wahdat itulah yang pertama nyata DidalamNya mawjud sekalian rata MuhitNya lengkap pada sekalian anggota Demikianlah umpama chahaya dan permata.

(65)

Wahdat itulah bernama Kunhi Sifat Tiada bercherai dengan itlaq Ahadiyyat Tanzih dan tashbih disana ma'iyyat

Demikianlah sekarang zahir [28] pada ta'ayyunat. Wahdat itulah bernama bayang-bayang

Disana nyata Wayang dan Dalang

MuhitNya lengkap pada sekalian padang Mushahadat disana jangan kepalang. Wahdat itulah yang pertama awwal Ijmal dan tafsil sana mujmal

MuhitNya lengkap pada sekalian afal Itulah martabat usul dan asal.

Wahdat itulah yang pertama tanazzul Ijmal dan tafsil sana maqbul

MuhitNya lengkap pada sekalian maf'ul Itulah Haqiqat Junjungan Rasul.

(66)

Wahdat itulah yang pertama tajalh Tiada bercherai dengan Wujud Mutlaqi Ijmal dan tafsil didalam 'ilmi

Itulah martabat kejadian Ruh Idafi. Wahdat itulah yang pertama taqayyid Disana idafat lam yulad dan lam yalid Pada sekalian ta'ayyun jangan kau taqlid Mangkanya sampai bernama tajrid. Wahdat itulah sifat yang talahuq Tanzih dan tashbih sana cluk MuhitNya nyata tatakala masuk

Itulah pertemuan Khaliq dan Makhluq. Wahdat itulah sifat yang talazum Tanzih dan tashbih sana malzum MuhitNya lengap pada sekalian ma'lum Itulah pertemuan Qasim dan Maqsiim.

(67)

Wahdat itulah sifat yang taqarun

Tanzih dan tashbih sana maqrun

MuhitNya lengkap pada sekalian mudabbirun.

Itulah murad: Wa fi anfusikum—a fa la tubsirun.

65

(68)

SYAIR IBA HATI

Tuhan kita yang bernama Qadim Pada sekalian makhluq terlalu karim TandaNya qadir lagi dan hakim

Menjadikan 'alam daripada al—Rahman al—Rahim. Rahman itulah yang bernama sifat

Tiada bercherai dengan kunhi Dhat Dhat disana perhimpunan sekalian 'ibarat Itulah haqiqat yang bernama ma'lumat.

Rahman itulah yang bernama wujud Keadaan Tuhan yang sedia ma'bud Kenyataan Islam Nasrani dan Yahud Dari Rahman itulah sekalian mawjud. Ma'bud itulah terlalu bayan

Pada kedua 'alam kulla yawmin huwa fi shan Ayat ini daripada Surat al—Rahman

(69)

Ma'bud itulah yang bernama haqiq Sekalian 'alam didalamnya ghariq Olehnya itulah sekalian fariq

Pada kunhinya itu tiada beroleh tariq Haqiqat itulah terlalu 'ayan

Pada rupa kita sekalian

insan-Aynama tuwallu suatu burhan

Fa thamma wajhu ' Llah pada sekalian makan.

Insan itu terlalu 'ali

Haqiqatnya Rahman yang Maha Baqi

Ahsanu taqwimin itu rabbani

Akan kenyataan Tuhan yang bernama Subhani. Subhani itulah terlalu 'ajib

Daripada habli'l—warid puh ia qarib Indah sekali qadi dan khatib

Demikian hampir tiada beroleh nasib.

(70)

Aho segala kita yang 'ashiqi Ingatkan ma'na insani

Jika sungguh engkau bangsa ruhani Jadikan dirimu akan rupa Sultani. Kenal dirimu hai anak 'alim! Supaya engkau nentiasa salim Dengan dirimu itu yogya kau qa'im Itulah haqiqat salat dan sa'im. .Dirimu itu bernama khalil

Tiada bercherai dengan Rabb[al-] Jalil Jika ma'na dirimu dapat akan dalil Tiada berguna madhhab dan sabil.

Kullu man 'alayha fan/ayat min Rabbihi

Menyatakan ma'na irjiH Ha aslihi Akan insan yang deroleh tawfiqi Supaya karam didalam sirru sirrihi.

(71)

Situlah wujud sekalian funun

Tinggallah engkau daripada mal wa'1-banun Engkaulah 'ashiq terlalu junun

Inna IVLlahi wa inna ilayhi raji'un.

(72)

SYAIR RUH (a)

Unggas itu yang amat burhana Diamnya nentiasa didalam astana

[39] Tempatnya bermain dibukit Tur Sina Majnun dan Si Layla adalah disana.

Unggas itu bukannya nuri Berbunyi ia sedekala hari

Bermain tamasha pada sekalian negeri Demikianlah murad al-insanu sirri. Unggas itu bukannya balam

Nentiasa berbunyi siang dan malam Tempatnya bermain pada sekalian 'alam Disanalah tamasha melihat ragam. Unggas itu tahu berkata-kata Sarangnya dipadang rata

Tempatnya bermain pada sekelian anggauta Ada yang bersalahan, ada yang sekata.

(73)

Unggas itu terlalu indah

Olehnya banyak ragam dan ulah

Tempatnya bermain [didalam] Ka'bah Pada bukit 'Arafat kesudahan mushahadah. Unggas itu bukannya merak

Nentiasa bermain didalam shurga Kenyataan mu'jizat tidur dan jaga Itulah wujud meliputi rongga. Unggas itu terlalu pingai Nentiasa main dalam maligai Rupanya elok sempurna bisai

Menyamarkan diri pada sekalian sakai. Unggas itu bukannya gagak

Bunyinya terlalu sangat galak

Tempatnya tamasha pada sekalian awak Itulah wujud menyatakan kehendak.

(74)

Unggas itu bukannya bayan

Nentiasa berbunyi pada sekalian a'y an Tempatnya tamasha pada sekalian kawan Itulah wujud menyatakan kelakuan. Unggas itu bukannya burung

Nentiasa berbunyi didalam tanglung Tempatnya tamasha pada sekalian lurung Itulah wujud menyatakan tulung.

Unggas itu bukannya Baghdadi Nentiasa berbunyi didalam jasadi

Tempatnya tamasha [40] pada sekalian fu'adi Itulah wujud menyatakan 'ahdi.

Unggas itu yang weruh angasmu Nentiasa 'ashiq tiada kala jemu Menjadi dagang lagi ia jamu Itulah wujud menyatakan 'ilmu.

(75)

( h l

Tayru'l-'uryani unggas sultani Bangsanya Nur'l-Rahmani Tasbihnya Allah Subhani Gila dan mabok akan Rabbani. Unggas itu terlalu pingai Warnanya terlalu bisai

Rumahnya tiada [69] berbidai Dukuknya da'im dibalik tirai. Putihnya terlalu suchi

Olehnya itu bernama ruh) Muatnya terlalu sufi Mashafnya bersurat Kufi "Arsh Allah akan pangkalnya Habib Allah akan taulannya Bayt Allah akan sangkarannya Mengadap Tuhan dengan sopannya

(76)

Sufitnya bukannya kain Fi'1-Makkah da'im bermain 'ilmunya zahir dan batin Menyembah Allah terlalu rajin. Kitab Allah dipersandangnya Ghayb Allah akan dipandangnya

'Alam Lahut akan kandangnya

Pada da'irah Huwa tempat pandangnya. Dhikr Allah kiri kanannya

Fikir Allah rupa badannya Shurbat tawhid akan minumnya Da'im bertemu dengan Tuhannya

Suluhnya terlalu terang Harinya tiada berpetang Jalannya terlalu hening

(77)

Chahayanya tiada berha'il Bayna'Llah dan bayna'1-amil Shari'atnya terlalu kamil

Barang yang mungkir menjadi jahil. Jika kau dapat asal 'ilmunya Engkaulah yang tertahunya 'Alam nin engkau yang punya Disana-sini engkau sukunya. 'Ilmunya tiada berbagai-bagai Fardunya yogya kau pakai Tinggalkan ibu dan bapai

Menyembah Tuhan jangan kau lalai. 'Ilamunya 'ilmu yang pertama Madhhabnya madhhab bernama Chahayanya chahaya yang lama Kedalam shurga bersama-sama.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan pada penderita kronis yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan penderita positif hasil SDJ yang dilakukan selama penelitian..

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Kasmawati S.Pd bahwa dalam pelaksanaan pembiasaan kepada anak, guru telah membiasakan anak untuk membaca doa sebelum dan

Selain itu kami juga membahas mengenai kunjungan pertama kami, tidak ada hambatan yang berarti ketika kunjungan pertama karena Kakek Made Adha sangat terbuka

Hasil yang diperoleh menujukkan bahwa wirausaha di bidang usaha dengan produk dasar herbal khususnya madu memiliki potensi yang cukup tinggi karena permintaan yang sangat

Tidak ada antibodi di pulau Langerhans, penurunan produksi insulin endogen / peningkatan resistensi insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar

Pada saat ini berkembang tren bahwa tari rakyat maupun tari klasik telah dikoreografi dengan tatanan konsep garap yang modern, sehingga dalam penyajian mampu membentuk

Negara Malaysia dikenali sebagai masyarakat majmuk yang terdiri daripada pelbagai kaum iaitu kaum Melayu, Cina, India, serta bumiputera Sabah dan Sarawak.Sejak Malaysia

Agar bunyi dapat merambat langsung dan tidak terhalang sehingga bunyi dapat sampai ke penonton pada barisan paling belakang maka dapat dilakukan dengan cara : • Posisi sumber