• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH LOKAL BIMA TERHADAP PENYAKIT Sclerotium rolfsii Sacc.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH LOKAL BIMA TERHADAP PENYAKIT Sclerotium rolfsii Sacc."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH LOKAL BIMA TERHADAP PENYAKIT Sclerotium rolfsii Sacc.

(STUDIES ON RESISTANCE OF SOME LOCAL VARIETIES OF PEANUT BIMA TO DISEASE Sclerotium rolfsii Sacc.)

Wahyu Astiko1), Irwan Muthahanas 1), Yuni Fitrianti 2)

1)

Dosen Program Studi Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Mataram 2)

Alumni Mahasiswa PS Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Mataram

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa varietas kacang tanah lokal Bima terhadap penyakit Sclerotium rolfsii. Percobaan dirancang menurut Rancangan Acak Kelompok, yang terdiri dari lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Perlakuan tersebut adalah Varietas Rasanae, Varietas Belo, Varietas Sape, Varietas Wawo, dan Varietas Wera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima varietas kacang tanah lokal Bima tersebut semuanya memiliki tingkat ketahanan yang rendah. Masa inkubasi varietas Wera paling cepat (7,66 h) dengan intensitas paling tinggi (96 %) dan varietas Sape paling lama (8,60 h) dengan intensitas penyakit terendah (74 %). Laju infeksi tertinggi diperoleh dari varietas Sape (1,589 unit/hari) dan terendah varietas Wera (0,165 unit/hari).

Kata kunci : kacang tanah, penyakit, ketahanan

ABSTRACT

The aim of the research was to determine the resistance of some Bima’s local varieties of peanut against Sclerotium rolfsii disease. Experiment was designed according to Completely Block Design consisted of five treatments and each treatment was replicated four times. The treatments were Rasanae varieties, Belo varieties, Sape varieties, Wawo varieties, and Wera varieties. Result of the experiment indicated that five peanut Bima local varieties mentioned all have of resistance level which low. Incubation period of Wera varieties is the fastest (7,66 d) with the highest intensity (96 %) and Sape varieties are the slowest (8,60 d) with the lowest intensity (74 %). The highest rate intensity was found on Sape varieties (1,589 unit/day) and the lowest one is Wera varieties (0,165 unit/day)

Key words : peanut, disease, resistance

PENDAHULUAN

Produksi rata-rata kacang tanah yang dicapai Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2006 masih sebesar 12,61 kw/ha. Produksi ini tergolong rendah dibandingkan dengan produksi hasil budidaya secara intensif yang dapat mencapai 20– 25 kw/ha (Badan Pusat Statistik, 2007; Sumarno, 1986).

Rendahnya produksi kacang tanah di NTB ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tehnik bercocok tanam yang kurang baik, gangguan gulma, hama dan penyakit. Salah satu penyebab penyakit penting yang ditemukan pada kacang tanah adalah jamur Sclerotium rolfsii Sacc (Departemen Pertanian, 1991; Semangun, 1991).

Jamur Sclerotium rolfsii menyerang pangkal batang tanaman hingga busuk yang menyebabkan tanaman akan layu secara perlahan dan akhirnya mati. (Semangun, 1991). Di NTB

kerugian yang disebabkan oleh jamur S.

rolfsii dapat mencapai 58,3% (Departemen Pertanian, 1990). Berdasarkan hasil survey dilapangan, lahan pertanaman kacang tanah yang terserang berat oleh Jamur S. rolfsii yaitu di Mataram, Sayang-sayang dan Pemenang Kabupaten Lombok Barat dengan tingkat serangan berkisar 80-90%.

Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S. rolfsii, namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Wudianto, 1997).

Melihat kenyataan yang demikian, maka diperlukan upaya pengendalian yang lebih ramah lingkungan. Salah satu diantaranya adalah dengan menanam varietas tahan. Penanaman varietas tahan

(2)

bukan berarti meniadakan cara pengendalian lainnya secara keseluruhan namun dalam rangka pengendalian penyakit secara terpadu, menanam varietas yang memiliki ketahanan tinggi ternyata lebih efektif dalam menekan kerugian karena penyakit (Martoredjo, 1989).

Di kabupaten Bima ada 5 varietas kacang tanah lokal Bima yang dapat digunakan sebagai sumber plasma nutfah untuk dijadikan varietas unggul seperti varietas lokal Rasanae, Belo, Sape, Wawo, dan Wera. Salah satu upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah mencari varietas kacang tanah lokal yang tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan jamur S. rolfsii. Tetapi informasi mengenai varietas kacang tanah lokal Bima yang tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang sampai saat ini belum dilaporkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang tidak hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi saja tetapi juga harus berwawasan lingkungan dengan menekankan pada keanekaragaman hayati dalam ekosistem. Salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan varietas tahan kacang tanah lokal Bima. Atas dasar pertimbangan ini, maka telah dilakukan penelitian tentang “ Uji ketahanan beberapa varietas kacang tanah lokal Bima terhadap penyakit busuk pangkal batang Sclerotium rolfsii Sacc “.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa varietas kacang tanah lokal Bima terhadap penyakit busuk pangkal batang

Sclerotium rolfsii Sacc.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental dengan percobaan di Rumah Kaca dan pengamatan mikroskopis di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Unram. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Pada percobaan ini digunakan lima varietas Kacang Tanah lokal Bima dan masing-masing perlakuan diulang empat kali sehingga diperoleh 20 bak percobaan. Perlakuan tersebut adalah Kacang Tanah varietas lokal Rasanae (V1), Belo (V2), Sape (V3), Wawo (V4), dan Wera (V5)

Percobaan dilakukan di Rumah kaca dan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Percobaan dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juli 2008.

Pelaksanaan percobaan ini meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut: penyiapan inokulum, uji patogenesitas inokulum jamur S.

rolfsii Sacc., penyiapan tempat penanaman,

pemupukan, penanaman, inokulasi jamur, dan pemeliharaan.

Penyiapan inokulum meliputi pembuatan medium, isolasi jamur dan perbanyakan jamur. Jamur di isolasi dengan cara mengambil sclerotia yang menempel pada permukaan tanaman kacang tanah terinfeksi yang sudah mati, untuk keperluan ini digunakan Potato Dekstrose Agar (PDA) sebagai medium tumbuh, selanjutnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar. Jamur hasil isolasi, kemudian diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan di identifikasi berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Barnett dan Hunter (1972). Biakan murni hasil isolasi Jamur Sclerotium rolfsii diperbanyak dalam medium PDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 5 hari.

Untuk mengetahui apakah jamur tersebut bersifat patogenik maka dilakukan uji patogenesitas terlebih dahulu. Uji patogenesitas dilakukan dengan cara menanam benih kacang tanah dalam polibag yang telah diisi dengan tanah steril sebanyak 500 gr/polibag. Jumlah perlakuan uji patogenesitas 15 polibag dengan 5 varietas kacang tanah lokal Bima yang diulang 3 kali. Setelah tanaman kacang tanah berumur 1 minggu baru diinokulasikan dengan jamur S. rolfsii. Inokulasi dilakukan dengan cara meletakkan setiap potongan miselia jamur berdiameter 8 mm kedalam tanah ± 1 cm diantara perakaran 2 tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari, pengamatan gejala dilakukan setiap hari sejak hari pertama setelah inokulasi sampai muncul gejala pertama.

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah regosol yang diambil dari halaman kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Tanah diambil pada kedalaman 20 cm yang merupakan lapisan olah. Selanjutnya tanah dikering anginkan dan di ayak dengan ayakan bermata saring 2mm, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121° C dan tekanan 1,5 atm selama 30 menit sebanyak dua kali dengan selang waktu 24 jam. Tanah tersebut dimasukkan dalam bak kayu berukuran (30x30x10) cm3, tiap bak diisi sebanyak 6 kg.

Tanah dalam bak dipupuk dengan Urea, Sp-36 dan KCL. Pemupukan dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan cara mencampur pupuk dengan tanah secara merata dan dosis pupuk yang digunakan 50 kg/ha urea (4,5 g/bak), 100 kg/ha Sp-36 (9 g/bak) dan 50 kg/ha KCL (4,5 g/bak). Benih kacang tanah yang telah disiapkan ditanam pada media tanam. Penanaman dilakukan dengan cara membuat 25 lubang sedalam ± 3 cm pada tiap bak, kemudian masing-masing lubang diisi 2 benih kacang tanah dengan jarak tanam 5x5 cm.

Inokulasi jamur S. rolfsii dilakukan setelah tanaman kacang tanah berumur 1 minggu (berdaun dua pasang).

(3)

Jumlah inokulum yang digunakan sebanyak 30 potong/bak dengan diameter 8 mm/potong. Inokulasi jamur S. rolfsii dilakukan dengan cara meletakkan setiap potong jamur S. rolfsii dengan kedalaman ± 1 cm diantara perakaran 2 tanaman.

Penyiraman dilakukan setiap hari, pada saat pagi hari atau disesuaikan dengan keadaan tanah pada bak percobaan. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 5 hari setelah tanam, dengan cara mencabut satu tanaman sehingga hanya terdapat satu tanaman yang tersisa pada tiap lubang. Penyulaman dilakukan 5-7 hari setelah biji tumbuh. Pada saat itu biji yang tidak tumbuh atau mati segera diganti dengan bibit yang baru.Pengendalian hama dan gulma dilakukan secara mekanik, apabila ada gulma yang tumbuh dicabut dan apabila ada hama disingkirkan. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam. Hal ini dimaksudkan hanya untuk melihat pertumbuhan tanaman kacang tanah yang terinfeksi penyakit busuk pangkal batang.

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah masa inkubasi, intensitas penyakit, dan laju infeksi.

Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari, sejak hari pertama setelah inokulasi jamur patogen sampai timbulnya gejala penyakit pertama pada masing-masing perlakuan dengan

menggunakan rumus :

M = ∑ (Z x Y) ∑ X

Keterangan :

Z : Jumlah tanaman terinfeksi pada hari ke ... Y : Hari terinfeksi

X : Jumlah tanaman yang terinfeksi

Pengamatan intensitas penyakit dilakukan untuk menentukan tingkat ketahanan tanaman kacang tanah terhadap penyakit busuk pangkal batang.Pengamatan intensitas penyakit dilakukan sebanyak 9 kali pada saat tanaman berumur 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, dan 26 hari setelah tanam dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Natawigena, 1982) : I = N n x 100 % Keterangan : I = Intensitas penyakit

n = Jumlah tanaman yang menampakkan gejala N = Jumlah tanaman yang diamati

Penilaian tingkat ketahanan setiap varietas yang diuji menggunakan tingkat ketahanan menurut Murwani dan Siti Rasminah (1981) (Tabel 1).

Tabel 1. Penilaian Tingkat Ketahanan Varietas Kacang Tanah Yang Diuji

Table 1. Category of resistance level tested peanut varieties Intensitas Penyakit (%) Tingkat Ketahanan 0-20 > 20-30 >30 Tinggi Sedang Rendah

Laju infeksi dihitung dengan menggunakan rumus laju infeksi dari Van der Plank (1963) :

r = Log Xt - Log X0 t . log e Keterangan :

Xt = Intensitas penyakit pada waktu t X0 = Intensitas penyakit mula-mula e = Angka tetapan (2,7182818) r = Laju infeksi

t = Waktu lamanya pengamatan

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 5%. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan maka selanjutnya diuji dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa Inkubasi

Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa masa inkubasi dari masing-masing varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji menunjukkan perbedaan. Masa inkubasi tercepat diperoleh dari varietas Wera (7,66 h), diikuti varietas Rasanae (7,96 h), Belo (8,26 h) dan Wawo (8,27 h), sedangkan masa inkubasi terlama diperoleh dari varietas Sape (8,60 h) (Gambar 1.).

Gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii berupa busuk pangkal batang, layu secara perlahan dan akhirnya mati. Tanda yang mudah dikenali dari penyakit ini adalah terdapatnya miselium jamur berwarna putih seperti bulu pada pangkal batang yang sakit atau dipermukaan tanah. Selanjutnya pada bagian tanaman yang terinfeksi terdapat sclerotia dari jamur S. rolfsii (Punja, 1985). Gejala penyakit ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(4)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 M a s a I n k u b a s i (h )

Rasanae Belo Sape Wawo Wera

Varietas

Gambar 1. Masa Inkubasi Penyakit S. rolfsii tiap Varietas yang diuji

Figure 1. Incubation period of S. rolfsii disease of each tested varieties

Gambar 2. Gejala Penyakit S. rolfsii pada Tanaman Kacang Tanah

Figure 2. The symtoms of the S. rolfsii disease on peanut

Keterangan :

A = Batang kacang tanah yang terinfeksi jamur S. rolfsii. a = Miselia

b = Sclerotia

B = Tanaman kacang tanah yang terserang jamur S. rolfsii

C = Tanaman kacang tanah yang mati akibat serangan jamur S. rolfsii

Gambar 3. Morfologi jamur S. rolfsii Gambar 4. Bentuk koloni jamur S. rolfsii

Figure 3. The morfology of S. rolfsii fungus pada medium PDA

Keterangan : Figure 4. The coloni of S. rolfsii fungus

A = Hifa, B = Sekat Penghubung on PDA culture

B C

A

B

A

(5)

Hasil pengamatan mikroskopis penyebab penyakit busuk pangkal batang adalah jamur

Sclerotium rolfsii Sacc. yang mempunyai hifa

hyalin (Gambar 3-A), dan terdapat ”sekat penghubung” yang merupakan ciri khusus hifa S.

rolfsii (Gambar 3-B), dan pengamatan bentuk

koloni jamur S. rolfsii yang berwarna putih seperti kapas dapat dilihat pada Gambar 4.

Perbedaan masa inkubasi dari beberapa varietas lokal Bima tersebut diduga disebabkan oleh adanya perbedaan ketahanan morfologi yang dimiliki tanaman. Pendapat Sastrahidayat (1986), bahwa ketebalan dinding epidermis merupakan salah satu ketahanan morfologi yang dimiliki tanaman. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan atau bahkan tidak mungkin dilakukan sama sekali oleh jamur patogen (Agrios, 1978).

Intensitas Penyakit

Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa intensitas penyakit dari masing-masing varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji pada 10, 12 dan 14 hari setelah tanam (hst) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sedangkan intensitas penyakit pada 16, 18, 20, 22, 24 dan 26 hst menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan Uji BNJ taraf 5%. Intensitas penyakit busuk pangkal batang tertinggi diperoleh dari

varietas Wera (96 %), diikuti varietas Rasanae (94 %), Wawo (94 %), dan Belo (92 %). Sedangkan varietas Sape intensitasnya paling rendah (74 %) (Gambar 5).

Perbedaan intensitas penyakit dari masing-masing varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji sangat dipengaruhi oleh ketahanan tanaman (Hemon dan Windarningsih 1991). Menurut Sastrahidayat (1985), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan patogen disebabkan oleh adanya rintangan mekanik yang dimiliki tanaman. Selain itu diduga disebabkan adanya perbedaan lignifikasi (Kuc, 1982).

Kelima varietas kacang tanah lokal Bima menunjukkan tingkat ketahanan yang rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor genetik dari dalam tanaman tersebut yang mempunyai ketahanan yang relatif sama terhadap intensitas penyakit busuk pangkal batang (Agrios, 1978). Selain itu, mungkin juga berhubungan dengan perubahan respon pertumbuhan tanaman dimana tanaman kacang tanah tersebut ditanam (Aist, 1983). Artinya bahwa semata-mata bukan karena penyakit busuk batang menjadi lebih virulen, tetapi lebih disebabkan oleh meningkatnya kerentanan tanaman kacang tanah akibat terjadinya predisposisi oleh faktor-faktor lingkungan di rumah kaca tempat tanaman ini ditanam, khususnya di daerah luar Bima dimana tanaman ini biasa ditanam.

Gambar 5. Perkembangan Intensitas Penyakit S. rolfsii Kelima Varietas yang diuji

Figure 5. The development intensity of S. rolfsii disease of each tested varieties 0 20 40 60 80 100 120 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Umur Tanaman In te n si ta s P en y a k it (% ) Rasanae Belo Sape Wawo Wera

(6)

Gambar 6. Laju infeksi tiap varietas yang diuji

Figure 6. Infection rates of each tested varieties Laju Infeksi

Hasil analisis laju infeksi dari masing-masing varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai laju infeksi tertinggi diperoleh dari varietas Sape (1,589 unit/hari), sedangkan nilai laju infeksi terendah diperoleh dari varietas Wera (0,165 unit/hari).

Tidak berbedanya laju infeksi pada masing-masing varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik dari tanaman tersebut yang mempunyai ketahanan yang sama terhadap infeksi penyakit. Hal ini diduga disebabkan oleh makin kuatnya jaringan tanaman seiring dengan semaikin tuanya umur tanaman. Pendapat senada dikemukakan oleh Sumaraw dan Lumanaw (1979) yang menyatakan bahwa semakin tua umur tanaman maka jaringan tanaman akan semakin kuat sehingga membatasi laju infeksi patogen.

Gambar 6 menunjukkan terjadinya penurunan laju infeksi dari semua varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini diduga berhubungan dengan kemampuan tanaman kacang tanah untuk membentuk fitoaleksin. Adanya fitoaleksin dalam jaringan tanaman dapat menghambat perkembangan patogen (Mehrotra, 1980)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1.Kelima varietas kacang tanah lokal Bima yang diuji memiliki tingkat ketahanan yang Rendah (R) terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii.

2.Masa inkubasi varietas Wera paling cepat (7,66 h) dengan intensitas paling tinggi (96 %) dan masa inkubasi varietas Sape paling lama (8,60 h) dengan intensitas penyakit terendah (74 %). 3.Laju infeksi tertinggi diperoleh dari varietas Sape

(1,589 unit/hari) dan terendah varietas Wera (0,165 unit/hari).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cara menguji varietas kacang tanah lokal Bima lainnya selain varietas lokal Rasanae, Belo, Sape, Wawo dan Wera. Hal ini dilakukan untuk memperoleh varietas lokal Bima yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan serta mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap penyakit busuk pangkal batang.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 1 2 3 4 5 6 7 8 Hari La ju I n fe k si (u n it /h a ri ) Rasanae Belo Sape Wawo Wera

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N., 1978. Plant Pathology. Academic Press. New YorkIimu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713p.

Aist, J.R., 1983, Structural Response As Resistance Mechanism. Dalam J.A. Baily and B.J. Deveral (Eds). The Dynamic of Host Defence. Acad Press. Sydney. New York. London. Pp 33-65.

Badan Pusat Statistik, 2007. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2007. BPS NTB. 579 h. Barnett. H. L. and Hunter. B. B., 1972. Ilustrated

Genera Of Imperfect Fungi. Burges Company. 241 h.

Departemen Pertanian, 1990. Laporan Tahunan Satgas BPTP VII Wilayah Kerja Propinsi Nusa Tenggara Barat. 70-75 h.

Departemen Pertanian, 1991. Luas Panen, Rata-rata, Produksi dan Produksi Kacang Tanah di Nusa Tenggara Barat. BPS NTB. 500 h. Hemon, F., dan M. Windarningsih. 1991. Uji

Ketahanan Beberapa Varietas Kacang tanah terhadap penyakit Becak Daun Cercospora

personata (Berg dan Curt) Dalam Prosiding

Kongres Nasional XI dan Seminar III PFI Maros, Ujung Pandang. 40-50 h.

Kuc, J., 1982. The immunization of cucurbits against fungal, bacterial, and viral disease, pp. 137-155. Dalam Journal paper no. 80-11-88 of the Kentucky Experiment Station, Lexinglon, Kentuckey 40456. USA 12p.

Natawigena, H., 1982. Pestisida dan Kegunaannya. Armico. Bandung. 40 h.

Martoredjo, T., 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta. 51 h. Mehrotra, R.S., 1980. Plant Pathology. Tata Mc,

Graw Hill Publishing Company, Limited. New Delhi. 771p.

Murwani, E. R. dan Siti Rasminah, 1981. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tembakau Virginia Terhadap Penyakit Lanas Pada Berbagai Tingkat Pengenceran. Makalah Pada Kongres Nasional PFI ke-VI. Bukit Tinggi. H 50-60.

Punja, K. Zamir. 1985. The Biology, Ecology and Control of Sclerotium rolfsii. Campbell Institute for Research and Technology, Route 1, Box 1314. Davis, California 95616 Sastrahidayat, I. R., 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan.Usaha Nasional. Surabaya.520h. Semangun, 1991. Penyakit–penyakit Tanaman

Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 449 h. Sumaraw, S. M. Dan Lumanaw, S.R., 1979. Studi

Gejala Layu pada Kedelai Varietas Orba

Glycine Max. L. Merril Di minahasa.

Kongres Nasional PFI ke V.Malang. 60-70h Sumarno, 1986. Teknik Budidaya Kacang Tanah.

Sinar Baru. Bandung. 79 h.

Van der Plank, J.E., 1963. Pant Diseases: Epidemics and Control. Acad. Press, New York. 349 h. Wudianto, R., 1997. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. 57 h.

Gambar

Gambar 1. Masa Inkubasi Penyakit S. rolfsii tiap Varietas yang diuji  Figure 1. Incubation period of S
Gambar 5. Perkembangan Intensitas Penyakit S. rolfsii Kelima Varietas  yang diuji  Figure  5
Gambar 6. Laju infeksi tiap varietas yang diuji  Figure   6. Infection rates of each tested varieties

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dengan Mulyani sebagai koreografer Tari Kenya Lengger yang dilakukan pada tanggal 15 Februari 2015 sampai dengan tanggal 21 Mei 2015 meliputi kegiatan

Percobaan yang dilakukan adalah melakukan proses FMM on TD untuk menghitung geodesic distance dari sebuah titik awal ke semua titik lainnya (single source shortest path

[r]

Dari analalisis data dapat diketahui fator-faktornya yang membuat siswa belajar mandiri dalam penggunaan TIK menunjukkan adanya faktor internal dan eksternal yang

“Syarat-syarat untuk menjadi seorang pemimpin di pesantren ini dari dulu sampai sekarang sebetulnya tidak jauh berbeda, hanya saja sekarang harus disesuaikan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditemukan di lapangan tentang Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilu Legislatif 2014 di Desa Lumban Rau Tengah Kecamatan Nassau

Dampak dari kekejangan atau kekakuan yang dialami anak cerebral palsy tipe spastik diantaranya adalah hambatan dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot,

Jenis alat tangkap yang digunakan pada setiap daerah pasti berbeda-beda, hal itu tergantung pada kondisi daerah tersebut. Berikut adalah jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di