Patofisiologi Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka
terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebarandapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami hingga delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai leb
menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai leb ih dari satu vertebra. Infeksiih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah
berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian tepifisial korpus vertebra. Kemudian terjadierjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian
bagian depan depan korpus korpus ini ini akan akan menyebabkan menyebabkan terjadinya terjadinya kifosis kifosis yang yang dikenal dikenal sebagai sebagai gibbus.gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di
tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya (Alfarisi, 2011)dekatnya (Alfarisi, 2011)
Gambar.
Gambar. Gibbus. Tampak penonjolan bagian posteriorGibbus. Tampak penonjolan bagian posterior tulang belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifotik .vertebra tulang belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifotik .vertebra
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak
aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah (Alfarisi, 2011).
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial pah a. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada v ertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal VIII sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis
vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal. Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui
kombinasi 4 faktor yaitu:
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak.
Perjalanan penyakit ini terbagi dalam 5 stadium yaitu: a. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak- anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging
anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologist
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan bera tnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempun yai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:
Derajat I: kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia d apat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
e. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.
Uji Mantoux positif
Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku.
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.
Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi. Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay)
negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.
Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) ma sih terus dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA, amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC (Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya
2. Pemeriksaan Radiologis
Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan yang paling menunjang untuk diagnosis dini spondilitis TB karena memvisualisasi langsung kelainan fisik pada tulang belakang. Terdapat
beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan seperti sinar-X, Computed Tomography Scan (CTscan), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan penyempitan jarak antar diskus intervertebralis, erosi dan iregularitas dari badan vertebra, sekuestrasi, serta massa para vertebra. Pada keadaan lanjut, vertebra akan kolaps ke arah anterior sehingga menyerupai. akordion (concertina), sehingga disebut juga concertina collapse.
2.1. Sinar-X
Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering dilakukan dan berguna untuk penapisan awal. Proyeksi yang diambil sebaiknya dua jenis, proyeksi AP dan lateral. Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya memberikan gambaran fusiformis.
Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk angulasi kifotik (gibbus). Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat terlihat, yang merupakan cold abscess. Namun, sayangnya sinar-X tidak dapat mencitrakan cold abscess dengan baik. Dengan proyeksi lateral, klinisi dapat menilai angulasi kifotik diuk ur dengan metode Konstam.
TB. Sinar-X memperlihatkan iregularitas dan berkurangnya ketinggian dari badan vertebra T9 (tanda bintang), serta juga dapat terlihat massa paravertebral yang samar, yang
merupak cold abscess (panah putih)
Gambar. Pengukuran angulasi kifotik metode Konstam. Pertama, tarik garis khayal sejajar end-plate superior badan
vertebra yang sehat di atas dan di bawah lesi. Kedua garis tersebut diperpanjang ke anterior sehingga bersilangan. Sudut K pada gambar adalah sudut Konstam, sedangkan Sudut A adalah angulasi aktual yang dihitung. Pada contoh
gambar ini, angulasi kifotik adalah sebesar
2.2. CT Scan
CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis. CT myelography juga dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis apabila tidak tersedia pemeriksaan MRI. Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan kontras melalui punksi lumbal ke dalam rongga subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan.
Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas kerusakan jaringan tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya
Gambar. Pencitraan CT-scan pasien spondilitis TB potongan aksial setingkat T 12. Pada CT-scan dapat terlihat destruksi pedikel kiri vertebra L3 (panah hitam), edema jaringan perivertebra (kepala panah putih), penjepitan medula spinalis (panah kecil putih), dan
abses psoas (panah putih besar).
2.3. MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini.26,30 Untuk mengevaluasi spondilitis TB, sebaiknya dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sa gital yang meliputi seluruh vertebra untuk mencegah terlewatkannya lesi noncontiguous.
MRI juga dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan jaringan. Peningkatan sinyal-T1 pada sumsum tulang mengindikasikan pergantian jaringan radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI ini berkorelasi dengan gejala klinis. Bagaimana membedakan spondilitis TB dari spondylitis lainnya melalui MRI akan dijelaskan pada bagian diagnosis diferensial setelah ini.
Gambar. Pencitraan MRI potongan sagital pasien spondilitis TB. Pada MRI dapat dilihat destruksi dari badan
vertebra L3-L4 yang menyebabkan kifosis berat (gibbus), infi ltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis
spinalis, dan penjepitan medula spinalis.19 Gambaran ini khas menyerupai akordion yang sedang ditekuk.
2.4. Pencitraan lainnya
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah lumbar. Dengan pemeriksaan ini dapat dievaluasi letak dan volume abses/massa iliopsoas yang mencurigakan suatu lesi tuberkulosis. Bone scan pada awalnya sering digunakan, namun pemeriksaan ini hanya bernilai positif pada awal perjalanan penyakit.
Selain itu, bone scan sangat tidak spesifi k dan ber-resolusi rendah. Berbagai jenis penyakit seperti degenerasi, infeksi, keganasan dan trauma dapat memberikan hasil positif yang sama seperti pada spondilitis TB.
Pencitraan dengan 67-Gadolinium diketahui berguna untuk mendeteksi infeksi TB diseminata. Penggunaan pencitraan ini masih belum lazim pada spondilitis TB.
3. Bakteriologis
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada bagaimana mendapatkan spesimen d engan jumlah basil yang adekuat. Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104 basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per mililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7 -10 hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk itu dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
Pada negara di mana terdapat prevalensi tuberkulosis yang tinggi atau tidak terdap at sarana medis yang mencukupi, penderita dengan gambaran klinis dan radiologis yang sugestif spondilitis tuberkulosis tidak perlu dilakukan biopsi untuk memastikan diagnosis dan memulai pengobatan.
4.Histopatologis
Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang granulomatosis dan nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat membantu penegakan diagnosis. Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh sel epiteloid, giant cell dan limfosit disertai nekrosis pengkejuan di sentral memberikan nilai diagnostik paling tinggi dibandingkan temuan histopatologis lainnnya.
Gambaran histopatologis berupa tuberkel saja harus dihubungkan dengan penemuan klinis dan radiologis.
Referensi:
Zuwanda, Raka Janitra. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Roni Eka Sahputra, Irsal Munandar.2015. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2).
Fie Fie, Novita. 2016. Prevalensi Spondilitis Tuberkulosis di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2014.Universitas Sumatera Utara: 2016; 5(3).