• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Tutup Lhn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Perubahan Tutup Lhn"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL

KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN

PROVINSI SUMBAR

HANDY RUSYDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar

Nama : Handy Rusydi

NRP : E34101054

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir.H.Sambas Basuni,MS Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo,MSc

NIP: 131.411.832 NIP: 131.760.841

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana,MS NIP: 131.430.799

(3)

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL

KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN

PROVINSI SUMBAR

HANDY RUSYDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Papa, Mama, Dedek, Uci, Alm.Elva Mariani dan Tante Eki beserta anggota keluarga lainnya atas segala curahan kasih sayang beserta dukungan yang tiada henti yang diberikan kepada penulis

2. Dr.Ir.H.Sambas Basuni, MS dan Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas arahan-arahan yang telah diberikan kepada penulis guna mencapai kesempurnaan penulisan skripsi ini

3. Dra.Sri Rahayu, MSi dan Dr.Ir.E.G.Togu Manurung, MS selaku dosen penguji wakil Departemen Manajemen Hutan dan Teknologi Hasil Hutan

4. Seluruh staf Dinas Kehutanan Sumbar (Om Hendra, Pak Taufik, Om Arif, Pak Bambang dan Pak Kirman) atas fasilitas dan data serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis

5. Seluruh staf LAPAN bagian pelayanan data atas fasilitas dan data yang diberikan kepada penulis

6. Bapak Soewartono selaku Kepala Balai Taman Nasional Kerinci Seblat dan seluruh jajaran staf Taman Nasional Kerinci Seblat atas izin yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di TNKS Kabupaten Pesisir Selatan

7. Rekan-rekan SDAF 39 (Jamal, Abah, Suhe, Sari, Edo, Maja, Ghanniy, Joko, Rudi, Agus) atas bantuan dan sharing ilmu yang diberikan kepada penulis 8. Crew Padepokan Rimba (Ian, Abah, Pimen, Rudi, Joe, Kodel) atas kebersamaan

dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Bogor, Januari 2007

(5)

RINGKASAN

HANDY RUSYDI (E34101054). Perubahan Penutupan Lahan di Taman

Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar. Di bawah

bimbingan Dr.Ir.H.Sambas Basuni,MS. dan Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo,MSc.

Dalam menjaga kelanjutan konservasi pada wilayah Taman Nasional Kerinci

Seblat (TNKS) Kabupaten Pesisir Selatan, kestabilan penutupan lahan hutan merupakan

unsur penting dalam pelestarian kawasan sehingga penelitian tentang perubahan

penutupan lahan pada wilayah ini perlu dilakukan. Mengingat TNKS Kabupaten Pesisir

Selatan sangat luas dan memiliki medan yang berat akan sangat menyulitkan dalam

proses pemantauan perubahan penutupan lahan. Di samping biaya dan tenaga yang

dikeluarkan cukup besar, juga akan menghabiskan waktu yang cukup lama.

Kendala-kendala dalam pemantauan perubahan penutupan lahan dapat dikurangi dengan adanya

teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

membuat data dasar penutupan lahan, mengukur besaran dan laju perubahan penutupan

lahan di daerah TNKS Kabupaten Pesisir Selatan serta menganalisis penyebab dari

perubahan penutupan lahan khususnya penutupan lahan hutan ditinjau dari aspek sosial

ekonomi masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengelolaan bagi Balai TNKS dan bahan

masukan bagi pemda Sumbar khususnya pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dalam

pengembangan program pembinaan masyarakat terutama daerah-daerah sekitar kawasan

TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat TM tahun

1998, citra satelit Landsat ETM tahun 2005, peta batas administrasi pemerintahan

provinsi Sumbar, peta hasil tata batas kawasan, data sosial ekonomi masyarakat dan data

pendukung lainnya. Analisis pengukuran dan pengolahan data dilakukan di

Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Perlengkapan yang digunakan adalah satu paket Sistem Informasi Geografis termasuk

komputer (PC Desktop), software Arc View dan software Erdas Imagine, sedangkan

peralatan yang digunakan di lapangan adalah alat-alat tulis, alat hitung (kalkulator),

kamera dan Global Positioning System (GPS).

Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat TM dan citra Landsat ETM,

penutupan lahan kawasan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar

dikelompokkan menjadi tujuh kelas klasifikasi. Kelas-kelas klasifikasi tersebut antara

lain hutan, lahan terbuka, sawah, pertanian lahan kering, semak belukar, tidak ada data

dan kebun campuran.

Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat TM tahun 1998 dan citra Landsat

ETM tahun 2005, TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar mengalami

perubahan penutupan lahan pada setiap tipe penutupan lahannya. Tipe penutupan lahan

yang mengalami peningkatan luas wilayah yang terbesar terjadi pada penutupan lahan

semak belukar, yaitu terjadi peningkatan luas sebesar 8083,35 ha (1564,72%).

(6)

Penutupan lahan yang mengalami penurunan luas wilayah yang paling besar adalah

hutan, yaitu berkurang seluas 10575 ha (-4,72%).

Data sosial ekonomi masyarakat diambil berkaitan dengan kegiatan masyarakat

dalam penggunaan lahan dan interaksi terhadap kawasan TNKS Kabupaten Pesisir

Selatan. Data yang diambil adalah data sekunder yang berasal dari kantor BPS Padang.

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNKS hanya berlaku untuk

wilayah sekitar kawasan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan saja.

Sebagian besar masyarakat di sekitar wilayah penelitian, dalam hal ini adalah

Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Pendapatan per

kapita penduduk Kabupaten Pesisir Selatan paling banyak di dapat dari sektor pertanian.

Pada PDRB tahun 2002, pendapatan sektor pertanian hanya mencapai 32% dari total

pendapatan yang diperoleh pada tahun tersebut kemudian disusul oleh sektor

perdagangan yang mencapai 21% dari total pendapatan serta sektor jasa yang mencapai

19% dari total pendapatan Kabupaten Pesisir Selatan (BPS, 2004). Lain halnya dengan

pendidikan masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan. Masyarakat disini pendidikan yang

persentasenya paling besar adalah tingkat SD. Dari fakta ini dapatlah ditarik kesimpulan

bahwa tingkat pendidikan masyarakat kabupaten Pesisir Selatan masih rendah.

Hubungan antara perubahan penutupan lahan khususnya penutupan lahan hutan

dengan perubahan tiga faktor sosial ekonomi masyarakat, yaitu perubahan kepadatan

penduduk, perubahan rata-rata jumlah anggota keluarga dan perubahan jumlah petani

yang diduga menjadi pengaruh penyebab perubahan lahan dianalisis dengan

menggunakan metode uji-pengaruh (Chi-Quadrat) dengan asumsi bahwa hanya untuk

satu interaksi masing-masing faktor terhadap tingkat perubahan penutupan lahan hutan

dan tidak berlaku untuk pengujian dua faktor bersamaan atau lebih. Setelah dilakukan

analisis, ternyata perubahan kepadatan penduduk dan perubahan jumlah petani

berpengaruh nyata terhadap perubahan penutupan lahan hutan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Padang pada tanggal 16 Mei 1983. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Rusydi dan Hasnelly. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 di TK Baiturrahmah Padang dan lulus pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Baiturrahmah Padang dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP 2 Padang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor, lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis melakukan praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada BKPH Gunung Slamet Barat, BKPH Rawa Timur serta Kampus Lapangan UGM di Getas Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Profesi pada Balai Taman Nasional Ujung Kulon.

Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti penulis salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA). Kegiatan yang pernah dilakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah melakukan sensus banteng yang tergabung ke dalam lima belas tim di Taman Nasional Ujung Kulon.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar” di bawah bimbingan Dr.Ir.H.Sambas Basuni,MS dan Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo,MSc.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dengan judul ”Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar” ini memuat tentang perubahan luas dan laju penutupan lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar dalam kurun waktu 1998 dan 2005 dengan menggunakan citra Landsat. Skripsi ini juga membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penutupan lahan hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar ditinjau dari aspek sosial ekonomi masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengelolaan bagi Balai TNKS dan juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemda Sumbar dalam program pembinaan masyarakat sekitar kawasan TNKS.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahannya ... 3

B. Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan ... 3

C. Sifat Spektral Beberapa Penutupan Lahan ... 5

D. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Lahan ... 6

E. Kawasan Hutan, Kawasan Konservasi dan Masyarakat Desa ... 9

F. Penginderaan Jauh (remote sensing) ... 10

G. Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 14

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

B. Batasan Penelitian ... 19

C. Bahan dan Alat ... 19

D. Jenis Data, Sumber dan Kegunaannya ... 20

E. Metode Pengukuran dan Pengumpulan Data ... 20

F. Pengolahan Data ... 21

G. Analisis Data ... 25

IV. KONDISI UMUM LAPANGAN A. Sejarah Kawasan ... 27

B. Letak dan Luas ... 27

C. Kondisi Fisik Lapangan ... 28

D. Kondisi Biologi ... 29

(10)

V. HASIL dan PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan

Provinsi Sumbar ... 31

B. Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar ... 33

C. Perubahan Penutupan Lahan ... 39

D. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat ... 42

VI. KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Uraian-uraian Subsistem SIG ... 16 2 Peta Lokasi Penelitian ... 18 3 Bagan Alir Proses Pengolahan Citra ... 23 4 Beberapa Contoh Tipe Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan:

(1) Semak Belukar, (2) Kebun Campuran, (3) Sawah, (4) Lahan Terbuka ... 33 5 Beberapa Contoh Cuplikan Citra Satelit dengan Kombinasi Band 543: (1)

Hutan, (2) Kebun Campuran, (3) Lahan Terbuka, (4) Sawah ... 34 6 Kepadatan Penduduk Mempengaruhi Perubahan Penutupan Lahan ... 46

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Sistem Klasifikasi Penggunaan dan Penutupan Lahan Menggunakan Data

Penginderaan Jauh ... 4

2 Aplikasi Prinsip dan Saluran Spektral Thematic Mapper (Lo, 1995) ... 5

3 Rincian Citra Landsat yang Digunakan ... 22

4 Jumlah dan Luas Wilayah Administratif ... 28

5 Luas Kawasan TNKS ... 28

6 Penutupan Lahan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar Tahun 1998 ... 35

7 Penutupan Lahan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar Tahun 2005 ... 37

8 Perubahan Penutupan Lahan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar (1998 dan 2005) ... 39

9 Persentase Mata Pencaharian Penduduk Sekitar Wilayah Penelitian ... 43

10 Persentase Pendidikan Masyarakat Sekitar Wilayah Penelitian ... 44

11 Hubungan Perubahan Kepadatan Penduduk Terhadap Perubahan Penutupan Lahan Hutan ... 45

12 Hubungan Perubahan Rata-Rata Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Perubahan Penutupan Lahan Hutan ... 46

13 Hubungan Perubahan Jumlah Petani Terhadap Perubahan Penutupan Lahan Hutan ... 47

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Penduduk Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 1998 dan Tahun 2005

2 Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 1998 (per Kecamatan)

3 Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2005 (per Kecamatan)

4 Tabel Uji Chi-Square

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bertolak dari perkembangan dunia selama dua dekade terakhir, masyarakat internasional makin menyadari betapa pentingnya peranan hutan tropis untuk kelangsungan kehidupan global. Menipisnya cadangan terakhir hutan tropis dunia yang dibarengi oleh peningkatan polusi udara yang tajam selama periode itu, telah menimbulkan rusaknya lapisan ozon, peningkatan panas global, bahaya naiknya permukaan air laut akibat pencairan es di kutub, kegagalan produksi pangan karena kemarau berkepanjangan, tenggelamnya beberapa habitat kehidupan serta dampak lain yang sangat luas akibat peningkatan CO dan CO2 di atmosfir. Perkembangan ini telah menempatkan

kelestarian sumberdaya hutan tropis sebagai salah satu tumpuan harapan dalam menyelamatkan sumber kehidupan dan lingkungan hidup secara global.

Di tengah-tengah gelombang kelangkaan hutan tropis yang semakin hebat melanda dunia dewasa ini, perhatian besar masyarakat internasional semakin banyak tertuju pada usaha-usaha konservasi hutan tropis sebagai bagian penting penyelamatan lingkungan global. Seirama dengan perkembangan ini, Indonesia telah menetapkan berbagai kawasan konservasi untuk dikelola secara intensif berupa taman-taman nasional, cagar-cagar alam, suaka-suaka margasatwa, taman-taman wisata alam, taman-taman buru, serta taman-taman hutan raya. Sebagai bagian dari kebijakan ini, telah ditetapkan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang meliputi empat provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Areal taman nasional ini merupakan wilayah vital yang berperan sebagai penyangga ekosistem sentral sumatera.

Jika difokuskan pandangan pada wilayah TNKS bagian Sumatera Barat, maka terlihat bahwa areal ini terletak pada patahan semangka Bukit Barisan. Sumberdaya hutan pada bagian wilayah ini memiliki aneka fungsi, baik sebagai sumber plasma nutfah, stabilisator iklim, paru-paru wilayah,

(15)

habitat flora dan fauna endemik, maupun sebagai stabilisator lapisan bumi yang ada pada patahan semangka Bukit Barisan yang sangat rawan bencana.

Dalam menjaga kelanjutan konservasi pada wilayah TNKS bagian Sumatera Barat tersebut, kestabilan penutupan lahan hutan merupakan unsur penting dalam pelestarian kawasan sehingga penelitian tentang perubahan penutupan lahan pada wilayah ini perlu dilakukan. Mengingat TNKS bagian Sumatera Barat sangat luas dan memiliki medan yang berat akan sangat menyulitkan dalam proses pemantauan perubahan penutupan lahan. Di samping biaya dan tenaga yang dikeluarkan cukup besar, juga akan menghabiskan waktu yang cukup lama.

Kendala-kendala dalam pemantauan perubahan penutupan lahan dapat dikurangi dengan adanya teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit mampu mendeteksi perubahan yang terjadi di muka bumi setiap saat. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk membuat data dasar penutupan lahan

2. Mengukur besaran dan laju perubahan penutupan lahan di daerah Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar

3. Menganalisis penyebab dari perubahan penutupan lahan khususnya penutupan lahan hutan ditinjau dari aspek sosial ekonomi masyarakat

C. Manfaaat Penelitian

1. Bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengelolaan bagi Balai Taman Nasional Kerinci Seblat

2. Bahan masukan bagi Pemda Sumbar khususnya Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dalam pengembangan program pembinaan masyarakat terutama daerah-daerah yang termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penutupan Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1990). Ada juga yang menyebutkan bahwa penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Secara umum ada tiga kelas data yang mencakup penutupan lahan, yaitu:

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia

2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang

3. Tipe pembangunan

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1990). Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh. Sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan karena manusia mengalami kondisi yang berubah dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer, 1990). Deteksi perubahan mencakup perubahan keadaan suatu lahan dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada wilayah tertentu yang dipotret oleh suatu satelit dari luar angkasa yang mempunyai orbit tertentu dan hasilnya dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995).

B. Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

Menurut Lo (1995) satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana di dalam menjelaskan setiap kategori

(17)

penggunaan dan penutupan lahan. Anderson (1971) dalam Lo (1995) menganggap bahwa pendekatan fungsional atau pendekatan berorientasi kegiatan akan lebih sesuai digunakan untuk citra satelit ruang angkasa, sebagai skema klasifikasi tujuan umum. Pendekatan ini merupakan sistem klasifikasi lahan yang umum digunakan di Amerika Serikat yang diperkenalkan oleh United State Geological Survey (USGS). Sistem klasifikasi yang diperkenalkan oleh USGS disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan untuk Digunakan dengan Data Penginderaan Jauh (Lillesand dan Kiefer, 1990)

No Tingkat I Tingkat II 1 Perkotaan atau

Lahan Perkotaan

a. Pemukiman

b. Perdagangan dan Jasa c. Industri

d. Transportasi

e. Kompleks Industri dan Perdagangan f. Kekotaan Campuran dan Lahan Bangunan

g. Kekotaan atau Lahan Bangunan Lainnya 2 Lahan Pertanian a. Tanaman Semusim dan Padang Rumput

b. Daerah Buah-buahan, Jeruk, Anggur dan Tanaman Hias

c. Lahan Tanaman Obat d. Lahan Pertanian Lainnya 3 Lahan Peternakan a. Lahan Pengembalaan Terkurung

b. Lahan Peternakan Semak dan Belukar c. Lahan Peternakan Campuran

4 Lahan Hutan a. Lahan Hutan Gugur Daun Semusim b. Lahan Hutan yang Selalu Hijau c. Lahan Hutan Campuran

5. Air a. Sungai dan Kanal b. Danau

c. Waduk

d. Teluk dan Muara 6 Lahan Basah a. Lahan Hutan Basah

b. Lahan Basah Bukan Hutan 7 Lahan gundul a. Dataran Garam Kering

b. Gisik

c. Daerah Berpasir Selain Gisik

d. Tambang Terbuka, Pertambangan dan Tambang Kerikil

Sistem klasifikasi diatas disusun berdasarkan kriteria berikut (USGS dalam Lillesand dan Kiefer, 1990): (1) tingkat ketelitian interpretasi

(18)

minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategorisasi harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari penutupan lahannya, (6) sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalam sub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, (8) pengelompokan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus memungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutupan lahan pada masa yang akan datang, dan (10) lahan multiguna harus dapat dikenali bila mungkin.

C. Sifat Spektral Beberapa Penutupan Lahan

Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit range panjang gelombang yang digunakan, maka semakin tinggi kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek. Untuk tujuan penggunaan teknik analisis dengan bantuan komputer pada data penginderaan jauh maka sangat dibutuhkan pengetahuan menyeluruh mengenai karakteristik spektral dari data tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Aplikasi Prinsip dan Saluran Spektral Thematic Mapper (Lo,1995)

Saluran (Band)

Panjang Gelombang

(μm) Potensi Pemanfaatan

1 0,45-0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer

2 0,52-0,6 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan

3 0,63-0,69 Saluran absorbsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi

(19)

Tabel 2. Lanjutan Saluran

(Band) Gelombang Panjang (μm)

Potensi Pemanfaatan

4 0,76-0,9 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk deliniasi tubuh air

5 1,55-1,75 Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan

6 2,08-2,35 Saluran inframerah termal yang

penggunaannya untuk perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan pemetaan termal

7 10,45-12,5 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal

Sistem pada citra Landsat juga dirancang untuk mengumpulkan energi pantulan yang dilakukan oleh saluran 1-5, 7 dan 8 (7 saluran) dan energi pancaran yang dilakukan oleh saluran 6 (1 saluran). Sensor Landsat akan mengkonversi energi pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan radiansi. Radiansi ini terkait erat dengan kecerahan pada arah tertentu terhadap sensor. Nilai radiansi kemudian dikuantifikasi menjadi nilai kecerahan (digital number) citra yang tersimpan dalam format digital.

D. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Lahan

Menurut Darmawan (2002), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama masyarakat sekitar kawasan. Suheri (2002) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah adanya kebakaran hutan. Di daerah penelitiannya, Suaka Margasatwa Cikepuh kebakaran hutan merupakan kejadian yang terjadi tiap tahun. Kebakaran hutan terjadi pada daerah yang banyak ditumbuhi rerumputan dan semak di wilayah tersebut. Di dalam penelitian Suheri, faktor lain yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah penebangan liar. Pada awal tahun 1999, banyak masyarakat sekitar Sukabumi yang masuk ke dalam kawasan dengan tujuan untuk mencuri kayu.

(20)

Menurut Wijaya (2004), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan di suatu wilayah diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Tingginya kepadatan penduduk akan meningkatkan tekanan terhadap hutan. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan kegiatan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Di daerah penelitian Wijaya, masyarakat kabupaten Cianjur sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian ini memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan khususnya lahan budidaya. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Menurut Komponen A KS-ICDP (2002), perambahan paling sulit dikendalikan jika dilakukan oleh pendatang yang tidak melapor ke kepala desa. Perambah ini dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan asalnya: (1) Mereka datang dari desa di sekitar, (2) Mereka berasal dari desa yang jauh dari taman. Perambahan dapat juga dibagi berdasakan tujuannya, yaitu: (1) Lahan dibuka dan ditanami oleh perseorangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, (2) Lahan dibuka untuk dikembangkan menjadi perkebunan/pertanian dan (3) Lahan dibuka dan ditanami oleh pekerja yang didanai oleh investor spekulan tanah yang tujuannya adalah untuk menjual tanah. Perambah untuk agribisnis dan perkebunan skala besar tidak ditemukan di TNKS.

Pencurian kayu di dalam kawasan merupakan masalah besar yang dihadapi Balai Taman Nasional Kerinci Seblat. Di dalam TNKS pencurian kayu terjadi tanpa menggunakan alat-alat berat. Para pencoleng menggunakan gergaji rantai untuk menebang pohon dan memotong batang menjadi balok.

(21)

Faktor-faktor penyebab perubahan lahan terdiri dari beberapa jenis kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya gangguan terhadap hutan, penyerobotan lahan, perladangan berpindah, dll. Menurut Sastrosemito (1984) dalam Kasim (1990) menyatakan bahwa berdasarkan penyebabnya, gangguan hutan secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan yang disebabkan oleh manusia dan gangguan yang disebabkan oleh daya alam. Adapun gangguan hutan akibat manusia adalah penebangan liar, penyerobotan lahan, kebakaran hutan, perburuan liar, pengambilan dan memperdagangkan flora yang dilindungi dan penggembalaan ternak di kawasan hutan, sedangkan gangguan hutan yang disebabkan oleh daya alam meliputi: kebakaran hutan akibat petir dan kemarau panjang, letusan gunung merapi, gempa bumi, tanah longsor, banjir dan erosi.

Perladangan liar dan pemukiman liar merupakan dua contoh bentuk gangguan penyerobotan lahan hutan. Menurut Kasim (1990), pemukiman liar adalah penggunaan kawasan hutan untuk keperluan selain hutan, dalam hal ini untuk pemukiman, tanpa izin yang berwenang. Perladangan liar merupakan proses bercocok tanam yang dilakukan pada lahan kawasan tanpa seizin yang berwenang yang dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan atau ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Lokasi perladangan liar umumnya terletak jauh dari jaringan jalan dan terpencil sehingga sulit dijangkau oleh petugas dan pemerintahan desa. Para petani mulai membuka ladang dengan membersihkan belukar bawah pada suatu bagian tertentu dari hutan.

Perladangan liar merupakan proses bercocok tanam yang dilakukan pada lahan kawasan tanpa seizin yang berwenang yang dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan atau ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Lokasi perladangan liar umumnya terletak jauh dari jaringan jalan dan terpencil sehingga sulit terjangkau oleh petugas dan pemerintahan desa. Para petani mulai membuka ladang dengan membersihkan belukar bawah pada suatu bagian tertentu dari hutan. Batang-batang, cabang-cabang, dahan-dahan serta daun dibakar dengan demikian terbukalah suatu ladang yang kemudian ditanami dengan bermacam tanaman tanpa pengolahan tanah yang berarti,

(22)

yaitu tanpa dicangkul, diberi air atau pupuk secara khusus. Di lain pihak, pola-pola penggunaan lahan seperti yang dikutip oleh Meffe dan Carrol (1994) dalam Basuni (2003) terjadi akibat respon terhadap pasar, teknologi, pertumbuhan populasi, kebijakan pemerintah, degradasi lahan dan faktor sosial ekonomi lainnya.

E. Kawasan Hutan, Kawasan Konservasi, dan Masyarakat Desa

Berdasarkan UU no. 41 tahun 1999, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan, dan yang dimaksud dengan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, sedangkan berdasarkan UU no. 5 tahun 1990, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Struktur masyarakat terdiri dari beberapa unsur, yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut, sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan bersama sehingga menimbulkan kebudayaan. (Soekanto, 1982). Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan pada umumnya adalah masyarakat yang hidup dari hasil pertanian (bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan lain-lain) yang masih menggunakan teknologi yang sederhana.

Alikodra (1983) berpendapat bahwa pada umumnya suatu kawasan yang dilindungi dikelilingi atau berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, kegiatan perindustrian atau kerajinan rakyat maupun sektor kegiatan lainnya. Keadaan seperti ini menyebabkan terjadinya interaksi antara populasi sumberdaya yang ada di

(23)

dalam kawasan dengan masyarakat. Interaksi yang terjadi umumnya menguntungkan di satu pihak tetapi merugikan di pihak lainnya.

Tingkat pendapatan yang rendah, ketidaktahuan masyarakat akan arti dan fungsi kawasan konservasi dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumberdaya yang bebas dimiliki dan dipergunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk mendorong masyarakat sekitar hutan untuk melakukan tindakan yang tidak mendukung kelestarian hutan (Ditjen PHPA-FAHUTAN IPB, 1986 dalam Hamidy, 2003).

Menurut Soeratmo (1974), interaksi antara masyarakat sekitar dengan kawasan hutan yang mengarah pada kerusakan hutan, antara lain:

1. Tingkat pendapatan masyarakat sekitar relatif rendah

2. Terbatasnya lapangan pekerjaan dan sulit untuk mencari tambahan penghasilan

3. Kebutuhan hasil hutan yang tidak terpenuhi karena tidak terbeli atau terbatasnya di pasaran

4. Pekerjaan mencuri lebih mudah dan relatif memberikan penghasilan yang lebih besar

5. Kurangnya patroli keamanan kawasan

Menurut Komponen A KS-ICDP (2002), kebutuhan lahan untuk pertanian di kalangan penduduk sekitar kawasan TNKS cukup tinggi. Selain menggunakan lahan di sekitar taman, penduduk sekitar kawasan TNKS juga menggarap lahan di dalam taman dan mengambil hasil hutannya. Selain untuk komoditas pertanian, masyarakat sekitar kawasan TNKS melakukan pencurian kayu. Mereka melakukannya menggunakan alat-alat sederhana. Pohon yang telah ditebang, batangnya diambil kemudian dihanyutkan ke sungai.

F. Penginderaan Jauh (remote sensing ) F.1 Pengertian

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang

(24)

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkingan (Lo, 1995).

F.2 Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Saat ini sistem satelit sebagai salah satu sistem penginderaan jauh menjadi perhatian utama dikarenakan kemampuannya dalam mengatasi kendala dalam keterbatasan dan lamanya operasi dari sistem penginderaan jauh. Penggunaan pesawat luar angkasa yang mengorbit secara teratur mengelilingi bumi dari ketinggian beberapa ratus kilometer menghasilkan pengamatan bumi yang teratur dengan alat-alat penginderaan jauh yang sesuai (Lo, 1995).

F.3 Proses Utama dalam Penginderaan Jauh

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) terdapat dua proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses data dimaksud meliputi: a. Sumber energi, b. Perjalanan energi melalui atmosfer, c. Interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d. Sensor warna pesawat terbang dan/ atau satelit dan e. Hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/ atau data numerik.

F.4 Analisis Citra Digital

Analisis citra Landsat secara digital dapat dikelompokkan atas (Lillesand dan Kiefer, 1990):

1. Pemulihan citra (image restoration)

Merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.

2. Penajaman citra (image enhancement)

Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra digunakan dalam analisis visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara penampakan dalam adegan. Pada berbagai terapan langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra.

(25)

3. Klasifikasi citra (image classification)

Terdapat dua pendekatan dasar dalam melakukan klasifikasi citra yaitu unsupervised classificatiom (klasifikasi tak terbimbing) dan supervised classification (klasifikasi terbimbing). Klasifikasi tak terbimbing dilakukan sebelum melakukan cek lapangan, sedangkan klasifikasi terbimbing dilakukan setelah melakukan cek lapangan dengan panduan klasifikasi titik-titik koordinat yang telah diambil dari lapangan. Berikut ini dijelaskan mengenai proses klasifikasi tak terbimbing dan klasifikasi terbimbing.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi tak terbimbing mengggunakan software Erdas Imagine 8.5 (Wijaya, 2004):

1. Menentukan jumlah kelas warna citra yang akan diklasifikasi (number of classes)

2. Mengatur kombinasi band yang digunakan dalam pengklasifikasian, dala penelitian ini digunakan kombinasi band 5 4 3

3. Mengidentifikasi tiap-tiap kelas warna yang dihasilkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan tipe-tipe penutupan lahan yang telah ditetapkan

4. Menggabungkan kelas warna (recode) yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama

5. Pemberian nama dan warna tipe-tipe penutupan lahan (attributing) hasil proses recode

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software Erdas Imagine 8.5 (Wijaya, 2004):

1. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS

2. Pemilihan daerah (training area) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra

(26)

3. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah

4. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode)

5. Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi

Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah piksel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing piksel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1x1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra untuk aplikasi kehutanan tropis, yaitu:

1. Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan. Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari sensor pasif (misalnya Landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya saling melengkapi.

2. Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.

(27)

3. Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.

4. Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adanya resolusi spektral dan spasial dari citra komersial yang tersedia.

Sebelum sebuah citra dianalisis, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometrik adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai digital number yang terkena efek atmosferik. Koreksi geometrik juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit.

G. Sistem Informasi Geografis (SIG)

G.1 Konsep Dasar dan Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam berbagai literatur SIG dianggap sebagai hasil dari perpaduan antara sistem komputer untuk bidang kartografi (Computer Aided Cartography) dengan teknologi basis data (database):

1. Pengorganisasian data dan informasi

2. Menempatkan informasi pada tempat tertentu

3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu sama lainnya (koneksi) beserta analisa-analisa spasial lainnya

Berikut beberapa pengertian SIG yang telah beredar di berbagai pustaka:

1. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulsi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk : a. Akuisisi dan verifikasi data, b. Kompilasi data, c. Penyimpan data, d. Perubahan dan updating data, e. Manajemen dan pertukaran data, f. Manipulasi data, g.

(28)

Pemanggilan dan presentasi data, dan h. Analisa data (Bern, 1992, dalam Prahasta, 2001)

2. SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupadate, memanipulasi, menganalisis, menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 1990)

3. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Aronoff, 1989)

G.2 Subsistem Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Prahasta (2001), subsistem-subsistem dari Sistem Informasi Geografis adalah sebagai berikut:

1. Data input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan data atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasi format-format data aslinya ke dalam format-format yang dapat digunakan SIG.

2. Data output

Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy

3. Data manajemen

Subsistem ini mengorganisasi baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipanggil, di-update dan di-edit

4. Data manipulation dan analysis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

(29)

Dari uraian subsistem SIG tersebut diatas dapat dijelaskan melalui Gambar 1.

Gambar 1. Uraian-uraian Subsistem SIG G.3 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer lain ditingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari komponen berikut (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001):

1. Perangkat keras: Terdiri dari PC desktop, workstation, hingga multiuser host yang dapat digunakan secara bersamaan, hard disk, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar

2. Perangkat lunak: bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci

Laporan Pengukuran lapangan Data digital lain Peta Citra satelit Foto udara Data lainnya Input Storage ( database ) Retrieval Processing Output Tabel Peta Tabel Laporan Informasi digital (softcopy ) DATA INPUT DATA MANAGEMENT & MANIPULATION OUTPUT

(30)

3. Data dan Informasi Geografi: SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimportnya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard

4. Manajemen: suatu proyek SIG akan berhasil jika diatur dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.

G.4 Aplikasi SIG untuk Studi Perubahan Penggunaan Lahan

Image Analysis menyediakan fasilitas untuk mendeteksi perbedaan antara beberapa citra yang diambil dalam periode yang berbeda sehingga bisa digunakan untuk mempelajari perubahan dari waktu ke waktu. Untuk data yang sifatnya kontinu, disediakan fasilitas Image Differencing, sedangkan untuk data yang sifatnya tematik disediakan fasilitas Thematic Change. Salah satunya adalah Image Difference yang berguna untuk menganalisa citra pada area yang sama untuk mempelajari tipe-tipe tutupan lahan yang mungkin berubah dengan waktu. Cara bekerjanya adalah dengan mengurangkan satu theme dari theme lain. Perubahan ini bisa ditonjolkan dengan perbedaan warna: warna hijau dan merah menggambarkan peningkatan dan penurunan nilai.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk interpretasi citra satelit dan pengolahan data sosial ekonomi masyarakat, sedangkan untuk pengambilan data sosial ekonomi masyarakat dan cek lapangan (ground check) dilakukan di Biro Pusat Statistik (BPS) Padang dan Taman Nasional Kerinci Seblat kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar tepatnya di tiga kecamatan yang termasuk ke dalam kawasan TNKS. Penelitian dilakukan dari Bulan Juli 2006-Oktober 2006.

(32)

B. Batasan Penelitian

Berikut ini akan disajikan beberapa batasan penelitian dan beberapa pengertian:

1. Perubahan penutupan lahan adalah keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer, 1990) 2. Penelitian ini dititikberatkan pada perubahan penutupan lahan yang

didasarkan pada interpretasi citra satelit Landsat

3. Penggunaan lahan yaitu kegiatan atau usaha manusia memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual atau keduanya secara tetap dan berkala (FAO, 1976 dalam Kusnanto, 2000)

4. Penutupan lahan yaitu istilah yang berkaitan dengan kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi

5. Analisis hubungan antara perubahan penutupan lahan khususnya penutupan lahan hutan dengan faktor sosial ekonomi masyarakat dilakukan berdasarkan data hasil interpretasi citra dan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) Padang

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat TM dan ETM tahun 1998 dan 2005, peta hasil tata batas kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, peta batas administrasi pemerintahan provinsi Sumbar dan data sosial ekonomi masyarakat.

Alat yang digunakan adalah satu unit komputer dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis termasuk software Arc View versi 3.3 dan Software Erdas Imagine versi 8.5. Sedangkan peralatan yang digunakan di lapangan adalah alat-alat tulis, alat hitung (kalkulator), kamera dan Global Positioning System (GPS).

(33)

D. Jenis Data, Sumber dan Kegunaannya D.1 Data Spasial

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan, terdiri dari data citra satelit Landsat TM dan ETM, peta hasil tata batas kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat dan peta batas administrasi pemerintahan provinsi Sumbar. Data-data tersebut berasal dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB Bogor, Badan Planologi Kehutanan Jakarta, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Jakarta, dan Balai Taman Nasional Kerinci Seblat. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk menganalisis perubahan penutupan lahan daerah Taman Nasional Kerinci Seblat Provinsi Sumbar.

Data Ground Control Points (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk titik koordinat. Data tersebut diperoleh dengan melakukan survey langsung di lapangan. Selanjutnya data GCP ini digunakan sebagai salah satu bahan dalam interpretasi citra satelit landsat TM dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

D.2 Data Atribut

Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya data kependudukan kabupaten Pesisir Selatan, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan. Semua data atribut di atas didapat dari Biro Pusat Statistik (BPS) Padang yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab perubahan penutupan lahan khususnya hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinisi Sumbar.

E. Metode Pengukuran dan Pengumpulan Data

Pengukuran data spasial dari data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dengan menggunakan metode sistem informasi geografis. Secara detail pengukuran tersebut dapat dilihat pada metode pengolahan citra. Analisis faktor penyebab perubahan penutupan lahan dilakukan dengan mengumpulkan data sosial ekonomi masyarakat dari Biro Pusat Statistik

(34)

(BPS) Padang, studi literatur terhadap laporan-laporan yang dikeluarkan oleh pihak Taman Nasional Kerinci Seblat, serta wawancara dengan beberapa informan sekitar lokasi penelitian yaitu untuk mengetahui informasi perubahan lahan yang pernah terjadi di wilayah tersebut.

Berikut ini adalah rincian data sosial ekonomi masyarakat yang dikumpulkan:

1. Jumlah anggota rumah tangga, yaitu orang yang tinggal dalam rumah tangga

2. Pendapatan, yaitu jumlah total penghasilan dari pekerjaan pokok maupun pekerjaan tambahan

3. Tingkat pendidikan, yaitu lamanya seseorang terlibat dalam pendidikan formal

4. Kepadatan penduduk, yaitu banyaknya penduduk dalam suatu daerah dibagi dengan luas daerah.

F. Pengolahan Data

F.1 Citra Landsat yang Digunakan

Sebelum citra Landsat digunakan, terlebih dahulu citra Landsat tersebut dikoreksi terlebih dahulu. Ada dua acuan yang dapat digunakan untuk melakukan koreksi, yaitu yang pertama adalah dengan menggunakan citra Landsat yang telah terkoreksi dalam koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) dan yang kedua dengan menggunakan peta dasar, pada umumnya adalah peta rupa bumi. Dalam penelitian ini acuan yang digunakan untuk melakukan koreksi adalah dengan menggunakan citra Landsat yang terkoreksi dalam koordinat UTM. Citra Landsat yang telah terkoreksi dalam koordinat UTM ini didapat dari Badan Planologi Kehutanan Jakarta. Menurut keterangan salah satu stafnya, koreksi citra Landsat yang terdapat di Badan Planologi Kehutanan Jakarta ini mempunyai RMS Error 0,2. Acuannya adalah peta dasar, yaitu peta rupa bumi. Hal ini telah memenuhi ketentuan umum batas maksimal koreksi citra Landsat yaitu 0,5 yang artinya adalah kesalahan antara citra Landsat dengan kondisi aktual di lapangan maksimal sejauh 500 m. Alasan menggunakan citra Landsat yang telah terkoreksi dalam

(35)

koordinat UTM ini adalah interpreter lebih mudah dalam mencari persamaan bentuk dan ukuran titik-titik ikat yang akan diambil. Titik ikat merupakan titik yang dimungkinkan tidak berubah dalam kurun waktu tertentu. Diusahakan titik-titik ikat ini adalah pertemuan antara dua sungai, belokan sungai atau jalan, belokan danau dan lain sebagainya. Titik ikat yang diambil diusahakan juga berada di tepi kanan atas, tepi kanan bawah, tepi kiri atas dan kiri bawah agar dalam proses penggabungan citra tidak terjadi pergeseran. Dalam penelitian ini, citra Landsat yang digunakan ada enam. Rinciannya disajikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rincian Citra Landsat yang Digunakan

Tahun 1998 Tahun 2005

Path/row 127/61 dalam koordinat geografis Path/row 127/61 dalam koordinat UTM Path/row 126/61 dalam koordinat geografis Path/row 126/61 dalam koordinat UTM Path/row 126/62 dalam koordinat geografis Path/row 126/62 dalam koordinat UTM

F.2 Pengolahan Citra (Image restoration) F.2.1 Perbaikan Citra

Sebelum melakukan analisis citra langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang diakibatkan oleh gangguan atmosfir ataupun akibat kesalahan-kesalahan sensor. Koreksi geometrik ditujukan untuk memperbaiki distorsi geometrik.

Dalam melakukan koreksi geometrik terlebih dahulu menentukan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama, perlu dilakukan untuk mempermudah proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Dalam hal ini proyeksi yang akan digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografik yang menggunakan garis latitude (garis Timur-Barat) dan garis longitude (garis Utara-Selatan).

Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra acuan yang telah terkoreksi. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses resampling dengan metode

(36)

nearest neighborhood dimana nilai digital piksel diisikan dari citra acuan ke citra yang akan dikoreksi adalah nilai-nilai digital tiap piksel yang memiliki nilai terhadap lokasi terdekat.

F.2.2 Klasifikasi Citra (Image Classification)

Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi untuk setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah ditemukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan objek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Tahapan klasifikasi dilakukan dengan dua pendekatan dasar klasifikasi yaitu unsupervised classification dan supervised classification (Lillesand dan Kiefer, 1990). Uraian pengolahan citra satelit seperti tersebut diatas dapat dijelaskan melalui Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Proses Pengolahan Citra

Citra Landsat tahun 2005 yang telah terkoreksi dalam koordinat utm

Koreksi geometrik dan radiomtrik

Citra landsat tahun 1998

Pemilihan daerah penelitian Klasifikasi tak terbimbing

Penggabungan citra

Ground check

Klasifikasi citra terbimbing Penggabungan citra

Validasi/akurasi Peta penutupan lahan

(37)

F.2.3. Pembuatan Peta Perubahan Penutupan Lahan

Citra hasil klasifikasi ditampilkan berdasarkan waktu perekaman citra untuk menghasilkan tampilan areal perubahan penutupan lahan periode 1998 dan 2005. Data-data mengenai perubahan penutupan lahan baik data dari penampakan maupun luasan dianalisa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

V = N2 – N1 x 100%

N1

Dengan : V = Laju perubahan (%)

N2 = Luas penutupan lahan tahun kedua (Ha)

N1 = Luas penutupan lahan tahun pertama (Ha)

F.2 Pengolahan Data Sosial Ekonomi Masyarakat

Data dari BPS yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan membuat model hubungan antara variabel terpengaruh (tingkat perubahan penutupan lahan hutan) dan variabel pengaruh (perubahan tiga faktor sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan) dihipotesakan sebagai berikut:

y = f(x1,x2,x3)

Bahwa besarnya tingkat perubahan penutupan lahan hutan (y) berkaitan dengan keadaan sosial ekonominya, yaitu perubahan kepadatan penduduk (x1), perubahan rata-rata jumlah anggota rumah tangga (x2), dan

perubahan jumlah petani (x3).

Untuk melihat hubungan antara variabel terpengaruh dan variabel pengaruh diatas maka dibuat kategori operasional terhadap variabel-variabel tersebut sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Kategori operasional penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tingkat perubahan penutupan lahan hutan yang dilihat dari besarnya perubahan penutupan lahan hutan berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat dengan memperhatikan nilai rata-rata dari seluruh kecamatan. Perubahan penutupan lahan hutan masing-masing kecamatan dinyatakan:

a. Rendah, bila besarnya perubahan penutupan lahan hutan dibawah rata-rata

b. Tinggi, bila besarnya sama dengan atau lebih besar daripada rata-rata perubahan penutupan lahan hutan

(38)

2. Jumlah anggota keluarga, dilihat dari nilai rata-rata keseluruhan jumlah anggota keluarga yang dinyatakan:

a. Kecil, bila jumlah anggota keluarga di bawah rata-rata keseluruhan

b. Besar, bila jumlah anggota keluarga sama dengan atau lebih besar daripada rata-rata keseluruhan

3. Kepadatan penduduk, dilihat dari besarnya kepadatan penduduk rata-rata seluruh kecamatan. Kepadatan penduduk, dinyatakan:

a. Rendah, bila kepadatan penduduk dibawah rata-rata seluruh kecamatan b. Tinggi, bila kepadatan penduduk diatas sama dengan atau lebih besar

daripada rata-rata seluruh kecamatan

G. Analisis Data

G.1 Perubahan Penutupan Lahan

Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 1998 dengan peta penutupan lahan tahun 2005. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan lahan yang terjadi pada tahun 1998 dan tahun 2005. Perbandingan kedua peta ini dilakukan dengan cara mengoverlay kedua peta tersebut sehingga akan terlihat penutupan lahan apa saja yang berubah selama kurun waktu 1998 dan 2005. Perubahan-perubahan yang terjadi selama tahun 1998 dan 2005 dibuat ke dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam melihat perubahan yang terjadi pada kawasan tersebut.

G.2 Penyebab Perubahan Penutupan Lahan

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan melalui pengujian Chi-Kuadrat (χ2

). Jumlah penduduk yang terdapat dalam suatu faktor sosial ekonomi disusun dalam tabel frekuensi dan tabel silang. Tabel frekuensi digunakan untuk melihat dominasi setiap faktor sosial ekonomi yang telah dikategorisasikan. Sedangkan tabel silang digunakan untuk menentukan hubungan variabel pengaruh dan variabel terpengaruh melalui uji Chi-Kuadrat (χ2). Adapun rumus dari uji Chi Kuadrat (χ2

) adalah sebagai berikut (Darmawan, 2002):

(39)

(

)

t t f f f − = 0 2 χ

dimana, f0 = frekuensi observasi yang diperoleh dari penelitian

ft = frekuensi teoritis yang nilainya ditentukan dari

perkalian jumlah total kolom dengan jumlah total baris data pada tabel silang

Hubungan dinyatakan signifikan jika χ2

dari hasil perhitungan lebih besar atau sama dengan angka yang terdapat dalam distribusi x tabel pada derajat bebas tertentu. Adapun tingkat signifikan yang dipilih adalah 0,05.

(40)

BAB IV

KONDISI UMUM LAPANGAN

A. Sejarah Kawasan

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) pertama kali diusulkan menjadi

taman nasional melalui Ketetapan Menteri Pertanian No.736/Mentan/X/1982

dengan luas sekitar 1480000 ha. Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan

gabungan kelompok hutan yang ada, sebagian besar hutan lindung, suaka alam

dan suaka margasatwa.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dinyatakan secara resmi sebagai

taman nasional pada tahun 1992. Kemudian menteri kehutanan dan perkebunan

menetapkan luas taman nasional ini dengan SK No.192/Kpts-II/1996 dengan luas

sebesar lebih dari 1368000 ha. Setelah penataan batas, berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 901/Kpts-II/1999 luas TNKS

menjadi 1375349,867 ha. Sesuai dengan UU No.5 tahun 1990, alasan utama

penetapan kawasan hutan sebagai taman nasional adalah untuk melindungi

keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya. kawasan hutan TNKS sangat

kaya akan biodiversity.

B. Letak dan Luas

Secara geografis, kawasan TNKS terletak antara 100

o

31’18”–

102

o

44’1”Bujur Timur dan 1

o

7’13”–3

o

26’14” Lintang Selatan. Luas TNKS

berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.736/Mentan-X/1982 adalah

1484650 ha, yang terdiri dari 588460 ha (40%) di Jambi, 375.930 ha (25%) di

Sumatera Barat, 340580 ha (21%) di Bengkulu dan 209680 (14%) di Sumatera

Selatan. Dalam Tabel 4 disajikan rincian jumlah dan luas wilayah kawasan

TNKS berdasarkan wilayah administrasi.

(41)

Tabel 4. Jumlah dan Luas Wilayah Administratif

No Provinsi

Kabupaten

Jumlah

Luas

(ha)

Kecamatan Desa

1 Jambi

Kerinci

Sarko

Bungo Tebo

6

5

3

31

17

2

271.795

268.980

94.410

2

Sumatera Barat Pesisir Selatan

Solok

Sawahlunto/

Sijunjung

6

4

1

45

50

1

276.681

88.748

10.114

3 Sumatera

Selatan

Musi Rawas

4

23

217.568

4 Bengkulu

Bengkulu

Utara

Rejang Lebong

3

4

3

21

188.274

122.306

Jumlah

36

193 1.538.912

Sumber: Komponen A KS-ICDP, 2002

Setelah penataan batas ulang kawasan TNKS pada tahun 1996

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor

192/Kpts-II/1996 tanggal 1 Mei 1996, telah mengubah fungsi dan menunjuk sebagian

kawasan hutan di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, Sumatera

Selatan dan Bengkulu dengan luas total lebih kurang 1368000 ha. Adapun

rincian luas per provinsi disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Luas Kawasan TNKS

No Provinsi

Luas

Kawasan

Ha %

1 Jambi

422.192

30,36

2 Sumatera

Barat

353.780

25,86

3` Sumatera

Selatan

281.120

20,55

4 Bengkulu

310.910

22,73

Jumlah

1.368.002

100,0

Sumber: Komponen A KS-ICDP, 2002

C. Kondisi Fisik Lapangan

C.1

Topografi

Kondisi topografi kawasan TNKS merupakan dataran rendah sampai

pegunungan dengan ketinggian tempat 200 mdpl sampai dengan >3000 mdpl

(42)

(Komponen A KS-ICDP). Sebagian besar (57,88%) kawasan TNKS merupakan

daerah dataran tinggi sampai pegunungan. Keadaan ini berarti bahwa kawaasan

hutan TNKS sangat rawan terhadap bahaya longsor dan banjir sehingga tindakan

konservasi perlu dilakukan di samping untuk perlindungan kehidupan habitat

satwaliar yang terdapat di dalam kawasan.

C.2 Iklim

TNKS memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan yang relatif tinggi

dan merata. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 3.000 mm. Musim hujan

berlangsung dari bulan September-Februari dengan puncak musim hujan pada

bulan Desember. Sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan

April-Agustus. Suhu udara rata-rata bervariasi, yaitu 28

0

C di dataran rendah, 20

0

C di

Lembah Kerinci dan 9

0

C di puncak Gunung Kerinci, sedangkan kelembaban

udara mencapai 80%-100%.

C.3 Hidrologi

Sebelum disahkan sebagai Taman Nasional kawasan TNKS merupakan

penyatuan dari Kawasan Cagar Alam Indera Pura dan Bukit Tapan, Bukit Kayu

Embun dan Gedang Seblat, serta hutan lindung dan hutan produksi terbatas yang

memiliki fungsi hidrologis penting terhadap wilayah sekitarnya.

Kelompok hutan tersebut merupakan daerah aliran sungai (DAS) utama,

yaitu DAS Batang hari, DAS Musi dan DAS wilayah pesisir bagian barat. DAS

tersebut sangat vital peranannya terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bagi

hidup dan kehidupan jutaan orang yang tinggal di daerah tersebut.

D. Kondisi Biologi

Secara biologis, TNKS memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi

karena mempunyai keanekaragaman tipe habitat yang sangat kaya dan bervariasi

mulai dari tipe hutan dataran rendah sampai dengan alpin. Kawasan ini

merupakan bagian terbesar dari hutan hujan tropis dari sumatera bagian selatan.

Kekayaan jenisnya sangat tinggi dan telah mewakili seluruh tipe habitat yang

terdapat di Sumatera bagian selatan.

(43)

E. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk yang ada di sekitar kawasan TNKS sebagian besar tinggal di

desa-desa yang tersebar di sekitar kawasan. Secara keseluruhan, pertumbuhan

penduduk di kawasan ini cukup tinggi, yaitu 3% per tahun dengan kerapatan 62

jiwa/km

2

. Tingkat pendidikan penduduk yang ada di kawasan TNKS masih

relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya minat penduduk untuk

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sistem penguasaan lahan atau pemilikan tanah oleh masyarakat di sekitar

kawasan TNKS ini masih bersifat tradisional, dalam arti belum disertai dengan

tanda bukti berupa sertifikat tanah. Hal ini merupakan suatu kendala dalam

menjaga kelestarian kawasan TNKS karena masyarakat menganggap bahwa

TNKS merupakan bagian dari penguasaan mereka dan dapat dimiliki, sedangkan

dalam masalah perekonomian di kawasan TNKS masih didominasi oleh sektor

pertanian. Mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan

TNKS adalah petani. Mereka mengusahakan berbagai jenis kebutuhan seperti

tanaman sayur-sayuran dan tanaman perkebunan. Mereka mengusahakan

jenis-jenis sayuran dan tanaman perkebunan itu untuk digunakan sendiri dan ada juga

untuk dijual. Hasil pertanian ini biasanya dipasarkan ke ibukota kabupaten dan

ibukota provinsi terdekat.

(44)

BAB V

HASIL dan PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Penutupan Lahan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi. Menurut Lo (1995), satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana di dalam menjelaskan setiap kategori penggunaan dan penutupan lahan.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar memiliki berbagai macam tipe penutupan lahan. Dengan luas mencapai kurang lebih 274.000 ha, maka diperlukan suatu teknik yang efektif dalam mengidentifikasi tipe penutupan lahannya. Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah teknik penginderaan jauh dengan sumber data berasal dari citra Landsat. Teknik ini dapat mengidentifikasi tipe penutupan lahan yang memiliki wilayah yang luas.

Berdasarkan hasil klasifikasi dengan menggunakan citra Landsat Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar, secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu: hutan, lahan terbuka, sawah, pertanian lahan kering, semak belukar, tidak ada data, dan kebun campuran.

Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan data citra Landsat TM (Land Satelite Thematic Mapper), citra Landsat ETM (Land Satelite Enhanched Thematic Mapper) serta data pendukung dari lapangan. Klasifikasi dilakukan dua tahap, yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi tak terbimbing dilakukan sebelum kegiatan cek lapangan (ground check) dilaksanakan. Peta hasil klasifikasi ini selanjutnya dijadikan pedoman dalam kegiatan cek lapangan. Klasifikasi terbimbing (supervised classification) menggunakan training area berdasarkan titik GPS. Pengambilan titik-titik didasarkan pada

(45)

tipe penutupan lahan yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar.

Pemilihan kelompok atau kelas-kelas informasi dilakukan dengan membuat daerah contoh yang mewakili tiap kategori dari tujuh kelas klasifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Interpretasi citra dilakukan secara visual. Piksel-piksel yang telah diketahui jenis tutupannya di lapangan dikelompokkan sesuai kelas klasifikasinya. Tiap piksel pada serangkaian data citra dibandingkan terhadap tiap kategori. Perbandingan tersebut dikerjakan secara numerik dengan menggunakan satu diantara berbagai strategi yang berbeda-beda untuk memudahkan interpreter dalam memisahkan piksel yang mempunyai nilai kategori yang berbeda. Piksel-piksel tersebut kemudian diberi nama pada atribut sesuai dengan nama kategori yang mewakilinya. Pengujian antar contoh kelas perlu dilakukan untuk menghindari pengulangan tiap piksel yang mempunyai nilai yang sama. Setelah semua kategori telah terwakili oleh daerah contoh maka dihasilkan data statistik yang akan digunakan untuk proses penghitungan komputer untuk menentukan kelas klasifikasi seluruh daerah penelitian. Apabila daerah contoh telah mewakili seluruh kelas klasifikasi, proses klasifikasi akan berjalan dengan lancar. Kunci keberhasilan tersebut adalah rincian dari kategori tutupan yang dapat dipisahkan secara spektral. Hasil akhir dari proses klasifikasi citra untuk kawasan TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumbar diperoleh data tampilan sebaran penggunaan lahan dan data luasan per penutupan lahan.

Gambar

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan untuk  Digunakan dengan Data Penginderaan Jauh (Lillesand dan Kiefer,  1990)
Gambar 1. Uraian-uraian Subsistem SIG
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Bagan Alir Proses Pengolahan Citra Citra Landsat tahun 2005 yang telah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prayitno (2013:103) menjelaskan bahwa kinerja guru BK meliputi konsep dasar BK, bidang pelayanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta aspek-aspek terkait

[r]

Penelitian tersebut membandingkan model Zmijewski, Altman Z-Score, dan Springate dalam memprediksi financial distress pada perusahaan yang ada di Bursa Efek

di dalam ruangan juga merupakan posisi terjauh dari pintu masuk

Apabila yang menghadiri pembuktian kualifikasi bukan direktur / penangung jawab perusahaan atau diwakilkan, maka harus membawa surat tugas dari pimpinan

Tabel Sistem Periodik Unsur merupakan suatu cara untuk menyusun dan mengklasifikasi unsur-unsur, dimana unsur-unsur yang mirip sifatnya diletakkan pada kelompok yang sama.

Merujuk pada hasil penelitian dan analisa yang telah peneliti lakukan dan peneliti tuangkan pada tulisan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penemuan dalam penelitian kali ini

Peningkatan taraf Acacia mangium dari 15% sampai dengan 45% yang diikuti dengan penurunan konsentrasi N-NH 3 diduga berhubungan dengan penurunan aktivitas bakteri proteolitik