• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT. Pembuatan obat-obatan di ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT. Pembuatan obat-obatan di ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT

2.1 Sejarah

Pembuatan obat-obatan di ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dimulai pada tahun 1950. Unit farmasi yang sudah terbentuk ini diberi nama DOAL-S (Depo Obat Angkatan Laut Surabaya). Pada awalnya unit farmasi ini masih sederhana dan baru memiliki satu orang Apoteker pada tahun 1955 yang bernama Drs. Mochamad Kamal sebagai Kepala Jawatan Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Laut dan juga beberapa tenaga Asisten Apoteker serta beberapa juru obat yang berasal dari lulusan SD maupun SMP. Dalam rangka peningkatan peran Apoteker di Angkatan Laut maka pada tahun 1959 ditetapkan Korps Apoteker di dalam Korps Kesehatan dalam Konferensi Kesehatan ALRI di Cipayung.

Untuk mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan Angkatan Laut didirikan Pafal-D (Pabrik Farmasi Angkatan Laut Djakarta) dan Pafal-S (Pabrik Farmasi Angkatan Laut Surabaya) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kepala Staf Angkatan Laut Kep.M/KSAL.6740.1 tanggal 15 Juni 1962 oleh Menteri/Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda Laut R.E Martadinata. Pafal-D merupakan perkembangan lebih lanjut dari DOAL-D.

Depo Obat Angkatan Laut-Djakarta (DOAL-D) adalah badan farmasi TNI AL pertama yang merupakan organisasi gabungan dari Bagian Pembuatan Obat dan Laboratorium Dinas Farmasi Bidang Kesehatan Angkatan Laut dengan Pusat

(2)

Perbekalan Barang dan Seksi Farmasi yang berfungsi sebagai pusat pengadaan perbekalan barang serta distribusi obat untuk keperluan Angkatan Laut.

Pada tahun 1963, Pabrik Farmasi dan Laboratorium Angkatan Laut di Jalan Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta Pusat dibangun dan diresmikan pada tanggal 22 Agustus 1963 oleh Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Laut Brigadir Jendral Ali Sadikin dan Direktur Pabrik Farmasi Angkatan Laut-Djakarta (Pafal-D) yang dijabat oleh Kapten Drs. R. Soekarjo, Apt. Dilanjutkan pada tanggal 5 November 1963, didirikan Lembaga Kimia dan Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL), berdasarkan Kep.Men/Pangal.6740.1 yang ditandatangani oleh Menteri/Panglima Angkatan Laut Laksamana Muda Laut R.E. Martadinata sehingga pada tanggal 22 Agustus diperingati sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI AL.

a. Dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan ruang lingkup kegiatan kimia dan kefarmasian di lingkungan Angkatan Laut dilakukan pembangunan kedua instansi yaitu antara Pafal-D dan LKF-AL yang ditandai dengan serah terima jabatan antara Kepala LKF-AL kepada Kepala Pafal-D sehingga berganti nama menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Laut (Lafial) pada tahun 1976. Penggabungan ini dilakukan oleh bapak Kadiskesal saat itu yaitu Laksamana pertama TNI Dr. Soedibjo Sardadi, MPH dan sebagai kepala Lafial pertama adalah Letkol Laut (K) Drs. Sugiyanto, Apt.

Produk Lafial yang memperoleh sertifikat CPOB sebanyak 14 bentuk sediaan. Hal ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.34/Menkes/SK/II/1988 tanggal 2 Februari tentang pedoman CPOB dan keputusan Direktur Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Lafial ikut mendukung dalam pengadaan

(3)

obat-obatan dalam operasi Trikora, Dwikora, Operasi Timor-Timur dan perwira Apoteker sebagai prajurit TNI ikut bergabung bersama-sama Tim Kesehatan TNI AL melaksanakan operasi tugas-tugas tersebut.

Pada tahun 1998 Departemen Kesehatan memberikan sertifikat CPOB yang diserahkan oleh Kepala BPOM dan diterima oleh Aspers Kasal Laksamana Muda Bambang Suryanto. Sejak itu Lafial semakin berkibar sebagai pusat kegiatan produksi dan laboratorium Angkatan Laut serta bekerja sama dengan lembaga industri farmasi dan penelitian nasional menjadi Centre of Community Apoteker Angkatan Laut.

Dari tahun ke tahun Lafial berkembang sesuai tuntutan zaman, baik dalam bidang pembinaan farmasi TNI AL seperti pendidikan, penelitian produksi, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian bekal kesehatan yang pada akhir-akhir ini eksistensi Apoteker di bidang kematraan semakin ditingkatkan dengan membentuk Tim Farmasi Kelautan, penelitian sediaan produk matra dalam rangka pencarian berbagai bahan alam dan sintetis yang dapat digunakan pada operasi tempur serta peningkatan kualitas kesehatan prajurit.

Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 2005 sesuai dengan SK KSAL No:SKEP/4832/K/2005 tanggal 21 September 2005, “Tentang Pemberian Nama Fasilitas Kesehatan TNI Angkatan Laut”, maka Lafial resmi bernama: Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.

2.2 Visi dan Misi Lafial 2.2.1 Visi

(4)

2.2.2 Misi

1. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan anggota TNI AL beserta keluarganya.

2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang kefarmasian matra laut.

2.3 Lokasi dan Sarana Produksi 2.3.1 Lokasi

Lafial terletak di persimpangan jalan besar yakni Jl. Gatot Subroto, tepatnya di Jalan Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta Pusat. Sebelah selatan dibatasi Jalan Farmasi; sebelah barat dengan Lembaga Kedokteran Gigi (Ladokgi); sebelah utara dibatasi oleh Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) Sekesal Jakarta dan sebelah timur dibatasi dengan Jalan Bendungan Jatiluhur.

2.3.2 Sarana produksi a. Bangunan

Bangunan berbentuk segi lima terdiri dari dua lantai meliputi : 1). Ruang produksi β-laktam

2). Ruang produksi non β-laktam 3). Laboratorium

4). Ruang pendidikan, aula, gudang 5). Ruang Kalafial

6). Ruang rapat

7). Ruang administrasi 8). Ruang teknik

(5)

10). Ruang tamu

11). Ruang perpustakaan, kantin, ruang ganti dan musholah.

b. Ruang dan Peralatan Produksi

Peralatan produksi Lafial meliputi peralatan produksi β-laktam dan non β-laktam

1). Ruang dan Peralatan Produksi β-laktam

Ruang produksi β-laktam terpisah dengan ruang produksi non β-laktam. Udara dialirkan secara efektif dari koridor ke ruang pengolahan. Ruang ini sesuai dengan fungsinya terdiri dari air shower, ruang penimbangan, ruang pencampuran, ruang granulasi kering, ruang cetak tablet, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang produk antara, ruang produk ruahan, ruang stripping, ruang pengemasan, ruang pencucian alat dan ruang administrasi.

Peralatan produksi yang ada di ruang produksi β-laktam adalah timbangan, mesin kapsul otomatis Zanasi, mesin cetak tablet JCMCO Double Layer, mesin cetak tablet Wilhem Fette, mesin granulasi kering Communniting Mill Rimek Model RM 200, mesin isi kapsul semi otomatis Forecma, mesin isi sirup, pengering, mesin stripping otomatis Forecma, mesin penghitung Cheng New, mesin kemas sekunder, mesin Mixing Drum Power Mixer Hang Yuh dan mesin cuci botol.

(6)

2). Ruang dan Peralatan Produksi non β-laktam

Ruangan ini memiliki tekanan udara positif. Udara di alirkan secara efektif dari ruang pengolahan ke koridor melalui HEPA filter. Ruang pengolahan di bagian ini sesuai dengan fungsinya seperti ruang timbang, ruang antara, ruang pencampuran, ruang isi kapsul, ruang cetak tablet, ruang produk ruahan, ruang pengering, ruang granulasi kering, ruang pencucian, ruang administrasi, ruang produk antara, ruang stripping dan ruang pengemas.

Peralatan yang ada di ruang non β-laktam adalah timbangan, mesin granulasi basah CY-06-12 Yung, mesin pencampuran serbuk Kikusui, mesin isi kapsul semi otomatis Forecma, mesin granulasi kering Kikusui, pengering, mesin cetak tablet Wilhem Fette, mesin cetak tablet JCMCO Double Layer, mesin cetak tablet Manesty Double Layer, mesin cetak tablet Courtoy Layer, mesin penyalut film Thai Coater-25, mesin Stripping Single Roll Chung Yung, mesin Stripping Single Roll Lam Lyon, mesin kemas sekunder (labeling) Jih Cheng, mesin Emulsify Mixing Salep Minoga HS-100S, mesin sirup Jih Cheng, mesin otomatis Forecma, mesin pengisi salep Ganzhorn Gasti, mesin Counting Cheng New, mesin uji kerapuhan Erweka TA 3 R, mesin uji kekerasan Erweka Apparatebau, mesin pemanas air Vassel Double Jacked Pharmeq, mesin super mixer Jan Chuang dan mesin pengering botol Pharmeq.

(7)

2.4 CPOB

Kebijakan Obat Nasional yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Menkes RI No.47/Menkes/SK/II/1983 menyebutkan bahwa definisi obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka menetapkan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

Industri farmasi merupakan industri yang menghasilkan/memproduksi obat yang aman dan berkualitas. Untuk menjamin mutu obat yang berkualitas maka industri farmasi melakukan seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). CPOB dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan pengawasan baik sebelum, selama dan sesudah proses produksi berlangsung untuk memastikan mutu produk obat agar memenuhi standar yang telah ditetapkan.

CPOB adalah suatu konsep dalam industri farmasi mengenai langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB meliputi 11 aspek yaitu :

(8)

1. Ketentuan Umum 2. Personalia

3. Bangunan dan Fasilitas 4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi

7. Pengawasan Mutu 8. Inspeksi Diri

9. Penanganan terhadap keluhan terhadap obat, Penarikan kembali obat dan Obat kembalian

10. Dokumentasi

11. Kualifikasi dan Validasi

2.4.1 Ketentuan Umum

CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Ketentuan umum memuat beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan antara lain :

a. Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

b. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan

(9)

pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.

c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja. Semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

d. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan telah tercapai.

2.4.2 Personalia

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

Aspek personalia meliputi :

1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab

a. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan yang tidak saling bertanggungjawab satu terhadap yang lain. Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup, yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

b. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memiliki

(10)

pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional.

2. Pelatihan

Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam proses produksi obat dan yang karena tugasnya mereka masuk ke dalam daerah pembuatan obat, hendaklah diberi pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB secara berkesinambungan sehingga terbiasa dengan persyaratan CPOB yang telah berkaitan dengan tugasnya.

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta tata letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik.Tiap sarana hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut :

a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air.

b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dibangun, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya hewan.

c. Seluruh bangunan, termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang hendaklah dirawat agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi.

(11)

d. Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya.

e. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :

- kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan

- pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil juga bahan atau produk sebagai tempat penyimpanan bahan.

2.4.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat sehingga mutu bagi tiap produk obat terjamin secara bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.

Adapun syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah : a. Peralatan hendaklah didesain sesuai dengan tujuannya.

b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang ditentukan.

c. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar.

(12)

d. Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan pencemaran silang antar bahan di daerah yang sama.

e. Peralatan hendaklah ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja.

f. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dengan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas atau mutu produk.

g. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi. h. Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan

utama hendaklah dicakup dalam buku catatan harian yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets yang diolah dengan peralatan yang bersangkutan.

2.4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

a. Personalia

1. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama bekerja.

(13)

2. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya.

3. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit dan dikhawatirkan dapat merugikan kualitas produk harus dilarang menangani bahan-bahan sampai sembuh kembali.

4. Hendaklah dihindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan produk. 5. Hanya petugas berwenang yang boleh memasuki bangunan dan fasilitas

daerah terbatas.

6. Tiap personil diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi.

7. Merokok, makan dan minum dilarang di daerah produksi, laboratorium dan daerah lain yang dapat merugikan produk.

8. Prosedur perorangan hendaklah diberlakukan bagi semua orang yang memasuki daerah produksi.

b. Bangunan

1. Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik

2. Toilet dan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup dan mudah dijangkau dan tempat cuci bagi karyawan yang letaknya mudah dicapai dari daerah kerja.

3. Penyimpanan, penyiapan makanan dan minuman hendaklah dibatasi di daerah khusus yang memenuhi standar kebersihan.

(14)

4. Sampah tidak boleh menumpuk dan dikumpulkan dalam wadah yang sesuai. c. Peralatan

1. Peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih sebelum dipakai kebersihannya diperiksa lagi.

2. Pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah resiko pencemaran produk.

3. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilakukan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan.

4. Prosedur yang tertulis untuk pembersih dan sanitasi hendaknya dibuat dan dipatuhi.

2.4.6 Produksi

Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.

a. Bahan awal

1. Semua bahan masuk, keluar dan sisa bahan hendaklah dicatat meliputi keterangan mengenai persediaan.

2. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.

(15)

3. Untuk setiap pengiriman atau bets hendaklah diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas yang jelas.

4. Pada saat penerimaan bahan dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kebocoran dan kerusakan serta contoh untuk pengujian diambil oleh petugas dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian pengawasan mutu.

5. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai.

6. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu.

7. Bahan awal yang cenderung rusak potensinya dalam penyimpanan hendaklah disimpan dalam suhu udara yang diatur.

8. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang.

9. Tersedianya daerah penyerahan yang berguna untuk mencegah pencemaran silang.

10. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok.

b.Validasi proses

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan..

(16)

Macam pendekatan validasi:

1. Validasi Prospektif (Prospective Validation)

Pelaksanaannya berdasarkan protokol yang direncanakan dengan perolehan data pertama, sebagai contoh yaitu produk baru yang belum beredar.

2. Validasi Konkuren (Concurrent Validation)

Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan melalui proses yang sedang berlaku, sebagai contoh yaitu produk yang sedang beredar.

3. Validasi Retrospektif (Retrospektif Validation)

Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah (lama) berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik, sebagai contoh yaitu produk yang sudah lama beredar.

4. Validasi Ulang (Revalidation)

Dilaksanakan apabila terjadi perubahan dalam komponen validasi, seperti: produk baru, perubahan bahan awal, perubahan sistem/prosedur, pemindahan peralatan, perbaikan besar.

c.Sistem penomoran bets dan lot

1. Sistem penomoran dijabarkan secara rinci. 2. Sistem penomoran hendaklah saling berkaitan.

3. Sistem penomoran hendaklah menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang.

(17)

d.Penimbangan dan Penyerahan

1. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis.

2. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.

3. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu.

4. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan.

5. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang hendaklah disesuaikan dengan jumlah bahan.

6. Pada setiap penimbangan dan pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian ketepatan identitas dan jumlah bahan.

7. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan hendaklah dijaga.

8. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih.

9. Bahan baku produk yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang. e.Pengembalian

Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dan disesuaikan dengan baik.

f.Pengolahan

1. Semua bahan yang dipakai hendaklah diperiksa terlebih dahulu. 2. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan 3. Peralatan yang digunakan hendaklah diperiksa terlebih dahulu.

(18)

4. Semua kegiatan pengolahan hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan yang terjadi dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.

5. Wadah dan penutup dari bahan dan produk hendaklah bersih.

6. Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan atau produk hendaklah diberi label yang tepat.

7. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

8. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dan diteliti.

9. Hasil sesungguhnya hendaklah dicatat dan dicocokkan dengan hasil teoritis.

2.4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek dari CPOB yang berfungsi untuk menjaga agar setiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium. Sistem dokumentasi dan prosedur harus menjamin bahwa pemeriksaan telah dilakukan dengan benar. Tugas pokok pengawasan mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan instruksi, menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan-bahan dan produk, meneliti catatan produk sebelum didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluarsa, mengevaluasi keluhan, menyediakan baku pembanding, menyiapkan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan

(19)

memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak.

Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap serta memadai, terhadap personalia yang terlatih dan bertanggungjawab, peralatan instrumen yang sesuai untuk prosedur dan diterapkan secara berkala. Bagian pengawasan mutu melakukan validasi terhadap Standard Operational Procedure (SOP). Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi harus diperhatikan meliputi spesifikasi, pengujian serta uji sterilitas.

Sistem dokumentasi dan prosedur serta pelulusan oleh bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan dengan tepat.

2.4.8 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB.

Hal-hal yang diinspeksi mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan bahan awal dan obat, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi serta pemeliharaan gedung dan peralatan.

Tim untuk inspeksi diri ditunjuk oleh pimpinan perusahaan berjumlah sekurang-kurangnya 3 orang dari bidang yang berlainan dan memahami CPOB. Pelaksanaan untuk inspeksi diri dilakukan sesuai kebutuhan dan minimal dilaksanakan sekali dalam setahun. Laporan inspeksi diri mencakup data dari hasil penilaian, kesimpulan dan usul tindakan perbaikan yang akan direspon oleh pimpinan perusahaan.

(20)

2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian

a. Penarikan kembali obat jadi

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya obat yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang dapat merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh obat jadi tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian satu jenis obat jadi yang bersangkutan.

b. Keluhan dan Laporan

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup :

- tindakan perbaikan bila diperlukan

- penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan.

c. Obat Kembalian

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan kepada pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas dan kuantitas obat jadi yang bersangkutan. Pabrik hendaknya

(21)

menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan.

d. Pencatatan

Pelaksanan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang dilaksanakan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk setiap pemusnahan obat kembalian hendaklah dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi.

2.4.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumen lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi bermanfaat untuk memastikan setiap petugas mendapat instruksi secara jelas dan rinci mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul hanya karena mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan.

2.4.11 Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi terdiri dari : Kualifikasi Desain

(22)

Kualifikasi Instalasi

Kualifikasi Instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.

Kualifikasi Operasional

Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

Kualifikasi Kinerja

Kualifikasi Kinerja hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi Operasional dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

Validasi.

Validasi adalah suatu tindakan pembuktikan dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi dilakukan pada titik-titik kritis dalam proses produksi misalnya, pada tahap penimbangan dan pencampuran.

Perencanaan Validasi adalah sebagai berikut :

2 Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.

3 RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. 4 RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut:

1. Kebijakan validasi.

2. Struktur organisasi kegiatan validasi.

(23)

25

4. Format dokumen, format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan.

5. Pengendalian perubahan

6. Acuan dokumen yang digunakan.

5 RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar.

Sasaran dalam validasi adalah menjamin prosedur produksi yang aman, menjamin reproduksibilitas dari proses yang dihasilkan dan menekan sekecil mungkin kesalahan yang terjadi. Secara umum prosedur yang dilakukan untuk pengujian produk akhir meliputi tiga tahap pokok yaitu:

1. menetapkan spesifikasi dan karakteristik kinerja sediaan

2. penilaian metodologi, proses dan peralatan untuk menjamin agar produk memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

3. pengujian produk akhir menggunakan metode analisa yang sudah di validasi agar dapat memenuhi spesifikasi.

Empat tahap penunjang validasi adalah:

• Kalibrasi, verifikasi dan perawatan peralatan yang digunakan. • Kualifikasi dan validasi peralatan yang digunakan

• Pemeriksaan, pemantauan atau cuplikan dari tahap yang sudah diketahui.

• Rekualifikasi bila ada perubahan yang bermakna dalam proses atau produk.

Referensi

Dokumen terkait

yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi dalam.. seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga obat

yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi dalam... seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga obat

43/MenKes/ SK/II/1998 menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat.. Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat

CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu

Personalia yang salah satunya adalah Apoteker dalam Industri Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB,

Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa

Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang