• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat

Bandung

Disusun Oleh :

Wan Risa Puspita Baros, S.Farm 083202090

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi

Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung, yang

dilaksanakan pada tanggal 2 Februari – 27 Februari 2009.

Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan

Darat telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran sebuah industri

farmasi bagaimana cara mengelola dan manajemen dari suatu industri farmasi.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan

laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan

kemudahan bagi penulis.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Letkol CKM Drs. Sambas Setiawan, Apt, selaku Kepala Lembaga

Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

2. Bapak Letkol CKM Drs.Yan Suryana Ilham, Apt, M.M selaku kepala

Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat

Kesehatan Angkatan Darat.

3. Ibu Letkol CKM. (K). Dra.Nur Laila, Apt, M.Si. selaku Kepala Instalasi

(3)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

4. Bapak Mayor CKM Drs. Abdul Azis, MM selaku Kepala Bagian

Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat.

5. Bapak Mayor CKM Drs. Junaedi, Apt. selaku Lakhar Kepala Instalasi

Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

6. Ibu Mayor CKM. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt. selaku Kepala Instalasi

Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

7. Bapak Mayor CKM Drs. Agoes Imam Nugroho, Apt. selaku Kepala

Instalasi Pemeliharaan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan

Darat.

8. Bapak Mayor CKM Drs. T.P. Simorangkir, M.Si., Apt. selaku Koordinator

Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat dan sebagai Pembimbing.

9. Ibu Dra. Neneng Cahyati, Apt. selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi simpan

dan sebagai Pembimbing..

10. Ibu Dra. Lisa Olii, Apt, M.Si. selaku Wakil Koordinator Mahasiswa Praktek

Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

11. Ibu Dra. Tuti Sunarti, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair dan Steril

Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing.

12. Ibu Dra. Weni Widaningsih, Apt. selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi

Pengawasan Mutu dan sebagai Pembimbing.

13. Seluruh Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

(4)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

Semoga Tuhan membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan balasan yang

berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Bandung, Februari 2009

(5)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR... .... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

1.3 Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

1.4 Lokasi dan Lama Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri Farmasi ... 4

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ... 4

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi ... 4

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 5

2.2.1 Ketentuan Umum ... 7

2.2.2 Personalia ... 8

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ... 10

2.2.4 Peralatan ... 16

2.2.5 Sanitasi dan Higiene ... 16

(6)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2.2.7 Pengawasan Mutu ... 26

2.2.8 Inspeksi Diri ... 31

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 32

2.2.10 Dokumentasi ... 34

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 35

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ... 35

BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT ... 36

3.1 Sejarah ... 36

3.2 Visi, Misi ... 37

3.2.1 Visi ... 37

3.2.2 Misi ... 37

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad ... 37

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad ... 39

3.4.1 Eselon Pimpinan ... 39

3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan ... 40

3.4.3 Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha Urusan Dalam) ... 40

3.4.4 Eselon Pelaksana ... 41

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad ... 43

3.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad ... 44

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad ... 47

3.7.1 Perencanan dan Pengadaan Barang ... 47

(7)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

3.7.3 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ... 49

3.7.4 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan .. . 51

3.7.5 Kegiatan Instalasi Produksi ... 52

3.7.6 Kegiatan Instalasi Simpan ... 65

3.7.7 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan ... 66

3.8 Pengolahan Dokumen ... 74

BAB IV PEMBAHASAN ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Kesimpulan... 86

5.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(8)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Personil Lafi Ditkesad 2009

Berdasarkan Jenjang Pendidikannya ... . 44

(9)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat ... 88

2. Blanko Hasil Pengujian Bahan Baku ... ... 89

3. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium ... 90

4. Alur Proses Produksi Tablet ... 91

a. Alur Proses Produksi Tablet Biasa/Salut dengan Metode Granulasi Basah ... ... 91

b. Alur Produksi Tablet Biasa/ Salut dengan Metode Cetak Langsung ... 92

5. Alur Produksi Kapsul ... 93

6. Alur Proses Salep ... 94

7. Alur Proses Produksi Sirup ……… 95

a. Alur Proses Produksi Sirup Basah ... 95

b. Alur Proses Produksi Sirup Kering ... 96

(10)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia

sehingga senantiasa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa.

Hal ini terkait dengan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

dari bangsa tersebut. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas maka akan

semakin meningkat pula daya saing bangsa tersebut dalam kancah persaingan

global saat ini.

Obat merupakan kebutuhan pokok manusia dalam menangani berbagai

masalah kesehatan yang mereka hadapi. Obat dapat didefenisikan sebagai suatu

zat kimia yang dalam takaran tertentu dan dengan penggunaan yang tepat dapat

dimanfaatkan untuk mencegah penyakit (preventif), menyembuhkan (kuratif),

memulihkan (rehabilitatif), dan meningkatkan kesehatan (promotif).

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai

kesehatan, menyebabkan adanya kecendrungan untuk melakukan pengobatan

sendiri (self medication) di kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan

permintaan dikalangan masyarakat menjadi meningkat, sehingga dapat

mendorong perkembangan industri farmasi. Oleh karena itu, industri farmasi

berusaha menyediakan obat yang bermutu baik, aman, berkhasiat dengan harga

yang terjangkau dan tersebar secara merata diseluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dengan Keputusan

(11)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

yang Baik) disetiap industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan

oleh industri farmasi dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi,

sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang ditentukan dan

sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal yang perlu diperhatikan untuk

menjamin mutu obat yang dihasilkan antara lain adalah pengadaan bahan baku,

proses pembuatan dan cara pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang

digunakan serta personel yang terlibat dalam proses pembuatan obat tersebut.

Pelaksanaan pedoman CPOB di industri farmasi memerlukan peranan

apoteker, sehingga seorang apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan

ketrampilan yang memadai. Tuntutan tersebut dapat diperoleh salah satunya

melalui praktek kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai

dengan CPOB. Penerapan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) pada industri

farmasi yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu,

bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat senantiasa memenuhi persyaratan

mutu yang telah ditentukan. Selain itu, penerapan CPOB tersebut dimaksudkan

untuk memperluas akses pasar import, karena CPOB termasuk dalam salah satu

persyaratan internasional.

Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu perguruan tinggi yang

menghasilkan tenaga Apoteker mengadakan kerja sama dalam bentuk Praktek

Kerja Profesi Apoteker dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan TNI

Angkatan Darat (Lafi Ditkesad), yaitu lembaga produksi yang bernaung dibawah

Direktorat Kesehatan TNI Angkatan Darat (Ditkesad) yang telah memperoleh

(12)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

27 februari 2009. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan calon Apoteker dapat

menambah wawasan dan pengalaman praktis di Industri farmasi.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

1. Mempunyai kemampuan yang lebih dalam menganalisa permasalahan

yang terjadi dilapangan berdasarkan ilmu yang telah didapat di

perkuliahan serta menumbuh kembangkan dan memantapkan

keterampilan sebagai suatu modal kerja

2. Mengetahui aspek-aspek CPOB dalam suatu industri farmasi

3. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan pengaplikasian yang

telah diperoleh selama belajar dalam lapangan kerja.

4. Mempersiapkan para calon apoteker untuk menjalankan profesinya

secara professional.

1.4. Metodologi Penelitian

1. Diskusi

Yaitu pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab secara langsung

dengan para pembimbing mengenai materi dalam penyusunan laporan

2. Study Pustaka

Yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari beberapa buku sumber

yang berhubungan dalam penyusunan laporan.

1.5 Lokasi dan lama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Lokasi yang diambil penulis untuk pengambilan data PKPA ini dilakukan

di LAFI DITKESAD (Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat)

yang beralamat di jalan Gudang Utara No 25- 26 Bandung. PKPA ini dimulai dari

(13)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri

yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses

pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan atau paduan bahan yang siap

digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi

semua bahan baku baik berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat dan digunakan

dalam proses pembuatan obat. Industri farmasi mempunyai peranan dalam

melengkapi pengadaan kebutuhan obat nasional. Pengadaan dan produksi obat

bertujuan untuk menjamin tersedianya obat yang dibutuhkan dengan jenis dan

jumlah yang cukup, mutu yang baik dan terjangkau oleh masyarakat.

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,

karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan.

Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri

(14)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum

berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.

2. Memiliki rencana investasi.

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan

CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan

No.43/Menkes/SK/II/1988.

5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan

secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan

penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan

CPOB.

6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan

setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik

CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh

(15)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara

Pembuatan Obat yang Baik.

Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

Pengawasan menyeluruh pada pembuatan obat sangat penting untuk

menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, tidak cukup bila

obat jadi hanya sekedar lolos dari serangkaian pengujian, tetapi sangat penting

bahwa mutu obat harus dibentuk dalam produk obat tersebut. Semua obat

hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau, oleh karena itu

industri farmasi harus memiliki sistem pengawasan mutu yang efisien, yang

sepenuhnya dapat menjamin mutu obat jadi yang dihasilkan. Untuk menjamin

mutu obat jadi adalah dengan cara penerapan CPOB dalam seluruh aspek dan

rangkaian kegiatan produksi.

Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa

obat tersebut : Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai

tujuannya. Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot

memenuhi syarat kemurnian. Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan

benar. Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan

kontaminasi.Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.

Pedoman CPOB merupakan statu pedoman bagi industri farmasi mengenai

semua aspek-aspek dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi

Pedoman CPOB tahun 2006, meliputi 12 aspek antara lain: ketentuan umum,

(16)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap keluhan dan penarikan

kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisa

berdasarkan kontrak, kulifikasi dan validasi.

2.2.1 Ketentuan Umum

CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta

bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat, senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Landasan umum CPOB antara lain:

1. Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat essensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

2. Tidaklah cukup obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,

tetapi yang sangat penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam

produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan

dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia

yang terlibat dalam pembuatan obat.

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pada

satu pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi

yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat

dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila perlu

dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang

(17)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2.2.2 Personalia

Jumlah personil pada tiap tingkatan harus memadai dan memiliki

pengetahuan, keterampilan serta kemampuan sesuai dengan tugasnya. Personil

juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu

melakukan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan kesadaran yang tinggi

untuk mewujudkan CPOB.

Aspek personalia meliputi:

1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab

a. Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang

yang berlainan yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap

yang lain.

b. Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang cakap, terlatih

dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri

farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga

memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional, memiliki

tanggung jawab bersama dalam mutu obat, baik dengan manajer

pengawasan mutu maupun manajer teknik.

c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang cakap,

terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk

memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional.

d. Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu bersama-sama

(18)

prosedur-Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan

pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi,

kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian

persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan

produk dan bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan

dalam penyimpanan catatan-catatan.

2. Pelatihan

Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan

obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah

pembuatan obat, diberikan pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai

dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.

a. Pelatihan diberikan oleh tenaga yang kompeten khususnya bagi

mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau bagi

mereka yang bekerja menggunakan bahan yang mempunyai resiko

tinggi, toksik atau yang menimbulkan sensitisasi.

b. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dan

dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan

terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya.

c. Pelatihan dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui

oleh Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.

d. Catatan pelatihan personil mengenai CPOB, hendaknya disimpan dan

(19)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran dan rancang

bangun konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam

pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja

hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran

silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat

dihindarkan.

Jumlah partikel di udara untuk pembagian kelas menurut CPOB tahun 2006

Kelas Jumlah maksium partikel/m3 yang dibolehkan untuk kelas setara

atau lebih tinggi dari

Non-operasional Operasional

0,5µm 5 µm 0,5 µm 5 µm

A 3.500 1 3.500 1

B 3.500 1 350.000 2.000

C 350.000 2.000 3.500.000 20.000

D 3.500.000 20.000 Tidak

ditetapkan

Tidak

ditetapkan

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rancang bangun

dan penataan gedung adalah kesesuaian dengan kegiatan produksi, luasnya ruang

kerja, pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas

(20)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

1. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,

tanah, dan air maupun dari kegiatan di dekatnya.

2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh

cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya

binatang.

3. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam

sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan.

b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan

produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan

berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas

kebersihan yang disyaratkan.

c. Luas ruang kerja memungkinkan penempatan peralatan secara teratur

untuk memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja,

komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah

kesesakan dan ketidakteraturan.

d. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu

lintas umum bagi karyawan, bahan-bahan atau tempat penyimpanan

kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

4. Rancang bangun dan tata letak ruang harus memenuhi

(21)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

a. Dicegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda,

kemungkinan terjadinya kontaminasi silang oleh obat atau bahan lain,

serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Untuk

bahan yang sangat beracun atau bahan yang dapat menimbulkan

sensitisasi seperti hormon, bahan sitotoksik dan antibiotika tertentu

hendaklah diberi perhatian khusus dalam pengolahannya. Dalam hal

ini perlu pemisahan bangunan untuk pembuatan obat yang

mengandung bahan tersebut.

b. Obat yang mengandung golongan penisilin hendaklah diproduksi

dalam suatu bangunan terpisah dengan pengendalian udara khusus

untuk produksi tersebut.

c. Obat yang mengandung golongan sefalosporin dapat diproduksi di

ruang terpisah dalam satu bangunan dengan pengendalian udara dan

peralatan termasuk lini pengemasan khusus untuk produk tersebut.

Produksi dapat dilakukan juga dengan cara produksi beberapa bets

secara berurutan di daerah terpisah yang dibersihkan dan

didekontaminasi menurut prosedur yang sudah divalidasi.

d. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari

ruang produksi obat.

e. Disediakan ruangan terpisah untuk membersihkan alat yang dapat

dipindah-pindahkan dan ruang untuk menyimpan bahan pembersih.

f. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah pengolahan

(22)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

g. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi

dengan ventilasi yang baik.

h. Hewan ditempatkan dalam gedung terpisah atau setidak-tidaknya

dalam ruang yang terisolasi dengan baik.

5. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan daerah khusus antara lain:

penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal,

penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan,

pengemasan, karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir,

penyimpanan obat jadi, pengiriman barang dan laboratorium serta

pencucian peralatan.

6. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah

produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruang-ruang

terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan berikut: pembukaan kemasan

komponen, pencucian peralatan serta wadah, pengolahan, pengisian dan

penutupan wadah langsung, ruang penyangga udara yang menghubungkan

antara ruang ganti pakaian dengan ruang pengisian dan ruang ganti

pakaian steril sebelum memasuki ruang steril.

7. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)

hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah

dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah

pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan

memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga

(23)

Sudut-Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis

hendaklah berbentuk lengkungan.

8. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol

serta sirkulasi udara yang baik. Saluran yang terbuka hendaklah sedapat

mungkin dicegah tetapi bila diperlukan hendaklah cukup dangkal untuk

memudahkan pembersihan dan desinfeksi.

9. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya

hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya

pencemaran terhadap produk.

10. Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai

ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban

dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun

dengan lingkungan sekitarnya.

11. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi lain di daerah produksi

hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya

ceruk yang tidak dapat dibersihkan. Instalasi seperti ini sedapat mungkin

dipasang di luar daerah pengolahan.

12. Pemasangan tulang atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan

hendaklah dicegah. Apabila tidak bisa dihindari, maka suatu prosedur tetap

dan penjadwalan khusus mengenai pembersihan terhadap yang dipasang

tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.

13. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel di dinding

tetapi di gantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak yang

(24)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

14. Tenaga listrik hendaklah memadai untuk menjamin kelancaran produksi

dan laboratorium.

15. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, gang

dan daerah sekeliling gedung hendaklah dirawat, agar senantiasa dalam

keadaan bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah diperiksa secara

teratur dan dilakukan perbaikan dimana perlu. Perhatian khusus perlu

diberikan untuk menjamin agar perbaikan atau kegiatan perawatannya

tidak akan mengakibatkan pengaruh negatif terhadap produk.

16. Gudang penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan

dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan

produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur.

a.Daerah penyimpanan hendaklah cocok untuk melaksanakan

pemisahan bahan dan produk yang dikarantina secara efektif.

Daerah khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan

bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak dan bahan yang

sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lain.

b. Bila diperlukan hendaklah disediakan sarana gudang dengan

kondisi khusus, misalnya suhu, kelembaban dan keamanan

tertentu.

c. Gudang penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa untuk

memungkinkan pemisahan yang efektif dan teratur terhadap

berbagai kelompok bahan yang di simpan serta untuk memudahkan

(25)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

d. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi

barang-barang yang ditolak, ditarik kembali atau dikembalikan.

e. Penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga

masing-masing label yang berbeda dan bahan cetak lain disimpan terpisah

untuk mencegah terjadinya pencampuran.

17. Pintu yang membuka langsung ke lingkungan luar dari ruang produksi

seperti pintu bahaya kebakaran hendaklah selalu ditutup rapat untuk

mencegah masuknya cemaran. Peraturan hendaklah dibuat untuk

menjamin bahwa pintu tersebut hanya digunakan dalam situasi darurat.

Pintu-pintu di dalam gedung yang difungsikan sebagai perintang terhadap

kontaminasi silang hendaklah selalu dalam keadaan tertutup apabila

sedang tidak digunakan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta

ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat

terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan

dan perawatannya.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap

(26)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

1. Personalia

a. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik

sebelum diterima menjadi personil maupun selama bekerja.

b. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.

c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit atau menderita luka

terbuka yang dapat merugikan kualitas produk, hendaklah dilarang

menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan yang sedang dalam

proses dan obat jadi, sampai ia sembuh kembali.

d. Untuk keamanan sendiri dan untuk menjamin produk terlindung dari

pencemaran, personil hendaklah mengenakan pakaian pelindung badan

yang bersih termasuk penutup rambut yang bersih sesuai dengan tugas

yang mereka laksanakan.

e. Merokok, makan, minum, mengunyah, meletakkan tanaman atau

menyimpan makanan, minuman, dan obat pribadi hanya diperbolehkan

di daerah tertentu dan dilarang dalam daerah produksi, laboratorium,

daerah gudang dan daerah lainnya yang mungkin merugikan mutu

produk.

2. Bangunan

a. Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat harus dirancang dan

dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang

baik.

b. Toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik

dan tempat cuci kaki bagi personil yang letaknya mudah dicapai dari

(27)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

c. Hendaklah disediakan fasilitas yang memadai untuk penyimpanan

pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.

d. Harus ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggungjawab

sanitasi.

3. Peralatan

a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar

maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, serta

dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih.

b. Harus ada prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan

sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat.

4. Kualifikasi dan Validasi Prosedur Sanitasi dan Higiene

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi

secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang

bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi

Produksi harus dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

sehingga menjamin obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan.

1. Bahan awal

a. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, harus

memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi

(28)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

b. Setiap penerimaan bahan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan

secara visual tentang kondisi umum, keutuhan kemasan, kebocoran

dan kerusakan, serta contoh untuk pengujian diambil oleh petugas

dengan menggunakan metode yang telah disetujui oleh manajer

pengawasan mutu.

c. Bahan awal yang baru tiba, harus dikarantina, sampai disetujui dan

diluluskan untuk digunakan oleh penanggung jawab pengawasan mutu.

d. Label yang menunjukkan status bahan awal hanya boleh dipasang oleh

petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab bagian pengawasan

mutu.

e. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai

secara jelas, tersimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau

dikembalikan kepada pemasok.

2. Validasi proses

a. Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat.

b. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah

disertai dengan tindakan validasi ulang.

3. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat

merugikan kesehatan, mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi

kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus harus

diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan

(29)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan

CPOB.

4. Sistem penomoran bets dan lot.

a. Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets dan lot secara rinci

diperlukan, untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan

atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau

lot tertentu.

b. Sistem penomoran bets atau lot harus menjamin bahwa nomor bets

atau lot yang sama tidak digunakan secara berulang.

5. Penimbangan dan penyerahan

a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang

boleh diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian

pengawasan mutu.

b. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan

terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan

dari bagian pengawasan mutu.

c. Setiap penimbangan atau pengukuran hendaknya dilakukan

pembuktian kebenaran, ketepatan identitas, dan jumlah bahan yang

ditimbang dan diukur oleh dua petugas secara terpisah.

d. Bahan baku, produk antara, dan produk ruahan hendaknya diperiksa

ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi

(30)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

6. Pengembalian

a. Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan

yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah

didokumentasikan.

b. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak

boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan.

7. Pengolahan

a. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa

terlebih dahulu sebelum digunakan.

b. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan

sampai tingkat yang disyaratkan untuk kegiatan yang akan dilakukan.

Sebelum pengolahan dimulai, ditempuh langkah yang menjamin

bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk atau

dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan.

c. Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah

diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih

secara tertulis sebelum digunakan.

d. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti

prosedur tertulis yang telah ditentukan. Tiap penyimpanan hendaklah

dilaporkan dengan menyertakan alasan dan penjelasan.

e. Semua produk antara atau produk ruahan harus diberi label yang tepat

(31)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

8. Produk steril

a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptis dan sterilisasi akhir.

b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi terkendali dan dipantau

dengan teliti serta diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan

sterilitas produk steril yang dibuat.

c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruang terpisah yang

dirancang khusus.

d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang

berbeda, yakni: ruang ganti pakaian, ruang bersih untuk persiapan

komponen dan penyiapan larutan dan ruangan steril untuk kegiatan

steril

e. Kontaminasi jasad renik tidak boleh melebihi nilai batas.

f. Personel yang bekerja dipilih dengan seksama dan harus

memperhatikan standar higiene dan kebersihan perorangan serta

mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidangnya.

g. Personel memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril serta

ditangani secara terpisah pemakaian dan pencuciannya. Arloji,

perhiasan dan kosmetik tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan

steril.

h. Bangunan untuk ruangan steril dirancang khusus, diberi aliran udara

bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan ruangan

harus kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat

(32)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

dan saluran pembuangan dipasang terpisah serta tidak boleh ada bak

pencucian.

i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan.

j. Pengolahan bahan awal dan produk hendaklah dihindari dari

pencemaran jasad renik, baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah,

pembersih, jarak waktu sterilisasi, pembuatan larutan dan sumber air

selalu dipantau dengan baik.

k. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering,

saring, etilen oksida atau radiasi sesuai dengan masing-masing cara

yang efektif.

9. Pengemasan

a. Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi-bagi dan mengemas

produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaklah

dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas,

keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.

b. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan

pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja

dalam keadaan bersih dan bebas dari produk, sisa produk lain atau

dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan.

c. Setiap penyerahan produk ruahan dan bahan pengemas hendaklah

diperiksa dan diteliti kesesuaiannya dengan prosedur pengemasan

(33)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

10. Bahan atau produk pulihan

Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan

bahan atau produk tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur

tertentu yang disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan

spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan berarti terhadap

mutunya.

11. Obat kembalian

a. Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik misalnya karena label

atau kemasan luar yang kotor dapat diberi label kembali dan harus

hati-hati untuk menghindari campur baur dengan produk lain atau

terjadinya kesalahan pemberian label.

b. Obat jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari

pengawasan pabrik pembuat, setelah dievaluasi secara kritis oleh

petugas pengawasan mutu dan ternyata memenuhi standar, spesifikasi

dan karakteristik yang ditetapkan maka, dapat dipertimbangkan untuk

dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets

berikutnya. Bilamana ada keraguan terhadap mutu, produk ini tidak

boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan kembali atau diolah

ulang.

12. Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi

diserahkan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum obat jadi

(34)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

memastikan bahwa produk dan catatan menyeluruh tentang bets yang

bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

13. Pengawasan distribusi obat jadi

a. Sistem distribusi hendaklah dirancang dengan tepat sehingga

menjamin bahwa obat jadi yang pertama masuk didistribusikan

terlebih dahulu.

b. Sistem tersebut mencakup pula cara pencatatan yang tepat sehingga

distribusi tiap bets dapat segera diketahui untuk mempermudah

penyelidikan dan penarikan kembali jika diperlukan.

c. Prosedur tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan

dipatuhi.

d. Penyimpangan terhadap prinsip pertama masuk pertama keluar hanya

diperbolehkan untuk jangka waktu pendek dan hanya atas persetujuan

pimpinan yang bertanggungjawab.

14. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi

Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk

mencegah resiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan

pemeriksaan dan pemeliharaan.

15. Pembuatan obat berdasarkan kontrak

a. Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau

keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik pembuat

(disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut

(35)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

b. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah

memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan

bentuk sediaan obat yang akan dikontrakkan.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat

yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.

1. Ketentuan umum

Bagian pengawasan mutu melaksanakan tugas pokok antara lain

sebagai berikut :

a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi

b. Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan,

pengujian dan analisis

c. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan di masa mendatang

d. Meluluskan atau menolak setiap bets bahan awal, produk antara,

produk ruahan dan obat.

e. Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu

produk.

2. Laboratorium pengujian

a. Bangunan laboratorium hendaklah terpisah dari ruangan produksi dan

terpisah antar masing-masing laboratorium. Ruang instrumen juga

(36)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

yang berlebihan atau instrumen tersebut perlu diisolasi dari peralatan

lainnya.

b. Personalia, setiap personil yang bertugas mengawasi atau yang

langsung melakukan pekerjaan laboratorium hendaklah mempunyai

pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk menjalankan

tugasnya serta mendokumentasikan segala tugas dan tanggungjawab

yang diberikan. Dalam bekerja personil hendaklah memakai pakaian

pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata

pelindung dan sarung tangan yang tahan terhadap asam atau alkali.

c. Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah cocok

untuk prosedur pengujian yang dilakukan serta prosedur tetap untuk

pengoperasian tiap instrumen dan peralatan hendaklah tersedia dan

diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.

d. Pereaksi dan media biakan bakteri yang diterima hendaklah dicatat,

serta dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan tertulis dan diberi label

yang sesuai. Untuk memastikan kecocokan media pembiakan yang

dipakai digunakan kontrol positif dan kontrol negatif.

e. Baku pembanding dipegang oleh seorang yang telah ditunjuk. Baku

pembanding terdiri atas baku pembanding primer yang digunakan

untuk tujuan tertentu yang sesuai dalam monografi, dan baku

pembanding sekunder atau baku pembanding kerja dapat dibuat dan

dipakai setelah dilakukan pengujian yang sesuai secara periodik.

f. Spesifikasi dan prosedur pengujiaan hendaklah divalidasi dengan

(37)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

digunakan dalam pengujian rutin, dan hendaklah mengikuti instruksi

yang tercantum dalam prosedur pengujian untuk masing-masing bahan

atau produk jadi.

g. Catatan analisis mencakup nama dan nomor bets, nama petugas yang

mengambil contoh, metoda analisa yang digunakan, semua data

analisa, perhitungan data analisa, pernyataan toleransi yang

diperbolehkan yaitu pernyataan yang memenuhi syarat atau tidak

memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan petugas yang melakuka n

pengujian dan perhitungan, nama pemasok, jumlah keseluruhan dan

jumlah bahan awal yang diterima, jumlah wadah, bahan baku, bahan

pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi dari bets atau

lot yang dianalisa.

h. Contoh pertinggal dengan identitas yang jelas dan mewakili setiap bets

bahan baku berkhasiat yang diterima hendaklah disimpan untuk jangka

waktu tertentu. Jumlah contoh pertinggal sekurang-kurangnya dua kali

dari jumlah contoh yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap kecuali

untuk uji sterilitas.

3 Validasi

Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap prosedur

penetapan kadar dan kalibrasi instrumen.

a. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan obat jadi

1) Tiap spesifikasi hendaklah disetujui terlebih dahulu dan

(38)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2) Pengambilan contoh merupakan operasi penting karena

hanya sebagian kecil saja dari suatu bets yang diambil

untuk pengujian mutu.

b. Pengolahan ulang

1) Pengolahan ulang tidak boleh dilakukan sebelum

prosedurnya diperiksa dan disetujui oleh bagian

pengawasan mutu.

2) Pengolahan ulang suatu bets produk dapat dipertimbangkan

hanya apabila resiko yang mungkin sekali terjadi akibat

pengolahan ulang telah dilakukan eveluasi secara

meyakinkan dan dinilai dapat diabaikan.

3) Uji stabilitas lanjut hendaklah dilakukan terhadap obat jadi

hasil pengolahan ulang bila diperlukan.

c. Evaluasi bagian pengawasan mutu terhadap prosedur produksi

1) Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut serta dalam

pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur

pengemasan induk untuk setiap ukuran bets suatu produk

untuk menjamin keseragaman dari bets ke bets yang

diproduksi.

2) Bagian pengawasan mutu hendaklah memberikan

persetujuan atas prosedur pembersihan dan sanitasi

(39)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

d. Peninjauan catatan bets produksi

1) Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets obat jadi

hendaklah diteliti oleh bagian pengawasan mutu untuk

menentukan apakah pembuatan bets bersangkutan

memenuhi semua prosedur yang telah ditetapkan sebelum

diluluskan untuk produksi.

2) Tiap bets yang menyimpang atau gagal dalam memenuhi

spesifikasinya hendaklah diselidiki secara tuntas.

e. Penelitian stabilitas

1) Hendaklah dirancang program pengujian stabilitas untuk

mengetahui stabilitas obat jadi untuk menentukan kondisi

penyimpanan yang cocok serta tanggal daluarsa.

2) Penelitian stabilitas dilakukan dalam hal produk baru,

memiliki kemasan baru yang berbeda dengan standar yang

telah ditetapkan, perubahan formula, perubahan metoda

pengolahan dan sumber bahan baku.

f. Keluhan terhadap obat

1) Hendaklah dirancang suatu sistem penanganan terhadap

keluhan obat yang mencakup prosedur tetap dan

penunjukan petugas yang bertanggung jawab menerima

keluhan.

2) Hendaklah dibuat catatan keluhan terhadap obat dan juga

(40)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

g. Obat kembalian

Bagian pengawasan mutu hendaklah bertanggung jawab atas

pemeriksaan produk yang dikembalikan karena adanya keluhan,

kerusakan, daluarsa atau hal lain yang menimbulkan keraguan atas mutu

produk tersebut.

h. Penilaian terhadap pemasok

Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut bertanggung jawab

bersama departemen yang relevan untuk memilih pemasok yang mampu

dan dapat dipercaya dalam penyediaan bahan awal yang memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.2.8 Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri

dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk

menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri harus dilakukan secara teratur

dan dibuat prosedur serta pencatatannya. Tindakan perbaikan yang disarankan

sebaiknya dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim yang

mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB.

Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan termasuk fasilitas

untuk karyawan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi,

(41)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan

pabrik yang bersangkutan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan

sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat, dan

Obat Kembalian

1. Keluhan dan Laporan

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping

yang merugikan, dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan

ditangani secara:

a. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan

yang diterima.

b. Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang

bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.

c. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi

secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk

tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima.

Bila perlu dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal bets yang

bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang

berkaitan.

Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan:

1) Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali

bets obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan

(42)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2) Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk

evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah

dicatat dan dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan

kepada pejabat pemerintah yang berwenang.

2. Penarikan Kembali Obat Jadi

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu

atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai

distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk

yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan

adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan

kesehatan.

Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri

atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk

melakukan penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker

penanggung jawab pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali

obat jadi dapat pula sekaligus merupakan penghentian pembuatan obat jadi

yang bersangkutan.

Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi:

a. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui

adanya obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau

mempunyai efek samping yang tidak diperhitungkan

sebelumnya dan membahayakan kesehatan.

b. Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan

(43)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

khusus agar obat yang bersangkutan dikenakan embargo untuk

tidak digunakan. Dalam hal ini penarikan dilakukan sampai ke

tingkat konsumen.

Sistem dokumentasi pabrik dapat mendukung pelaksanaan

penarikan kembali dan embargo secara efektif, cepat, dan tuntas.

3. Obat Kembalian

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian

dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah

keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan

sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan

kuantitas obat jadi yang bersangkutan.

Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki,

dan menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat

tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat

kembalian dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah

obat jadi yang bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku dan produk, prosedur, metode

dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pembersihan, pemeliharaan,

penyimpanan dan distribusi, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian

kegiatan pembuatan obat.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas

(44)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan

kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari

setiap bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta

penelusuran terhadap bets atau lot untuk produk yang bersangkutan. Sistem

dokumentasi digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian seperti pada

kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak

harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Managemen Mutu

(pemastian mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan

yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

(45)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Sejarah

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi

Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga

ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara

Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga

pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD

yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No.

Skep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1

Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua:

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi

Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat

Angkatan Darat (DOAD).

Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13

September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD

disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal

15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi:

1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan

Angkatan Darat (Lafi Jankesad).

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat

Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat

(46)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad

disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April

2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.

3.2 Visi dan Misi

3.2.1 Visi

Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang

mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu dan aman bagi prajurit, PNS TNI AD

dan keluarganya. Adapun visi dari Lafi Dikesad yaitu ” Menjadi penyelenggara

pemberian kesehatan Angkatan Darat yang dipercaya dengan dilandasi

profesionalisme, disiplin, bermoral dan solidaritas “.

3.2.2 Misi

Misi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang

mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu dan aman bagi prajurit, PNS TNI AD

dan keluarganya. Adapun Misi dari Lafi Dikesad yaitu:

1. Menyelenggarakan hubungan kesehatan yang handal

2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima

3. Menyelenggarakan fungsi organik dan sesama.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di

(47)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

pokok membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan

melaksanakan fungsi produksi, penelitian dan pengembangan obat.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Lafi Ditkesad

menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Melaksanakan fungsi utama

1. Fungsi produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang

produksi obat.

2. Fungsi pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan

pemeriksaan fisik, kimiawi, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan

pembantu, sarana pendukung, produk antara, produk ruahan dan produk

jadi yang dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah proses produksi.

3. Fungsi penelitian dan pengembangan; meliputi segala usaha, pekerjaan,

kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan metode produksi,

pengawasan mutu, formulasi, uji produk, alat utama atau bantu dan

pengembangan kemampuan personil.

4. Fungsi pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang

pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pengembangan peralatan produksi,

pengawasan mutu dan utilitas.

5. Fungsi penyimpanan; meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di

bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan

penolong, peralatan untuk proses produksi dan produk jadi serta

(48)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

2. Melaksanakan Fungsi Organik

a. Fungsi Organik Militer

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang pengamanan,

personil, logistik dan urusan dalam.

b. Fungsi Organik Pembinaan

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang perencanaan

anggaran, pengawasan dan pengendalian kegiatan.

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/11/I/2004 tanggal 30

Januari

2004 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami

perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih

mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad dapat dilihat

pada lampiran 1. Struktur tersebut telah diterapkan sejak bulan April 2005,

dengan susunan organisasi sebagai berikut:

3.4.1 Eselon Pimpinan

1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi

Kalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya

bertanggung jawab kepada Dirkesad.

2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi

Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat

Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya

(49)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan

1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Pa Ahli Lafi

Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan

Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari:

a. Perwira Ahli Madya Manajemen Industri, disingkat Pa Ahli Madya

Jemen In.

b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Pa Ahli Madya

Tekfi.

c. Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,

disingkat Pa Ahli Madya Amdal.

2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog.

Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh

Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Perencanaan Anggaran dan Pengadaan,

disingkat Kasirengar Ada.

b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat.

3.4.3 Eselon Pelayanan

(Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD)

Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

(50)

Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009.

jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang

dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari:

1. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat

Kaurminperslog.

2. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu.

3. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal.

4. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam.

3.4.4 Eselon Pelaksana

1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Instal. Litbang)

Ka Instal. Litbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan

Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Penelitian, disingkat Kasilit.

b. Kepala Seksi Pengembangan, disingkat Kasibang.

Ka Instal. Litbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

2. Instalasi Produks i (Instal. Prod.)

Ka Instal. Prod dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 1.  Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2009 Berdasarkan Jenjang

Referensi

Dokumen terkait

1) Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. 2) Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah.. disertai dengan tindakan validasi

Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah

Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan

Pengemasan sediaan jadi di Lafi Ditkesad juga telah memenuhi persyaratan CPOB, dimana proses pengawasan terhadap kebocoran strip atau kebocoran sediaan (untuk sediaan cair)

Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan

1) Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. 2) Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah. disertai dengan tindakan validasi

Manajemen mutu yang dilakukan Lafi Ditkesad telah memenuhi syarat sesuai dengan petunjuk CPOB, dimana mutusuatu obat jadi tidak ditentukan dari hasil akhirnya saja tetapi

1) Gudang harus dipimpin oleh seorang apoteker yang berpengalaman dan bertanggung jawab dibidangnya. 2) Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan penyimpanan