• Tidak ada hasil yang ditemukan

("LliHllll.".l4. nt; fif, dan menyerang tanaman jeruk. Penelitian bertujuar untuk mengetahui kelimpahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "("LliHllll.".l4. nt; fif, dan menyerang tanaman jeruk. Penelitian bertujuar untuk mengetahui kelimpahan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

("LliHllll.".l4

nt;

fif

,

KELIMPAHAN POPULASI TUNGAU MERAH

JERUIi

Panonychus

citri

(McGREGOR)

(ACARI:

TETRAITI.YCHIDAE,)

PADA

PERTANAMAN

APEL:

TUNGAU EKSOTIIL HAMA

BARU

PADA PERTANAMAN APEL

Retno Dyah Fuspitarini,

Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Vetsran Malang 65145

Tilp. (03a I ) 57 5843, email : riniwidyo@yahoo.com

ABSTRAK

Tungau merah

jeruk

(TMJ),

Panonychus

citri

(Mc.Gregor)

(Acari:

Tetranychidae),

merupakan hama baru pada pertanarnan apel, ditemukan pertama kali tahun 2002 oleh

penulis

di

Batu. TMJ tidak pemah diberitakan sebagai

hmra

pada pertanaman apel di

luar negeri. Tungau ini merupakan tungau

eksotit

masuk ke Indonesia sekitar tahun 1992

dan

menyerang tanaman

jeruk. Penelitian

bertujuar untuk mengetahui kelimpahan

populasi TIvIJ dan tungau lainnya di lahan

P}ff

dao non

PHT.

Penelitian dilakukan di

p€rtanarnan apel manalagi

di

Poncokusumo

Malang.

Setiap lahan

dipilih

25 tanaman oontoh secara acak

dm

sdiap tanaman contoh diambil 3 daun masing-masing

di

bagian

atas, tengah dan bawah tajuk. Pengambilan daun contoh dilakukan setiap minggu mulai

bulan

Juli

sampai minggu kedelapan pada Agustus 2007. Setiap daun contoh diarnati

semua tahap kehidupan tungau, dihitung, dicatat kemudim diuji dengan

uji T

5%.

Dari penelitian

ini

ditemukan tungau

fitofag

Tlvtl,

Eutetranychus

banbi,

Allonychus sp.

(fetranycfudae),

Polyphagotarsanemus

sp.

(Tarsonernidae), Brevipalpus

sp.

(Tenuipalpidae),

dan

tungau predator Amblyseius

sp.

(Phytoseiidae). Kelimpahan

populasi TMJ di lahan PHT dan non PHT adalah tertinggi.

Di

lahan PF{T populasi TIvIJ

lebih rendalr seoara nyata daripada non PHT. Persentase

daun

yang dihuni hanya oleh

TIvU tertinggi. Hampir setiap daun didapatkan populasi

TMI.

Kata kunci: apel, hama-hmra tungar4 kelimpahan, Panonychus

citri

ABSTRACT

Citrus

red

mite (CRM) Panonychus clrrl (Mc.Gregor)(Acari: Tetranychidae) is new pest

in apple orchard.

It

was found

by

author

for

the first time lrr-2002 at

Batu.

In abroa4 there is no inforrnation that apple is host

of

CRM. The CRM

is

exotic mite that enter

Indonesia around 1992, and, citrus is the main host. The objective

of

this research is to

observe abundance of CRM and another mites at IPM and non IPM orchad. Each orchad

was chosen

randomly

25 sample plants, and

3

sanrple leaves per sample

plant.

The

observdion was done every

week

for

8 weeks, since July up to August

2007.

All of

(2)

that were

found

were CRM, Euteffanychus banlai, Allonychus sp. (Tetranychidae), Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonenridae), Brevipolpus sp. (Tenuipalpidae), and predator

mite was Amblyseius sp. (Phytoseiidae). The abundance of CRM population at IPM and

non IPM orchads was the highest. In IPM orchad the abundance of CRMpopulation was

significantly lower than non

IPM.

The perceirtage of leaves that attacked ouly by CRM was the highest.

Key words: apple, abundance, mite pest, Panonychus

citri

PENDAHULUAI{

Pada tahun 2002 penulis menernukan tungau yang diduga adalah tungau merah j€ruk (TMJ), Panonychus

citi

(Mc.Gregor) (Acari: Tetranychidae), pada pertananum

apel

di

daerah

Batq

Malarg

;

setelah diidentifikasi secara seksoma tungau

itu

adalah

TlvIJ.

Pada waktu

itu

hampir setiap daun apel yang

diama{

ditemukan satu atau dua ekor imago betina

TMJ.

Hal ini menaudakan bahwa imago itu merupakan imago

migan

dan baru me,nyerang pertanarnan apel karena gejala serangan belum tampak. Dikatakan oleh van de Vrie et

al. {1972)

bahwa perpindahan tetranychid ke tanarnm atau habitat lain dilalflIkan oleh betin4 khususnya betioa yang baru muncul dan belum berkopulasi. Tanaman inang utarna TMJ adatah tanaman

jeruk

(Davidson dm Peairs 1966, Liang.lan Huang 1994, Smith et a1.I997, Puspitarini 2005). Tampaknya TMJ yang ditemukan pada tanama apel

itu

merupakan TMJ yang berasal dmi pertanaman jeruk yang berpindah ke

pertanaman apel yang berada di sekiar pertanmm jeruk.

Di beberapa negara tidak pernah dilaporkan tanaman apel sebagai tanaman inang

TMJ.

Di

lum negeri spesies tetranychid yang menyerang tanaman apel adalah tungau merah Eropa (TME), Panonychus ulmiKoch. Oleh karena

itq

adanya serangan TMJ pada

pertanaman apel menunjukkan bahwa

TMI

mendapatkan

inang

baru

di

Indonesia.

Sampai saat ini TME belum diberitakan menyerang pertanaman apel di Indonesia

TMJ masih merupakan salah satu hama yang meqiadi masalah

di

pertanaman

jeruk

di

Indonesia saat

ini.

Kalshoven (1981) tidak menyebut TIvIJ sebagai salah satu

hama tanaman pertanian

di

Indosesia. Dengan demikian harna

ini

merupakan hama

eksot'rk tan4man pertanim khususnya jeruk

di

Indonesia. TIvIJ pertama

kali

ditemukan sekitar tahun 1992

di

perkebunan

jenrk

di

daerah Malang (Sosromarsono 1997). TMJ

merupakan salah satu harna tungau yang paling merugikan di perkebunm jeruk di Florida dan Catifornia (AS), Taiwan, dan Australia (Davidson dan Peairs l966,Liangdan Huang

(3)

Migrasi

TMJ

ke

pertanaman

apel

tampaknya merupakan

usaha

untuk

mendapatkan inang

baru.

Umumnya harna eksotik berhasil hidup di daerah baru dan di

tanaman yang bukan inang di daerah asalnya. Karena tanman apel adalah tanaman yang

nilai

ekonomis

tinggi,

serangan

TIvIJ

dikawatirkan

bisa

menururkan

produksi, meskipua tanaman apel bukan merupakan inang utama

TMJ.

Karena itu

penelitian

ini

dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembargan populasi

TMJ

dan

hmgau fitofag lain serta arthropodapredator. Sebagian petani apel di daerah Malang telah

mengelola kebunnya secara PHT karena

itu

penelitian

ini

dilalarkan di lahan apel yang

dikelola secara PHT dan non PHT (konvensional). Diharapkan dari penelitian ini juga

bisa diketahui apakah perbedaan budidaya

itu

berpengaruh pada kelimpahan populasi

TMJ

dan

tungau lainnya.

Hasil

penelitian

ini

diharapakan

bisa

digunakan untuk

msrancang pengendalian yang tepat agar kelimpahan populasi T\dJ dan tungau fitofag lainnya selalu berada pada posisi yang tidak merugikan secara ekonomi.

METODOLOGI

Lokasi

penelitian

adalah

di

Desa Poncokusumo Kecamatan Poncokusumo

Kabupaten Malang

dal

di

Laboratorium Entomologi Jurusan Hama

dan

Penyakit

Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Penelitian dilakukan pada bulan

Juli sarnpai Agustus 2007.

Penelitian

ini

dilalrukaa

di

dua lahan apel yaitu lahan apel yang dikelola s@ata PHT dan lahan apel non PHT yang keduanya adalah lahan milik petani. Teknologi PHT di latran PHT telah diterapkan lebih kurang sebelas tahun. Luas lahan PHT adalah 6500 m2 dengan 575 pohon apel manalagi dan luas lahan non PHT adalah 10. 200

m2

yarlg ditanami apel manalagi berjumlah lebih kurang 500 pohon.

Tanrnan

contoh pada

kedua

lahan ditentukan secara acak dan setiap lahan ditetapkan 25 tanaman contoh. Pada setiap tanaman contoh ditetapkan tiga daun sectra

acak sebagai daun coutoh, sehingga

jumlah

daun

contoh

pada masing-masing lahan

adalah 75 helai. Daun contoh yang diambil adalah daun yang terletak pada bagian atas sejauhjangkauan tangan, daun di bagran tengah dar daun yang terdapat di bagian bawah.

Setiry

daun contoh ditempatkan dalam satu kantung plastik yang telah

diberi

label

penanda yang kemudiaa ditempatkan di lemari pendingin di laboratorium unhrk medaga

kesegaran daun dan supaya tungau ddak bergerak aktif sebelum dilakukan penghitungan

dan id€,ntifikasi. Pe,ngambilan daun contoh dilakukan seminggu sekali selarna 8 minggu. Penglritungan populasi tungau dilakukan dengan bantuan miliroskop binokuler dan

dihitung

berdasarkan tahap telur, larva,

dmfa

dewasa jantan dan dewasa betina.

(4)

Guna keperluan identifikasr, setiap jenis tungau

ymg

diterrukan diarrbil sekitar 5 ekor dan dibuat

slide

preparat dengan menggunakan media larutan Hoyer.

Di

samping

kelimpahan tungau, dihitung

pula

kelimpahan artropoda predator

yang

ditemnukan.

Identifikasi menggurakan pre,parat tungau yang disiapkan dengan medirun larutan Hoyer untuk diamati di bawah mikroskop kompoun guna menenhrkan jenis tungau fitofag dan tungau lainnya dengan menggunakan kunci identifikasi Muma (1961) ssrta Muma dnn Derunark (1970). Identifikasi Arthropoda predator digunakan kunci identifikasi Borror et al. (1989).

Data kelimpahan populasi tungau dan arthropoda predator diuji de,ngan

Uji

t 5%.

HASIL

DAN PEMBAHASAI\{

a.Praktek pemeliharaan taneman apel yang diterapkan pada lahan contoh

Praktek agronomi yang diterapkan pada tanamar apel di lahan PHT dan non PHT

disajikanpadaTabel 1.

Tanaman apel

di

lahan

PI{T

dengan berbagai perlakuan

s€pfii

tercantum pada

Tabel 1, tampak tidak begitu sehat yang terlihat dari daun yang tidak lebat dan berukurm kecil. Sebaliknya tanaman apel di lahan non

Pfft

tumbuh subur dengan daun yang lebat.

b. Karakteristik populasi tungau yang ditcmukan pada tanaman apel

Jenis tungau. Tungau fitofag yang terdapatpadapertanaman apol yang tergolong famili

Tetranychidae adalah

TMJ,

Eutetranychus banksi, Allonychus sp., tungau teh kuning

(TTK) Polyphagotarsonemus sp. (Iarsonemidae), Brevipalpus sp. (Tenuipalpidae), dan

tungau predator dari golongan Phytoseiidae, Amblyeius sp.

Kelimpahan populasi. Rata-rata populasi tungau fitofag dan tungau predator

di

lahan

PHT dan non PHT disajikan pada Tabel

2.

Dari Tabel

2

terhhat bahwa kelimpahan

populasi TMJ adalah tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa TMJ merupakan tungau

fitofag yang mendominasi tungau fitofag lainnya di pertanamm apel manalagi. Tampak

(5)

Tabel 1. Praktek Pemeliharaan yang Diterapkan pada Tanaman Apel di l,ahan

P[{f

dan NonPHT Lahan Pedakuan PHT Non PHT Fupukkimia Pupukkmdang Pupuk daun

Perangsang bunga dan tunas Pestisida

Pemangkasan

Penyiangan Pengairan

Tanamanpenutup tanah

Pemantauan hama penyakit Ambang ekonomi (AE) Aplikasi pestisida

l;

1xb 9x" 2x

lx

kacangp,wr 5 hmi sekali 4-5 ekor srg dan atau tungau berdasarkau AE

lx"

1x 6xo lxd

t2{

1x

r

@adwal per 8 hr sekali

Keterangan:

-:

tidak mendapat pedakuan

a: pupuk kimiaZA

b: MKP:PzO 5. 52Yo; KzO: 34Yo

c:

Vitabloom: N: 5oZ, PzAs:Sff/o, K2O, Magnesiunq Iron, Mangan, Cupper,

Zing Boroq Molibdenurq Vit

Bl

d: Gibrazit&dormex

e: Metolkarb:345,5 gll; dimetoat: a}}gfi; permetrin: 20,04gll, Heksakonazol 50 grfl ; propineb 70olo, Bubur california" Propineb 7CIlo; difenokonazolZl0 gtfi,

Piridaben 150 grl1.

f: Polabaq Propineb 70%; difenokonazol250 grl1, Bubur california, Propargit 570

gtfi

perbedaan perlakuan agronomi berdarnpak pada kelimpahan populasi tungau fitofag dan

predator. Pada lahan

non

PHT kelimpahan populasi

TMJ lebih tinggl

secara nyata

dibandingkan

di

lahan PHT. Hal sebaliknya t€dadi pada populasi E. banlci dan tungau pr edator Am b lys e i u s s p.

(6)

Tabel 2. Rata - rata Kelimpahan Populasi Tungau Hama dan Tungau Predator per 1000

Daun Apel

di

Lahan PHT dan Non PHT

Lahan Jenis tungau Pr{T non PHT Panonychus citri Eutetranychus banksi Allonychus sp. P o$phagotarsonemus sp. Brevipalpus sp. Amblyseius sp.. 4010 a 2680 a 642 a 893 a

2a

6375 a 14400 b 1920b 138 a 793 a 15a 1000 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji T 5%.

* Tungau Predator

Aplikasi insektisida yang dilakukan secara terjadwal di lahan non PHT terr:lyata

tidak

bisa

mencegah perkembangan populasi TIvIJ. Dengan

demikian

perlakuan

agronomi yaitu pemupukan dan aplikasi pestisida te{adwal dapat memicu pertumbuhan

populasi

TI\[J.

Watson (1964)

menyatakan

bahwa

pemupukan dapat mengubah

milaohabitat yang dapat menguntungkan pertumbuhan tungau fitof4g.

Di

samping

itq

pemberian pupuk juga dapat meningkatkan kualitas nutrisi bagi tungau fitofag sehingga meningkatkan keperidiannya.

Di

samping pemupukan yang

intensi{

pengendalian kimia TMJ secara terjadwal pada lahan non

Plm

tampaknya telah menyebabkan TMJ resisten terhadap pestisida. Hal yang sama dijumpai ileh Fuspitarini (2005) pada pertanamanjeruk

yang mendapat perlakuan secara

intensif. Di

Jepang TMJ menjadi masalah besar di

perkebunan jeruk karena perkembangan resistensi yang sangat cepat terhadap akarisida (Yamanroto et

al.

1995 dalam Osakabe dan Komazaki 1999). Aplikasi pestisida secara

terjadwal berdarnpak

negatif

pula

pada populasi tungau predator Amblyseius sp. Kelimpahan populasi

itu di

lahan non PHT lebih rendah secara

nyata

dibandingkan di lahan PHT (Tabel2).

Persentase daun apel yang dihuni oleh tungau fitofag. Persentase daun apel

di

lahan

PHT dan non

PHT

yang dihuni oleh tungau hama disajikan pada Tabel

3.

Dari Tabel 3

terlihat bahwa persentase daun yang dihuni oleh tungau fitofag lebih tinggi daripada daun yang tidak dihuni.

(7)

Tabel 4. Persentase Daun Apel di Lahan PHT dan Non PHT yang Dihuni oleh Tungau

Fitofag

Lahan

No Jenis tungau PHT NonPHT

1.

P.

citri

2.

E.

banhi

3.

Polyphagotarsonemus sp.

4.

P. citri + E. banksi

5.

P. citri + E. banksi + P olyphagotars onemus sp.

6.

P. citri + Polyphagotarsonemus sp.

7.

P. citri + E. banksi + Allonychus sp.

8.

P. citri + E. banksi + Allonychus sp. + P o lwho go tars on emus sp.

9.

P. citri + E. banksi + Brevipalpus sp.

10.

P. citri + Alorrychus sp.

11.

P. citri + Alonychus sp. +

P olypha go tars on emus sF,.

12.

Daun yang dihuni oleh E. banksi,

Allonychus sp, Brevipalpus sp.

dan P olyphagotdrs onemus sp.

13.

Daun vans tidak dihuni tungau hama

16.00a 15.00a 3.167a 22.00a L2.83a 2.833a 2.000a L.167a 0.t67a 0.L67a 0.000a 7.333a 17.33a 30.s0b

tl.r7a

4.667a 21.00a 5.33b 6.667a I.167a 0.667a 0.500a 0.000a 0.167a 3.500a 15.50a Jumlah (%) 100.00 100.00

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

berbeda ny ata pada uii T 5%.

Dari tabel di atas bahwa persentase daun yang torserrng hanya oleh TIWI dan E.

banksi lebih tinggi dibandingkar daun yang diserang tungau lainnya dan persentase daun

terserang TMJ pada lahan non PHT tertinggi secara nyata. Selain

itu

tampak bahwa

hampir semua daun yang

dimati

terdapat populasi

TMJ.

Fenomena ini perlu diwaspadai

karena tidak tertutup kemungkinan apabila kondisi lingkungan menunjang kehidupan

TMJ, peningkatan populasi bisa terjadi. Apabila populasi TI\{J meningkat secara cepat

dan nnrsuh

alami

tidak

bisa

mengendalikarU kerugian secara ekonomi

tentu

akan

menimpa petani

apel.

Kondisi seperti munculnya tunas muda (flush) pada tmaman apel yang tedadi setelah perompesan daun, memungkinkan

populasi

Tlvu

bisa dengan cepat

meningkat terutama

di

lahan non PHT. Populasi

TMJ

dapat meningkat dengan cepat

kare,na tersedianya nutrisi oleh tanaman inang. Jeppson (1957, dalom van de

Yie

et al.

1972) mengemukakan bahwa ketika terjadiflush populasi TMJ dapat meningkat dengan cepat karena kondisi pakan yang mendukung untuk perkembangannya. Hasil penelitian

Puspitarini (2005) menunjukkan bahwa kehidupan TIvIJ pada daun muda lebih baik

(8)

tingginya keperidian, dan lebih lamanya lama hidup betina pada TMJ yang hidup pada

darm muda.

Struktur

populasi tungau. Stuktur

populasi

TMI E.

banksi,

Allonychus

sp.

Polyphagotarsonemus sp. dan Amblyseius sp

di

lahan PHT dan non PHT diuraikan di bawah

ini.

Seluruh tahap hidup tetranychid yang terdiri dari telur, larva, nimfq jantan

dan

betina dapat dijumpai

selama penelitian

ini.

Sedangkan

struktur

populasi Brevipalpus sp. tidak diuraikan, karena selama penelitian hanya ditenrukan 10 nimfa dan satu dewasa betina. Garnbar 7 menunjuk*an proporsi tatrap hidup tetranychid.

trTeir &NiEfa &Jete OBetina

Panonychu citri Eutetranychus bsahs,

Jais hrngau

Allonychu sp.

Garnbar I Struldur Populasi Tefianychid pada Tanaman Apel Manalagyang Dikelola secara

PIfl

dan Non PHT

Dari

grafik

tersebut terlihat batrwa kelimpahan tatrap

telur

adalah tefiinggi..

Tingginya jumlah telur yang diletakkarU kemungkinan untuk menghadapi banyaknya

telur yang dimangsa predator (Huffaker et

al.

1969). Tungau predator

A.

longispinosus

lebih

banyak mernangsa

telur TMJ

daripada tahap

lainnya

(Puspitarird, 2005).

Keperidian yang tinggl merupakan suatu strategl untok mempertahankan

diri

terhadap

pengaruh kondisi lingkungan yang

tidak

m€nguntungkan kehidupan tungau fitofag.

Tahap telur adatah tahap yang paling tahan terhadap kondisi cuaca yang panas dar angin

kering (Kranzt 1978, Jeppson 1963).

Gambm 2 di bawah ini menyajikan proporsi tahap hidup Polyphagotarsonenus sp. dan tungau predator Amblyseias sp.

m @ Yso t E ,lo €30 .E 3,n e l0 o

(9)

tr Tehrr ENimg tr Jute El Bctioa

PolypdthotaMnems q). Amblysiwsp.

Ienir tuaga

Garnbar 2. Struktu Populasi Polyphagotarsonemus sp. danAmblyseius sp. pada Tanaman Apel manalagi yang Dikelola secara PIIT dan Non PHT

Dmi

Gambw

2

terbhat bahwa proporsi betina kedua spesies tungau

itu

adalah tertinggi. Proporsi betina yang tinggr padaAmblyseius sp. tampaknya karena singkatnya

stadia pradewasa. Menurut Huffaker et al. (1969) siklus hrdap Amblyseius spp. bervariasi

tergantung dari suhu, umunnya cukup singkat yaitu antara 4 sampail0 hari. Pada spesies

A.

longispinosus sp. stadia telur sekitar

2

hari dan

dmfa

2.5 har: (Puspitarini 2005). Dengan

singkatrya

stadium pradewasa dibandingkan

lama hidup imago

betina

Amblyseius spp, unumnya 15- 30 hari, maka semakin cepat waktu yang dibuhrhkan oleh tahap pradewasa menjadi

i*ugo,

karena itu proprosi imago dalam poppulasi lebih tinggi. Keadaan

i1i

5nngat menguntungkan kehidupan predator, karena dalarn waktu singkat

menjadi dewasa dan berkembang biak.

KESIMPULAI{

Tungau fitofag yang terdapat pada pertanaillar apel di Poncokusumo adalah TMJ,

E.

banlrsi, Allonychus sp. yang

tergolong

Famili

Tetranychidae, anggota Famili

Tarsonemidae, Polyphagotarsonemus

sp.,

Brevipalpus

sp.

yang

termasuk Famili

Tenuipalpidae dan tungau predator Amblyseius sp. dari Famili Phytoseiidae.

Kehadiran

TMJ

pada pertanaman apel

perlu

diwaspadai karena kelimpahan

populasi

TMJ

adalah tertinggi baik

di

lahan PHT maupun non PHT.

Di

samping itu persentase daun yang hanya

di serang

oleh TMJ juga tertinggi dan hampir semua daun contoh terdapat populasi TMJ.

Budidaya tanaman apel secara PHT menguntungkan secara ekologis yang tampak dmi kelimpahan populasi TMJ di lahan PHT lebih rendah secara nyata dmipada di lahan

60 o50

$*

8:o

s

4n

t(

S,o

0

(10)

non

Pfm.

Demikian juga populasi tungau predator Amblyseius sp. lebih tinggi secara nyatadi lahan PHT.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Aci Widyana, SP dan Dr. Aminudin A, MS yang berperan dalam penelitian ini.

DATTAR PUSTAKA

Borror

DJ,

Triphlehorn CA, Jobnson

NF.

1989. An introduction to the study of insects. Sixth editions. Sanders College Fublishing.

Davidson RH, Peairs

LM.

1966. Insect pests of farm, garden, and orchad. Sixth edition.

John Willey dan Sons Inc.

Huffaker CB, van de Vrie

M

, McMurtry

JA.

1969. The ecology of tetranychid mites and their natural control. Ann Rev Entomol

14

125-174.

Jeppson

LR.

1963.

lnterrelationships

of

weather and acaricides

with

citrus mite infestations. Dalam Naegele JA (ed.). Advances in acarology.

Vol

I.

Ithac4 New

York : Comstock Publishing Associates. Hal. 9-13.

Krantz

GW.

1978.

A

manual

of

acarology. Second

edition.

Oregon State University Book Storeg Inc., Corvalis. USA.

Liang

W,

Huang

M.

1994. Influence

of

citrus orchards ground cover plants on

arthropod communities in China: a review. Agric Ecosys Environ. 50 (199a): 29-37.

Muma

MH.

1961.

Mites associated

with

citrus

in

Florida. University

of

Florida. Agriculture experiment stations. Gainesville Florida. Bulletin 640.

Muma

MH,

Denmark

HA.

1970.

Phytoseiidae

of

Florida. Arthropod

of

Florida and

neighboring land areas.

Vol6.

Osakabe

MH,

Komazaki

S.

1999.

Laboratory experiments

on

change

of

genetic

structure

with

an increase

of

population densry

in

the citrus red mite population

Panonycus clrri (McGregor) (Acari: Tetranychidae). App Entomol

Zool34(4):413-420.

Puspitarini

RD.

2005.

Biologi

dan

ekologi tungau merah

jerulq

Panonychus citri

(Mc.Gregor)(Acari: Tetranychidae). Disertasi. Institut Pertranian Bogor.

Smitft D, Beattie GAC, Broadly

R

(ed.).

1997. Citrus pests and their natural enemies.

Integrated pest management in

Ausffalia

HDRC.DPI Queensland, Australia.

Sosromarsono

S.

1997. Tungau merah jentk Panonychus c#ri (McGregor): pendatang baru di Indonesia. Komrurikasi singkat. BuI HPT 9(2): 38-39.

van de Vrie

M,

McMurtry JA, Hu{faker CB.. 1972. Biology, ecology, pest status, and host plant relations of tetranychids. Hilgardia I 4( I 3): 3 43 -432.

Watson TF. 1964. Influence of host plant condition on population increase

of

Tetranychus telarius (Liruraeus) (Acarina: Tefianychidae).

Hilgardia35(ll):

273-320.

/.i i"!ri I *

r'a r

Gambar

Tabel  1.  Praktek  Pemeliharaan  yang  Diterapkan  pada  Tanaman  Apel  di  l,ahan  P[{f  dan NonPHT Lahan Pedakuan PHT Non  PHT Fupukkimia Pupukkmdang Pupuk  daun
Tabel 2.  Rata  -  rata Kelimpahan  Populasi Tungau Hama  dan  Tungau  Predator  per  1000 Daun  Apel  di  Lahan  PHT  dan  Non PHT
Tabel  4.  Persentase  Daun  Apel  di  Lahan PHT  dan  Non  PHT yang  Dihuni  oleh  Tungau Fitofag

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri.. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui besarnya arus listrik pada limbah ekstrak kulit durian, 2) mengetahui besarnya Beda Potensial listrik pada limbah ekstrak kulit durian,

Sardjito, yang merupakan Rektor pertama Universitas Gadjah Mada, sekaligus pendidik dan tokoh kesehatan, memiliki gagasan luhur, yaitu didirikannya rumah sakit

Dari data hasil pengujian pemadatan tanah pada sampel tanah asli yang berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air digunakan untuk mendapatkan nilai

Jika Sumber kutipan itu adalah beberapa karya tulis dari penulis yang sama pada tahun yang sama maka cara penulisannya adalah dengan menambahkan huruf a, b,

Tesis ini berjudul “Pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok daripada pelatihan interval model lari gawang 30 cm

Penelitian  dilakukan  pada  10  ekor  rusa  sambar  betina  dewasa,  umur  8  ‐10  tahun,  yang  dipilih  dari  49  ekor  rusa  dengan  kriteria  pernah 

pencucian etanol bertingkat pada tepung porang kasar dengan metode maserasi dan ultrasonik dapat meningkatkan derajat warna putih, meningkatkan kadar glukomanan dan