• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. dirasakan di area yang terkena bervariasi lama terjadinya nyeri (WHO,2013). Low Back

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. dirasakan di area yang terkena bervariasi lama terjadinya nyeri (WHO,2013). Low Back"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Low Back Pain

2.1.1 Pengertian Low Back Pain

Low Back Pain atau LBP merupakan nyeri pada punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit atau diagnosis untuk suatu penyakit namun merupakan nyeri yang

dirasakan di area yang terkena bervariasi lama terjadinya nyeri (WHO,2013). Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar lumbosakral dan sakroiliakal yang disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki. Mobilitas punggung bawah yang sangat tinggi, berfungsi sebagai

menyangga beban tubuh dan sekaligus berdekatan dengan jaringan lain yaitu traktus digestivus dan traktus urinarius yang bila mengalami perubahan patologik tertentu dapat menimbulkan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah. (Harsono,2015). Nyeri

punggung adalah nyeri yang berkaitan dengan bagaimana tulang, ligamen dan otot

punggung bekerja, hal ini biasanya terjadi sebagai akibat gerakan mengangkat,

membungkuk, atau mengejan, dan dapat hilang timbul (Bull & Archard, 2007). Dapat

disimpulkan bahwa Low Back Pain merupakan perasaan nyeri pada area pinggang bawah yang dapat menjalar sampai ke tungkai atau kaki yang dapat dialami oleh setiap orang,

(2)

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Tulang punggung adalah tulang yang tersusun tidak beraturan serta membentuk punggung

yang saling berhubungan dengan kokoh satu sama lainnya. Akan tetapi dapat membentuk

sebuah gerakan seperti membungkuk,dll. Tulang punggung merupakan penyangga utama bagi

kepala dan bagian tubuh dimana dapat melindungi saraf tulang belakang atau medulla spinalis

dan membuat posisi tubuh dapat tegak saat duduk dan berdiri (Imelda,2015). Tulang belakang

terdiri dari sejumlah vertebra yang dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan beberapa

ligamentum. Tulang columna vertebralis terdiri dari tujuh vertebra servikalis, dua belas

vertebra torakalis, lima vertebra lumbalis, sakrum dan vertebra coccygeae (Gibson,2015)

2.1.2.1 Vertebra dan Sendi Tipikal

Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola yang umum. (Gibson,2015)

- Corpus : lempeng tulang yang tebal, agak melengkung di perrmukaan atas dan bawah.

- Arcus vertebrae : terdiri dari Pediculus di bagian depan (bagian tulang yang berjalan ke arah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intervertebralis) dan

Lamina di bagian belakang (bagian tulang yang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari

sisi yang berlawanan).

- Foramen Vertebrale : Lubang besar yang dibatasi oleh corpus di bagian depan, pediculus di bagian samping dan lamina dibagian samping dan belakang

(3)

- Foramen Invertebrale : lubang pada bagian samping, diantara dua

vertebra yang berdekeatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai. - Processus Articularis superior dan inferior : membentuk persendian

dengan processus yang sama dengan vertebra diatas dan dibawahnya. - Spina : penonjolan yang mengarah ke belakang dan bawah

- Diskus Intervertebralis : yaitu cakram yang melekat pada permukaan

corpus dua vertebrae yang berdekatan. Terdiri dari annulus fibrosus

(cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar) dan nucleus pulposus (zat semi cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam annulus fibrosus)

2.1.2.2 Ligamentum

Terdapat sejumlah ligamentum yang menghubungkan vertebra, antara lain :

ligamentum longitudinalis anterior (berjalan ke bawah dan kedepan corpus vertebra), ligamentum longitudinalis posterior (berjalan kebawah dan kebelakang corpus vertebra, yaitu di dalam canalis vertebralis) dan ligamentum-ligamentum

pendek yang menghubungkan processus tranversus dan spina, serta mengelilingi sendi pada processus artikularis. (Gibson,2015)

2.1.2.3 Vertebra Cervikal

Struktur umum tulang cervical memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina

atau tonjolan tulang yang memanjang dan procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakangnya) yang pendek, terdiri dari 7 tulang cervikal yang berfungsi sebagai menahan kepala agar stabil, menggerakkan kepala ke kiri,

(4)

kanan, atas, bawah,dll (Imelda,2015). Vertebra cervicalis kecil memiliki corpus

yang tipis dan memiliki processus transversus, dibedakan dengan adanya foramen

(yang dilalui oleh arteri vertebralis) dan juga dua tuberkel (Gibson,2015). Semua

vertebra sekviks memiliki foramina transversal untuk lintasan arteri vertebra.

Vertebra serviks pertama (atlas) dan vertebra serviks kedua (aksis) untuk menyangga dan menggerakkan kepala. (Ethel Sloane,2003).

2.1.2.4 Vertebra Thoracica

Vertebra ini menjadi lebih besar dari atas ke arah bawah karena harus menopang berat badan yang semakin besar. Vertebra ke dua belas merupakan vertebra masif yang menyerupai vertebra lumbalis. (Gibson,2015)

Vertebra thoracica atau toraks memiliki prosesus spinosa panjang, yang mengarah ke bawah dan memiliki faset artikular pada prosesus transversus yang digunakan untuk artikulasi tulang iga (Ethel Sloane,2003).

2.1.2.5 Vertebra Lumbalis

Tulang pinggang atau lumbal merupakan tulang yang yang paling tegap konstruksinya dan menanggung beban paling berat daripada yang lainnya. Lumbal

berfungsi melindungi spinal cord (Imelda,2015).

Vertebra lumbalis merupakan tulang yang masif dengan processus lateralis dan

spinosus yang kuat. Canalis Vertebra dibentuk oleh sambungan foramen vertebrale dan oleh discus intervertebralis dan ligamentum yang menghubungkannya. Canalis ini berisi medula spinalis, nervus spinalis,

(5)

pembuluh darah dan meningen. Sakrum dibentuk oleh lima vertebra yang berfusi menjadi satu. (Gibson,2015). Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan

terkuat. Prosesus spinosanya pendek dan tebal serta menonjol hamper searah garis

horizontal (Sloane,2003).

2.1.2.6 Os Sacral

Tulang sacral adalah tulang belakang yang tehubung langsung dengan tulang

pelvis yang membentuk dorsal panggul pada manusia (Imelda,2015).

2.1.2.7 Os Coccygeus

Os Coccygeus merupakan tulang kecil berbentuk segitiga, dibentuk dari empat os coccygeus yang bergabung menjadi satu. Tulang ini berartikulasi dengan sakrum

dan membentuk sebagian tulang posterior pelvis (Gibson,2015).

Koksiks atau tulang ekor menyatu dan berartikulasi dengan ujung sakrum, yang kemudian membentuk sendi dengan sedikit pergerakan (Sloane,2003).

2.1.2.8 Gerakan Columna Vertebralis

Columna vertebralis dapat melakukan fleksi, ekstensi, rotasi dan gerakan lateral. Gerakan ini dapat disebabkan karena adanya gerakan-gerakan kecil diantara

vertebra yang berdekatan dan perubahan pada diskus intervertebralis yang dapat

dikontrol dan diperlebar. Nyeri punggung sering diakibatkan asimetri minor columna vertebralis, terutama region lumbosakral. Bila terjadi pada region lumbalis, pasien mengalami nyeri punggung bawah (lumbago) atau nyeri menjalar ke tungkai (sciatica) (Gibson,2015).

(6)

2.1.3 Patofisiologi Low Back Pain

Pada kasus LPB mekanik, aktivasi nosireseptor disebabkan oleh rangsang mekanik, yaitu penggunaan otot yang berlebihan (overuse). Pengunaan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau postur yang salah dalam jangka

waktu yang cukup lama di mana otot-otot di daerah punggung akan berkontraksi untuk

mempertahankan postur tubuh yang normal, atau pada saat aktivitas yang menimbulkan

beban mekanik yang berlebihan pada otot-otot punggung bawah, misalnya mengangkat

beban-beban yang berat dengan posisi yang salah (tubuh membungkuk dengan lutut lurus

dan jarak beban ke tubuh cukup jauh). Penggunaan otot yang berlebihan menyebabkan

iskemia dan inflamasi. Setiap gerakan otot akan menimbulkan nyeri sekaligus akan menambah spasme otot. Karena terdapat spasme otot, sehingga lingkup gerak punggung

bawah menjadi sedikit dan terbatas. Mobilitas lumbal menjadi terbatas, terutama untuk

gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi).

Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot-otot

punggungnya untuk melakukan gerakan pada lumbal. Selanjutnya akan menyebabkan

perubahan fisiologis pada otot-otot tersebut, yaitu berkurangnya massa otot dan penurunan

kekuatan otot. Akhirnya individu akan mengalami penurunan tingkat aktivitas

fungsionalnya. Kontruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya fleksibilitas dan

memberi perlindungan terhadap sumsum tulang belakang. Otot-otot abdominal berperan

pada aktivitas mengangkat beban dan sarana pendukung tulang belakang. Obesitas,masalah

struktur, peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini menyebabkan nyeri punggung.

Perubahan degenerasi diskus intervetebra akibat usia menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung biasa, L4-L5 dan L5-S1 mengalami

(7)

stress mekanis dan menekan sepanjang radiks saraf tersebut. Keluhan nyeri punggung

bawah dan keterbatasan aktivitas menimbulkan keluhan dan masalah pada klien yang

mengalami nyeri punggung bawah (Muttaqin,2012)

2.1.4 Klasifikasi Low Back Pain

Low Back Pain dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor berdasarkan kelainannya atau jaringan yang mengalami kelainan tersebut. Macnab menyusun klasifikasi Low Back Pain sebagai berikut : viserogenik, neurogenik, vaskulogenik, psikogenik dan spondilogenik.

Adams & Victor menggolongkan sifat nyeri ke dalam lima golongan, yaitu : nyeri lokal,

nyeri acuan atau reffered pain, nyeri radikuler, nyeri spasme otot, dan nyeri yang tidak

diketahui sifat atau asalnya.

Mahar Mardjono menggolongkan Low Back Pain sebagai berikut: LBP mekanik yang dibagi menjadi akut dan kronik, LBP organik yang dibedakan atas osteogenik, diskogenik, dan neurogenik, LBP acuan dan LBP psikogenik.

Selain klasifikasi tersebut, terdapat klasifikasi patologi yang klasik yaitu trauma, infeksi,

(8)

2.1.5 Karakteristik Low Back Pain

Tabel 2.1

Karakteristik Low Back Pain Berdasarkan Sumber Nyeri Menurut Wiarto (2017)

Sumber Distribusi Sifat Faktor Perubahan

Nyeri Nyeri yang Memperberat Neurologis Nyeri spinal Sklerotomal Tajam Pergerakan Tidak ada

Tumpul

Nyeri diskus Sklerotomal Dalam Peningkatan Tidak ada tekanan intradiskus

Nyeri radiks Radicular Parastesia Regangan akar saraf Ada saraf

Multiple Radicular Pola Ekstensi lumbal berjalan Ada lumbal spinal Dermatomal klaudikasio

stenosis spinal

Nyeri alih visera Dermatomal Dalam Berkaitan dengan organ Tidak ada yang terkena

2.1.6 Manifestasi klinis Low Back Pain

Berikut ini merupakan manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari Low Back Pain menurut Wiarto, Giri. 2017 :

a. Nyeri punggung akut atau kronis (berlangsung lebih dari 3 bulan tanpa perbaikan) dan

keletihan.

b. Nyeri tungkai yang menjalar ke bawah (radikulopati,skiatika) gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada radiks saraf.

c. Gaya berjalan, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai,kekuatan motorik

tungkai, dan persepsi sensori dapat pula terganggu.

d. Spasme otot paravertebal (peningkatan drastis tonus otot postural punggung) terjadi

disertai dengan hilangnya lengkung normal lumbal dan kemungkinan deformitas tulang

(9)

2.1.7 Faktor-faktor resiko terjadinya Low Back Pain

1. Faktor individu

a. Usia

Low Back Pain erat kaitannya dengan usia. Biasanya keluhan ini dirasakan ketika umur 35-65 tahun. Keluhan pertama dimulai pada usia 35 tahun dan

akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan

umur setengah baya mengalami penurunan kekuatan dan ketahanan otot

sehingga beresiko terjadinya peningkatan keluhan otot (Tarwaka,2004).

Menurut penelitian yang dilakukan Nelwan (2014) tentang hubungan antara

umur dan posisi duduk dengan keluhan nyeri punggung pada pengemudi

angkutan kota di kota Bitung menyebutkan bahwa kekuatan otot maksimal

terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan

sejalan bertambahnya usia.

Berikut merupakan tahap-tahap perkembangan usia menurut Depkes RI tahun

2009 adalah : masa balita (0-5 tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa

remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa

awal (26-35 tahun), masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55

tahun), masa lansia akhir (56-65 tahun), masa manula (lebih dari 65 tahun).

Pada usia diatas 30 tahun, proses degenerasi dimulai dengan terjadinya

kerusakan jaringan ketika penggantian jaringan terjadi kerusakan jaringan,

menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan, sehingga menyebabkan

(10)

elastisitas tulang belakang semakin menurun dan memicu timbulnya Low Back Pain (Hoy,2010). Di Amerika Serikat sekitar 80% orang pada usia 18-55 tahun mengalami keluhan pada nyeri bagian punggung (Hochschuler,2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fathoni,dkk (2009), pada

perawat RSUD Purbalingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

usia dengan resiko terjadinya LBP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Fathoni (2009) mengenai Hubungan Sikap dan Posisi Kerja dengan LBP Pada

Perawat RSUD Purbalingga menyebutkan bahwa mayoritas responden berusia

antara 26-30 tahun sebanyak 14 orang (43,75%) dan berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018, mengenai Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Perawat yang

Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto Mangunkusumo

Jakarta mengatakan bahwa rata-rata usia perawat cathlab adalah 29,92 tahun

dengan usia termuda 23 tahun dan usia tertua 37 tahun.

b. Jenis Kelamin

Kekuatan fisik tubuh wanita 2/3 dari pria. Walaupun terdapat perbedaan

pendapat dari beberapa ahli mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan

otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi

karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dari pria

(11)

dibanding pria, karena secara fisiologis kekuatan otot dan tulang pada wanita

kurang dibanding dengan laki-laki (Hochschuler, 2008). Mengenai jenis

kelamin, laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap Low Back Pain, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan Low Back Pain. Karena pada wanita keluhan ini sering terjadi ketika siklus menstruasi selain itu menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon

estrogen sehingga memungkinkan terjadinya Low Back Pain

(Nusdwiruningtyas,2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2009) mengenai

Hubungan Sikap dan Posisi Kerja Dengan LBP Pada Perawat RSUD

Purbalingga menyebutkan bahwa mayoritas jenis kelamin responden adalah

perempuan sebanyak 18 orang (56,25%) dan laki-laki berjumlah 14 orang

(43,75%) dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani

tahun 2018, mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri

Punggung Bawah Pada Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung

RSUPN DR Cipto Mangunkusumo Jakarta mengatakan bahwa jenis kelamin

terbanyak pada perawat cathlab adalah perempuan sebanyak 14 orang (56%)

(12)

c. Tingkat Pendidikan

Secara umum Kementrian Kesehatan tahun 2014 menyebutkan bahwa

kebutuhan SDM Keperawatan di Rumah Sakit Kelas A dan Kelas B sampai

tahun 2019 adalah 60% vokasi, 30% ners dan 10% ners spesialis serta di

Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D sampai tahun 2019 adalah 70% vokasi, 25%

ners dan 5% ners spesialis. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Shieh, et al (2016) yang berjudul “Increased Low Back Pain Risk in Nurses

With High Workload For Patient Care : A Quistionnaire Survey” mengatakan

bahwa tingkat pendidikan perawat terbanyak adalah Sarjana sebanyak 287

orang (51,3%) dan DIII sebanyak 271 orang (48,4%) serta pascasarjana

sebanyak 2 orang (0,4%).

d. Kebiasaan Merokok

Meningkatnya keluhan otot erat kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan

merokok. Resiko meningkat 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari. Pada

seorang perokok akan mengalami penurunan kapasitas paru-paru, sehingga

kemampuan untuk mengonsumsi oksigen ikut menurun. Akibatnya tingkat

kebugaran tubuh juga menurun. Bila seorang perokok dituntut melakukan

tugas yang membutuhkan pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena

kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat,

terjadilah penumpukan asam laktat sehingga menyebabkan nyeri otot.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan

(13)

terkena LBP dibandingkan dengan yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini

disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen darah akibat nikotin terhadap

penyempitan pembuluh darah. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri

punggung karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami

gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Latif,2007).

e. Masa Kerja / Lama Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), masa kerja adalah jangka

waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya. Masa

kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam

jangka waktu panjang, apabila aktivitas tersebut dilakukan terus-menerus

dalam jangka waktu bertahun-tahun tentunya dapat mengakibatkan

gangguan pada tubuh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen

dalam Pratiwi 2009, seseorang dengan masa kerja dengan sikap duduk lebih

dari 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi terkena Low Back Pain

dibandingkan dengan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun, hal ini

dikarenakan pembebanan tulang belakang dalam waktu lama mengakibatkan

rongga diskus menyempit secara permanen serta mengakibatkan degenerasi

tulang belakang yang akan menyebabkan Low Back Pain (Pratiwi,2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 40 Tahun 2017

tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis adalah

(14)

- Perawat Klinis I (Novice) memiliki latar belakang pendidikan DIII

Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun dan menjalani masa

klinis level I selama 3-6 tahun sedangkan Ners dengan pengalaman

kerja ≥ 1 tahun dan menjalani masa klinis level I selama 2-4 tahun. Dan

untuk menjadi Perawat Klinis I (PK I) seorang perawat wajib memiliki

sertifikat pra klinis.

- Perawat Klinis II (Advance Beginner) memiliki latar belakang

pendidikan DIII Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun dan

menjalani masa klinis level II selama 6-9 tahun sedangkan Ners dengan

pengalaman kerja ≥ 3 tahun dan menjalani masa klinis level II selama

4-7 tahun. Dan untuk menjadi Perawat Klinis II (PK II) seorang

perawat wajib memiliki sertifikat PK I.

- Perawat Klinis III (Competent) memiliki latar belakang pendidikan DIII

Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun dan menjalani masa

klinis level III selama 9-12 tahun sedangkan Ners dengan pengalaman

kerja ≥ 7 tahun dan menjalani masa klinis level III selama 6-9 tahun

atau Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja 0 tahun. Dan untuk

menjalani masa klinis level III selama 2-4 tahun. untuk mencapai

Perawat Klinis III, dengan lulusan DIII Keperawatan dan Ners harus

memiliki sertifikat PK II.

- Perawat Klinis IV (Proficient) memiliki latar belakang pendidikan Ners

Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun dan menjalani masa

(15)

pengalaman kerja ≥ 2 tahun dan untuk menjalani masa klinis level IV

selama 6-9 tahun. untuk mencapai Perawat Klinis IV, perawat harus

memiliki sertifikat PK III.

- Perawat Klinis V (Expert) memiliki latar belakang pendidikan Ners

Spesialis I dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun dan mempunyai

sertifikat PK IV. Sedangkan Ners Spesialis II (Konsultan) dengan

pengalaman kerja 0 tahun. Perawat Klinis V menjalani masa klinis level

V sampai memasuki usia pensiun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018,

mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah

Pada Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo Jakarta mengatakan bahwa rata-rata lama kerja perawat cathlab

adalah 4,00 tahun dengan lama kerja paling sedikit 1 tahun dan terlama 14 tahun.

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shieh, et al (2016) yang

berjudul “Increased Low Back Pain Risk in Nurses With High Workload For Patient Care : A Quistionnaire Survey” mengatakan bahwa mayoritas lama

bekerja sebagai perawat adalah 2-5 tahun sebanyak 185 orang (35,2%).

f. Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni, atau pendekatan multidisipliner

untuk menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

(16)

lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien, juga tercapai

produktifitas yang setinggi-tingginya (Manuba,2003).

Ergonomi merupakan suatu teknologi untuk mendesain atau mengatur kerja,

sedang ruang lingkup ilmu ergonomi meliputi sejumlah aplikasi beberapa

ilmu lain yang saling mendukung, seperti ilmu anatomi, ilmu faal, ilmu

psikologi, ilmu teknik dan sebagian ilmu lainnya yang bersama-sama

menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama dalam rangkaian kerja

yang terdapat dalam sistem kerja (Budiono,2005).

Tujuan dari ergonomi itu sendiri adalah bagaimana mengatur kerja agar

tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman, selamat,

efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa “nyaman” serta terhindar

dari bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. Ergonomi juga

memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan

kesehatan kerja misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa

nyeri dan ngilu pada sistem kerangka otot manusia (Pusparini,2005).

Menurut Pusparini (2005) terdapat aspek-aspek dalam ergonomi, yaitu:

- Faktor manusia

Faktor dari dalam yang berasal dari dalam diri manusia yaitu : umur,

jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh lainnya.

Faktor dari luar yang mempengaruhi atau berasal dari luar manusia

(17)

- Antropometri

Antropometri merupakan cabang dari ilmu ergonomi yang berkaitan

dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tertentu dari tubuh

manusia seperti volume, titik berat, dan masa dari bagian-bagian tubuh.

Ukuran alat-alat kerja sangat berpengaruh dengan tubuh penggunanya.

Jika alat-alat kerja tidak sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja, maka

tenaga kerja tersebut akan merasakan tidak nyaman dan akan

mempengaruhi produktifitas. Pada akhirnya akan timbul suatu

kelelahan kerja atau gejala penyakit otot akibat melakukan pekerjaan

dengan cara yang tidak tepat.

- Sikap Tubuh Dalam Bekerja

Sikap tubuh dalam bekerja yang tidak tepat tanpa disadari akan

menyebabkan kelelahan lokal di daerah pinggang dan bahu yang dapat

menimbulkan nyeri pinggang dan nyeri bahu (Pujianto,2001). Sikap

tubuh yang menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya

harus dihindarkan, atau jika tidak memungkinkan maka harus di

upayakan agar beban statiknya diperkecil. Dalam sistem kerja angkat

dan angkut, sering ditemukan nyeri pinggang akibat kesalahan dalam

mengangkat maupun mengangkut, baik karena teknik maupun berat

atau ukuran beban. Nyeri pinggang dapat terjadi sebagai sikap paksa

yang disebabkan karena penggunaan sarana kerja yang tidak sesuai

(18)

keserasian antara ukuran tubuh pekerja dengan bentuk dan ukuran

sarana kerja, sehingga terjadi pembebanan setempat yang berlebihan

didaerah pinggang dan inilah yang menyebabkan nyeri pinggang akibat

kerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2017) yang berjudul Keluhan

Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci menyebutkan bahwa terdapat 12 orang (40%) yang memiliki sikap kerja beresiko dan 18 orang (60%)

yang memiliki sikap kerja yang tidak beresiko. Dan berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Fathoni (2009) mengenai Hubungan Sikap dan Posisi Kerja Dengan LBP

Pada Perawat RSUD Purbalingga menyebutkan bahwa terdapat 10 orang (31,25%) yang

memiliki sikap dan posisi kerja beresiko dan 22 orang (68,75%) yang memiliki sikap dan

posisi kerja tidak beresiko.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018, mengenai

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Perawat yang Bekerja

di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto Mangunkusumo Jakarta mengatakan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian nyeri punggung

bawah pada perawat yang bekerja di ruang kateterisasi jantung RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo Jakarta dengan nilai P value 0,36. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2017) yang berjudul Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci menyebutkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain dengan nilai P value 0,001. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2012) yang berjudul Hubungan Sikap

(19)

bahwa pada 77 perawat dengan tes laseque, 14 orang atau sekitar 18,75% mengalami

Low Back Pain.

Untuk pekerjaan angkat dan angkut,beban maksimum yang diperkenankan, agar tidak

menimbulkan kecelakaan kerja, sesuai dengan Peraturan Mentri Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan Koperasi.

Tabel 2.2

Peraturan Pekerjaan Angkat dan Angkut No.Per.01/MEN/1978

Posisi netral (duduk dan berdiri secara normal) merupakan kondisi yang paling alamiah

untuk bekerja dengan usaha otot dan tekanan pada sendi, tendon, dan ligamen yang

paling minimum. Namun sayangnya banyak pekerjaan yang memaksa pekerjanya untuk

posisi bungkuk, jongkok atau , sikap kerja dengan pergelangan tangan menekuk,leher

mendongak dan lain-lain. Sikap-sikap kerja yang melelahkan inilah yang sering menjadi

keluhan pekerja. Dalam jangka panjang, sikap kerja tersebut sangat beresiko berdampak

pada gangguan sistem otot rangka. Nyeri punggung atau cedera punggung merupakan

bentuk Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang paling banyak ditemui akibat kegiatan angkat-angkut yang terus menerus (Iridiastadi & Yassierli,2014)

Sikap bekerja terdapat 3 macam, yaitu:

Jenis Dewasa Tenaga Kerja Muda Pria Wanita Pria Wanita Sekali-sekali 40 Kg 15 Kg 15 Kg 10-12 Kg Terus menerus 15-18 Kg 10 Kg 10-15 Kg 6-9 Kg

(20)

Sikap Kerja Duduk

Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja pada aspek duduk yang memerlukan waktu lama

dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot bagian

mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Kejadian tersebut jika tidak diimbangi

dengan rancangan tempat duduk yang tidak menutup kemungkinan terjadi gangguan

punggung belakang, ginjal, dan mata. Alas duduk saja tidak cukup untuk menjaga

keseimbangan. Secara teoritis telapak kaki dan punggung harus dapat bersentuhan

dengan permukaan lain selain alas duduk agar dapat memperoleh keseimbangan.

(Kuswana,2014).

Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan ketika

melakukan sesuatu pekerjaan. Pada saat seseorang berdiri tegak, sebuah garis vertikal

akan berada lurus melalui pusat berat gravitasi tubuh. Beban tubuh manusia akan

ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban

berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya

gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi oleh kedua kaki. Kaki

yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan mencegah tubuh dari

tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota

bagian bawah dan agar keseimbangan dapat tetap terjaga maka diperlukan kerja sejumlah

otot serta telapak kaki untuk menahan (Astuti,2007). Akibat lama berdiri menyebabkan

nyeri punggung bawah yang dapat mengganggu aktivitas serta dapat meningkatkan biaya

(21)

Sikap Kerja Membungkuk

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah

membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja akan

mengalami keluhan Low Back Pain bila sikap kerja membungkuk dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung

bergerak ke sisi depan tubuh, otot bagian perut dan sisi depan diskus vertebra pada

bagian lumbal mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari diskus intervertebrata justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan

pengangkatan beban yang berat dapat menimbulkan slipped disk, yaitu rusaknya bagian

diskus invertebrata akibat kelebihan beban pengangkatan (Astuti,2007).

g. Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT merupakan alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan

(Depkes,2011). Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi

seseorang adalah melalui penentuan IMT (Asmadi,2008). IMT juga dipakai sebagai

standar klinis dalam menilai kelebihan bobot badan dan obesitas seseorang

(Howard,2006). Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18

tahun keatas) merupakan masa penting, karena selain mempunyai resiko

(22)

Membawa berat badan yang berlebih dapat meningkatkan stress pada punggung

karena fungsi punggung untuk menopang tubuh (Mayo clinic, 2017). Hubungan

antara obesitas dan gangguan fungsional tulang belakang dengan kelemahan dan

kekakuan otot lumbal, yang dapat menyebabkan LBP. Seseorang dengan berat badan

berlebih maka lemak akan disalurkan dan menumpuk di abdomen, sehingga terjadilah

penimbunan lemak yang berarti kerja lumbal semakin berat untuk menopang tubuh.

Lalu tulang belakang semakin tertekan untuk menerima beban memudahkan

terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut (Purnamasari,dkk

2010).

Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut :

IMT = Berat Badan (Kg)

{Tinggi Badan (M)}2

Batas ambang IMT untuk Indonesia menurut Depkes (2011) adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.3

Batas Ambang IMT Untuk Indonesia (Depkes,2011)

(23)

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4 Normal 18,5 – 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2009) mengenai Hubungan

Sikap dan Posisi Kerja Dengan LBP Pada Perawat RSUD Purbalingga

menyebutkan bahwa dari jumlah 32 responden, 17 responden (53,12%) memiliki

IMT 23,00 – 24,99 dan 15 responden (46,88%) memiiki IMT 18,50 – 22,99.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2017) yang berjudul

Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci menyebutkan bahwa terdapat 11 responden (36,7%) yang memiliki IMT

beresiko dan 19 responden (63,3%) yang memiliki IMT tidak beresiko. Namun

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018,

mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah

Pada Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo Jakarta mengatakan bahwa terdapat 18 orang (72%) perawat

cathlab yang memiliki IMT berlebih.

Menurut Gasibat et al, (2017) menyatakan adanya hubungan positif ringan antara

berat badan dan nyeri punggung bawah yang berulang atau kronis; meskipun

hubungan kausal tidak ditemukan, seperti obesitas yang dikombinasikan dengan

co-mobiditas diabetes dan hipertensi, yang dapat menyebabkan penyakit pada

tendon dan ligament selama proses penuaaan, sehingga berpotensi menyebabkan

(24)

antara obesitas dan nyeri punggung bawah bisa dua arah yaitu obesitas bisa

menyebabkan nyeri punggung bawah atau obesitas menjadi konsekuensi dari

nyeri punggung bawah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2017) yang berjudul

Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT

terhadap keluhan Low Back Pain dengan hasil P value 0,132. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018, mengenai

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada

Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo Jakarta mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara IMT dan kejadian nyeri punggung bawah pada perawat cathlab dengan

nilai P value 0,531.

2. Faktor Lingkungan

a. Tekanan

Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, seperti ketika tangan

harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima

tekanan langsung dari pegangan alat, apabila sering terjadi dapat menyebabkan

nyeri otot yang menetap (Tarwaka dkk, 2004).

(25)

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Kotraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, sehingga

penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka

dkk,2004).

2.1.7 Diagnosis Low Back Pain

Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan umum,

pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang (Harsono,2015)

1. Anamnesis

Mengingat struktur punggung bawah yang sangat berdekatan dengan organ lain yang

terletak di dalam rongga perut serta rongga pelvis, dan juga mengingat banyaknya faktor

penyebab LBP, maka anamnesis terhadap setiap keluhan Low Back Pain akan merupakan sederetan daftar pertanyaan yang harus diajukan kepada penderita atau pengantarnya.

Daftar layanan tersebut, dalam bentuk daftar periksa (check-list).

Tabel 2.4

(26)

Pertanyaan / Keluhan Ya Tidak 1. Akut atau mendadak

2. Bertahap atau kronis 3. Trauma langsung 4. Trauma tidak langsung 5. Gangguan tidur

6. Disertai nyeri pada tungkai 7. Disertai nyeri menjalar ke tungkai 8. Nyeri diperberat oleh batuk atau bersin 9. Riwayat tuberkulosis

10. Riwayat keganasan atau operasi tumor 11. Riwayat kencing batu

12. Riwayat klaudikasio intermitten 13. Gangguan menstruasi

14. Gangguan libido

15. Sikap duduk atau bekerja yang salah 16. Bekerja dengan mengejan dengan kuat 17. Perasaan cemas atau gelisah

18. Riwayat demam atau panas 19. Riwayat gangguan BAB atau BAK 20. Rasa kesemutan pada tungkai

Anamnesis Low Back Pain menurut Harsono, 2015 mempunyai kerangka acuan tertentu, minimal harus meliputi hal-hal berikut:

a. Letak atau lokasi nyeri : penderita diminta untuk menunjukkan nyeri dengan

setepat-tepatnya, atau penderita memberi keterangan yang terinci sehingga letak nyeri dapat

diketahui secara cermat.

b. Penyebaran nyeri : dalam hal ini perlu sekali dibedakan apakah nyeri tadi bersifat

nyeri radikular atau nyeri acuan (reffered pain).

c. Sifat nyeri : sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti

kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus menerus dan sebagainya.

d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri : aktivitas tertentu dapat menimbulkan rasa nyeri

yang luar biasa sehingga penderita mempunyai sikap tertentu untuk meredakan rasa

(27)

pengaruh aktivitas terhadap rasa nyeri tadi. Berjalan, naik turun tangga, menyapu,

naik sepeda, mencuci pakaian atau kendaraan, menimba air, kegiatan memasak,

gerakan yang mendadak dan sebagainya, perlu ditanyakan pada anamnesis.

Kadang-kadang penderita secara spontan menceritakan kesulitannya paa saat mengenakan dan

atau melepas pakaian, yang sangat memperberat rasa nyeri.

e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh : Posisi yang bagaimana dapat meredakan

rasa nyeri, dan posisi yang bagaimana pula dapat memperberat rasa nyeri.

f. Trauma : seringkali penderita tidak menyadari bahwa LBP merupakan akibat dari

suatu trauma. Perlu dijelaskan perihal trauma tidak langsung misalnya mendorong

mobil yang mogok, lemari yang cukup berat, mencabut singkong dan sebagainya.

g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya : dalam hal ini perlu ditanyakan

tentang sifat akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, atau justru menyelinap

sehingga penderita tidak tahu secara pasti kapan rasa tidak enak sampai rasa nyeri

tadi mulai timbul. Juga perlu ditanyakan apakah nyeri tadi bersifat menetap atau

hilang-timbul, makin lama makin nyeri dan sebagainya.

h. Obat-obat analgetika yang pernah diminum : sedapat mungkin menelusuri jenis

analgetika apa saja yang pernah diminum, berapa lama telah minum obat tadi, dan

apakah sekiranya tertolong dengan obat tadi. Dalam hubungan ini ada kaitan arti

dengan intensitas dan lamanya nyeri yang diderita.

i. Kemungkinan ada proses keganasan : Riwayat operasi tumor atau masih adanya

tumor di bagian lain, riwayat terapi radiasi, penurunan berat badan secara drastis,

perdarahan melalui anus atau vagina dan sebagainya menunjukkan kemungkinan

(28)

j. Riwayat menstruasi : Pada wanita tertentu yang setiap kali mengalami menstruasi

maka dia juga sekaligus mengalami LBP yang cukup mengganggu pekerjaan

sehari-hari

k. Kondisi mental atau emosional : adalah tidak cukup apabila melakukan pemeriksaan

tanpa memperlihatkan faktor mental atau emosional. Pada umumnya penderita akan

menolak bila kita langsung menanyakan “banyak pikiran” dan sebagainya. Lebih

bijaksana apabila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental

tadi secara tidak langsung. Dengan cara demikian ini, penderita secara tidak sadar

mau berbicara mengenai faktor stress yang sedang menimpanya.

2.1.8 Tata Laksana Low Back Pain

Oleh karena penyebab Low Back Pain sangat beraneka ragam maka tatalaksananya juga bervariasi. Namun demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi Low Back Pain : konservatif dan operatif. Kedua tahapan terapi tersebut mempunyai kesamaan tujuan yaitu

rehabilitasi.(Harsono,2015).

2.1.8.1 Terapi konservatif

Cara konservatif ini meliputi rehat baring atau bed rest, medikamentosa, dan fisioterapi.

a. Rehat baring

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap

tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per; dengan demikian tempat

(29)

Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung bawah, fraktur dan Hernia Nukleus Pulposus. Lama tirah baring bergantung pada berat-ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Setelah tirah baring dianggap cukup, maka dapat dilakukan latihan

tertentu, atau terlebih dahulu dipasang korset. Tujuan latihan ini adalah untuk

mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

b. Medikamentosa

Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP, ialah obat yang bersifat simtomatik dan

yang bersifat kausal. Obat-obat simtomatik antara lain analgetika (salisilat, paracetamol,

dll), kortikosteroid (prednisolon, prednisone), anti-inflamasi non steroid (AINS)

misalnya piroksikam, antidepresan trisiklik secara sentral misalnya amitriptilin, dan

obat penenang minor misalnya diazepam, klordiasepoksid. Obat-obat kausal misalnya

anti tuberculosis, antibiotika untuk spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya

khimopapain, kolagenase untuk HNP.

c. Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) misalnya pada Hernia Nukleus Pulposus, trauma mekanik akut, serta traksi

pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

2.1.8.2 Terapi operatif

Terapi operatif dilakukan jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata,

atau terhadap kasus fraktur yang menyebabkan defisit neurologic. Pada kondisi ini

(30)

a. Rehabilitasi

Rehabilitasi mempunyai makna yang luas apabila ditinjau dari segi pelaksanaannya.

Namun demikian tujuannya hanya satu ialah mengupayakan agar penderita dapat

segera bekerja seperti semula dan tidak timbul LBP lagi di kemudian hari.

Pada kasus tertentu, tujuan rehabilitasi tadi teoritis tidak akan tercapai, maka tujuannya

diturunkan satu tingkat, ialah agar penderita tidak menggantungkan diri pada orang lain

dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the activities of daily living), misalnya makan, minum, berganti pakaian, ke kamar mandi dan sebagainya.

Apabila tujuan rehabilitasi kelas dua ini teoritis juga tidak akan tercapai, maka tujuan

herabilitasi perlu diturunkan lagi ialah agar penderita tidak mengalami komplikasi yang

membahayakan penderita, misalnya pneumonia, osteoporosis, dan sebagainya.

Teknik pelaksaanaan rehabilitasi akan melibatkan berbagai macam disiplin, atau

dengan kata lain rehabilitasi bersifat multidisipliner dan dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor (multifaktorial).

2.2 Sikap Kerja Perawat Ruang IGD dan Ruang Operasi

Sistem kerja yang tidak ergonomi dalam suatu institusi seringkali kurang mendapatkan

perhatian atau dianggap sepele oleh para pihak manajemen atau pengelola sumber daya

manusia di institusi tersebut. Sebagai contoh antara lain adalah pada cara, sikap dan posisi

kerja yang tidak benar, fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang

kurang mendukung. Hal ini secara sadar ataupun tidakakan berpengaruh terhadap

produktivitas, efisiensi dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya

(31)

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit yang

memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya pasien dengan

kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien

membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan

lebih lanjut (DepKes RI, 2009). Perawat dalam tugasnya memberikan layanan pada pasien

dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien. Hal ini dikarenakan perawat memiliki tanggung

jawab yang besar sehingga menuntut mereka bekerja lebih maksimal. Banyak jenis pekerjaan

yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti aktivitas fisik dengan posisi kerja

mengangkat pasien atau memindahkan beban, mendorong tempat tidur pasien, memasang

laken pada tempat tidur pasien, memasang infus, dll. Aktivitas tersebut jika dilakukan dengan

posisi yang salah atau tidak ergonomis dapat menimbulkan LBP.Oleh karena itu, perawat di

IGD harus memberikan pelayanan gawat darurat yang cepat, tepat, cermat dan terjangkau

sesuai kebutuhan masyarakat dengan sumber daya manusia yang terampil dan bermutu dalam

melakukan pelayanan gawat darurat. Jika perawat dalam melakukan tindakan maupun

pelayanan dalam sikap kerja yang kurang tepat, lalu dilakukan terus menerus akan

menyebabkan Low Back Pain.

Ruang Operasi merupakan suatu unit khusus di sebuah rumah sakit yang berfungsi sebagai

tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang

membutuhkan kondisi yang steril dan kondisi khusus lainnya (Kemenkes,2012). Pada

ruangan ini terdapat dua tim yaitu tim yang bekerja di area steril yang terdiri dari dokter

bedah, asistennya dan scrub nurse. Sedangkan tim yang bekerja di luar area steril yaitu

circulating nurse, dokter anastesi dll. Association of Operating Room Nurses (AORN) menyebutkan peran seorang resgistered nurse (RN) bisa dijadikan asisten pertama dokter

(32)

bedah. Organisasi ini menentukan luasnya praktik seorang RN baik sebagai asisten,

kualifikasi, pendidikan, maupun wewenang klinisnya. Peran seorang scrub nurse dapat dilakukan oleh RN atau OR scrub technologist. Seorang scrub nurse harus memiliki kemampuan prosedur bedah, anatomi dan fisiologi yang terkait prosedur pembedahan dan

juga memiliki tanggung jawab seperti menyiapkan alat steril yang diperlukan selama

pembedahan, mempertahankan keamanan dan sterilitas area steril, memastikan anggota tim

steril mempertahankan teknik steril, memberi instrumen yang diperlukan selama pembedahan

dan menaati prosedur yang telah ditentukan mengenai instrumen pembedahan. Agar peran

tersebut dapat efektif, seorang scrub nurse harus memiliki kemampuan,keterampilan, cekatan dan mengikuti prinsip tenkik aseptik yang ketat serta harus menjalankan tugasnya secara

konsisten dan akurat agar keamanan pasien terjamin selama proses pembedahan

(Baradero,2005). Perawat yang berada dalam ruang operasi yaitu perawat instrument,

perawat asisten, perawat sirkuler bedah, dan perawat anastesi,dll masing masing memiliki

peran dan tanggung jawab, serta memiliki keahlian khusus. Perawat instrument dan perawat

sirkuler bedah memiliki tugas pokok seperti memenuhi kebutuan alat-alat kesehatan dan

kebutuhan instrument tambahan selama operasi berlangsung serta menjaga kesterilan

alat-alat saat operasi berlangsung. Sedangkan perawat asisten memiliki tanggung jawab memberi

posisi pada pasien di meja operasi, memasang pegangan lampu steril dan membantu

kelancaran kegiatan pembedahan. Selanjutnya, perawat anastesi membantu terselenggaranya

pelaksanaan pembiusan di ruang operasi baik sebelum tindakan pembedahan sampai setelah

pembedahan.

Tim pembedahan kamar operasi terdiri dari ahli bedah, asisten ahli bedah, perawat instrumen

(33)

jawab atau tugas masing-masing dalam setiap operasi. Untuk perawat instrumen atau scrub nurse mempunyai uraian tugas atau tanggung jawab sebelum pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan. Perawat instrumen bertanggung jawab dalam

menejemen sirkulasi dan suplai alat-alat instrumen, mengatur alat-alat yang akan dan telah

digunakan serta menjaga kelengkapannya, mempertahankan integritas lapangan steril dan

berbagai tanggung jawab lainnya dalam sebuah tindakan operasi (Muttaqin dan Sari, 2009).

Perawat ruang IGD dan ruang operasi dalam menjalankan tugas sesuai kompetensinya harus

senantiasa memperhatikan sikap kerja yang ergonomi. Tujuan dari ergonomi adalah

bagaimana mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa

aman, selamat, efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa “nyaman” serta terhindar

dari bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. (Pusparini,2005).

Namun dengan karakteristik pasien di IGD dan ruang operasi menuntut perawat bekerja

dengan cepat dan tepat sehingga perawat harus memperhatikan sikap kerja yang ergonomi.

Posisi netral (duduk dan berdiri secara normal) merupakan kondisi yang paling alamiah

untuk bekerja dengan usaha otot dan tekanan pada sendi, tendon, dan ligamen yang paling

minimum. Perawat sering bekerja dengan tuntutan posisi bungkuk, jongkok atau sikap kerja

dengan pergelangan tangan menekuk,leher mendongak dan lain-lain. Sikap-sikap kerja yang

melelahkan inilah yang sering menjadi keluhan pekerja. Dalam jangka panjang, sikap kerja

tersebut sangat beresiko berdampak pada gangguan sistem otot rangka. Nyeri punggung atau

cedera punggung merupakan bentuk Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang paling banyak ditemui akibat kegiatan angkat-angkut yang terus menerus (Iridiastadi & Yassierli,2014)

(34)

Berdasarkan usia perawat di Ruang IGD dan Ruang Operasi mayoritas adalah Perawat yang

sudah berpengalaman dan memliki kompetensi khusus sehingga relatif usianya lebih tua.

LBP adalah keluhan yang kaitannya erat dengan usia. Pada umumnya keluhan ini mulai

dirasakan pada usia 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dimulai pada usia 35 tahun dan

tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini karena umur

setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi keluhan

otot meningkat (Tarwaka,2004).

Perawat di ruang IGD dan ruang operasi juga harus menjaga status gizi dan kesesuaian berat

badan yang ideal untuk dapat bekerja dengan aman. Seseorang dengan berat badan berlebih

maka lemak akan disalurkan dan menumpuk di abdomen, sehingga terjadilah penimbunan

lemak yang berarti kerja lumbal semakin berat untuk menopang tubuh. Lalu tulang belakang

semakin tertekan untuk menerima beban memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada

struktur tulang tersebut (Purnamasari,dkk 2010).

2.3 Alat Ukur Menilai Low Back Pain

Alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai disability pada nyeri punggung bawah antara

lain :

2.3.1 The Roland-Morris Disability Questionaire (RMQ)

The Roland-Morris Disability Questionaire (RMQ) merupakan suatu instrumen untuk memulai ketidakmampuan diri akibat nyeri punggung bawah. Terdiri dari 24 poin

(35)

disabilitas dan sensitif terhadap perubahan dari waktu ke waktu pada pasien dengan

nyeri punggung bawah. RMQ tidak menyediakan deskripsi tentang variasi derajat

disabilitas. Pada instrumen ini berbentuk pernyataan-pernyataan mengenai keluhan

LBP yang harus diberi tanda ceklis disebelahnya jika responden merasakan keluhan

tersebut seperti, saya berada dirumah lebih lama karena nyeri punggung saya, saya

hanya berdiri dalam waktu yang sebentar karena nyeri punggung, saya berjalan lebih

pelan karena nyeri punggung saya, karena nyeri punggung,saya harus berpegangan

sesuatu untuk bangun dari kursi, dan lain-lain. (Stratford PW et al, The Roland-Morris Disability Questionaire (RMQ),1996)

2.3.2 The Oswetry Disability Index (ODI)

The Oswetry Disability Index (ODI) merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk menghitung disabilitas fungsional permanen pada pasien yang mengalami nyeri

punggung bawah. Terdiri dari 10 sesi, masing-masing dengan 5 pilihan jawaban. Pada

instrumen ini pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut sesi pertama mengenai intensitas

nyeri. Pada sesi ini dimulai dari tidak merasakan nyeri sampai merasakan nyeri berat.

Sesi kedua mengenai perawatan pribadi seperti berpakaian. Pada sesi ini dimulai dari

tidak merasakan sakit saat berpakaian sampai tidak bisa berpakaian dan tetap di tempat

tidur. Sesi ketiga mengenai kegiatan mengangkat atau mengangkut. Pada sesi ini

dimulai dari mampu mengangkat beban berat tanpa merasakan sakit sampai tidak

mampu mengangkat atau membawa apapun. Sesi keempat adalah berjalan. Pada sesi

(36)

di tempat tidur dan tidak mampu berjalan. Sesi kelima adalah duduk. Pada sesi ini

dinilai dari mampu duduk di kursi mana saja sampai tidak mampu duduk sama sekali

karena nyeri.

Sesi ke enam adalah berdiri.Pada sesi ini dinilai dari mampu berdiri tanpa rasa sakit

sampai tidak mampu berdiri karena rasa nyeri. Sesi ketujuh mengenai tidur. Pada sesi

ini dinilai dari nyeri tidak mengganggu siklus tidur sampai tidak bisa tidur karena rasa

nyeri, Sesi kedelapan adalah aktivitas seksual. Pada sesi ini dinilai dari aktivitas

seksual yang normal dan tidak memperburuk rasa nyeri sampai rasa nyeri mencegah

aktivitas seksual. Sesi kesembilan adalah kehidupan sosial.Pada Sesi ini dinilai dari

kehidupan social yang normal dan tidak memperburuk rasa nyeri sampai tidak mampu

melakukan aktivitas sosial karena rasa nyeri. Sesi terakhir mengenai perjalanan. Pada

sesi ini dinilai dari mampu mengikuti perjalanan kemanapun tanpa rasa nyeri sampai

rasa nyeri mencegah saya untuk berpergian kecuali untuk mendapatkan pengobatan.

Nilai terendah pada setiap sesi adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 5. Untuk skoring,

yaitu dihitung presentase dari total skor. Dan dapat di interpretasikan sebagai berkut :

rentang 0%-20% “disabilitas minimal”, rentang 21%-40% “disabilitas sedang”, 41%

-60% “disabilitas berat”, 61%-80% “cacat, nyeri mempengaruhi semua aspek

hidupnya”, 81%-100% “hanya bisa berbaring, tidak dapat melakukan

(37)

2.3.3 The Quebec Back Pain Disability Scale (QBPDS)

The Quebec Back Pain Disability Scale (QBPDS) merupakan kuisioner yang berisi tentang pertanyaan untuk menilai nyeri punggung bawah yang terdiri dari

20 pertanyaan mengenai aktivitas sehari-hari seperti bangun dari tempat tidur,

mengendarai mobil, berdiri dalam waktu 20-30 menit, duduk di kursi dalam

waktu beberapa jam, memindahkan kursi, mendorong atau menarik pintu yang

berat, dan lain lain. Pada instrumen ini dinilai menggunakan Likert scale dengan

rentang nilai dari 0 sampai dengan 5, dimana 0 = “tidak ada kesulitan sama sekali”, 1 = “kesulitan minimal”, 2 = “agak kesulitan”, 3 = “cukup kesulitan”, 4 = “sangat kesulitan”, 5 = “tidak mampu melakukan. Hasil total yang akan diperoleh

berada direntang 0-100 yang menggambarkan keterangan disabilitas fungsional,

dimana semakin tinggi nilainya, berarti semakin rendah kemampuannya dan dapat

diinterpretasikan sebagai berikut: rentang 0 = “tidak mengalami kesulitan”, 1-20 =

“disabilitas minimal”, rentang 21-40 = “disabilitas sedang”, 41-60 = “disabilitas

berat”, 61-80 = “cacat, nyeri mempengaruhi semua aspek hidupnya”, 81-100 =

“hanya bisa berbaring, tidak dapat melakukan apapun.”(Davidson,M.&

Keating,J.L.,The Quebec Back Pain Disability Scale (QBPDS),2002)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018,

mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah

Pada Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto

(38)

perawat cathlab adalah 5,00 yang berarti mengalami Low Back Pain dengan tingkat disabilitas minimal

2.2 Kerangka Teori Low Back Pain

Skema 2.1.

Hubungan Faktor Resiko Terhadap Keluhan Low Back Pain

Sumber : (Tarwaka,2004), (Pujianto,2001), (Adriana Pusparini,2005), (Iridiastadi & Yassierli,2014), (Purnamasari,dkk 2010).

Usia

Keluhan ini dirasakan ketika umur 25-65 tahun Keluhan pertama dimulai pada usia 35 tahun dan

akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Indeks Masa Tubuh IMT berlebih Ergonomi Tujuan ergonomi Ergonomi pada aktivitas perawat Sikap Kerja Sikap tubuh dalam bekerja

Sikap kerja duduk Sikap kerja berdiri Sikap kerja membungkuk Kegiatan angkat, angkut dan

mendorong Sikap kerja perawat Faktor Resiko LBP Keluhan Low Back Pain (LBP)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan modal sosial Kepala Desa dalam pembangunan, baik itu sumber, bentuk, dan implikasi modal sosial bagi pembangunan Desa.

Senyawa turunan vinkadiformina yang tidak memiliki nilai aktivitas antimalaria pada rentang tersebut tidak dapat diterima sebab berada di luar rentang intrapolasi model

Hilangnya kelenturan otot ikan ini akibat ion Ca 2+ yang berikatan dengan protein troponin sehingga menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan

KKN  adalah suatu bentuk pendidikan dengan cara memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk berinteraksi dengan masyarakat di luar kampus, dan secara

Bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebut....

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank lainnya. Pemberian

Menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi yang berjudul “Kadar Pemanis Buatan pada Minuman yang Dijual di Sekolah Dasar di Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo” adalah bukan

Konsep dasar silabus dan RPP dikembangkan oleh BSNP, namun pengembangan belum sempurna dan memadai, karenanya perlu pengembangan lebih lanjut yang sesuai