PERKEBUNAN KARET DESA GUTOMO
KABUPATEN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH
DWI SURYANA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERKEBUNAN KARET DESA GUTOMO
KABUPATEN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH
DWI SURYANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Gutomo Village, Pekalongan District, Province of Central Java. By Dwi Suryana under supervision Ir. Dones Rinaldi, MSc. F.
Javan Fuscous Langurs is one of the endemic primate in Java island and was declared as protected animal by law in Indonesia and also IUCN define it as a species with category data defficience. In primate it self, the phylogenetic and ecological difference influence to feeding behavior and it makes every species with different habitat have different feeding behavior. Then, it is important to us to have data and information about their feeding behavior. The purpose of this research are to get information about feeding ecology of Javan Fuscous Langurs that consist of feeding behavior, composition and diversity of the foods, foods preference and also some factors that influence feeding behavior. The result from this research expected can consider as one of the substance for doing good habitat management for Javan Fuscous Langurs.
Data collection were done with period 6 months in the forest area and rubber plantation dusun Sidoguno. The equipments are map, camera, GPS, binocular, stopwatch, compass, tallysheet, clinometers, rope, software Arcview 3.2 and stationery. Whereas, the objects are 2 groups of Javan Fuscous Langurs with different type for each other. Group A has type 1 male-multi female with composition 1 adult male, 4 adult female, 1 subadult female, 1 juvenille female and 2 infants. Group B has type all male with composition 2 adult male, 2 sub adult male, and 1 juvenille male. The method for observed used scan sampling and for record data used continous recording method and the data will be analyzed by descriptive statistic and on graphs .
Daily activity of Javan Fuscous Langurs consist of resting (57,66%), feeding (29,33%), moving (11,51%), social activity (0,93%) and calling (0,43%). This 2 groups of Javan Fuscous Langurs has different homerange, group A has homerange 54,55 ha and group B has smaller homerange than group A (48,16 Ha) with overlap between two of them around 2,49 Ha. But then, group B has daily range more longer than group A, it around 694-1269 m where daily range of Group A only 576-1146 m. in the feeding behavior, group A more often used sit posture and used space in the tree canopy between top-middle with height around 6-10 m, group B more often used sit posture in space between middle-edge with height around 0-5 m. group A feed 56 species from 34 family of plants as their foods and group B feed 45 species from 29 family with variation foods composition such as young leaves, seeds and fruits. Plant species that have great contribute as foods for the two species is Hevea brasiliensis. Chisocheton divergens become species with the highest ratio selection in the group A and Pangium edule. for the group B. Two groups have different vegetation structure and composition. In the home range of group A were identified 170 trees/ha with lbds 27,51 m2/ha and the diversity index for tree level is 3,21. In the homerange of the Group B were identified 301 trees/ha with lbds 20,62 m2/ha and the diversity index for tree level is 1,24.
Conclusions from this research are feeding behavior of Javan Fuscous Langurs is different based on the group type. Group A more often used sit posture in space top-middle with height 6-10 k and feed 56 species of plants from 34 family and dominated by young leaves, seeds and fruits. Group b more often used sit posture in space middle-edge with height around 0-5 m and feed 45 species of plants from 29 family and dominated by young leaves, seeds and fruits. Feeding behavior of Javan Fuscous Langurs influenced by food availability and food abundance and also influence by composition of vegetation inside the habitat.
Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Oleh Dwi Suryana di bawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi MSc.F.
Rekrekan merupakan salah satu primata endemik pulau Jawa dan telah ditetapkan sebagai satwa dilindungi oleh negara Indonesia serta IUCN menetapkan spesies ini dengan kategori kurang data (Data Defficience). Pada primata, adanya perbedaan philogenetik dan ekologi berpengaruh terhadap perilaku makannya sehingga memungkinkan setiap spesies dan habitat berbeda memiliki perilaku makan yang berbeda. Oleh karena itu adanya data dan informasi mengenai perilaku makan penting untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai ekologi makan Rekrekan meliputi perilaku makan, komposisi dan keanekaragaman tumbuhan pakan, tingkat kesukaan terhadap suatu jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perilaku makan. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama dalam pengelolaan habitat Rekrekan.
Kegiatan pengambilan data dilakukan selama enam bulan di kawasan hutan dan perkebunan karet dusun Sidoguno. Peralatan yang digunakan terdiri atas peta kerja, kamera, GPS, binokuler, stopwatch, kompas, tallysheet, clinometer, tali rafia/tambang, software Arcview 3.2 dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok Rekrekan dengan tipe kelompok berbeda. Kelompok A memiliki tipe kelompok satu jantan-banyak betina dengan komposisi satu jantan dewasa, empat betina dewasa, satu betina pradewasa, satu remaja dan dua anak. Sedangkan kelompok B memiliki tipe semua jantan dengan komposisi dua jantan dewasa, dua jantan pradewasa, dan satu jantan remaja. Metode pengamatan menggunakan scan sampling dan pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis melalui teknik penyajian deskriptif dan grafik.
Aktivitas harian Rekrekan terdiri dari aktivitas istirahat (57,66%), makan (29,33%), berpindah (11,51%), sosial (0,93%) dan suara (0,43%). Kedua kelompok memiliki wilayah jelajah berbeda, kelompok A memiliki luas wilayah jelajah seluas 54,55 ha sedangkan kelompok B lebih kecil dengan 48,16 ha dengan overlap sebesar 2,49 ha. Akan tetapi kelompok B memiliki panjang perjalanan harian yang lebih jauh antara 694-1269 m sedangkan kelompok A antara 576-1146 m. Dalam aktivitas makannya, kelompok Alebih banyak menggunakan sikap duduk dan ruang atas-tengah (at) dengan ketinggian antara 6-10 m, sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan sikap duduk dan ruang tengah-pinggir (tp) dengan ketinggian antara 0-5 m. Kelompok A menggunakan 56 spesies dari 34 famili sebagai makanannya dan kelompok B lebih sedikit dengan 45 spesies dari 29 famili dengan komposisi makanan bervariasi berupa daun muda, biji serta buah dan biji. Jenis yang memberikan memiliki kontribusi terbesar terhadap makanan kedua kelompok yaitu Hevea brasiliensis. Chisocheton divergens menjadi jenis dengan seleksi rasio tertinggi pada kelompok A dan Pangium edule menjadi jenis yang memiliki seleksi rasio tertinggi pada kelompok B. kedua kelompok memiliki struktur dan komposisi vegetasi yang berbeda. Di dalam wilayah jelajah kelompok A ditemukan 170 pohon/ha dengan luas bidang dasar 27,51 m2/ha dengan indeks keanekaragaman
berdasarkan tipe kelompoknya. kelompok A lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang atas-pinggir (at), dan ketinggian antara 6-10 m dengan 56 spesies dari 34 famili sebagai makanannya yang didominasi oleh daun muda, biji serta buah dan biji. Sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang tengah-pinggir (tp) dan ketinggian antara 0-5 m dengan 45 spesies dari 29 famili sebagai makanannya yang didominasi oleh daun muda, biji serta buah dan biji. Chisocheton divergens menjadi jenis dengan seleksi rasio tertinggi pada kelompok A sedangkan
Pangium edule menjadi jenis yang memiliki seleksi rasio tertinggi pada kelompok B. Perilaku makan pada Rekrekan lebih dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan kelimpahan makanan serta komposisi vegetasi didalam habitatnya.
Nama : Dwi Suryana
NRP : E34104021
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
Ir. Dones Rinaldi. MSc. F. NIP. 196105181988031002
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto. M. Agr. NIP. 196111261986011001
kedua dari 4 bersaudara pasangan Djupri dan Sumiyati. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Sindang, Indramayu. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa yakni Uni Konservasi Fauna (UKF-IPB) pada Divisi Konservasi Primata. Kegiatan praktek lapangan yang pernah dilakukan antara lain Praktek Umum Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturaden, KPH Banyumas barat dan KPH Banyumas timur, Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan Getas-Ngawi, KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II JawaTimur (2007) dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (2008).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah” dibawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi M.Sc.F.
Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
Dwi Suryana NRP E34104021
curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah”
di
bawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi, MSc. F. ini berhasil diselesaikan.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan masukan dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Bogor, Maret 2010
memberikan rahmat, hidayah dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah, penulis memperoleh begitu banyak bantauan dan dukungan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas kesabaran dalam memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Edje Jamhuri selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan guna perbaikan skripsi penulis.
3. Keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan kasih dan doa serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis.
4. Dirk Meyer dan Mas Ambang untuk bantuan dan saran dalam penelitian ini.
5. Masyarakat desa Sidoguno dan Sidosukmo serta seluruh kerabat Camp Primitive untuk kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
6. Seluruh staf KPAP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
7. Keluarga besar Asrama Sylvasari atas pertemanan dan dukungannya. 8. Keluarga besar UKF IPB atas bimbingan, pertemanan dan dukungannya. 9. Keluarga besar KSH’41 atas kebersamaan, kekompakan, kegilaan dan
hari-hari aneh tapi nyata yang telah dilalui.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Maret 2010
DAFTAR ISI
Teks Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 1 C. Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Bio-Ekologi Rekrekan ... 3
1. Taksonomi ... 3
2. Morfologi ... 3
B. Habitat dan Penyebaran ... 4
C. Populasi ... 4
D. Aktifitas Harian dan Wilayah Jelajah ... 5
E. Perilaku Makan ... 6
F. Palatabilitas dan Pakan ... 7
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu ... 9
B. Alat dan Bahan ... 9
C. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 10
D. Pengenalan Lapangan ... 10
E. Metode Pengambilan Data ... 10
1. Aktivitas Harian ... 10
2. Perilaku Makan ... 11
3. Pakan ... 11
4. Karakteristik Habitat ... 12
5. Kondisi Fisik Lingkungan ... 12
F. Analisis Data ... 13
1. Aktivitas Harian ... 13
2. Perilaku Makan ... 13
3. Pakan ... 13
IV. KONDISI UMUM LOKASI
A. Kondisi Fisik ... 15
1. Letak dan Luas ... 15
2. Topografi dan Tanah ... 15
3. Iklim ... 16
4. Hidrologi ... 16
C. Kondisi Biotik ... 16
1. Flora ... 16
2. Fauna ... 16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Harian dan Wilayah Jelajah ... 18
1. Aktivitas Harian ... 18
2. Wilayah Jelajah ... 26
B. Perilaku Makan ... 27
1. Cara dan Sikap Makan ... 29
2. Penggunaan Ruang Makan ... 31
C. Makanan ... 35
1. Keanekaragaman Pohon Pakan ... 35
2. Komposisi Makanan ... 39
3. Palatabilitas ... 43
D. Habitat... 46
1. Struktur Vegetasi ... 47
2. Komposisi Vegetasi ... 48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
DAFTAR TABEL
Teks Halaman Tabel 1. Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae ... 6
Tabel 2. Komposisi bagian yang dimakan pada Colobinae ... 8 Tabel 3. Spesies pohon pakan yang memberikan kontribusi ≥1% pada
aktivitas makan rekrekan ... 37 Tabel 4. Sepuluh pohon yang memiliki basal area tertinggi di wilayah
jelajah kedua kelompok ... 38 Tabel 5. Sepuluh jenis yang memberikan kontribusi terbesar pada kedua
kelompok ... 43 Tabel 6. Rasio seleksi Rekrekan terhadap tumbuhan pakan ... 45
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian ... 9
Gambar 2. Pembagian ruang pohon ... 11
Gambar 3. Bentuk jalur analisis vegetasi ... 12
Gambar 4. Distribusi perilaku harian Rekrekan ... 18
Gambar 5. Tipe berpindah Rekrekan ... 20
Gambar 6. Sikap istirahatRekrekan ... 23
Gambar 7. Peta wilayah jelajah kelompok yang diamati ... 27
Gambar 8. Cara makan Rekrekan ... 29
Gambar 9. Alokasi waktu sikap makan Rekrekan ... 30
Gambar 10. Sikap makan Rekrekan ; (a) menggantung; (b) duduk ... 31
Gambar 11. Alokasi waktu penggunaan ruang vertikal pohon ... 32
Gambar 12. Aktivitas makan Rekrekan di tanah ... 34
Gambar 13. Alokasi waktu aktivitas makan Rekrekan pada berbagai ketinggian ... 34
Gambar 14. Proporsi waktu bagian yang dimakan pada kedua kelompok ... 39
Gambar 15. Pengambilan kayu bakar oleh masyarakat ... 47
Gambar 16. Distribusi ketinggian pohon di dalam wilayah jelajah Rekrekan ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Teks Halaman Lampiran 1. Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan
persentase waktu makan kelompok A ... 58 Lampiran 2. Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan
persentase waktu makan kelompok B ... 61 Lampiran 3. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
semai dan tumbuhan bawah pada kelompok A ... 63 Lampiran 4. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
pancang pada kelompok A ... 67 Lampiran 5. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
tiang pada kelompok A ... 69 Lampiran 6. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
pohon pada kelompok A... 70 Lampiran 7. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
semai dan tumbuhan bawah pada kelompok B ... 72 Lampiran 8. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
pancang pada kelompok B ... 74 Lampiran 9. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
tiang pada kelompok B ... 75 Lampiran 10. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat
pohon pada kelompok B... 76 Lampiran 11. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok A ... 77 Lampiran 12. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok B ... 79
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) merupakan primata
endemik yang hidup di hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan di Jawa Tengah. Monyet ini sebelumnya dimasukan kedalam anak jenis Surili (Presbytis comata, Desmarest 1822) yaitu monyet daun yang terdapat
di hutan pegunungan di Jawa Barat. Namun beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa primata ini berbeda dengan Surili. Rekrekan ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi sejak dikeluarkan surat keputusan perlindungan Surili. Surat keputusan tersebut antara lain, SK Menteri Pertanian tanggal 5 April 1979, No 247/Kpts/Um/1979, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991, No 301/Kpts-II/1991 dan Undang-Undang no 5 Tahun 1990, sedangkan IUCN (International Conservation Union of Nature) menyatakan bahwa Rekrekan sebagai satwa dengan status Data Defficience yang berarti belum ada informasi yang cukup untuk membuat
suatu penilaian baik langsung maupun tidak langsung terhadap resiko kepunahan berdasarkan distribusi dan status populasinya.
Rekrekan termasuk kedalam sub famili Colobinae. Menurut Kay dan Davies (1994), sub famili ini memiliki karakteristik lambung kompleks dan proses pencernaan yang dibantu oleh bakteri mikroflora sehingga dapat mencerna makanan yang banyak mengandung serat. Awalnya karakteristik tersebut diasumsikan sebagai adaptasi khusus terhadap makanan yang berupa daun, akan tetapi penelitian-penelitian terakhir menyebutkan bahwa karakteristik tersebut juga sebagai adaptasi untuk mengatasi senyawa-senyawa yang sulit dicerna dan racun yang terkandung dalam biji (Waterman dan Kool, 1994). Selain itu, adanya perbedaaan secara philogenetik dan ekologi menyebabkan perilaku makan pada primata bervariasi. Oleh karena itu, adanya informasi mengenai perilaku makan dan tingkat kesukaan makanan penting untuk diketahui sebagai data dasar dalam mendukung upaya konservasi Rekrekan.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai ekologi makan Rekrekan meliputi perilaku makan, komposisi dan
keanekaragaman tumbuhan pakan, tingkat kesukaan terhadap suatu jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perilaku makan.
C. Manfaat
Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama dalam pengelolaan habitat Rekrekan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bio-Ekologi Rekrekan 1. Taksonomi
Menurut Fleagle (1988), sub famili Colobinae dibedakan karena lambung yang kompleks dan proses pencernaan yang dibantu oleh bakteri fermentasi dalam mencerna selulosa, ibu jari yang tereduksi, tidak mempunyai kantong pipi, taring yang lebih dalam dibandingkan Cercopitecinae, mempunyai tulang orbital yang lebih panjang, dan moncong yang lebih datar. Colobinae terbagi kedalam Colobus, Langurs
dan Odd-nosed monkey. Presbytis bersama Tracypithecus dan
Semnopithecus termasuk kedalam Colobus. Dalam klasifikasinya,
terdapat dua persepsi yang berbeda. Beberapa peneliti menggolongkan Rekrekan sebagai anak jenis dari Surili (Presbytis comata) dan beberapa
peneliti lain menggolongkan sebagai jenis tersendiri.
Eudey (2000) menyatakan bahwa klasifikasi Rekrekan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Cercopithecidae Sub Famili : Colobinae
Genus : Presbytis
Jenis : Presbytis fredericae, Sody 1930
2. Morfologi
Presbytis merupakan monyet yang berukuran sedang sampai besar dengan kepala bulat, hidung pesek, dan perut yang besar (Napier dan Napier, 1967). Menurut Lekagul dan Mcneely (1977), monyet ini memiliki tungkai yang kecil dan ramping serta ekor yang lebih panjang daripada ukuran kepala dan badannya. Bila dibandingkan dengan genus Trachipithecus, Presbytis memiliki kaki belakang yang lebih panjang sehingga dalam pergerakan lebih banyak dengan meloncat, memiliki lambung yang relatif lebih kecil dan dimorphik yang kurang jelas antar
jenis kelaminnya. Rekrekan memiliki warna rambut kelabu kecoklatan, sedangkan bagian ventral mulai dagu, bagian dalam tangan, kaki hingga
ekor berwarna putih keabu-abuan serta jambul tumbuh tegak berwarna hitam. Panjang tubuh dari kepala hingga tungging antara 450-480 mm dengan panjang ekor antara 430-680 mm dengan berat tubuh Rekrekan dewasa berkisar antara 5-7 kg (Supriatna dan Wahyono, 2000).
B. Habitat dan Penyebaran
Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa Rekrekan merupakan primata endemik Jawa Tengah yang ditemukan di wilayah Gunung Slamet dan pegunungan disekitarnya seperti Gunung Cupu, Perkebunan Kaligua, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Merbabu. Rekrekan hidup di hutan tropik dan hutan pegunungan dengan ketinggian antara 350-1500 m d.p.l. Selain itu, menurut Nijman dan van Balen (1998), Rekrekan juga ditemukan di Pegunungan Dieng yang tersebar mulai dari dataran rendah sampai hutan pegunungan dengan vegetasi hutan primer, hutan sekunder, daerah ekoton, hutan lereng perbukitan, hutan pegunungan dan sub pegunungan. Di Pegunungan Dieng Rekrekan pernah ditemukan pada ketinggian 2565 m d.p.l. (Nijman dan Sozer, 1995).
C. Populasi
Rekrekan akan berkelompok kecil dengan sistem sosial one male- multi female. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), Rekrekan membentuk
kelompok kecil terdiri dari 3-8 individu, dalam kelompok terdapat jantan dan beberapa betina, serta individu muda yang dalam asuhan induknya. Menurut Nijman (1997), di Gunung Slamet kelompok Rekrekan terdiri dari 4-10 individu sedangkan di Gunung Prahu ukuran kelompok terdiri dari 2-13 individu (Nijman dan van Balen, 1998). Perbedaan jumlah individu dalam kelompok berhubungan dengan kelimpahan pakan yang dapat disediakan oleh habitatnya. Untuk populasi Rekrekan berdasarkan survei Nijman dan van Balen (1998), di Pegunungan Dieng diperoleh kepadatan sebesar 28 ind/km2 sedangkan menurut Setiawan (2006), di lereng selatan Gunung
Slamet diperoleh kepadatan 5,60 ind/km2 dan kepadatan kelompok sebesar
2,50 kel/km2 dan survei ke dua pada tahun 2007 sampai 2008 di lereng
temukan 44 individu dalam 12 kelompok dengan nilai kepadatan 8-19 ind/km2 dan nilai kepadatan kelompok sebesar 3-5 kel/km2.
D. Aktifitas Harian dan Wilayah Jelajah
Aktivitas harian menggambarkan suatu pola penggunaan waktu dan ruang dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mulai dari pagi hingga sore hari. Primata memiliki variasi interspesifik yang luas dalam aktivitas hariannya. Beberapa jenis dalam aktivitas hariannya mengadopsi strategi konservasi energi yaitu dengan melakukan perjalanan harian yang pendek dan perilaku istirahat yang tinggi serta makan makanan yang tersebar merata. Strategi ini misalnya terjadi pada Trachypithecus pileatus (Stanford, 1991). Sedangkan beberapa jenis mengadopsi strategi
yang berbeda yaitu dengan menempuh perjalanan yang jauh untuk mendapatkan makanan yang berkualitas.
Faktor-faktor habitat dan lingkungan berpengaruh terhadap aktivitas harian primata. Rinaldi (1985) menjelaskan bahwa aktifitas harian dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada pagi dan sore hari. Jika kondisi cuaca pada pagi hari berkabut dan dingin, maka aktifitas harian akan lebih lambat dan juga sebaliknya. Sedangkan akhir aktifitas harian akan lebih cepat saat cuaca mendung pada sore hari dan agak lambat saat kondisi cuaca terang.
Rekrekan menggunakan tajuk bagian atas dan tengah untuk aktivitas hariannya dan memulai serta mengakhiri aktivitas hariannya ditandai dengan suara loud call dari jantan dewasa. Pada saat bergerak dalam Supriatna dan
Wahyono (2000), Rekrekan menggunakan keempat anggota tubuhnya (quadropedal) dan saat pindah pohon Rekrekan melakukan loncatan
(leaping). Selain melakukan aktivitas makan, istirahat, dan bergerak,
Rekrekan juga melakukan aktivitas sosial dan bersuara. Aktifitas sosial yang dilakukan kelompok Rekrekan meliputi mencari kutu (grooming), yang biasa
dilakukan oleh betina dewasa, bercengkrama (playing) dilakukan oleh
individu muda dan bayi dan perilaku bersuara (loudcall) yang dilakukan oleh
jantan dewasa.
Primata dalam aktivitas hariannya menggunakan wilayah jelajah yang bervariasi. Luas wilayah jelajah primata dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ukuran tubuh dalam Milton dan May (1976), sebaran dan kelimpahan makanan dalam Tan et al. (2007), ukuran kelompok dalam
dalam Boonratana (2000) dan Matsuda et al. (2009), dan komposisi vegetasi
dalam Li et al. (2000) dan Fleury dan Gautier-Hion (1999), serta geophagi
dalam Pages et al. (2005). Faktor-faktor yang menentukan wilayah jelajah
primata seringkali berbeda antar jenis yang disebabkan karena perbedaan philogeni dan kondisi habitat, misalnya pada Colobus guereza di hutan
Kakamenga Kenya, bahwa wilayah jelajah tidak dipengaruhi oleh ukuran kelompok (Fashing, 2001). Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae terdapat pada Tabel 1.
Table 1. Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae.
Jenis
Wilayah jelajah (ha)
Lokasi Literatur
Nasalis larvatus 220,50 Kinabatangan, Borneo Boonratana (2000) Nasalis larvatus 138,30 Kinabatangan, Borneo Matsuda et al. (2009) Colobus satanas 573 dan 224 Des Abeills Central Gabon Fleury dan Gautier-Hion (1999) Rhinopithecus roxxelana 1830
Zhouzhi National Nature Reserve China
Tan et al. (2007) Colobus angolensis ruwenzorii 2070 Nyungwe Forest, Rwanda Fashing et al. (2007) Colobus guereza 12-20 Kakamenga Forest, Western Kenya Fashing (2001) Presbytis thomasi
12,30-15,70
dan 1,70 Ketambe, Indonesia Gurmaya (1983) Presbitis potenziani ≤ 40
Kepulauan Mentawai, Indonesia
Fuentes (1996)
Presbytis comate 14 dan 35-40
Patenggang dan Kamojang,
Indonesia Ruhiyat (1983)
Presbytis rubicunda 33-99 Tanjung Puting Reserve, Indonesia Supriatna (1986) et al. Semnopithecus entellus 106; 45; 70 Kumbhalgarh Wildlife Sanctuary, India Chhangani dan Monhot (2006) E. Perilaku Makan
Menurut Soeratmo (1979), perilaku makan merupakan cara makan suatu hewan yang banyak ditentukan oleh faktor dalam. Faktor dalam tersebut memberikan suatu rantai gerak dari hewan. Misalnya mula-mula tangan memegang makanan, kemudian menggerakkan ke mulut, makanan digigit dan dikunyah kemudian menelannya. Tahapan aktivitas makan dimulai dari melihat makanan, memilih, memetik atau langsung memasukkan
kedalam mulut, mengunyah, menelan, dan membuang sisa makanan (Arifin, 1991).
Kay dan Davies (1994) menyatakan bahwa sub famili Colobinae memiliki ciri lambung yang kompleks dan proses pencernaan yang dibantu bakteri mikroflora sehingga sub famili ini dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Selain itu, menurut Lucas dan Teaford (1994) struktur gigi sub famili Colobinae juga berfungsi untuk mengkonsumsi biji dan buah. Hal ini menyebabkan sub famili ini lebih generalis dan tersebar dalam wilayah yang luas (Oates dan Davies, 1994).
Aktivitas makan pada sub famili Colobinae memiliki proporsi yang besar dalam aktivitas hariannya. Menurut Kartikasari (1986), jumlah waktu yang digunakan primata untuk makan berhubungan dengan jumlah makanan favorit yang tersedia dan penyebaran dan ketersediaan makanan tersebut di dalam habitatnya. Dikuatkan oleh Bismark (1991) bahwa sumber makanan, kualitas dan distribusi makanan primata sangat tergantung pada tipe dan keadaan habitat yang dihuni oleh jenis-jenis primata. Adanya faktor-faktor pembatas tersebut berpengaruh terhadap strategi primata dalam mencari makan dan perilaku sosialnya.
Primata dalam aktivitas makannya, menggunakan sikap tubuh yang bervariasi dipengaruhi oleh sebaran vertikal makanan yang disukai dan kemampuan bagian tumbuhan untuk menopang bagian tumbuhnya. Menurut Fleagle (1988), posisi tubuh pada waktu makan pada Presbytis obscura dan Presbytis melalophos digolongkan menjadi dua yaitu menggantung dan
duduk. Sedangkan dalam Sabarno (1998), membagi posisi makan pada
Presbytis melalophos menjadi tiga yaitu berdiri, duduk, dan menggantung.
Perbedaan sikap tubuh dan posisi makan primata tergantung pada posisi makanan pada tajuk pohon.
F. Palatabilitas dan Pakan
Palatabilitas adalah hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan besarnya tingkat ketertarikan satwa terhadap makanan yang dimakannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan diantaranya yaitu ketersediaan makanan, distribusi dan kelimpahan makanan, komposisi vegetasi, iklim, jenis makanan yang disukai, dan kandungan nutrisi dan energi (Kool, 1991; Stanford, 1991; Dasilva, 1994; Li, et al. 2003, Ding dan
Faktor pembatas tersebut berpengaruh terhadap penggunaan waktu primata dalam mengkonsumsi makanan sehingga proporsi waktu makan pada primata bervariasi. Biasanya bagian tumbuhan yang dimakan oleh primata hampir sama akan tetapi proporsi waktu makan yang digunakan bervariasi. Beberapa alokasi penggunaan waktu makan pada Colobinae per bagian yang di makan terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi bagian yang dimakan pada Colobinae.
Jenis Komposisi makanan
(% waktu makan) Literatur
Trachypithecus pileata
Daun muda (42%), bunga (22%), buah (17%), daun tua
(15%), dan biji (3%) Solanki
et al.(2008b)
Presbytis pileata Daun muda (42%), daun tua (11%), buah/biji (34%) Stanford (1991) Presbitis thomasi
Daun (32,10%), buah
(57,70%), bunga (7,50%),
lain-lain (2,70%) Gurmaya (1986)
Colobus polykomos Daun muda/pucuk (26%), daun tua (30%), buah/biji (35%) Dasilva (1994)
Tracypithecus auratus
Daun muda (46%), daun tua (<1%), bunga (14%), buah/biji (14,50%), biji (12,50%)
Kool (1993)
Presbytis entellus
Daun tua (34,90%), buah (24,40%), pucuk daun (10,60%), bunga/kuncup bunga (9,50%), daun muda (3,60%), serangga (3,00%), dan getah (1,00%)
Newton (1992)
Trachypithecus pileata Daun muda (68%), bunga (16%), dan buah (16%) Solanki et al. (2008a)
Trachypithecus phayrei
Daun muda dan daun tua (47%), petiole (4%), pucuk (19%), kuncup bunga (16%), buah dan biji (14%)
Azzis dan Feeroz (2009)
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan petak 21 RPH Pringsurat BKPH Kesesi KPH Pekalongan Timur dan Perkebunan karet PT. Perkebunan Nusantara IX dusun Sidoguno kecamatan Karanganyar kabupaten Pekalongan provinsi Jawa Tengah. Waktu pelaksanaan selama enam bulan dimulai pada bulan Oktober 2008 hingga Maret 2009.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kamera,
handycam, binokuler, perlengkapan pembuatan herbarium, termometer
basah dan kering, alat tulis, tallysheet, kompas, clinometer, tali rafia,
tambang, pita ukur, tabung pengawet feses dan jam tangan. Sedangkan
bahan atau objek yang digunakan adalah dua kelompok Rekrekan (Presbytis fredericae, Sody 1930).
C. Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait.
Data primer yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas harian terdiri dari perilaku bersuara, makan, berpindah, istirahat, dan sosial. Beberapa hal yang diamati didalam aktivitas harian adalah mulai dan akhir aktivitas, pola penggunaan waktu meliputi data lama waktu dan frekuensi.
2. Perilaku makan yang dilakukan oleh Rekrekan, meliputi cara makan, sikap tubuh yang dilakukan, ketinggian pada saat Rekrekan makan, dan posisi makan pada strata tajuk pohon.
3. Makanan yang dimakan oleh Rekrekan, meliputi jenis tumbuhan dan bagian yang dimakan.
4. Ukuran kelompok dan struktur kelompok berdasarkan jenis kelamin dan struktur umur.
5. Karakteristik habitat, meliputi kondisi fisik habitat, tipe habitat, dan tipe vegetasi.
6. Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu dan kelembaban) pada saat pengamatan.
D. Pengenalan Lapangan
Kegiatan pengenalan lapangan merupakan kegiatan pendahuluan yang dilakukan guna mengetahui jumlah dan struktur kelompok dan wilayah jelajah kelompok Rekrekan. Kegiatan pengenalan lapangan mencakup : 1. Pengenalan kondisi lapangan lokasi penelitian.
2. Pengenalan kelompok-kelompok Rekrekan yang akan diamati 3. Pengenalan jenis-jenis tumbuhan pakan Rekrekan.
E. Metode Pengambilan Data 1. Aktivitas Harian
Pengamatan aktivitas harian Rekrekan dilakukan dengan metode
scan sampling. Pengamatan dilakukan setiap hari berdasarkan waktu
agar tidak mengganggu aktifitas hariannya. Jarak pengamat dengan kelompok tergantung pada posisi kelompok Rekrekan di atas pohon dan kondisi topografi lokasi penelitian. Pencatatan data perilaku dilakukan dengan metode continous recording. Pada metode ini ditujukan untuk
mencatat kenyataan perilaku yang terjadi, baik frekuensi maupun lamanya terjadinya suatu perilaku.
2. Perilaku Makan
Pengamatan perilaku makan dilakukan berdasarkan kelompok Rekrekan. Pada pengamatan perilaku makan ada pengkategorian pada parameter yang diamati diantaranya yaitu :
a. Sikap tubuh pada saat makan dikategorikan menjadi 2 yaitu duduk dan menggantung.
b. Ketinggian pada saat Rekrekan makan dikategorikan menurut interval 5 m.
c. Posisi makan pada pohon dibagi menjadi 9 bagian.
Gambar 2. Pembagian ruang pohon. 3. Pakan
Pengamatan makanan yang dimakan yang meliputi jenis pohon dan bagian yang dimakan dapat diamati secara langsung dilapangan ketika Rekrekan melakukan perilaku makan. Selain itu, dilakukan
5m 5 m 5 m 2 m
pengoleksian feses sebagai pembanding hasil pengamatan langsung. Feses diawetkan dengan menggunakan alkohol 70% kemudian dianalisis di Laboratorium Konservasi Eksitu Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan IPB.
4. Karakteristik Habitat
Informasi mengenai karakteristik habitat diperoleh melalui analisis vegetasi. Metode yang digunakan adalah Metode Garis Berpetak yaitu dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan (Kusmana, 1997). Ukuran petak adalah 20 x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2 x 2 m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5 x 5 m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10 x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiang. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis.
10 m
Arah jalur 10 m
Gambar 3. Bentuk jalur analisis vegetasi. 5. Kondisi Fisik Lingkungan
Informasi tentang cuaca dilakukan dengan mendeskripsikan pada saat pengamatan. Cuaca dikategorikan menjadi empat kategori yaitu cerah, mendung, hujan gerimis, dan hujan lebat. Untuk data suhu dan kelembaban didapat dengan melakukan pengukuran dilapangan dengan menggunakan termometer kering dan basah.
F. Analisis Data 1. Aktivitas Harian
Analisis data aktivitas harian dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu penguraian dan penjelasan mengenai parameter yang diukur dan diamati kemudian disajikan dengan analisis grafik.
2. Perilaku Makan
Analisis data perilaku makan dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu penguraian dan penjelasan mengenai parameter dalam perilaku makan yang diukur dan diamati. Selain itu, dilakukan juga dengan analisis grafik yaitu menyajikan parameter perilaku makan yang diukur dan diamati melalui metode grafik dan interpretasinya.
3. Pakan
Analisis pakan Rekrekan dilakukan dengan analisis deskriptif kemudian dianalisis dengan menggunakan grafik kemudian diinterpretasikan. Penentuan tingkat seleksi rasio, mengacu pada Kool (1993) dan Fashing (2001) yaitu dengan rumus :
, dimana
Keterangan : SR = Seleksi rasio BA = Basal area
D = Diameter batang 4. Karakteristik Habitat
Analisis data dilakukan deskriptif dan grafik. Berdasarkan kegiatan pengukuran vegetasi dengan menggunakan Metode Garis Berpetak akan diperoleh informasi mengenai kerapatan relatif, dominansi relatif, dan frekuensi relatif suatu jenis yang dihitung menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
a. Kerapatan Relatif Suatu Jenis (KR)
c. Frekuensi Relatif Suatu Jenis (FR)
d. Indeks Nilai Penting untuk Tingkat Pohon dan Tiang
e. Indeks Nilai Penting untuk tingkat semai dan pancang
f. Indeks Keanekaragaman Jenis , dimana
Keterangan : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Indeks nilai penting suatu jenis
IV. KONDISI UMUM LOKASI
A. Kondisi Fisik 1. Letak dan Luas
Lokasi penelitian secara geografis terletak diantara 109° 35' - 109° 37' BT dan 07° 02' - 07° 00' LS dan secara administratif terletak di desa Gutomo kecamatan Karanganyar kabupaten Pekalongan provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan tipe penggunaan lahan, lokasi penelitian masuk kedalam wilayah RPH Pringsurat BKPH Kesesi KPH Pekalongan Timur dan Perkebunan karet kebun Blimbing PT. Perkebunan Nusantara IX. Luas dan batas-batas lokasi penelitian mengacu pada luas dan batas secara administratif desa Gutomo seluas 403764 ha dengan batas desa yaitu :
a. Sebelah utara, dibatasi oleh desa Kulu dan desa Tanjungkulon
kecamatan Karanganyar.
b. Sebelah barat, dibatasi oleh desa Brengkolang dan desa Pringsurat
serta desa Sukoyoso kecamatan Karanganyar.
c. Sebelah selatan, dibatasi oleh desa Kutorembet kecamatan
Lebakbarang dan desa Brengkolang kecamatan Karanganyar.
d. Sebelah timur, dibatasi oleh desa Medolo dan desa Kutorembet
kecamatan Lebakbarang serta desa Limbangan kecamatan Karanganyar.
2. Topografi dan Tanah
Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat berkisar antara 150-900 m d.p.l. dengan topografi kawasan bervariasi mulai datar, bergelombang dan berbukit serta kemiringan lahan berkisar antara 0-40%. Beberapa bukit yang terdapat di lokasi penelitian antara lain Igir Moyanan (714 m d.p.l), Igir Siangin (548 m d.p.l), Igir Selo (532 m d.p.l), Igir Sidosukmo (660 m d.p.l), Igir Silutung (431 m d.p.l), Igir Kaliarus (888 m d.p.l) dan Igir Kelapadua (563 m d.p.l).
Mardiyanah (2005) menyatakan bahwa secara geologis lokasi penelitian terbagi menjadi tiga tipe yaitu aluvium facies gunung api, daerah hasil gunung api kwarter tua dan daerah facies gunung api. Sedangkan jenis tanah di lokasi penelitian yaitu jenis grumosol dan latosol.
3. Iklim
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di lokasi penelitian dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 33% yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong kedalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan sebesar 3540 mm dengan curah hujan rata-rata 1794-2533 mm/tahun dan jumlah hari hujan 194 hari. Suhu rata-rata harian di lokasi penelitian berkisar antara 23,25-26,15°C dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 90%.
4. Hidrologi
Lokasi penelitian masuk ke dalam wilayah Sub das Sragi Das Sragi SWP Pemali Comal BPDAS Pemali Jratun dan merupakan wilayah tangkapan air yang sangat penting bagi wilayah sekitarnya. Di lokasi penelitian mengalir dua sungai besar yaitu sungai Sukoyoso dan Sibedil. Sungai Sukoyoso merupakan gabungan dari beberapa anak sungai yaitu kali Tapen, kali Sikabrug, kali Arus, kali Sipetot, kali Wungu dan kali Silutung. Kedua sungai tersebut mengalir ke sungai Sragi dan bermuara ke Laut Jawa.
B. Kondisi Biotik 1. Flora
Lokasi penelitian merupakan ekosistem hutan dataran rendah. Menurut Whitten et al. (1999), hutan dataran rendah dicirikan dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi dan adanya keberadaan jenis-jenis tertentu seperti Wesnu (Kleinhovia hospita), Putat (Barringtonia spicata),
dan Bendo (Arthrocarpus elastica)
Beberapa jenis tumbuhan lain yang ditemui di lokasi penelitian diantaranya adalah Sapi (Pometia pinnata), Rau (Dracontomelon mangiferum), Antap (Sterculia coccinea), Cangkok (Chisocheton divergens), dan jenis-jenis bambu seperti Bambu Apus (Gigantochloa apus) dan Bambu Petung (Dendrocalamus asper) serta ditemukan juga
jenis-jenis anggrek.
2. Fauna
Lokasi penelitian merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat didalamnya antara
lain adalah Owa Jawa (Hylobates moloch), Rekrekan (Presbytis fredericae), Lutung (Trachypithecus auratus), dan Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain Kijang
(Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus scrofa). Sedangkan untuk
satwa karnivora yaitu Macan Tutul (Panthera pardus). Di lokasi penelitian
juga ditemukan beberapa burung pemangsa seperti Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dan Elang Ular Bido (Spilornis cheela) serta jenis
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktivitas Harian dan Wilayah Jelajah 1. Aktivitas Harian
Aktivitas harian diamati dengan mengambil dua sampel kelompok. Kedua kelompok yang diamati memiliki struktur kelompok yang berbeda. Kelompok A memiliki tipe satu jantan-banyak betina (one male-multi female) dengan komposisi satu jantan dewasa, empat betina dewasa,
satu betina pradewasa, satu remaja dan dua anak. Sedangkan kelompok B memiliki tipe semua jantan (all male bands) dengan komposisi dua
jantan dewasa, dua jantan pradewasa, dan satu jantan remaja. Penentuan kelompok yang diamati berdasarkan pertimbangan kondisi topografi yang memungkinkan pengamat untuk mengamati kedua kelompok.
Berdasarkan 609 jam 17 menit pengamatan pada kedua kelompok, aktivitas harian Rekrekan dimulai antara pukul 04:48-06:39 WIB dan berakhir pukul 17:23-18:13 WIB. Jenis aktivitas harian setiap hari relatif sama, namun lamanya aktifitas yang dilakukan bervariasi. Menurut Strier (2000), aktivitas harian primata merupakan respon terhadap perubahan panjang hari tahunan, temperatur, dan curah hujan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas harian Rekrekan lebih ditentukan oleh panjang hari tahunan dan kondisi cuaca. Distribusi aktifitas harian Rekrekan selama penelitian terdapat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, alokasi waktu harian Rekrekan lebih banyak digunakan untuk istirahat sedangkan aktivitas makan dan berpindah mempunyai alokasi waktu yang lebih kecil. Hal ini merupakan bentuk adaptasi Rekrekan dalam perilaku hariannya untuk mengkonservasi energi. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu berhubungan dengan makanan. Makanan Rekrekan lebih didominasi oleh daun yang memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dalam proses pencernaannya membutuhkan waktu yang lama untuk memprosesnya menjadi energi.
Aktifitas harian Rekrekan dimulai dengan aktivitas makan, karena biasanya Rekrekan bermalam pada pohon makanannya atau berada dekat dengan pohon makanannya. Pada saat awal aktivitas makan, jantan dewasa terlebih dahulu duduk di tajuk atas pohon pakan untuk mengawasi kondisi sekitarnya dan apabila kondisi telah aman jantan dewasa akan ikut makan bersama anggota kelompok yang lain. Setelah aktivitas makan, biasanya Rekrekan akan mulai melakukan pergerakan untuk mencari sumber makanan yang lain.
Aktivitas berpindah pada Rekrekan lebih banyak menggunakan bagian tengah tajuk dan turun ke tanah apabila jalur pergerakan terputus karena fragmentasi. Ketika melakukan pergerakan Rekrekan cenderung menggunakan jalur yang sama dengan jenis primata lain seperti Lutung dan Owa Jawa. Apabila di jalur pergerakan terdapat primata lain, Rekrekan akan memilih diam terlebih dahulu atau merubah jalur pergerakannya.
Hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa meloncat (leaping) lebih banyak digunakan oleh Rekrekan dalam berpindah. Secara
morfologi, genus Presbytis memiliki kaki belakang yang lebih panjang dibandingkan kaki depan dan tubuh yang memanjang serta lengan yang ramping sehingga karakteristik ini mendukung untuk melakukan leaping. Selain itu genus ini tersebar pada habitat yang memiliki kondisi tajuk yang tidak kontinyu sehingga leaping menjadi alternatif yang tepat terkait dengan penggunaan energi (Fleagle, 1988).
Menurut Gebo et al. (1994), intensitas meloncat Colobus badius
akan meningkat apabila terdapat ancaman dari luar seperti kehadiran manusia dan predator. Hal ini kemungkinan terjadi pada penelitian ini,
kondisi kelompok yang belum terhabituasi memungkinkan Rekrekan lebih banyak menggunakan tipe leaping dalam berpindah. Beberapa tipe
Rekrekan dalam berpindah terdapat pada Gambar 5.
Sumber: Rinaldi (1985) dan Kartikasari (1986)
Gambar 5. Tipe berpindah Rekrekan.
Pergerakan kelompok A diinisiasi oleh individu jantan dengan individu betina dewasa memimpin pergerakan dan individu jantan berada dibelakang kelompok sedangkan pada kelompok B individu jantan dewasa dominan berperan sebagai inisiasi dan penentu arah pergerakan dengan jantan dewasa kedua memimpin pergerakan dan jantan dewasa dominan berada dibelakang kelompok. Strategi ini bertujuan untuk melindungi individu muda dalam kelompok dari predator serta dimaksudkan untuk proses belajar anggota kelompok muda dalam
mengenal, memetakan, dan mengetahui siklus phenologi jenis pohon pakan.
Awal pergerakan kedua kelompok tidak selalu ditandai oleh panggilan keras (loud call). Pada kelompok B lebih sering teramati
pergerakan diawali dengan suara “nguk” oleh jantan dewasa dominan
untuk memanggil individu lain yang bergerak dengan arah berlainan. Adanya anggota kelompok yang tidak sekerabat atau sekeluarga menyebabkan tingkat kohesi antar individu kelompok rendah dan memungkinkan tipe suara ini lebih sering digunakan pada kelompok B.
Aktivitas bersuara teramati ketika Rekrekan melakukan aktivitas pergerakan, makan, dan sosial. Menurut Delgado (2006), perilaku bersuara khususnya loud call berfungsi sebagai fungsi spasial antar
kelompok, koordinasi sosial, dan seleksi sosial. Dalam kaitannya dengan fungsi spasial antar kelompok, menurut Mitani dan Stuht (1999), loud call
merupakan adaptasi suara untuk meningkatkan pengakuan wilayah dalam jarak yang jauh. Aktivitas bersuara Rekrekan terbagi kedalam beberapa tipe suara dan penggunaannya diantaranya yaitu :
a. “chek kek kek kek kek kek kek kik”
Tipe suara ini disebut juga loud call, terjadi selama 2-3 detik. Saat
dikeluarkan biasanya loud call didahului dengan meloncat (leaping).
Suara ini dikeluarkan oleh jantan dewasa dan jantan pradewasa. Pada jantan pradewasa suara yang dikeluarkan belum sempurna. Tipe suara ini dikeluarkan ketika terdapat gangguan berupa kehadiran manusia atau predator dan saat kelompok berada atau bertemu dengan kelompok lain di tepi wilayah jelajahnya. Suara ini juga dikeluarkan pada saat terdapat pohon tumbang (Ruhiyat, 1983).
b. “nguk/kruk”
Tipe suara ini dikeluarkan oleh jantan dewasa, biasanya terjadi ketika saling terpisah antar anggota kelompok dan sebagai sinyal pergerakan. Tipe suara ini lebih banyak teramati pada kelompok B. c. “chek”
Tipe suara ini merupakan suara tarikan nafas dari hidung. Dikeluarkan oleh individu jantan dan betina dewasa. Suara ini dilakukan pada saat ada ancaman dari luar misalnya kehadiran manusia atau predator.
d. “chek kek kek kek kek”
Tipe suara ini hampir sama dengan loud call tetapi dalam durasi
yang lebih pendek, antara 0,5-1 detik. Dikeluarkan oleh individu jantan dewasa, dilakukan ketika terdapat individu dari kelompok yang tertinggal dalam pergerakan dan ketika ancaman akibat manusia atau predator telah menjauh. Ketika individu jantan mengeluarkan tipe suara ini biasanya individu lain akan menyahuti dengan suara “wec chek kik”
e. “nyiet”
Tipe suara ini dikeluarkan oleh anak saat terpisah dengan induknya. Ketika tipe suara ini dilakukan seringkali disertai dengan meringis. Biasanya induk akan menyahuti dengan suara “nyieet” yang lebih melengking dan panjang.
f. “nyieet”
Tipe suara ini dikeluarkan oleh betina dewasa dan remaja. Pada betina dewasa, dilakukan ketika induk terpisah dengan anaknya. Sedangkan pada remaja suara ini dihasilkan pada saat berkumpul setelah pergerakan. Suara ini juga dikeluarkan pada saat kondisi telah aman dari bahaya dan biasanya dikeluarkan setelah merangkul individu lain.
g. “ngeek” dan “ngeok”
Tipe suara ini dikeluarkan oleh anak dan remaja pada saat terpisah dengan induknya atau dengan kelompoknya. Pada kelompok B, saat remaja mengeluarkan tipe suara ini biasanya akan disahuti dengan suara “nguk/kruk” oleh jantan dewasa.
h. “ngek”
Tipe suara ini teramati terjadi pada saat kelompok melakukan aktivitas makan. Suara ini dikeluarkan oleh individu remaja, pra remaja dan dewasa, biasanya disebabkan karena terjadi perebutan tempat makan.
Menjelang siang hari, Rekrekan akan melakukan aktivitas istirahat. Saat cuaca cerah biasanya Rekrekan akan beristirahat lebih awal pada pukul 07:00-8:30 WIB dan akan beristirahat kembali pada pukul 11:00-13:30 WIB. Sedangkan pada saat cuaca mendung, Rekrekan mulai beristirahat pada pukul 09:00-11:00 WIB dan akan beristirahat kembali
pukul 13:00-15:00 WIB. Rekrekan dalam aktivitas istirahat lebih memilih pohon dengan tajuk lebat dan berliana. Pemilihan ini dilakukan untuk menghindari adanya predator dan terlindung dari panas matahari. Beberapa sikap tubuh yang digunakan Rekrekan saat aktivitas istirahat terdapat pada Gambar 6.
Sumber: Kartikasari (1986) dan Bismark (1994)
Gambar 6. Sikap istirahatRekrekan.
Hubungan sosial Rekrekan teramati ketika aktivitas makan, bergerak dan saat atau setelah beristirahat. Hubungan sosial yang dilakukan oleh Rekrekan terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Hubungan antara individu dalam kelompok
Hubungan sosial antar individu dalam kelompok yang teramati diantaranya yaitu berkutu-kutuan (grooming). Grooming berfungsi
untuk menghilangkan ektoparasit dan untuk mempererat hubungan antar individu dalam kelompok. Hasil pengamatan pada kelompok A
grooming terjadi antara betina dewasa dengan jantan dewasa, betina
dewasa dengan betina pradewasa, betina dewasa dengan remaja, dan betina dewasa dengan anak. Grooming antara betina dewasa dengan
anak lebih banyak teramati. Hal yang sama juga terjadi pada
yang lama pada saat grooming dengan kerabat terdekatnya (Borries,
1992).
Hubungan sosial lain yang teramati yaitu berhubungan dengan perilaku kawin yaitu proses merayu untuk kawin (solicit mating), kawin
(copulation), kawin semu (pseudocopulation), dan perilaku belajar.
Pada kelompok A, perilaku kawin/kopulasi teramati selama ±5 detik dan diawali dengan loud call yang terus menerus oleh jantan.
Sedangkan pada kelompok B tidak teramati adanya kopulasi karena semua anggota kelompok memiliki jenis kelamin jantan dan perilaku kawin hanya berupa proses belajar yang dilakukan oleh individu remaja terhadap jantan dewasa dan biasanya diawali dengan suara “nyiet” dan meringis.
Solicit mating teramati pada saat Rekrekan melakukan aktivitas
makan. Solicit mating dilakukan oleh betina dewasa dengan cara
mengangkat ekor dan menunjukkan alat kelaminnya pada jantan, akan tetapi solicit mating yang teramati tidak terjadi proses kawin. Sedikit
berbeda dengan Semnopithecus entellus, solicit mating seringkali
dilakukan juga dengan menggelengkan kepala kepada jantan dan kemudian terjadi perilaku kawin (Newton, 1987).
Hubungan sosial antar individu juga teramati pada betina dewasa dalam kaitannya dengan reproduksi adalah pseudocopulation yaitu
individu betina seolah-olah berperan sebagai individu jantan dewasa melakukan perilaku kawin terhadap betina lain. Psedocopulation
merupakan strategi reproduksi pada individu betina untuk menekan betina lain melakukan solicit mating terhadap jantan sehingga jantan
tidak tergoda dan kawin dengan betina yang melakukan solicit mating.
Perilaku sosial juga teramati setelah perilaku istirahat adalah bermain. Bermain lebih banyak dilakukan oleh remaja dan anak. Biasanya ditunjukkan dengan saling kejar, dorong atau berguling. Pada kelompok A, aktivitas bermain satu kali teramati dilakukan di tanah sedangkan kelompok B tidak pernah teramati bermain di tanah. Selain itu, perilaku sosial juga teramati pada saat makan berupa menjaga anak individu lain (infant-handling). Biasanya dilakukan oleh
b. Hubungan antar kelompok
Hubungan antar kelompok ditunjukkan dengan aktivitas bersuara (loud call) di batas teritorinya dan akan terjadi konflik apabila kelompok
saling bertemu di tepi wilayah jelajahnya. Selama pengamatan tercatat kelompok A satu kali konflik dengan kelompok lain sedangkan kelompok B tercatat tiga kali konflik dengan kelompok lain. Biasanya konflik terjadi di wilayah jelajah kelompok yang berada di perkebunan karet yang merupakan jenis yang memiliki kontribusi tinggi pada kedua kelompok. Menurut Korstjens et al. (2005), meningkatnya sifat agresif Colobus polykomos polykomos dengan kelompok lain disebabkan
karena ketersediaan makanan di lokasi yang penting, keberadaan bayi/anak, sifat mau menerima pada betina terhadap betina lain dan selama bulan-bulan ketika kelompok mempertahankan dan mengkonsumsi biji dari Pentaclethra macrophylla.
c. Hubungan dengan satwa lain
Hubungan dengan satwa lain teramati baik bersifat agresif maupun toleran. Hubungan yang bersifat agresif tercatat dua kali terjadi dengan Owa Jawa (Hylobates moloch) pada saat keduanya
bertemu di sekitar pohon buah dan ketika Owa Jawa berada dekat dengan kelompok Rekrekan yang sedang konflik dengan kelompok lain. Selain itu, dua kali konflik juga terjadi dengan Jelarang (Ratufa bicolor) dan Punai Gading (Treron vernans) saat kelompok makan
buah Cangkok dan Mbulu serta teramati juga empat kali konflik dengan Elang Ular Bido (Spilornis cheela) dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) saat Rekrekan beristirahat. Hubungan yang bersifat toleran
teramati ketika Rekrekan bergerak dan makan bersama dengan Lutung (Trachypithecus auratus) dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).
Sore hari biasanya Rekrekan akan melakukan aktivitas makan lagi kemudian akan bergerak menuju pohon tidur. Rekrekan memilih tempat tidur pada pohon tertinggi yang terletak di punggungan atau lembahan. Berdasarkan pengamatan, Rekrekan menggunakan lokasi dan pohon tidur yang sama dan seringkali bermalam berdekatan dengan Lutung apabila pohon tidur digunakan terlebih dahulu oleh Lutung dan Monyet Ekor Panjang. Pada kelompok A, selama pengamatan tidak teramati tidur
dalam satu pohon sedangkan kelompok B enam kali teramati tidur dalam satu pohon. Perbedaan cara tidur kedua kelompok dipengaruhi oleh ukuran kelompok dan ukuran tajuk pohon tidur yang ada di dalam wilayah jelajah kedua kelompok.
2. Wilayah Jelajah
Panjang perjalanan harian dan wilayah jelajah pada sub famili Colobinae ditentukan oleh variasi faktor ekologi dan perilaku seperti curah hujan dan waktu penyinaran, konsumsi makanan, ketersediaan dan kelimpahan makanan, ukuran kelompok, struktur sosial, lokasi pohon tidur, dan kompetisi antar kelompok.
Berdasarkan hasil analisis spasial, kelompok B melakukan perjalanan harian lebih jauh antara 694-1269 m sedangkan pada kelompok A perjalanan harian dilakukan antara 576-1146 m. Apabila dihubungkan dengan ukuran kelompok hasil ini bertentangan dengan Fashing (2001) pada Colobus guereza bahwa perjalanan harian akan
meningkat seiring dengan ukuran kelompok. Pada penelitian ini, perjalanan harian lebih ditentukan oleh variasi makanan, distribusi dan kelimpahan makanan yang disukai seperti buah dan biji serta tingginya intensitas manusia di dalam wilayah jelajah kedua kelompok.
Kelompok A memiliki luas wilayah jelajah sebesar 54,55 ha yang meliputi hutan sekunder, kebun masyarakat, dan perkebunan karet sedangkan kelompok B menempati wilayah yang kurang produktif dengan luas jelajah yang lebih kecil yaitu 48,16 ha meliputi semak belukar, hutan pinus, pemukiman, dan perkebunan karet. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok all maleSemnopithecus entellus yang menempati habitat
kurang produktif dengan keanekaragaman pohon pakan rendah dan tajuk yang lebih tidak kontinyu (Bennet dan Davies, 1994).
Hasil luas wilayah jelajah Rekrekan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan wilayah jelajah Surili (Presbytis comata) dalam Ruhiyat
(1983) di Kamojang dan Patenggang dengan luas wilayah jelajah antara 35-40 ha dan 14 ha dan luas wilayah jelajah Surili di hutan Haurbenteus dalam Sujatnika (1991) yaitu sebesar 12-15 ha. Sedangkan luas wilayah jelajah Rekrekan jauh lebih kecil bila dibandingkan wilayah jelajah Surili di Taman Nasional Gede-Pangrango yang memiliki luas wilayah jelajah antara 76-82 ha (Arifin, 1992). Perbedaan luas wilayah jelajah ini terjadi
karena adanya perbedaan kondisi ekologi dan tingkat gangguan manusia dari tiap lokasi penelitian.
Kedua kelompok yang diamati mengalami tumpang tindih wilayah jelajah. Luas wilayah jelajah kedua kelompok mengalami tumpah tindih sebesar 2,49 ha. Tumpah tindih terjadi pada daerah yang terdapat pohon buah dan biji serta kedua kelompok menggunakan pohon tersebut sebagai pohon makanannya. Hal ini membuktikan bahwa buah dan biji merupakan komponen penting dalam ekologi makan Rekrekan berkaitan dengan pola penggunaan ruang secara horizontal pada Rekrekan. Wilayah jelajah kedua kelompok yang diamati dan overlapnya terdapat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta wilayah jelajah kelompok yang diamati.
B. Perilaku Makan
Aktivitas makan Rekrekan dapat dibedakan dalam tiga periode waktu berdasarkan kondisi cuaca. Saat cuaca cerah, Rekrekan akan melakukan aktivitas makan pada pukul 05:00-07:00 WIB kemudian istirahat lebih awal dan akan mulai makan kembali pada pukul 08.30-11.00 WIB dan sore hari menjelang tidur. Sedangkan pada saat cuaca mendung, Rekrekan akan makan dari bangun pagi sampai pukul 09:00 WIB kemudian akan beristirahat
sampai pukul 11:00 WIB. Rekrekan akan makan kembali pada pukul 11:00-13:00 WIB dan pukul 15:00 WIB sampai menjelang tidur. Perbedaan pola waktu aktivitas makan Rekrekan dikarenakan adanya kebutuhan energi untuk menjaga suhu tubuh berhubungan dengan kondisi cuaca. Seperti halnya pada Colobus guereza yang melakukan aktivitas berjemur dan
meminimalisir pergerakan untuk menjaga panas tubuhnya karena udara dingin (Dasilva, 1992).
Aktivitas makan Rekrekan bervariasi menurut jenis dan bagian yang dimakan. Pada pagi hari Rekrekan lebih banyak melakukan aktivitas makan di pohon buah atau biji yang disukainya seperti Cangkok (Chisocheton divergens), Karet (Hevea brasiliensis), Songgolangit (Arthrophyllum javanicum), Mbulu (Ficus annulata), Aceh (Nephelium lappaceum), dan
Bendo (Arthrocarpus elastica), sedangkan pada siang sampai sore hari
makanan lebih di dominasi oleh daun muda. Menurut Clutton dan Brock (1977), konsumsi buah dan biji pada pagi hari dimaksudkan sebagai pengganti energi yang hilang pada malam hari. Akan tetapi menurut Davies (1991), pada Presbytis rubicunda tidak terjadi perbedaan antara konsumsi
buah pada pagi hari dan siang hari. Bila dikaji dari kandungan nutrisinya, menurut Waterman dan Kool (1994), buah dan biji memiliki kadar tannin, protein dan serat yang rendah tetapi memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi sehingga lebih mudah dalam proses pencernaannya sehingga kekurangan energi lebih cepat terpenuhi. Hal ini kemungkinan menjadi dasar bagi Rekrekan dalam mengkonsumsi buah dan biji pada pagi hari dan strategi ini juga diduga berhubungan dengan kebutuhan energi untuk perjalanan hariannya.
Aktivitas makan Rekrekan seringkali teramati makan bersama dengan Lutung di pohon Mbulu, Cangkok, dan Ares. Adanya perbedaan bagian yang dimakan dan toleransi pembagian tajuk memungkinkan tidak terjadi konflik antar keduanya, misalnya pada saat Rekrekan dan Lutung makan bersama di pohon cangkok, Rekrekan akan makan buah serta bijinya dan lebih memilih buah yang telah matang sedangkan Lutung lebih memilih makan kulit buah pada buah yang belum matang dan keduanya akan saling berbagi tajuk tempat makan. Menurut Bennet dan Davies (1994), hal ini terjadi karena adanya ciri morfologi lambung yang berbeda sehingga mempengaruhi strategi makan kedua genus ini.
1. Cara dan Sikap Makan
Rekrekan menggunakan sikap dan cara makan bervariasi dalam aktivitas makannya. Menurut Gaber (1987), perbedaan dalam posisi berperilaku disebabkan oleh perubahan tahunan dalam makanan, perjalanan harian, strategi dalam mencari makan, pola perilaku, dan interaksi sosial. Cara dan sikap makan Rekrekan dalam mendapatkan makanan terdapat pada Gambar 8.
Sumber: Fleagle (1988) dan Bismark (1994)
Gambar 8. Cara makan Rekrekan.
Cara makan Rekrekan bervariasi berhubungan dengan letak atau posisi bagian yang dimakan di pohon, dukungan cabang tempat makan (ukuran, orientasi, dan kelenturan) serta tipe percabangan dari pohon pakan. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dua cara makan yang digunakan. Pertama, Rekrekan akan menarik cabang dan memasukkan makanan ke mulut. Cara ini dilakukan Rekrekan saat makan makanan yang terletak di ujung percabangan dengan kelenturan cabang tinggi. Cara makan ini sering teramati pada saat Rekrekan makan bunga Sempu (Dillenia obovata) dan Walisongo (Schefflera grandiflora), pucuk kayu
Karet (Hevea brasiliensis), dan saat makan buah dan biji Prempeng
satu persatu bagian makanan. Cara ini lebih umum digunakan saat Rekrekan makan. Cara makan ini juga lebih sering digunakan oleh remaja
Macaca radiata (Dunbar dan Gadam, 2000).
Rekrekan dalam mengeksploitasi makanannya lebih banyak menggunakan sikap duduk dibandingkan sikap menggantung. Pada kelompok A dari 83,38 jam pengamatan aktivitas makan, 83,15 jam menggunakan sikap duduk sedangkan sikap menggantung hanya 0,23 jam dan kelompok B mengalokasikan waktu makannya untuk sikap menggantung lebih besar yaitu 2,33 jam sedangkan sikap duduk sebesar 88,88 jam dari 91,21 jam aktivitas makan. Perbedaan alokasi waktu sikap makan yang digunakan oleh kedua kelompok berhubungan dengan total waktu pengamatan, kelimpahan jenis tumbuhan pakan yang harus diakses dengan posisi menggantung, dan distribusi makanan yang disukai.
Menurut Gebo dan Chapman (1995), penggunaan posisi duduk yang tinggi dalam aktivitas makan Colobus guereza dan Colobus badius
dipengaruhi oleh dukungan dari cabang tempat makan, ketinggian, dan penggunaan tajuk saat aktivitas makan. Sedangkan pada Alouatta seniculus penggunaan posisi duduk yang tinggi lebih dipengaruhi oleh
kelimpahan buah (Youlatos 1998). Alokasi waktu posisi yang digunakan dalam aktivitas makan Rekrekan terdapat pada Gambar 9.
Gambar 9. Alokasi waktu sikap makan Rekrekan.
Rekrekan menjaga keseimbangan tubuhnya dalam sikap duduk dengan cara membagi tumpuan tubuh pada beberapa cabang secara
menyamping (lateral) dan seringkali teramati menggunakan ekor sebagai
penumpu terutama ketika makan di percabangan pohon yang daya dukung terhadap massanya kecil. Menurut Dunbar dan Gadam (2000), strategi ini dimaksudkan untuk memperluas daya dukung cabang terhadap berat badan Rekrekan sehingga dapat meningkatkan keseimbangan tubuhnya.
Sikap menggantung hanya teramati pada saat Rekrekan makan buah dan biji Kembang (Cananga odorata) dan Bendo (Arthrocarpus
elastica), pucuk kayu Karet (Hevea brasiliensis), dan daun muda
Sembukan (Paederia scandens) dan Gorang (Aralia dasyphilla).
Penggunaan posisi mengantung lebih ditentukan oleh posisi bagian yang dimakan, pemilihan cabang penopang saat aktivitas makan dan kelenturannya.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tipe tajuk tidak berpengaruh pada penggunaan sikap menggantung. Dari empat pohon dan satu herba yang diakses dengan sikap menggantung, tidak semua tumbuhan pakan memiliki arsitektur pohon yang sama. Arsitektur pohon yang sama hanya pada Karet (Hevea brasiliensis) dan Bendo
(Arthrocarpus elastica) yaitu tipe Rauh sedangkan Kembang (Cananga odorata), Sembukan (Paederia scandens) dan Gorang (Aralia dasyphilla),
masing masing memiliki tipe tajuk Roux, Stone, dan Chamberlain. Contoh sikap makan Rekrekan terdapat pada Gambar 10.
(a) (b)
Gambar 10. Sikap makan Rekrekan; (a) menggantung; (b) duduk.
2. Penggunaan Ruang Makan
Aktivitas makan Rekrekan bervariasi berdasarkan ruang makannya. Rekrekan melakukan aktitas makan mulai dari tanah sampai bagian tajuk atas pohon. Ketika kondisi ketersediaan makanan kurang
Rekrekan akan turun ke bagian bawah tajuk dan lapisan bawah hutan (understory). Distribusi penggunaan ruang pada sub famili Colobinae
dipengaruhi oleh distribusi pakan secara vertikal, adanya predator dan tipe vegetasi (Li 2007; Solanki et al. 2008a). Alokasi waktu aktivitas
makan Rekrekan berhubungan dengan penggunaan ruang vertikal pohon terdapat pada Gambar 11.
Gambar 11. Alokasi waktu penggunaan ruang vertikal pohon.
Ket: pt: pangkal-tengah; tu: tengah-ujung; bt: bawah-tengah; bp: bawah-pinggir; tt: tengah-tengah; tp: tengah- pinggir; at: atas-tengah; ap: atas-pinggir
Berdasarkan Gambar 11, aktivitas makan kelompok A lebih banyak menggunakan ruang at dan hanya berbeda sedikit dengan waktu yang digunakan pada ruang tp dan ap. Biasanya kelompok A menggunakan ruang at pada saat makan buah dan atau biji, pucuk daun serta daun muda. Menurut Perica (2001) dan Houle et al. (2007), bagian
atas tajuk memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan bagian bawah tajuk sehingga bagian atas tajuk umumnya memiliki daun yang kaya nitrogen dan protein dan memiliki buah yang lebih melimpah, ukuran lebih besar dan memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan bagian bawah tajuk.
Aktivitas makan kelompok B lebih banyak menggunakan ruang tp yaitu selama 24,11%. Kelompok B menggunakan ruang tp pada saat makan buah dan atau biji dan pucuk kayu. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Solanki et al. (2008a), pada Trachypithecus pileatus yang lebih
pada bagian tersebut memiliki kelimpahan daun muda yang tinggi yang menjadi makanan utama Trachypithecus pileatus.
Aktivitas makan Rekrekan lebih banyak berada di tajuk pohon sebesar 96,48% dan hanya 3,52% berada di tanah. Perilaku makan di tanah dilakukan Rekrekan pada saat ketersediaan makanan di tajuk kurang. Rekrekan biasanya turun ke tanah pada lokasi yang tetap. Selama penelitian, Rekrekan teramati melakukan aktivitas makan di tanah pada saat makan buah dan biji Cangkok (Chisocheton divergens), biji
Karet (Hevea brasiliensis), daun muda Uyah-uyahan (Mikania micrantha)
dan tanah.
Aktivitas makan di tanah dipengaruhi oleh keberadaan predator. Di lokasi penelitian predator terhadap Rekrekan yang dijumpai baik langsung maupun tak langsung terdiri dari Macan Tutul, Anjing Kampung, Elang Ular Bido dan Elang Brontok. Selama penelitian hanya teramati tiga kali Rekrekan konflik dengan Anjing Kampung saat makan di tanah. Ancaman yang rendah dari predator memberikan keuntungan yang besar bagi Rekrekan karena permukaan tanah memiliki kondisi yang kontinyu dan tidak terpisah bila dibandingkan dengan tajuk pohon sehingga lebih mudah dalam mengakses makanan dan dapat mengurangi energi yang dikeluarkan pada saat aktivitas makan.
Faktor yang lain yang berpengaruh dalam aktivitas makan Rekrekan di tanah yaitu tipe vegetasi. Tipe vegetasi berpengaruh dalam ketersediaan dan kelimpahan pakan Rekrekan secara vertikal maupun horizontal dalam wilayah jelajahnya. Adanya siklus phenologi yang berbeda tiap jenis tumbuhan membatasi makanan yang disukai Rekrekan di pohon, sehingga Rekrekan akan mencari makanan yang berada di tajuk bagian bawah atau tanah. Pengaruh tipe vegetasi terhadap perilaku makan di tanah terjadi juga pada Rhinopithecus roxellana yang akan
turun ke tanah untuk memakan lumut karena ketersediaan makanan di tajuk pohon kurang (Li, 2007).
Aktivitas makan di tanah pada Rekrekan juga dipengaruhi oleh persaingan baik antar kelompok maupun antar jenis. Persaingan antar kelompok dan antar jenis akan mengurangi ketersediaan dan kelimpahan pakan di dalam habitatnya sehingga dibutuhkan alternatif makanan yang