• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Keratitis.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Keratitis.docx"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

KERATITIS

Disusun oleh:

Daisy R. Haryono (406138143)

Pembimbing: dr. Bambang S. Wijaya Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

(2)

Daftar isi

Bab 1. Pendahuluan………...…1

1.1Latar Belakang……….1

1.2Tujuan……..……….1

Bab 2. Tinjauan Pustaka………...…2

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea………....…2

2.1. 1 Epitel……….3 2.1.2 Membran Bowman………...3 2.1.3 Stroma………....4 2.1.4 Membran Descement………....4 2.1.5 Endotel………...4 2.2 Keratitis………4 2.2.1 Definisi………...4 2.2.2 Epidemiologi………..5 2.2.3 Etiologi………...5 2.2.4 Patofisiologi………...5 2.2.5 Klasifikasi………..6 A. Keratitis Pungtata………...7 B. Keratitis Marginal………...…..8 C. Keratitis Interstisial………...8 A. Keratitis Bakteri………..….8

B. Keratitis Fungi (Jamur)………..10

C. Keratitis Virus……….12

D. Keratitis Alergi………15

E. Keratitis Lagoftalmus……….15

A. Keratitis Flikten/ Skrofulosa/ Eksematosa………..15

B. Keratitis Sika………..15

C. Keratitis Nunmularis (Dimmer)………16

D. Keratitis Neurotropik……….16

E. Keratitis Pajanan (Exposure)………17

F. Keratitis Filamentosa……….17 G. Keratitis Sklerotikans………18 2.2.6 Diagnosis Banding………...…18 2.2.7 Komplikasi………...18 2.2.8 Prognosis………..19 Daftar Pustaka………..20

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1 , 2

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3

Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.1 ,2, 3

1.2 Tujuan

Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui bagaimana diagnosis keratitis yang disertai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi serta prognosis dari keratitis.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea2 ,3, 4

Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.

Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

(5)

Gambar 1. Anatomi Kornea5 1. Epitel

Lapisan epitel kornea tebalnya 50µm berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.

(6)

3. Stroma

Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40µm.

5. Endotel

Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 2040µm yang melekat pada membran descemet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

2.2 Keratitis 2.2.1Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superfisial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.2

(7)

2.2.2Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. Secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.5 , 6

2.2.3Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: 1. Virus

2. Bakteri 3. Jamur

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata

7. Adanya benda asing di mata

8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi

9. Efek samping obat tertentu1 ,2, 3

2.2.4Patofisiologi4

Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah berdilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis

(8)

pertahanan pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.

Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika yang khronik dan disertai dengan neovaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.

2.2.5Klasifikasi2 , 3

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:

1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel) 2. Keratitis Marginal

3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi: 1. Keratitis Bakteri

2. Keratitis Jamur 3. Keratitis Virus 4. Keratitis Herpetik

(9)

b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :

Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis 5. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis epidemi b. Tukak atau ulkus fliktenular c. Keratitis fasikularis

d. Keratokonjungtivitis vernal e. Keratitik lagoftalmus

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi: 1. Keratitis Flikten

2. Keratitis Sika

3. Keratitis Neuroparalitik 4. Keratitis Numuralis (Dimmer) 5. Keratitis Filamentosa

6. Keratitis Sklerotikans

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu: A. Keratitis Pungtata5

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.

(10)

B. Keratitis Marginal6

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

Gambar 3. Keratitis Marginal6

C. Keratitis Interstitial3

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial6

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu : A. Keratitis Bakteri1 , 2

1. Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

(11)

• Penggunaan lensa kontak • Trauma

• Kontaminasi pengobatan mata • Riwayat keratitis bakteri sebelumnya • Riwayat operasi mata sebelumnya • Gangguan defense mechanism

• Perubahan struktur permukaan kornea 2. Etiologi

Penyebab Keratitis Bakterial

Organisme biasa Organisme tidak biasa

Staphylococcus aureus Neiserria sp.

Staphylococcus epidermidis Moraxella sp.

Streptococcus pneumonia and other

Sterptococcus sp.

Mycobacterium sp. Pseudomonas aeruginosa (paling sering

pada pengguna kontak lensa)

Nocardia sp.

Enterobacteriaceae (Proteus,

Enterobacter, Serratia)

Anaerob Non- spora Corynebacterium sp.

3. Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa1

(12)

4. Pemeriksaan Laboratorium

• Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.

• Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di stroma. 5. Terapi

Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri.

Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat

B. Keratitis Fungi (Jamur)1 ,2, 3 1. Etiologi

Keratitis jamur dapat disebabkan oleh: diberikan:

(13)

a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)

Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:

• Jamur bersepta :Furasium sp,Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

• Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Patologi

Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

3. Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan

(14)

sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut

• Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama • Lesi satelit

• Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh

• Plak endotel

Hypopyon, kadang-kadang rekuren

• Formasi cincin sekeliling ulku • Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi6

4. Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.

• Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver.

5. Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:

(15)

• Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.`

C. Keratitis Virus2 , 4 1. Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

2. Patofisiologi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk:

• Pada epithelial (keratitis dendritik): kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.

• Pada stromal (keratitis diskiformis): terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

3. Manifestasi Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena. Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

(16)

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan selsel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus intranuclear inklusi

5. Terapi

• Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.

• Terapi Obat

IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)

Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

(17)

Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.

• Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi2 ,3, 4

Dibagi menjadi beberapa bentuk: keratokonjungtivitis epidemi, tukak/ ulkus fliktenular, keratitis fasikularis, keratokonjungtivitis vernal.

E. Keratitis Lagoftalmus

Disebabkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea kering dan terjadi infeksi. Lagoftalmus terjadi karena tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmos, paralise saraf kranial, atoni orbicularis okuli dan proptosis karena tiroid. Lagoftalmus parsial terjadi pada histeria, lelah dan anak sehat. Terapi dengan mengatasi penyebab, memberikan air mata buatan, dan salep mata untuk mencegah infeksi sekunder.

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu: A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa3

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada lapisan superfisial kornea (penimbunan sel limfoid). Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus. Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai „geographic pattern‟. Terapi dengan pemberian steroid secara hati- hati.

(18)

B. Keratitis Sika6

Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan kornea, yaitu:

Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis

Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.

Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A, penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.

Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir, lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.

Adanya sikatrik pada kornea.

Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti ada pasir, fotofobia, visus menurun, sekresi mukus berlebihan, sukar menggerakan kelopak mata, erosi kornea sehingga menyebabkan mata kering. Miniskus air mata pada tepi kelopak mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi, terdapat filamen (benang- benang) melekat pada kornea.

Pemeriksaan dengan tes schrimer, zat warna Rose Bengal konjungtiva, tear film break up time. Terapi tergantung penyebab. Jika kekurangan komponen air, diberikan air mata buatan. Jika kekurangan komponen mukus diberikan lensa kontak.

C. Keratitis Numularis (Dimmer)6

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo (diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Perkembangan lambat, unilateral, biasanya terdapat pada petani sawah. Tes fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.

D. Keratitis Neurotropik

Disfungsi nervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan atau sebab lain, dapat menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya reflex kedip (salah

(19)

satu mekanisme pertahanan kornea) serta hilangnya faktor- faktor tropik yang penting untuk fungsi epitel. Pada tahap awal keratitis neurotropik terdapat edema epitel berbercak difus. Kemudian, terdapat daerah- daerah tanpa epitel (ulkus neurotropik), yang dapat meluas mencangkup sebagian besar kornea.

Dengan hilangnya sensasi kornea, bahkan keratitis berat sekalipun tidak banyak menimbulkan gangguan bagi pasien. Pasien harus diperingatkan untuk memperhatikan adanya kemerahan pada mata, gangguan penglihatan, atau peningkatan sekret konjungtiva dan memeriksakan matanya segera setelah timbul gejala diatas. Menjaga kornea tetap basah dengan air mata buatan dan salep “pelumas” dapat membantu melindunginya. Kacamata renang mungkin berguna diwaktu malam.

Bila timbul keratitis, harus segera diobati. Cara yang paling efektif adalah menutup mata dengan plester horizontal, dengan tarsorafi, atau dengan ptosis yang diinduksi toksin botulinum. Bila perlu, dapat diberikan faktor penumbuh saraf secara topikal sebagai serum autolog; ini mungkin bermafaat pada kasus lanjut. Infeksi sekunder pada kornea harus ditangani sebaik-baiknya.

E. Keratitis Pajanan (Exposure)

Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan dilindungi oleh palpebral. Contohnya, antara lain eksoftalmos karena sebab apapun, ektropion, sindrom palpebral lunglai, hilangnya sebagian palpebral akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebral menutup dengan baik, seperti pada Bell‟s palsy. Dua factor penyebabnya adalah pengeringan kornea dan pajanan kornea terhadap trauma minor. Kornea yang terbuka mudah mengering selama tidur. Ulkus yang muungkin timbul, umumnya terjadi setelah trauma minor dan di sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis ini bersifat steril, tetapi bisa mengalami infeksi sekunder.

Tujuan pengobatannya adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan kornea. Metode pengobatan tergantung kondisi penyebabnya: tindakan bedah plastik pada palpebra, koreksi eksoftalmos, atau memakai cara- cara yang dibahas pada keratitis neurotropik. Gabungan antara anesthesia kornea dan pajanan pada kornea sangat mungkin menghasilkan keratitis berat.

(20)

Terdapat filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Filamen merupakan sel dan sisa mukoid, dengan dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel yang terdapat pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek epitel disertai kekeruhan epitel berwarna ab- abu. Gejalaya berupa rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme, dan epifora. Dapat berjalan menahun atau akut. Mata merah dan terdapat defek epitel kornea. Pengobatan dengan larutan hipertonik Nacl 5%, air mata hipertonik, mengangkat filamen dan bila mungkin memasang lensa lembek.

G. Keratitis Sklerotikans

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera/ skleritis. Penyebabnya tidak diketahui diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap. Berupa kekeruhan kornea lokal, tegas, unilateral. Kornea putih menyerupai sklera. Terapi dengan pemberian steroid dan fenilbutazon.

2.2.6 Diagnosis Banding

(21)

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:

• Gangguan refraksi • Jaringan parut permanent • Ulkus kornea

• Perforasi kornea • Glaukoma sekunder

2.2.8 Prognosis2

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

• Virulensi organisme • Luas dan lokasi keratitis

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco 2008-2009. p. 179-190

2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 2009. p. 125-149.

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.147– 178

4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13

5. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.2005. p.62 6. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal: 56

7. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association.1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: Juli 2011)

8. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: May 2013)

(23)

9. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eyedan

Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and CliniccalScience Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore :American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-14

10. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infec tious keratitis.INDIAN Journal of Opthalmology 2006 56:3;50-56

Gambar

Gambar 1. Anatomi Kornea 5 1.  Epitel
Gambar 2 . Keratitis pungtata 5
Gambar 3. Keratitis Marginal 6  C.  Keratitis Interstitial 3
Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang  disebabkan oleh P.aeruginosa 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karena kedalaman tanah berbeda, suhu yang akan kita dapati, sebab setiap kedalaman yang kita ukur suhu di permukaan tanah dan kedalaman tanah itu berbeda – beda tergantung

Gambaran klinis yang dapat terjadi pada neonatus peningkatan respirasi, peningkatan usaha nafas, periodic breathing, apnea, sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian

-stigmatisma yang terjadi tidak memiliki $ meridian saling tegak lurus. -stigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga

Setiap orang akan mengalami masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda- beda tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya.. Faktor-faktor tersebut

Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada

Kornea adalah struktur avaskuler yang jika terjadi peradangan tidak dapat segera ditangani. ula-mula sel stroma di kornea akan bekerja seperti makroag, kemudian

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi

Keratitis yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi seperti peradangan kornea kronis, timbulnya jaringan sikatrik, infeksi virus kronis atau berulang pada kornea,