Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Profil Kemampuan Dasar Resolusi Konflik Siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Ambon
Neleke Huliselan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura E-mail: [email protected]
Artikel diterima: 17 Oktober 2016; direvisi 12 November 2016; disetujui 13 Desember 2016
ABSTRACT
This study aims to determine the basic ability profile of conflict resolution in high school students in Ambon City. The study used quantitative descriptive. The population of the study were the students of class X at SMA Negeri 12 and SMA Negeri 7 Ambon, amounting to 312 people. Data collection tools are basic conflict resolution skills that have been tested for validity and reliability. Data analysis techniques use percentage test, and data are categorized using categorization level. The results showed: (1) the basic ability of conflict resolution of students mostly in the medium category that is as much as 211 people or 67.7%, which means that students have enough ability in conflict resolution. (2) Aspects The basic ability of conflict resolution of students who occupy the highest percentage is on aspects of perception ability (77%) and the lowest on aspects of emotional ability (67%).
Keywords: profile, basic capability, conflict resolution
PENDAHULUAN
Sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan suatu tempat yang semestinya memiliki iklim yang kondusif untuk mendukung konsep belajar dan mengajar. Proses belajar akan berjalan dengan lebih baik apabila lingkungan fisik dan psikis sangat kondusif. Lingkungan yang damai dan menyenangkan adalah sangat kondusif untuk memfasilitasi proses belajar yang lebih baik. Sebaliknya konflik dan kekerasan dalam iklim sosial sekolah dapat memberikan dampak negatif terhadap proses belajar siswa (Maftuh, 2005).
Iklim sekolah tidak selamanya damai dan aman. Hal ini karena konflik sering terjadi pula disekolah apakah dalam bentuk konflik yang sederhana ataupun yang lebih serius. Konflik-konflik disekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik bersifat horisontal maupun vertikal. Konflik yang bersifat horizontal misalnya konflik antar individu, antar siswa dalam satu sekolah, dan antara siswa dari satu sekolah dengan siswa dilain sekolah.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, para siswa harus mampu menyelesaikan masalah mereka, apakah masalah mereka sendiri atau masalah masyarakatnya. Temuan di lapangan pada salah satu sekolah negeri di kota Ambon memperlihatkan terdapat kelompok-kelompok atau geng yang dibentuk di kalangan siswa yang kerapkali terlibat perkelahian, seperti kelompok Brakomda (berani kore mandi darah), Brakoca (brani kore pica), Malboro (masuk lorong borong), young community calabor (komunitas pemuda urakan). Fenomena ini menunjukan bahwa siswa belum mampu menyelesaikan konflik/ permasalahannya secara baik.
Kemampuan dasar Resolusi Konflik merupakan kemampuan seseorang dalam memahami dan menyelesaikan konflik secara konstruktif, yang terdiri dari enam kemampuan dasar yaitu kemampuan orientasi, kemampuan persepsi, kemampuan emosional, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritis. (Crawford & Bodine,1996).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil / gambaran kemampuan dasar resolusi konflik pada siswa SMA. Adapun manfaat penelitian ini yaitu dapat menjadi rujukan bagi pihak sekolah dalam menyiapkan strategi untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan dasar resolusi konflik.
METODE
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji profil kemampuan dasar resolusi konflik siswa. Populasi penelitian adalah siswa kelas X pada 2 SMA Negeri di kota Ambon yaitu SMA Negeri 12 Ambon dan SMA Negeri 7 Ambon yang berjumlah 312 orang. Untuk mengetahui kemampuan dasar resolusi konflik, peneliti menggunakan Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan instrumen penelitian berupa instrumen kemampuan dasar resolusi konflik yang digunakan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan dasar resolusi konflik siswa. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri
Jenis instrumen kemampuan dasar resolusi konflik disusun dengan menggunakan rating scales (skala penilaian) dengan alternatif respon pernyataaan berkisar dari 1 sampai dengan 4 yaitu: Tidak Mampu (TM) = 1; Cukup Mampu (CM)= 2 ; Mampu (M) = 3 ; Sangat Mampu (SM) = 4.
Adapun kisi-kisi instrumen penelitian kemampuan penyesuaian diri siswa disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Tabel 1. Kisi – Kisi Kemampuan Dasar Resolusi Konflik
Variabel Aspek No Item Jumlah
Kemampuan Dasar Resolusi Konflik 1.Kemampuan orientasi 7.12.18.22.27.32 6 2.Kemampuan Persepsi 5.14.19.23.25.29 6 3.Kemampuan Emosional 1.6.11.16.20.31 6 4. Kemampuan komunikasi 4.8.24.28.30.35 6
5.Kemampuan berpikir kreatif 3.9.13.17.21.33 6
6. Kemampuan berpikir kritis 2.10.15.26.34 5 35
Instrumen kemampuan dasar resolusi konflik kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas item menggunakan bantuan perangkat lunak Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 20.0 for Windows dengan teknik item-total product moment. Hasil uji validitas menunjukkan dari 35 item kesemuanya dinyatakan valid.
Setelah uji validitas instrumen dilakukan maka selanjutnya instrumen kemampuan dasar resolusi konflik. Adapun hasil reliabilitas instrumen kemampuan dasar resolusi konflik pada siswa, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Dasar Resolusi Konflik
Cronbach’s Alpha N of Items
.825 35
Berdasarkan kriteria reliabilitas dari Guilford (dalam Priatna, 2008) instrumen kemampuan dasar resolusi konflik siswa dalam penelitian ini termasuk dalam kriteria sangat tinggi. Data hasil kemampuan dasar resolusi konflik kemudian dikategorikan/dikelompokan menggunakan kategorisasi jenjang, Tujuannya adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok – kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
atribut yang diukur (Azwar, 2008). Kategori jenjang sampel pada instrumen kemampuan dasar resolusi konflik diri dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah, sedang dan tinggi.
Perhitungan kategorisasi jenjang untuk instrumen penelitian kemampuan dasar resolusi konflik dilakukan sebagai berikut.
a. Menentukan skor maksimal ideal dengan rumus: Skor maksimal ideal = jumlah soal x skor tertinggi b. Menentukan skor minimal ideal dengan rumus:
Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah c. Mencari rentang skor ideal dengan rumus:
Rentang skor = Skor maksimal ideal – skor minimal ideal d. Mencari interval skor dengan rumus:
Interval skor = Rentang skor / 3
Dari langkah-langkah di atas, kemudian didapatkan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3. Kategori Kemampuan Dasar Resolusi Konflik
Kategori Rentang
Tinggi X > Min Ideal + 2.Interval
Sedang Min Ideal + Interval < X ≤ Min Ideal + 2.Interval Rendah X ≤ Min Ideal + Interval
(Sudjana, 1996)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penyebaran instrumen kemampuan dasar resolusi konflik terhadap 312 orang siswa Kelas X dari 2 sekolah SMA di kota Ambon, diperoleh profil kemampuan dasar resolusi konflik siswa yang disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Profil Umum Kemampuan Dasar Resolusi Konflik Siswa Kelas X
Kategori Rentang Frekuensi Persentase (%)
Tinggi X > 105 99 31.7
Sedang 70 < X ≤ 105 211 67.7
Rendah X≤69 2 0.6
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Data tersebut menunjukkan kemampuan dasar resolusi konflik siswa secara umum berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 211 orang siswa atau 67.7%. Hal ini berarti sebagian dari siswa Kelas X pada dua sekolah SMA Negeri dikota Ambon umumnya cukup mampu dalam melakukan resolusi konflik walaupun belum optimal.
Selain profil kemampuan dasar resolusi konflik diri siswa secara umum, dikaji pula hasil analisis persentase skor pada setiap aspek kemampuan dasar resolusi konflik siswa, sebagaimana tersaji dalam Grafik 1 berikut ini.
Grafik 1. Profil Aspek Kemampuan Dasar Resolusi Konflik
Grafik di atas menunjukkan, dari keenam aspek kemampuan dasar resolusi konflik persentase terendah berada pada aspek kemampuan emosional yaitu 67% dan persentase tertinggi yaitu 74% berada pada aspek kemampuan persepsi. Artinya sebagian besar siswa mampu meliputi berempati dalam upaya melihat situasi seperti orang lain melihatnya, mereka telah mampu mengevaluasi diri untuk mengenal ketakutan pribadi dan menunda untuk menilai dan menyalahkan agar dapat memfasilitasi pertukaran pandangan yang bebas.
Siswa masih cukup mampu dalam aspek emosional mencakup perilaku untuk mengendalikan rasa marah, frustasi, ketakutan dan emosi lainnya secara efektif. Secara rinci
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
pengkategorian kemampuan dasar resolusi konflik siswa Kelas X SMA Negeri 12 dan SMA Negeri 7 Ambon untuk setiap aspek dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Profil Kemampuan Dasar Resolusi Konflik Siswa setiap Aspek
Aspek Kategori Kriteria F % Rerata
Kemampuan Orientasi Tinggi X > 18 108 34.6
17.43 Sedang 12< X ≤ 18 199 63.7
Rendah X ≤ 11 5 1.7
Kemampuan Persepsi Tinggi X > 18 123 39.4
17.70 Sedang 12< X ≤ 18 185 59.2
Rendah X ≤ 11 4 1.4
Kemampuan emosional Tinggi X > 18 71 22.7
16.08 Sedang 12< X ≤ 18 219 70.1
Rendah X ≤ 11 22 7.2
Kemampuan Komunikasi Tinggi X > 18 73 23.3
16.77 Sedang 12< X ≤ 18 230 73.7
Rendah X ≤ 11 9 3
Kemampuan Berpikir Kreatif Tinggi X > 18 117 37.5
17.49 Sedang 12< X ≤ 18 190 60.8
Rendah X ≤ 11 5 1.7
Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi X > 15 95 30.4
14.27 Sedang 10< X ≤ 15 198 63.4
Rendah X ≤ 9 19 6.2
Data pada tabel di atas menunjukkan rata-rata siswa kelas X untuk setiap aspek kemampuan resolusi konflik berada pada kategori sedang. Artinya siswa kelas X telah cukup mampu dalam melakukan resolusi konflik. Dari hasil penelitian diperoleh persentase terendah dari aspek kemampuan dasar resolusi konflik berada pada aspek kemampuan emosional, yaitu 67,7%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2009) bahwa secara kronologis siswa dalam jenjang SMA pada umumnya berusia antara 16 tahun sampai 18 tahun, mereka berada pada periode remaja akhir. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas yaitu perkembangan emosi yang tinggi, atau masa badai dan tekanan. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya secara defensife, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksi itu tampil dalam tingkah laku seperti agresif, melawan, keras kepala, bertengkar dan senang mengganggu.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Hurlock (1980) menyatakan meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun akan terjadi perbaikan perilaku emosional. Gesel (dalam Hurlock, 1980) menjelaskan bahwa adanya badai dan tekanan dalam periode ramaja akan berkurang menjelang berakhirnya masa remaja.
Pemberian sejumlah keterampilan kepada remaja akan berpengaruh positif terhadap pembentukan identitasnya. Remaja yang berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyarakat (Erikson dalam Desmita, 2011). Kemampuan resolusi konflik bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan serangkaian pendekatan, alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak – pihak yang terlibat (Jones, 2001). Lebih lanjut Jones menyatakan dengan melakukan intervensi program resolusi konflik di sekolah mencakup komponen tertentu yang dimaksudkan untuk membantu mengembangkan keterampilan kritis atau kemampuan untuk manajemen konflik yang konstruktif.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan dasar resolusi konflik pada siswa SMA secara umum berada pada kategori sedang yaitu 211 orang (67.7%). Dari keenam aspek kemampuan dasar resolusi konflik persentase terendah berada pada aspek kemampuan emosional yaitu 67%, kemampuan komunikasi (69%), kemampuan berpikir kritis (71%), kemampuan orientasi dan berpikir kreatif (73%) dan persentase tertinggi yaitu 74% berada pada aspek kemampuan persepsi. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah perlu meningkatkan kemampuan dasar resolusi konflik yang dimiliki oleh para siswa dengan menyiapkan program resolusi konflik di sekolah yang diitegrasikan ke dalam mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler dan layanan bimbingan konseling.
DAFTAR RUJUKAN
Crawford, D & Bodine, R. (1996). Conflict Resolution Educatioan. A guide to Implementing Programs in School, Youth-Serving Organizations, and Community and juvenile Justice Settings. Washington,D.C: U.S. Department of Justice and U.S Departement of Education.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Vol. 1 No. 1, Januari 2017. Halaman 55 - 62
Deutsch, M., et all ( 2006 ). The Handbook of Conflict Resolution (Theory and Practice. San Fransisco:Jossey_bass Publishers.
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Panduan bagi Orang Tua dan Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,dan SMA. Bandung: Rosdakarya.
Huliselan, N. (2014). Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa, Tesis Magister.. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi Kelima. (Alih bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo). New York: McGraw-Hill, Inc.
Jones, T. S. dan Kmitta, D. (2001). School Conflict Management Evaluating Your Conflict Resolution Education Program (A guide for educators and evaluators). Ohio : ODE/OCDRCM.
Maftuh, B. (2005). Implementasi Model Pengajaran Resolusi Konflik Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas, Disertasi Doktor. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Scannell, M. (2010). The Big Book of Conflict Resolution, Games:Quick, Effective Activities to Improve Communication, Trust and Collaboration. United States of America : Mc Graw Hill Professional
Wallensteen, P. (2015 ). Undestanding Conflict Resolution-Fourth Edition. California; SAGE Publication Ltd.