KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
IMPLEMENTASI
GREEN ARCHITECTURE
PADA SEKOLAH ALAM TINGKAT DASAR DI SOLO RAYA
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
NUNUK LUPIYANTI
I0202071
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN JUDUL Implementasi adalah
pelaksanaan ; penerapan1 Green Architecture adalah
suatu konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal.2
Sekolah Alam adalah
sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta.3
Pendidikan Dasar adalah
pendidikan umum yang lamanya 9 tahun diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.4
Wilayah Solo Raya adalah
wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang terletak di propinsi Jawa Tengah. Implementasi Green Architecture pada Sekolah Alam Tingkat Dasar di Wilayah Solo Raya adalah suatu penerapan konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal pada sekolah yang berkonsep pendidikan berbasis alam semesta selama pendidikan dasar 9 tahun (SD & SMP) di wilayah Solo Raya.
B. LATAR BELAKANG
1. Green Architecture Sebagai Tema Perancangan
Peningkatan suhu bumi yang terus berlangsung menimbulkan peningkatan temperatur global yang akan mempengaruhi pola iklim dan kerusakan serius terhadap bumi. Gejala
1 Depdikbud, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka 2 Brenda and Robert Vale, Green Architecture, Design for Sustainable Future 3 http://saciganjur.blogspot.com/
yang dikenal dengan istilah Global Warming atau Greenhouse Effect ini merupakan akibat dari peningkatan polusi udara berasal dari industri manufaktur, transportasi, bangunan dan penggunaan energi secara besar-besaran pada semua sektor untuk menunjang kehidupan modern manusia. Gedung, area parkir, dan jalan yang padat banyak diisi oleh udara panas yang dihasilkan dari penguapan material keras seperti beton, kaca, kendaraan dan efek polusi lainnya. dengan demikian perlu adanya material lunak yang dapat mengimbangi kondisi lingkungan itu. Kurangnya keseimbangan lingkungan kota dapat didorong oleh kurangnya penghijauan di lingkungan kota. Selain itu juga tidak cukupnya informasi edukasi mengenai pola lingkungan hidup yang sehat dan baik, sehingga musibah banjir pun menjadi musiman dan terciptanya iklim panas yang mengkhawatirkan bagi masyarakat perkotaan.
Dewasa ini, isu pemanasan global sedang hangat menjadi permasalahan di seluruh dunia. Proses yang biasa disebut dengan efek rumah kaca (green house effect) lalu dihubungkan dengan perubahan iklim yang menjurus ke hal ekstrem, yakni bencana alam, meningkatnya tinggi muka air laut, udara yang semakin panas, kelangkaan sumber air dan makanan, sampai timbulnya berbagai ancaman penyakit. Sudah saatnya bangunan berkesinambungan dengan lingkungannya. Tujuannya untuk menurunkan dampak negatif terhadap bangunan dan lingkungannya.
Dalam membangun komunitas dan lingkungan, manusia sering melakukan pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungannya. Dengan adanya konsep perencanaan yang bijak akan dapat mengatur optimalisasi ruang hijau pada bangunan sekaligus mengedukasi pengguna bangunan agar menyadari dirinya sebagai bagian dari lingkungan hidup.
Kebutuhan akan tempat tinggal berefek menggerus lahan-lahan hijau yang semula untuk resapan air atau sumber udara sehat. Gaya hidup modern berdampak pada pengerukan sumber daya alam hingga batas yang sulit terkontrol. Ini semua berpotensi merusak lingkungan, sehingga menghasilkan efek-efek negatif seperti di atas.
Kini saatnya umat manusia peduli terhadap lingkungannya. Salah satu langkah untuk pelestarian lingkungan adalah menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, peduli dengan lingkungan dan dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Selain itu, juga memperhatikan sumber daya alam sebagai kesatuan dari lingkungan yang akan dibentuk. Bangunan semacam ini menerapkan prinsip-prinsip desain Green Architecture.
Kesadaran akan Green Architecture bukan semata-mata tren, namun kondisi alam saat ini yang membuat tempat tinggal manusia harus dirancang sedemikian rupa. Desain yang
tepat serta memperhatikan iklim dan lingkungan akan berdampak positif pada kualitas hidup penghuni bangunan.
Green Architecture sendiri merupakan sebuah definisi longgar dari land-use, desain bangunan dan strategi konstruksi yang ringan, hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas, nyaman dan menyehatkan, efisien dalam hal bahan dan energi, fungsional dan tahan lama serta memberikan pengaruh baik terhadap pengguna dan lingkungannya.5
Tujuan utama Green Architecture adalah menciptakan eco-design, arsitektur ramah lingkungan, serta arsitektur alami dengan konsep pembangunan berkelanjutan.6 Manfaat
yang diperoleh dengan mengimplementasikan Green Architecture pada bangunan yaitu antara lain : mengurangi konsumsi energi dan bahan material baru, perlindungan terhadap ekosistem, meningkatkan produktivitas kerja dari pengguna serta berpengaruh baik terhadap kesehatan pengguna.7
Menurut praktisi arsitektur Mauro Purnomo Rahardjo, ciri Green Architecture antara lain, adanya sistem sirkulasi udara yang dirancang efisien baik untuk pemanasan maupun pendinginan ruang. Pemakaian pencahayaan dengan sumber energi yang efisien, serta penggunaan bahan bangunan yang non-synthetic serta non-toxic. Efisiensi ruangan juga menjadi fokus perhatian dalam ilmu ini.8
Konsep Green Architecture memiliki dua fokus utama yaitu penghematan penggunaan energi dalam bangunan dan kesadaran bahwa banyak ancaman dalam sebuah bangunan yang bisa memicu gangguan kesehatan pada penghuni. Efisiensi ruangan juga menjadi fokus perhatian dalam ilmu ini.
Green Architecture memanfaatkan sumber yang dapat diperbaharui seperti pemakaian energi sinar matahari melalui passive solar dan active solar. Selain itu, konsep Green Architecture ini juga memakai teknik photovoltaic seperti penambahan tanaman serta pohon melalui atap hijau dan taman hujan.
Green Architecture meletakkan dasar-dasar penataan lingkungan yang serasi dan mengikuti alam. Selain itu, juga menghendaki perbaikan pada sistem bangunan yang menjamin kesejahteraan sekaligus meningkatkan kesehatan penghuninya.9 Para pengguna
5 dalam Willy Gunawan, 2001, Re-Desain bangunan UTP Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI Bogor ,TA,UNS
6“Arsitektur Selaras Alam”, edisi 26 April 2008 oleh Oki Baren yang diambil dari www.inilah.com
7 Dalam Willy Gunawan, 2001, Re-Desain bangunan UTP Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI Bogor ,TA,UNS
bangunan yang mengimplementasikan Green Architecture telah menikmati hidup lebih sehat. Ini karena alam sebagai paradigma adalah hal yang menjadi fokus Green Architecture.
Secara lebih luas dalam skala kota, Green Architecture berusaha mengoptimalkan lahan bangunan sebagai bagian dari ruang hijau kota. Bangunan berkonsep Green Architecture merupakan reinterpretasi sosial budaya masyarakat terhadap alam dan kehidupan tempat tinggalnya.10
2. Sekolah Alam Tingkat Dasar Sebagai Obyek Perancangan
Sekolah Alam didirikan dengan tujuan untuk mengubah paradigma bahwa sekolah yang berkualitas selalu mahal. Pendidikan berkualitas sulit dijangkau oleh masyarakat bawah. Untuk mengubah paradigma tersebut, diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, tidak bergantung pada alat peraga yang relatif mahal, tetapi mengacu pada alam sebagai sumber ilmu pengetahuan. Sekolah yang dibuat harus mempunyai dimensi alam sebagai sumber ilmu dan bisa dikelola oleh para peserta didik. Hakikat tujuan pendidikan adalah membantu anak didik tumbuh menjadi manusia yang berkarakter. Menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tapi juga mampu mencintai dan memelihara alam lingkungannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kraft (1985) terhadap generasi muda di Amerika menyatakan metodologi pendidikan dan latihan yang sangat efektif manfaatnya adalah menggunakan alam sebagai media untuk pengetahuan. Ketika anak-anak berinteraksi langsung dengan tanah, air, daun, dan ikan adalah saat yang tepat bagi anak-anak lebih mengenali dan menghayati alam melalui seluruh panca inderanya.
Di sekolah terjadi proses enkulturasi, yaitu proses pembudayaan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena sikap terhadap alam, nilai dan norma yang berlaku, pantangan dan pengetahuan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, maka pendidikan di sekolah menempati posisi strategis sebagai tempat persemaian manusia-manusia ramah lingkungan (ecofriendly).
Pada akhirnya, kesepakatan-kesepakatan internasional dalam upaya melestarikan fungsi ozon dan kelestarian alam bagi kehidupan di bumi dapat dipercepat pencapaiannya.
Sebenarnya telah lama sekolah menjadi bagian terpenting dalam upaya penyelamatan bumi. Dr Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif WWF-Indonesia dalam makalahnya mengenai peranan para pihak dalam pendidikan lingkungan hidup, dengan tegas menyatakan bahwa sekolah adalah instrumen yang sangat mampu dan strategis untuk mengembangkan pendidikan lingkungan hidup. Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai serta membentuk mental dan kepribadian. Dalam hal ini, khususnya menyangkut tentang pendidikan lingkungan hidup yang mengharapkan tumbuhnya kesadaran, sikap, dan perilaku kecintaan pada kelestarian alam yang
“mendarahdaging” dan sangat sulit diubah dalam diri peserta didik.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses pengenalan, pemahaman, dan penghayatan nilai-nilai pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan penyadaran dan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi efektif bila didasarkan pada proses pendidikan yang benar. Proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri.
Sekolah Alam adalah sekolah tempat belajar bertindak mencintai alam, belajar menjadi manusia yang berdaya lahir batin, bertanggung jawab merawat dan mengawal negara, karena alam atau tanah air adalah sajadah tempat bersujud kepada Tuhan.11 Di SA,
murid-murid diajak mengenal, mengakrabi, dan kemudian bersahabat dengan alam. Anak didik tak hanya diajarkan percaya kepada buku. Semua bidang studi yang ditargetkan kurikulum pemerintah diajarkan, tapi selebihnya mereka diarahkan untuk membaca alam.
Secara psikologis, proses pengetahuan akan maksimal apabila pengalaman yang dimiliki anak menjadi pengetahuan bagi mereka sendiri. Dengan mengalami sesuatu itu sendiri, pemahaman yang diterima otak lebih maksimal terekam dan awet dibandingkan ketika membaca, menghafal, mendengar dan melihat saja. Pada usia-usia pendidikan dasar yaitu antara 5-12 tahun untuk SD dan 13-15 tahun untuk SMP, keseimbangan tubuh anak sudah semakin membaik dan besarnya rasa ingin tahu sebagai pertanda keluar dari masa kanak-kanak mulai terlihat jelas. Kontak dengan dunia luar pun semakin luas dan koordinasi
Gambar I.1
Sekolah sebagai instrumen yang sangat mampu dan strategis untuk mengembangkan pendidikan lingkungan hidup. Sumber : www.mbe.com
psikomotorik sudah membaik. Dalam tugas perkembangannya, anak-anak seusia ini sedang berusaha mencari dan mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya demi memuaskan pertanyaan-pertanyaaan yang menyangkut diri dan lingkungan sekitar mereka. Jadi, proses mengalami sesuatu sebagai metode mendapatkan pengetahuan dapat membantu anak didik memenuhi tugas perkembangannya di SA.
Internalisasi penanaman nilai, pembentukan mental dan kepribadian, penumbuhan kesadaran, sikap dan perilaku kecintaan pada kelestarian alam akan lebih berhasil jika ruang belajar peserta didik juga mengimplementasikan arsitektur yang berpihak pada kelestarian alam, ramah lingkungan dan mempunyai keterikatan kuat dengan alam. Di samping itu, peserta didik dan tenaga pendidik sebagai pengguna ruang dan bangunan dapat meningkat produktivitasnya dan terjaga kesehatannya. Dengan demikian, Green Architecture berperan sebagai pembentuk ruang belajar dan pendukung media belajar pada SA Tingkat Dasar.
3. Wilayah Solo Raya Sebagai Area Studi
Solo Raya adalah suatu wilayah yang meliputi kota Surakarta dan se-eks Karesidenan Surakarta yang terletak di propinsi Jawa Tengah.. Wilayah Solo Raya memiliki lokasi yang strategis, yaitu di Jawa Tengah, dan merupakan bagian dari area pengembangan wilayah Joglosemar yang menggabungkan Yogyakarta, Solo dan Semarang. Solo terletak hanya 102 km dari Semarang, 60 km dari Yogyakarta dan sekitar 210 km dari Surabaya. Semua daerah ini dapat dijangkau dengan mudah dari Solo karena jalan dan lintasan dalam kondisi baik.12 Solo Raya terdiri dari daerah–daerah terkenal dan berbudaya tinggi yang dahulu
termasuk wilayah Surakarta, antara lain: kota Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten (Subosukawonosraten).
Seiring dengan perkembangan kota Surakarta yang mengarah pada kota metropolitan, kondisi lingkungan kota ikut mengalami perubahan. Luas ruang terbuka hijau di kota Surakarta semakin berkurang semakin memicu kondisi lingkungan yang semakin tak sehat. Ruang terbuka hijau tahun 1990 seluas 8,65 % dari luas kota Surakarta atau seluas 380,79 ha menjadi berkurang saat ini. Diprediksikan ruang terbuka hijau dalam RUTRK Kodya Surakarta tahun 1993-2013 disebutkan hanya akan bersisa 0,5 % dari luas kota Surakarta atau hanya 22,02 ha.
Perubahan gaya hidup masyarakat turut menyumbangkan dampak tidak menguntungkan bagi bumi dan lingkungan. Semakin bertambahnya pusat-pusat perbelanjaan dan meluasnya area komersial mempengaruhi pergeseran gaya hidup masyarakat kota menjadi konsumtif dan materialistis. Gaya hidup semacam ini kemudian mendorong tingginya mobilitas, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan pemakaian kendaraan pribadi saat ini mendorong terjadinya pencemaran udara di lingkungan kota Surakarta. Kegiatan belanja masyarakat konsumtif ini menambah kuantitas sampah, terutama anorganik yaitu bungkus plastik, kaleng alumunium, kertas kardus dan sebagainya. Semakin berkembangnya industri di Solo Raya juga ikut andil dalam mencemari sungai-sungai di kota Surakarta karena sebagian besar limbah dari pabrik-pabrik industri itu dibuang ke sungai-sungai terdekatnya. Selain itu, perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai dan saluran drainase telah menyebabkan banjir lokal. Tepian Sungai Bengawan Solo dimanfaatkan sebagai lahan pembuangan sampah secara terbuka atau
open dumping.
Dari penelitian, bakteri E.Coli pada air dangkal di kota Solo sudah parah. Kandungan Fe (besi) dan Mn (mangan) serta konsentrasi merkuri di ambang batas normal. Padahal air sungai Bengawan Solo digunakan sebagai bahan baku PDAM di Solo, Cepu (Jateng) dan Bojonegoro (Jatim). Kondisi penghijauan di hulu dan DAS Bengawan Solo semakin tipis sehingga tak mampu lagi menyerap lebih banyak air hujan. Hal ini diperparah dengan kondisi sebagian bantaran sepanjang sungai Bengawan Solo yang dihuni sebagai pemukiman secara ilegal. Padahal, area bantaran yang termasuk garis sempadan sungai seharusnya dijadikan sabuk hijau (green belt) untuk menambah luasan ruang terbuka hijau kota.
Hal ini disinyalir menjadi penyebab banjir terbesar kedua setelah banjir terbesar pertama tahun 1966 yang melanda kota Surakarta. Saluran drainase yang buruk dan akumulasi sampah kota akibat perilaku buruk masyarakat juga menjadi faktor penyebab banjir Jateng dan Jatim pada akhir tahun 2007 kemarin. Bersamaan dengan kondisi tersebut, global warming turut mengubah iklim sedikit demi sedikit sehingga curah hujan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Siklus kerusakan lingkungan semacam ini bukannya tanpa campur tangan manusia. Manusia mulai tidak memperhatikan etika lingkungan. Etika lingkungan menyangkut tentang kesadaran manusia untuk memelihara kestabilan dan keseimbangan lingkungan sejauh mungkin dalam tiap kegiatan. Etika lingkungan yang rendah disebabkan karena
pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap lingkungan (bumi) sebagai tempat tinggal. Oleh karena itu, pendidikan berperan penting dalam pemahaman mengenai etika lingkungan. Dan akan lebih efektif lagi bila pendidikan lingkungan hidup demi penyelamatan bumi dan kelestarian alam itu direalisasikan lewat jalur pendidikan formal berupa Sekolah Alam.
Selama ini, pengetahuan tentang lingkungan hidup, upaya pelestariannya dan penanaman rasa cinta terhadap alam hanya menjadi salah satu bagian kecil yang diselipkan diantara kurikulum DikNas di sekolah-sekolah pada umumnya. Ada pula yang hanya diselenggarakan secara ekstrakurikuler dan tidak menyentuh area kurikuler. Padahal, bahan belajar melalui lingkungan sekitar lebih mudah dilakukan dan dipahami, lebih dekat dan lebih awet terekam sebagai pengetahuan.
Sementara itu, sekolah-sekolah alam semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia. Misalnya, SA Ciganjur di Jakarta, Sekolah Alam Bandung (SAB), SA ARridlo di Semarang, SA Insan Mulia di Surabaya, SA Nurul Islam di Yogyakarta dan sebagainya. Solo Raya dengan Surakarta sebagai pusat kotanya, dan merupakan salah satu kota besar saat ini belum mempunyai Sekolah Alam. Padahal, faktor-faktor pendukung didirikannya sebuah Sekolah Alam cukup memadai.
Kota Surakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi barometer pendidikan nasional. Kondisi pendidikan di kota Surakarta dianggap mewakili dan merupakan titik tengah dari daerah-daerah yang tingkat pendidikannya maju seperti Jakarta maupun daerah-daerah yang tingkat pendidikannya masih tergolong rendah.13 Dan sesuai dengan
fungsi kota yang ditetapkan, Surakarta diharapkan menjadi kawasan pusat pengembangan pendidikan dalam skala lokal, regional dan nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat mendukung fungsi kota tersebut. Dengan demikian, masih dimungkinkan adanya pembangunan sekolah-sekolah baru termasuk Sekolah Alam.
Di samping itu, faktor lainnya adalah perhatian pemerintah kota dan dukungan masyarakat luas terhadap masalah lingkungan hidup yang cukup baik. Hal tersebut dibuktikan dengan dipilihnya Kota Surakarta dijadikan sebagai pilot project parliament watch
di bidang lingkungan karena dianggap paling responsif terhadap masalah lingkungan.
Parliament watch bertugas untuk melihat, mengawasi dan mencatat anggota DPRD yang
peduli, tidak peduli bahkan yang anti lingkungan. Tujuan pembentukan parliament watch
adalah untuk mendorong setiap pemerintah daerah agar mempunyai good governance di bidang lingkungan. Selain itu juga bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan terhadap tuntutan masyarakat di bidang lingkungan. 14 Tumbuhnya perhatian pemkot Surakarta
terhadap lingkungan juga ditunjukkan dengan ditetapkannya rancangan peraturan daerah tentang pengendalian lingkungan hidup menjadi Perda Pengendalian Lingkungan Hidup. Walikota Joko Widodo menyatakan siap melaksanakan amanat Perda tersebut. Menurut beliau, pelestarian lingkungan hidup harus dilakukan di daerah manapun.15
Perhatian masyarakat luas terhadap lingkungan hidup di Solo Raya dapat dilihat dengan adanya institusi akademis (formal) dan organisasi-organisasi (non-formal) yang melibatkan diri dalam pemecahan masalah lingkungan hidup, antara lain :
a. Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi, antara lain Pusat Studi Lingkungan Hidup ( Kartasura), Universitas Veteran Bangun Nusantara Bantara (Klaten), Pusat Studi dan Pengembangan Lingkungan Akademi Teknik Adiyasa (Palur), Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Lemlit UNS (Surakarta) dan LPM UNS (Surakarta).
b. Anggota Organisasi WALHI Jawa Tengah (www.walhi.or.id) antara lain : Lembaga Studi dan Lingkungan atau LSL (Pucangsawit), Yayasan Akar (Pajang) dan Gita Pertiwi (Baturan).
Lembaga yang melakukan upaya penyadaran melalui pendidikan lingkungan hidup saat ini yaitu Yayasan Masyarakat Indonesia Hijau (YMIH) yang berada di Colomadu, Karanganyar. YMIH mempunyai motivasi gerakan kesadaran meminimalisir dampak kerusakan lingkungan dengan cara memberikan PLH untuk usia dini. Upayanya antara lain pendidikan lingkungan hidup untuk SD, penghijauan berbasis sekolah dan pengelolaan sampah/ pengomposan dengan kelompok sasaran masyarakat dan pelajar. Adapun Sekolah Alam yang ada di Solo Raya baru diwujudkan dalam bentuk fasilitas rekreasi dan edukasi SA Griyo Kulo di Kali Samin, Tawangmangu, Karanganyar.
C. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1. Permasalahan
Bagaimana aplikasi Green Architecture pada wadah fisik Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya.
14 Kompas, edisi Selasa, 29 Juli 2003
2. Persoalan
Bagaimana aplikasi Green Architecture pada Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap :
a. penentuan lokasi
b. peruangan meliputi kebutuhan ruang, besaran ruang, persyaratan ruang dan pola hubungan ruang
c. pengolahan tapak
d. desain fisik bangunan
e. lansekap
f. sistem utilitas
D. TUJUAN DAN SASARAN 1. Tujuan
Mengaplikasikan Green Architecture pada wadah fisik Sekolah Alam Tingkat Dasar di Wilayah Solo Raya.
2. Sasaran
Mendapatkan konsep program dan desain fisik Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya yang mengimplementasikan Green Architecture guna memenuhi kebutuhan terhadap penentuan :
a. konsep lokasi
b. konsep peruangan
c. konsep tapak
d. konsep desain fisik bangunan e. konsep lansekap
f. sistem sistem utilitas E. LINGKUP DAN BATASAN
1. Lingkup
a. Area permasalahan
Pembahasan berada dalam lingkup disiplin ilmu arsitektur, khususnya Green Architecture. Sebagai teori penunjang di luar arsitektur yaitu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan alam di Sekolah Alam dan PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup).
b. Area spasial
Lingkungan makro yang akan dibahas adalah wilayah perkotaan Solo Raya. Surakarta sebagai pusat kota bagi Solo Raya dan eks-Karesidenan Surakarta yang bersentuhan langsung dengan Surakarta.
2. Batasan
Pembahasan difokuskan pada upaya implementasi Green Architecture dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan wadah yang sesuai dengan aktivitas kegiatan belajar mengajar dalam penyelenggaraan pendidikan alam (lingkungan hidup) berupa perencanaan dan perancangan Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya. Dengan demikian, gagasan desain dapat diungkapkan secara grafis sesuai dengan disiplin ilmu arsitektur.
F. METODE 1. Maksud Studi
Green Architecture memiliki beragam pandangan. Yang paling mudah dilakukan adalah membuat kesimpulan dari banyaknya pendapat tersebut sehingga langkah-langkah menuju desain dapat segera dilakukan. Kesimpulan berisi tentang hal-hal yang esensial dan bersifat konstan dalam Green Architecture.
Green Architecture berperan sebagai subyek yaitu variabel yang bekerja mempengaruhi atau memberi akibat tertentu pada wadah fisik obyeknya yaitu Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya. Maksud dari studi ini antara lain :
a. Menjelaskan esensi Green Architecture dengan cara melihat sejarah, paradigma, filosofi, tujuan, manfaat dan ciri, serta strategi desain Green Architecture.
b. Menunjukkan bahwa pendidikan di sekolah mempunyai posisi strategis untuk mengembangkan pendidikan lingkungan hidup, menanamkan nilai serta membentuk mental dan kepribadian yang memahami etika lingkungan melalui proses enkulturasi. c. Menjelaskan adanya pendidikan sustainabilitas lingkungan hidup melalui desain yang
menerapkan Green Architecture pada Sekolah Alam Tingkat Dasar. 2. Pendataan
a. Observasi (pengamatan) terhadap kondisi eksisting pada site-site
b. Studi literatur c. Diskusi
e. Data BPS untuk melengkapi data non fisik dan data fisik eksisting site yang menjadi alternatif
f. Obyek karya ilmiah produk tugas akhir dan produk sayembara
g. Studi banding tentang green building yang sudah ada dan sekolah alam yang ada di Indonesia
3. Analisa
Merupakan metode penguraian dan pengkajian dari data-data, informasi dan pengalaman empiris yang kemudian digunakan sebagai data relevan bagi implementasi
Green Architecture pada Sekolah Alam Tingkat Dasar di Wilayah Surakarta.
a. Mengobservasi site-site yang menjadi lokasi alternatif lokasi site disertai dengan data BMG untuk mengetahui kondisi dan karakteristik sebenarnya.
b. Menentukan program aktivitas (indoor–outdoor) dan peruangan yang sesuai dengan kebutuhan belajar anak, psiko-fisik anak, perkembangan anak dan dapat merangsang kecerdasan anak dengan cara studi literatur (psikologi pendidikan) dan menggunakan obyek bandingan Sekolah Alam yang sudah ada untuk merangsang ide baru.
c. Melakukan studi literatur dan wawancara ahli untuk mengetahui struktur konstruksi dan material yang aman, berkesan ringan, hemat energi, bebas dari zat berbahaya dan dapat menyatu dengan alam.
d. Mengeksplorasi bentuk-bentuk arsitektural untuk menentukan bentuk massa, pola tata massa dan tampilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Green Architecture
e. Menambah wacana tentang preseden Green Architecture agar dapat mengatur sistem energi dalam bangunan yaitu penerangan, penghawaan, kelistrikan dan kebutuhan air.
4. Sintesa
Merupakan tahap penggabungan dari data sumber di lapangan, literatur dan pengalaman empiris yang telah dikaji pada tahap analisa dan kemudian diolah menjadi sebuah konsep program dan desain yang lebih spesifik memperlihatkan implementasi Green Architecture
pada Sekolah Alam Tingkat Dasar di Wilayah Surakarta, antara lain :
a. Konsep site, konsep struktur konstruksi dan sistem operasional bangunan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Green Architecture
b. Konsep pemrograman aktivitas dan peruangan yang merepresentasikan Sekolah Alam Tingkat Dasar
G. RENCANA SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Tahap Pertama menyajikan tentang latar belakang, permasalahan & persoalan, tujuan & sasaran, batasan & lingkup pembahasan, metode dan sistematika pembahasan.
Tahap Kedua memaparkan tinjauan teori secara lengkap dan mendalam tentang Green Architecture dan tinjauan tentang Sekolah Alam yang berorientasi pada pendidikan lingkungan hidup.
Tahap Ketiga menyajikan data-data baik fisik dan non-fisik. Data fisik berupa kondisi, karakteristik dan potensi Solo Raya. Data non-fisik dapat berupa peraturan daerah dan kebijakan setempat tentang tata ruang makro dan mikro sebagai acuan berdirinya suatu bangunan.
Tahap Keempat merupakan sintesa dari tinjauan teori dengan tinjauan data sehingga dapat mengemukakan kesimpulan awal antara prinsip-prinsip Green Architecture dan konsep belajar di Sekolah Alam Tingkat Dasar dengan data kewilayahan Surakarta yang kemudian menjadi gagasan/ide desain.
Tahap Kelima mengelola gagasan/ide desain awal sebagai dasar pendekatan analisis
GreenArchitecture untuk diimplementasikan pada wadah fisik Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya.
Tahap Keenam merupakan sintesa dari analisa pendekatan desain yang berupa konsep program dan desain Sekolah Alam Tingkat Dasar di Solo Raya yang mengimplementasikan Green Architecture.
BAB II TINJAUAN TEORI
H. GREEN ARCHITECTURE
1. Kemunculan Green Architecture a. Sejarah Green Architecture
Dekade 1980-1990 merupakan tonggak bersejarah di mana dalam masa ini terjadi pengungkapan saintifik tentang fenomena kerusakan planet bumi dan atmosfir yang akan terus berlanjut. Jurnal saintifik (1985) melaporkan terjadinya lubang besar pada lapisan ozon di atmosfer di atas Antartica yang selanjutnya dikenal dengan fenomena Ozone Depletion (pelubangan ozon). Fenomena ini terjadi akibat konsentrasi gas CFC di atmosfer yang akan terus menerus terjadi apabila tidak ada langkah-langkah pencegahan yang serius.
Tahun 1988 para ahli klimatologi sepakat menyatakan bahwa suatu problema riil sedang terjadi. Peningkatan suhu bumi yang terus berlangsung menimbulkan peningkatan temperatur global yang akan mempengaruhi pola iklim dan kerusakan serius terhadap bumi. Gejala yang dikenal dengan istilah Global Warming atau Greenhouse Effect ini merupakan akibat dari peningkatan polusi udara berasal dari industri manufaktur, transportasi, bangunan dan penggunaan energi secara besar-besaran pada semua sektor untuk menunjang kehidupan modern manusia. Mengingat 50% konsumsi energi fosil dunia adalah berhubungan dengan kebutuhan energi bangunan. Berarti, 50% gas buang karbondioksida yang menimbulkan kontaminasi udara atau 25% dari seluruh gas
greenhouse berasal dari bangunan. Keprihatinan ini yang mendorong timbulnya pemikiran baru dalam perancangan arsitektur yang kemudian dikenal dengan Green Architecture.
Perkembangan arsitektur dalam eco-design semakin kuat pasca tahun 1990-an. Sebelumnya, pemahaman konsep Green Architecture belum menjadi fokus perhatian di kalangan arsitek dunia. Kini, perkembangan pembangunan di kawasan perkotaan menuntut dukungan Green Architecture. Tren itu kini berkembang di hampir setiap perkotaan yang ada di dunia.
b. Urgensi Green Architecture
Saat ini, alam mulai menunjukkan perubahannya yaitu efek-efek buruk akibat ulah manusia yang tak bijak terhadap bumi. Industrialisasi dan pemakaian energi secara besar-besaran dan terus menerus telah menggerogoti bumi dan menyebabkan fenomena
pemanasan global atau global warming. Efek utama pemanasan global yaitu perubahan pola iklim bumi yang drastis. Perubahan iklim ini dapat menjurus ke efek ekstrem seperti bencana alam (banjir, angin puting beliung, topan siklon, gelombang besar), meningkatnya tinggi muka air laut karena pencairan es di kutub, udara yang semakin panas, kelangkaan sumber air dan makanan, timbulnya berbagai ancaman penyakit yang sulit diprediksi sebelumnya, musnahnya spesies karena kerusakan habitat, deforestasi dan hujan asam. Semua efek tersebut membahayakan kehidupan manusia. Hal ini akan berpengaruh pada ruang-ruang mikro yaitu bangunan sebagai kulit ketiga manusia.
Faktanya, penyumbang efek global warming terbesar adalah bangunan mulai dari pembangunan, pengoperasian dan penghancurannya. Sumber daya alam, industri dan energi untuk memenuhi tuntutan material bangunan, pembangunan, operasional dan ketika dihancurkan untuk membangun kembali membutuhkan jumlah besar. Padahal, kebutuhan terhadap bangunan bersifat primer. Oleh karenanya, perlu strategi desain yang memperhatikan lingkungan sehingga dapat lestari dan berkelanjutan.
Pemanasan global saat ini tidak dapat dihilangkan begitu saja, namun manusia dapat memperlambat dan mengurangi efek buruknya. Untuk mengurangi dampak ekstrem tersebut, manusia harus berani mengubah diri untuk lebih memperhatikan alam. Bangunan tempat berlindung akhirnya harus dikondisikan sedemikian rupa agar manusia sebagai penghuni dapat mengurangi efek buruk tersebut. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak kerusakan global yang dikenal dengan global warming atau pemanasan global terhadap ruang makro yaitu dengan memperbaiki ruang mikro secara bersama-sama. Manusia sebagai penghuni planet bumi dituntut untuk “berpikir global, bertindak lokal”.
Green Architecture hadir sebagai pendekatan desain bangunan yang mengubah pola pikir dan kebiasaan manusia yang kurang menjaga kelestarian lingkungan hidup. Green Architecture berangkat dari kesadaran akan kerusakan lingkungan secara global. Green Architecture menghendaki perbaikan pada sistem bangunan yang menjamin kesejahteraan sekaligus meningkatkan kesehatan penghuninya.16
2. Green Architecture sebagai Tema Perancangan a. Definisi Green Architecture
Green Architecture dapat diartikan sebagai konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia, dan
menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal.17
Sedangkan menurut Jimmy Priatman, dosen UK Petra sekaligus pemerhati Green Architecture, mengungkapkan Green Architecture adalah arsitektur yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami dengan penekanan pada efisiensi energi (energy-efficient), pola keberlanjutan (sustainable) dan pendekatan holistik (holistic approach).
Green Architecture dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan),
earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik).18
Green Architecture sendiri merupakan sebuah definisi longgar dari land-use, desain bangunan dan strategi konstruksi yang ringan, hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas, nyaman dan menyehatkan, efisien dalam hal bahan dan energi, fungsional dan tahan lama serta memberikan pengaruh baik terhadap pengguna dan lingkungannya.19
b. Tujuan, Manfaat, Ciri dan Peran Green Architecture
Tujuan utama Green Architecture adalah menciptakan eco-design, arsitektur ramah lingkungan, serta arsitektur alami dengan konsep pembangunan berkelanjutan.20
Manfaat yang diperoleh dengan mengimplementasikan Green Architecture pada bangunan yaitu antara lain : mengurangi konsumsi energi dan bahan material baru, perlindungan terhadap ekosistem, meningkatkan produktivitas kerja dari pengguna serta berpengaruh baik terhadap kesehatan pengguna.21
Menurut praktisi arsitektur Mauro Purnomo Rahardjo, ciri Green Architecture antara lain, adanya sistem sirkulasi udara yang dirancang efisien baik untuk pemanasan maupun pendinginan ruang. Pemakaian pencahayaan dengan sumber energi yang efisien, serta penggunaan bahan bangunan yang non-synthetic serta non-toxic. Efisiensi ruangan juga menjadi fokus perhatian dalam ilmu ini.22
17 Brenda & Robert Vale, Green Architecture, Design for Sustainable Architecture.
18 Oleh Budi Pradono, Konsep Green Architecture, edisi Minggu, 10 November 2008, yang diambil dari www.astudioarchitect.com
19 dalam Willy Gunawan, 2001, Re-Desain bangunan UTP Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI Bogor ,TA,UNS
20 oleh Oki Baren, Arsitektur Selaras Alam, edisi 26 April 2008 yang diambil dari www.inilah.com
21 Dalam Willy Gunawan, 2001, Re-Desain bangunan UTP Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI Bogor ,TA,UNS
Green Architecture lebih dari sekedar menanam rumput atau menambah tanaman lebih banyak di sebuah bangunan. Lebih luas dari itu, Green Architecture berperan untuk memberdayakan arsitektur atau bangunan agar lebih bermanfaat bagi lingkungan, menciptakan ruang-ruang publik baru, menciptakan alat pemberdayaan masyarakat, sarana informasi dan edukasi masyarakat dan sebagainya.23
Bangunan berkonsep Green Architecture merupakan reinterpretasi sosial budaya masyarakat terhadap alam dan kehidupan tempat tinggalnya.24 Secara lebih luas dalam
skala kota, Green Architecture berusaha mengoptimalkan lahan bangunan sebagai bagian dari ruang hijau kota.
c. Komponen Green Architecture
Terdapat beberapa komponen dari Green Architecture menurut Jason Frederick McLennan (Universitas Oregon) dalam tulisannya yang berjudul “Solar Incidents” yaitu antara lain :
1). Memperhatikan energi (Respect for energy)
Mengurangi/menghemat kebutuhan bangunan untuk mengkonsumsi energi. Menghemat pemakaian lampu listrik, AC, dan pemanas ruangan. Memanfaatkan pencahayaan alami untuk penerangan di siang hari.
2). Memperhatikan tempat (Respect for place)
Bekerja dengan iklim lokal, konteks dan material untuk menghasilkan arsitektur yang sesuai dengan masyarakat dan lingkungan alami di sekitarnya. Dengan menggunakan komponen ini dapat mengolah beragam kondisi sekitar juga dapat mengangkat potensi lokal.
3). Memperhatikan sumber daya (Respect for resources)
Meminimalkan jumlah sumber daya alam dan sumberdaya buatan manusia yang digunakan dalam sebuah bangunan. Desain layout menjadi lebih kecil dan lebih efisien. Eliminasi elemen-elemen yang tidak dibutuhkan dalam program. Pembangunan ditujukan untuk jangka panjang. Menggunakan material yang dapat diperbaharui/dapat didaur ulang.
23 Oleh Budi Pradono, Konsep Green Architecture, edisi Minggu, 10 November 2008 yang diambil dari www.astudioarchitect.com
4). Memperhatikan masyarakat (Respect for people)
Menggunakan material yang tidak beracun dan menyebabkan udara di dalam bangunan menjadi tidak sehat. Tidak membuat bangunan dengan material, yang dalam langkah penggunaannya, dari pembuatan hingga instalasi dapat menyebabkan manusia menjadi tidak sehat. Membangun dengan tidak mengabaikan umur maupun kemampuan fisik manusia sehingga penggunaan dalam kegiatan sehari-hari menjadi lebih maksimal. Dan jika memungkinkan juga memperhatikan faktor keindahan atau estetika bangunan. 5). Memperhatikan tapak (Respect for site)
Memelihara karakter dari bagian alam di tapak manapun. Memperbaiki dan memugar kembali area yang rusak dari tapak tersebut. Memelihara lingkungan setempat sehingga mampu untuk bertahan di kemudian hari. Tidak membangun di area yang sensitif seperti area atau tapak dimana kondisi tanahnya mudah longsor.
6). Memperhatikan siklus kehidupan (Respect for the cycle of life)
Menghindari pemakaian material yang sulit dihancurkan oleh proses alamiah dan berbahaya bagi manusia dan lingkungannya. Membangun hanya dengan material yang dirancang secara berkelanjutan.
3. Strategi Desain Green Architecture
Global Warming dapat mengakibatkan temperatur bumi naik, perubahan iklim, dan konsumsi energi meningkat. Green Architecture diimplementasikan semaksimal mungkin agar tak menyumbang efek global warming namun tetap dapat memenuhi kebutuhan kegiatan yang diwadahinya. Untuk mewujudkan suatu bangunan dengan pendekatan Green Architecture, manusia harus membuka wawasan lingkungannya dan bekerja dengan alam sekitar. Beberapa strategi desain Green Architecture yang diharapkan dapat memecahkan persoalan arsitektural, antara lain :
a. Penghematan energi dalam bangunan
Bangunan sebagai pemboros energi terbesar perlu dikendalikan. Perbaikan sistem energi di dalam bangunan dapat dilakukan dengan tujuan penghematan sumber daya alam dan penghematan biaya operasional. Penghematan energi dalam bangunan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1). Pendinginan alami dengan cara cross ventilation dalam bangunan dapat menghemat energi penggunaan AC dan kipas angin. Bangunan dapat diberdayakan untuk menangkap angin, menyaring debunya dan meneruskannya ke dalam ruangan hingga terjadi sirkulasi udara yang terus menerus.
2). Pencahayaan alami dalam bangunan dapat menghemat penggunaan lampu listrik. 3). Sumber energi listrik alternatif dari sinar matahari dihasilkan dengan menggunakan
alat photovoltaic yang diletakkan di atas atap.
4). Menggunakan energi terbaharui dalam operasional bangunan. Energi terbaharui mendapatkan energi dari aliran energi yang berasal dari ”proses alam yang berkelanjutan”, seperti sinar matahari, angin, air yang mengalir, proses biologi dan
geothermal.
5). Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan area pencahayaan dan menghemat energi listrik.
6). Penggunaan atap miring. Atap miring termasuk atap dingin karena memiliki dua lapisan terpisah dengan rongga udara di tengahnya. Bidang atap yang menghadap utara-selatan cocok untuk penempatan kolektor datar atau photovoltaic. Kemiringan untuk pengaliran air hujan yang disalurkan oleh talang air menuju pipa ke penyimpanan air bawah tanah
sehingga menghemat air murni. Tritisan lebar melindungi dinding dan jendela dari cahaya matahari dan hujan.
b. Material berkelanjutan
Pembangunan ditujukan untuk jangka panjang. Agar berkelanjutan, maka upaya konservasi sumber daya alam material dapat dilakukan dengan:
1). Penggunaan material dengan kandungan energi rendah
Material dianggap memiliki kandungan energi rendah yaitu apabila material itu diupayakan dengan menggunakan sedikit energi mulai dari penambangan hingga
Gambar II.1
Panel surya yang dipasang pada atap sebagai sumber energi dalam bangunan. Sumber : www.wikipedia.com
Gambar II.2 Respon bangunan terhadap pergerakan udara
(1) Ventilasi silang secara vertikal : pada saat panas, udara mengembang, naik dan ditempati oleh udara yang lebih dingin. (2) dan (3) Ventilasi silang secara horisontal : udara bergerak akibat perbedaan tekanan yaitu tekanan lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Sumber :
Tabloid Home, 2005
transportasi untuk distribusinya. Oleh karenanya, material yang ada pada site atau yang lebih dekat perolehannya akan lebih menghemat energi untuk transportasi.
2). Penggunaan bahan material yang dapat didaur ulang
Bahan-bahan bangunan yang digolongkan menurut penggunaan bahan mentah dan tingkat transformasinya sebagai berikut25 :
a). Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali, antara lain :
Kayu dan bahan perkayuan (vinil, kayu lapis, papan partikel, kulit kayu)
Bambu
Tangkai dan serat alam (rotan, serabut kelapa, ijuk, kapas, serat kayu dan papan serat kayu)
Daun dan rumput
Kulit hewan dan bulu binatang (wol domba)
b). Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali, antara lain :
Tanah liat, pasir dan tanah pekat
Bahan pengikat hidrolis terpendam, contoh : semen merah dari bata merah
Batu alam
c). Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali dengan mengalihkan fungsinya : Kardus pembungkus, botol bekas, mobil bekas, ban mobil bekas, potongan plat seng, dll.
d). Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana :
Batu buatan yang dibakar atau dikukus : batu merah/ batu bata, beton ringan berpori
Genting dan pipa tanah liat
Bahan keramik
Batu buatan yang tidak dibakar : batako, conblock, beton, genting beton, pipa beton, ubin semen dan traso
Logam : besi dan baja, tembaga, alumunium, seng 3). Pemanfaatan kembali material yang telah digunakan
4). Sistem dan penyesuaian bentuk bangunan yang tepat bagi lingkungan
5). Ruang-ruang multifungsi dapat menghemat luasan ruang sehingga menghemat kuantitas material yang dibutuhkan.
Demi kenyamanan dan kesehatan pengguna, maka usaha yang dapat dilakukan yaitu:
a). Menggunakan material yang tidak beracun dan menyebabkan udara di dalam bangunan menjadi tidak sehat.
Tabel II.1
Bahan bangunan berbahaya bagi kesehatan No Bahan bangunan/material Bahaya yang ditimbulkan 1). Kayu
sumber bahaya: penggunaan politur, melamin (urea formal-dehyde)
Alergi kulit, mata, gangguan selaput lendir
2). Pipa PVC, lem PVC, cat PVC, lantai Vinil, karpet plastik (yang dibuat dari PVC), lem kontak
Kanker, pembakaran menguapkan asam khlorida (mematikan tanaman), penyakit hati, ginjal
3). Cat sintetis (cat besi/kayu), thinner, cat epoksi yang mengandung ethylalkohol, epoksi mesin
Penyakit syaraf, darah, pernafasan, mata buta, gangguan keseimbangan, selaput lendir, eksim pada kulit
4). Asbes (plafon dan atap) Asbestose (penyakit paru), kanker 5). Gas radon (merupakan penguapan dari
tanah) Mutagen dan karsinogenik (penyebab kanker Sumber : www.astudioarchitect.com
Tabel II.2
Bahan bangunan yang sehat
No Bahan bangunan/material Jenis material
1). Bahan material dari alam Batu alam, tanah liat, batako, kayu, bambu, rumbia, ijuk, alang-alang, logam
2). Bahan material buatan bata merah, genteng tanah, kaca, beton, batako, conblok
Sumber : www.astudioarchitect.com
b). Tidak membuat bangunan dengan material, yang dalam langkah penggunaannya, dari pembuatan hingga instalasi dapat menyebabkan manusia menjadi tidak sehat.
c). Membangun dengan tidak mengabaikan umur maupun kemampuan fisik manusia sehingga penggunaan dalam kegiatan sehari-hari menjadi lebih maksimal.
c. Green roof technology
Salah satu teknologi lingkungan yang ikut berperan dalam mempengaruhi bentuk rancang bangun dan sekaligus mempengaruhi kualitas lingkungan hidup adalah konsep
green roof. Green roof merupakan layer atau lapisan struktur konstruksi hijau yang terdiri dari media pertumbuhan/tanah dan media tanaman diatas sebuah bangunan.
Kebun atap dan penghijauan di atap sudah dikenal abad 6 sebelum Masehi oleh orang Babilonia. Sekitar tahun 1890 rumah di Berlin ditutupi oleh suatu lapisan humus yang dilapisi tumbuh-tumbuhan dengan tujuan untuk melindungi dari kebakaran. Pada
abad 20, Le Corbusier menemukan kembali atap ditanami yang hampir terlupakan.26 Atap
dan teras atas yang ditutupi rumput dan tanaman hidup lainnya merupakan konsekuensi pengembalian fungsi ruang hijau yang telah diambil oleh massa bangunan di bawahnya.
Tanaman yang dipilih adalah dari jenis semak yang tahan panas, memerlukan sedikit air, namun banyak daun untuk meningkatkan daya serap CO2. Alternatif lain yaitu palem untuk peneduh dan mereduksi panas matahari.
Kini, kebangkitan dari taman gantung ini dikenal dengan nama
Green Roof Technology. Teknologi ini bukan hanya sekedar gerakan penghijauan semata. Lebih dari itu teknologi ini bermanfaat mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Secara garis besar ada 2 keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini yaitu antara lain:
1). Keuntungan Ekologi
a). Mereduksi “Urban Heat Island Effect”. “Green Roof” dapat mengendalikan dan menciptakan iklim mikro yang
bertindak sebagai pendingin dan kelembaban udara sekitar. Selain itu dapat juga berperan sebagai penangkap partikel polusi perkotaan dan CO2 yang terdapat pada udara dan debu.
b). Menetralisasi polusi suara dengan pengaturan disain lansekap melalui komposisi tanaman pada area atap dapat meminimaliskan polusi suara sampai 8 db.
c). Menciptakan habitat bagi kehidupan alam liar Dengan pemilihan dan konsep disain lansekap taman yang tepat menimbulkan efek positif dengan memperbesar/ menambah luas ruang habitat bagi kehidupan alam liar seperti burung-burung di perkotaan maupun fauna lainnya.
2). Keuntungan Ekonomi
a). Penambahan ruang aktif dengan kreasi para arsitek lansekap mendisain area atap
menjadi “taman gantung atau Roof Garden” akan menambah ruang untuk aktivitas
interaksi. Hal ini sangat membantu pada daerah perkotaan dimana cadangan tanah/lahan tidak tersedia.
b). Meminimalkan biaya pemeliharaan dan renovasi. Teknologi “Green Roof” merupakan lapisan “water proofing” hidup berfungsi untuk memproteksi bangunan
26Neufert Architect Data, jilid 1
Gambar II.3 Kebun semiramis yang menggantung di Babilon (dalam abad ke 6 sebelum Masehi). Sumber : Neufert
dari energi ultraviolet, temperatur suhu energi matahari yang ekstrem. Hasil studi
telah membuktikan bahwa dengan adanya lapisan “green roof” ini dapat
menambah umur lapisan tradisional “water proofing” berumur lebih dari 40 Tahun.
c). Mereduksi air buangan dengan adanya lapisan “green roof” dapat memperkecil volume kandungan air akibat curah hujan sebanyak 50-90% dan menjadi lapisan filter bagi partikel-partikel polusi yang terkandung di dalamnya. Akibatnya volume air tidak menjadi beban bagi aliran pembuangan.
d). Pendidikan bagi generasi penerus. Merupakan suatu “Living Monument” bagi pendidikan tentang arti lingkungan hidup bagi generasi penerus.
d. Lansekap
Indonesia adalah Negara dengan area hutan yang luas dan dapat dilihat sebagai “the
world lungs”, atau paru-paru dunia karena memiliki banyak hutan lindung. Organisasi dunia atau PBB berharap Indonesia melindungi dan melestarikan hutannya, sehingga masyarakatnya dapat menyelamatkan kualitas udara yang baik bagi dunia.
Menurut Sri Pare Eni, dalam Green Principle Of Landscaping Design In The Tropics, masyarakat kota membutuhkan lebih banyak pohon dan tanaman untuk mengurangi polusi udara dengan cara memelihara banyak taman, kebun, taman bermain anak, taman kota, hutan kota, dan sejenisnya di kota. Setiap kota harus mempunyai taman public untuk memberikan peneduhan, melindungi saat musim hujan dan hutan kota untuk menyeimbangkan lingkungan.
Banyaknya fungsi bangunan sebagai apartemen, kantor, dan bangunan industri harus disesuaikan dengan lingkungan. Pilihan material bangunan harus lebih banyak pengalas lagi (green cover) seperti rumput, perdu (shrubs) dan pohon (trees). Permukaan perkerasan untuk dinding dan atap, akan memberi efek nyata pada iklim mikro pada tapak. Tanaman alami berfungsi menjaga stabilitas temperatur dan meminimalisir kondisi ekstrem. Secara umum, tumbuhan yang hidup berperan sebagai material absorban, menyerap panas, cahaya dan suara. Karena dedaunan melimpahkan kelembaban, maka daun dapat menghilangkan sebagian besar jumlah panas yang jatuh pada permukaan daun. Dengan demikian, daun dapat memantulkan panas kurang dari material anorganik. Perbedaan temperatur yang besar antara rumput dan perkerasan:
Pada saat siang hari di musim kemarau (panas), temperatur udara 30 cm di bawah permukaan tanah sekitar 4°-5° C lebih rendah daripada permukaan tanah itu sendiri.
Rumput juga lebih dingin daripada permukaan tanah yang gundul, perbedaan temperatur yang terjadi berkisar antara 5°-6°C.
Pada hari yang terang, beton dan permukaan beton yang dicat akan merefleksikan mulai dari 25%-35% dari cahaya yang datang. Sementara permukaan rumput merefleksikan hanya sekitar 10%-15% cahaya yang datang.
Potensi alam sekitar dapat digunakan seperti misalnya memberdayakan vegetasi sekitar, penyiraman tanaman dari air sungai dengan water treatment. Semakin banyak jumlah dan ukuran tanaman dan semakin lebar ukuran/tajuk daun, semakin dingin tempat tersebut. Perdu dapat meningkatkan suhu panas jika sirkulasi udara dipotong. Perdu yang sangat rendah dianjurkan. Angin penting untuk menghilangkan
panas, angin kering di musim kemarau dan angin dingin di musim hujan.
Mengolah dan memanfaatkan eksisting yang potensial seperti iklim, kontur, jenis tanah, pergerakan matahari, angin, air, kelembaban, temperatur, bentukan alam (danau, bukit, lembah, rawa-rawa, sungai dll), kondisi infrastruktur (jalan, jembatan, menara seluler) dll.
1). Vegetasi
Vegetasi merupakan komponen lansekap yang bersifat organik, yaitu berupa tumbuh –tumbuhan. Vegetasi dapat memanfaatkan eksisting yang sudah ada atau bisa juga berupa built environment.
Keberadaan tanaman hidup di ruang dalam atau di taman (void) berguna menjaga kestabilan suhu udara di dalam tetap segar dan sejuk. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap di atas bangunan (taman atap), vertikultur sebagai dinding sekat atau bagian dari struktur, dll. Elemen vegetasi di dalam lansekap memiliki kegunaan –
kegunaan, antara lain :27
# sebagai elemen struktural :
menciptakan ruang dengan membentuk dinding, lantai dan langit – langit
mengatur dan mengarahkan pandangan, menutup pandangan tertentu
mengatur lalu lintas dalam pergerakan pedestrian maupun kendaraan
27 dalam Danny Widya Kristiani, WismaRetretNgargoyosoKaranganyar, TA Arsitektur UNS
Gambar II.4 Gifu Techno Plaza : respon bangunan mengikuti kontur alami lahan perbukitan.
sebagai elemen environmental : dapat mengatur kualitas air, mencegah terjadinya erosi, dan mengatur iklim
sebagai elemen visual : menjadi pusat perhatian dan komponen penghubung antar pusat perhatian
# kegunaan arsitektural :
diutamakan pada organisasi lingkungan dan penciptaan ruang sebagai pembatas antar ruang
pembentuk sifat ruang yang berbeda # fungsi estetik :
complementer : melengkapi obyek dalam lingkungan untuk mencapai
keselarasan dan kesatuan
unifer : secara visual menyelaraskan dan menyatukan komponen – komponen yang berbeda pada suatu lingkungan.
emphasizer : berfungsi menonjolkan atau menekan suatu obyek tertentu dalam suatu lingkungan.
acknowledger : untuk menunjukkan suatu lokasi atau obyek yang mempunyai tingkat interest tinggi.
softener : melunakkan elemen buatan manusia atau lanscape yang mempunyai wujud keras dan kaku.
2). Air
Air merupakan elemen lunak pada lansekap yang dapat menciptakan kesegaran lingkungan, memberikan berbagai nuansa yang menggugah rasa dan menggelitik emosi. Hubungan air dan ruang dengan porsi yang tepat dapat menciptakan berbagai bentuk yang bernilai seni tinggi dan suasana yang menarik.
Fungsi air dapat dikembangkan sesuai dengan sifat air yang lentur, mudah bergerak atau digerakkan, serta memantulkan semua bayang –bayang yang ada di sekitarnya, dan dapat menimbulkan bunyi–bunyian yang menarik bila dirancang secara tepat, misalnya membuat musik air, waterwall, pancuran bambu pada taman Zen, kolam mini, empang dll.
Di daerah yang panas, air sangat dibutuhkan untuk mengkondisikan penghawaan agar mereduksi suhu panas lingkungan. Kolam–kolam di sekitar bangunan bukan saja merupakan elemen estetis, namun juga merupakan elemen penunjang suhu udara ruangan yang nyaman.
____PENDAHULUAN
I-27
Melalui desain lansekap, kita harus menjaga prinsip pembangunan berkelanjutan yang anti polusi, higienis, indah, evergreen, dan menghasilkan udara segar. Seluruh faktor itu harus nampak dalam kesatuan yang harmonis pada pembangunan kota. e. Manajemen limbah
Sumber daya alam yang penting dalam proses konstruksi hingga operasional yaitu air. Konservasi dan efisiensi air dilakukan untuk meminimalkan pemanfaatan langsung dari alam. Konservasi air dapat dilakukan dengan memelihara air tanah melalui penghijauan, pemanfaatan air hujan dan pemanfaatan kembali air dalam bangunan28. Untuk
efisiensinya, perlu menyesuaikan dengan kebutuhan, misalnya untuk minum, mandi, cuci, menyiram tanaman, metabolisme dan sebagainya. Selain itu juga diupayakan pengurangan konsumsi air bersih secara terus menerus.29 Misalnya untuk menyetor
kotoran padat (faeces) tidak perlu dengan air bersih PAM yang biasanya digunakan untuk minum.
Untuk menjamin kelangsungan hidup tanaman harus dirancang sistem penyiraman yang khusus. Penyiramannya berasal dari penyemprot yang airnya didapat dari daur ulang air limbah dari tempat cuci tangan, termasuk juga air limbah dari WC yang diolah terlebih dulu dengan sistem tertentu. Penggunaan air limbah dari WC dimaksudkan untuk membuat tanaman menjadi subur.
Air hujan dapat dimanfaatkan secara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan bagi keperluan domestik. Salah satu cara yang saat ini sedang dikembangkan adalah Teknik Biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman. Lubang biopori yang berupa lubang silindris vertikal di dalam tanah diisi sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara :
a). Meningkatkan daya resapan air
28 Kim,Jong Jin, Introduction to Sustainable Design 29 Kim,Jong Jin, Introduction to Sustainable Design
Gambar II.5 Keunggulan lubang resapan biopori
b). Mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan)
c). Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman dan mengatasi +masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.
Untuk mendapatkan air bersih dapat dilakukan dengan penjernihan air secara tradisional. Air dialirkan pada beberapa bak. Pada bak diberi tawas yang dapat mengatasi kesadahan air dengan membuat unsur besi menjadi endapan yang berwarna kuning coklat. Dalam proses ini, koloid lain pun akan ikut menggumpal dan mengendap. Kemudian air dialirkan pada
bak kedua yang berisi batu, kerikil, ijuk dan pasir. Penyaring pasir tersebut
disusun dengan baik
sehingga menghasilkan air yang jernih dan tak
menimbulkan kerak pada alat dapur dan sebagainya. 3). Penanganan limbah domestik
Yang termasuk limbah domestik antara lain : kotoran padat lavatori, air kotor lavatori, air bekas cuci tangan, air cuci rumahtangga, air kolam, air hujan, dan sampah. Limbah sebagai hasil buangan dari kegiatan manusia tersebut dapat dikelola sebagai berikut :
a). Air kotor (WC)
b). Air hujan Septic tank Sumur resapan setempat Air tanah Makanan lele Biogas Limbah padat Air sabun
Air cuci tangan WC
Gambar II.8
Pengolahan limbah padat dan cair dari lavatori. Sumber : analisa pribadi, 2008
tawas batu kerikil ijuk pasir air keruh air jernih Gambar II.7
Proses penjernihan air tradisional. Sumber : analisa penulis, 2008
Air hujan merupakan limpahan air yang mampu memberi kontribusi terhadap penciptaan iklim mikro (dalam bangunan) dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air untuk operasional bangunan.
c). Sampah
Sampah dikelola dengan lebih dulu memisahkan antara sampah organik, anorganik dan logam. Sampah organik biasanya berupa limbah pertanian seperti rumput, semak dan daun-daun yang berguguran. Juga berupa sampah rumahtangga seperti sisa makanan, kulit buah, batang sayuran dan lain-lain. Sampah anorganik biasanya barang bekas yang terbuat dari kertas, plastik, karet, kardus, kain perca, kulit, kayu, PVC dan lain sebagainya. Sampah logam biasanya berupa barang bekas yang terbuat dari alumunium (kaleng minuman), besi, kuningan dan lain sebagainya.
f. Konservasi alam
Konservasi alam bertujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan ekosistem yang terancam eksistensinya. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara :
1). Memelihara lingkungan setempat sehingga mampu untuk bertahan di kemudian hari.
2). Menggunakan lahan yang ada. Tidak semua lahan harus ditutupi dengan bangunan, sehingga lahan yang ada dapat memiliki cukup lahan hijau dan taman.
3). Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
4). Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
I. SEKOLAH ALAM 1. Sekolah secara Umum
Air sumur sebagai air
bersih
Air bersih siap pakai Air hujan Biopori
Pepohonan Tadah hujan Air tanah Penjernihan air tradisional Penyiraman tanaman Kolam ikan Gambar II.9
Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air untuk operasional bangunan. Sumber : analisa penulis, 2008
a. Pengertian Sekolah
Sekolah adalah bangunan/ lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, ada dasar-menengah-tinggi).30
b. Jenjang Pendidikan di Indonesia
Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan terdiri atas31 :
1). Pendidikan dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Sekolah Dasar adalah bentukan satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun. Sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan tiga tahun.
2). Pendidikan menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.
3). Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Sedangkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi.
4). Pendidikan pra sekolah
Pendidikan pra sekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan prasekolah tidak menjadi persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.
c. Klasifikasi Pendidikan
Tripusat pendidikan merupakan penyangga pendidikan yang ideal, di mana pendidikan diposisikan secara proporsional yaitu tetap berpijak pada kekuatan keluarga, masyarakat dan sekolah.32
30 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka Jakarta, Dep P & K, 1989
Tabel II.3
Tripusat pendidikan di Indonesia Lingkungan
pendidikan Lingkup Tipe Kegiatan Proses Belajar
Informal Lingkungan keluarga, merupakan
lingkungan terdekat dan paling dulu dikenal. Kegiatan kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi antar anggota keluarga, sebagai pendidikan dan pengalaman fundamental.
Formal Lingkungan sekolah atau pendidikan akademis, merupakan lingkungan yang terlembagakan (institusional) yang memiliki persyaratan tertentu sesuai peraturan dan kebijakan suatu negara, serta bertujuan untuk menciptakan SDM profesional.
Kegiatan interaksi belajar mengajar dalam suatu wadah yang dilakukan dengan pola berkelompok secara efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
Non-formal Lingkungan masyarakat luas. Kegiatan interaksi sosial, wadah komunitas, kursus/pelatihan dengan jangka waktu pendek.
Sumber : Kedaulatan Rakyat, Kembalikan Pendidikan pada Tripusat, edisi Sabtu, 7 Juni 2003 d. Kurikulum Nasional menurut Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sejak tahun 2006, pemerintah mulai mensosialisasikan kurikulum baru pengganti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2003 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sebagai Kurikulum Nasional. Dalam KTSP 2006, ditentukan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri.
Beberapa standar isinya antara lain menetapkan tentang : 1). Kelompok mata pelajaran secara umum
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a). Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b). Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian c). Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi d). Kelompok mata pelajaran estetika
e). Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan 2). Struktur kurikulum SD/MI dan SMP/MTs
Tabel II.4
Struktur kurikulum SD/MI
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Ketrampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan 4
B. Muatan Lokal 2
C. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah 26 27 28 32
*) Ekuivalen 2 jam pelajaran Sumber : www.bsnp-indonesia.com
Tabel II.5
Struktur kurikulum SMP/MTs
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX A. Mata Pelajaran 2 2 2 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 4 4 4 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 5. Matematika 4 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
8. Seni dan Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan 2 2 2 10. Ketrampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) Jumlah 32 32 32
2*) Ekuivalen 2 jam pelajaran Sumber : www.bsnp-indonesia.com a). Ketentuan sarana dan prasarana
Tabel II.6
Ketentuan Sarana dan Prasarana menurut SNP
SD SMP
1). Ruang kelas 1). Ruang kelas 2). Ruang perpustakaan 2). Ruang perpustakaan 3). Ruang laboratorium IPA 3). Ruang laboratorium IPA 4). Ruang pimpinan 4). Ruang pimpinan
5). Ruang guru 5). Ruang guru
6). Tempat ibadah 6). Ruang tata usaha
7). Ruang UKS 7). Tempat ibadah
8). Jamban 8). Ruang konseling
9). Gudang 9). Ruang UKS
10). Ruang sirkulasi 10). Ruang organisasi kesiswaan 11). Tempat bermain/berolahraga 11). Jamban
12). Gudang 13). Ruang sirkulasi
14). Tempat bermain/berolahraga Sumber : Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007
2. Sekolah Alam Tingkat Dasar (SATD) a. Pengertian Sekolah Alam
Sekolah Alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. 33.
Sekolah Alam (SA) dapat dimaknai sebagai suatu lembaga pendidikan dengan metoda tertentu dan dapat pula dimaknai sebagai suatu sistem. Sebagai sistem, Sekolah Alam merupakan sistem pendidikan yang memanfaatkan dimensi alam sebagai obyek pendidikan, eksperimen/ uji coba, modal produksi dan sarana pengembangan manusia.34
Sedangkan, penulis D. Zawawi Imron dalam berpendapat bahwa Sekolah Alam adalah sekolah tempat belajar bertindak mencintai alam, belajar menjadi manusia yang berdaya lahir batin, bertanggung jawab merawat dan mengawal negara, karena alam atau tanah air adalah sajadah tempat bersujud kepada Tuhan.35
b. Urgensi Sekolah Alam
Pendidikan dan pengelolaan lingkungan hidup (alam) merupakan dua komponen yang sangat berhubungan. Pendidikan pada dasarnya adalah proses pengenalan, pemahaman, dan penghayatan nilai-nilai pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan penyadaran dan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi efektif bila didasarkan pada proses pendidikan yang benar. Proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri.
Secara psikologis, proses pengetahuan akan maksimal apabila pengalaman yang dimiliki anak menjadi pengetahuan bagi mereka sendiri. Dengan mengalami sesuatu itu sendiri, pemahaman yang diterima otak lebih maksimal terekam dan awet dibandingkan ketika membaca, menghafal, mendengar dan melihat saja.
Di sekolah terjadi proses enkulturasi, yaitu proses pembudayaan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena sikap terhadap alam, nilai dan norma yang berlaku, pantangan dan pengetahuan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, maka pendidikan di sekolah menempati posisi strategis sebagai tempat persemaian manusia-manusia ramah lingkungan.
c. Karakteristik Sekolah Alam
33 Profil Sekolah Alam Ciganjur
34 Profil Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang 35 www.indonesiaindonesia.com