Vol. 01, No. 1, 2020
Dewan Redaksi
Mukhlis Mubarrok Dalimunthe
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ar
Jl. Setia Budi, Simpang Selayang, Medan Tuntungan
Medan
https://jurnal.stit
ewan Redaksi
Ketua Penyunting
Rasyidin
Penyunting Pelaksana:
Abdul Aziz Sebayang
Arridha Harahap
Penyunting Ahli:
Mukhlis Mubarrok Dalimunthe
Ahmad Fauzi Ilyas
Zuhair Mubarrak Hazaa
Supriadi
Tarikh Al Hafizh Hasibuan
Hamdan Noor
Fakhrurrazi Ismail
Administrasi
Hesty Asnita Lubis
Ihdina Khairunnisa
Radinal Mukhtar Harahap
Alamat Redaksi
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ar-Raudlatul Hasanah, Medan
Jl. Setia Budi, Simpang Selayang, Medan Tuntungan
Medan-Sumatera Utara-Indonesia
20135
https://jurnal.stit-rh.ac.id/index.php/bahsunilmi/index
Raudlatul Hasanah, Medan
Jl. Setia Budi, Simpang Selayang, Medan Tuntungan
Vol. 01, No. 1, 2020
Pondok Pesantren:
Simbol Korelasi dan Koneksi Pendidikan dan Peradaban
dalam Narasi Sejarah Islam di Indonesia
Rasyidin
Santri sebagai Remaja:
Kajian Psikologi Pendidikan
Abdul Aziz Sebayang
Dars Naqd:
Strategi Peningkatan Mutu Guru di Pondok Pesantren
Arridha Harahap
Pengembangan Potensi Peserta Didik
Dalam Lembaga Pendiidkan Islam
Studi Manajemen Pondok Pesantren
Supriadi
Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Pendidikan Pesantren
Tinjauan Mashlahat
Mukhlis Mubarrok Dalimunthe
Nilai-Nilai Pendidikan Peradaban Pra
Zuhair Mubarrak Hazaa
Al-Suffah Sebagai Embrio Lembaga Pendidikan Islam
Tarikh Al-Hafizh Hasibuan
Daftar Isi
Simbol Korelasi dan Koneksi Pendidikan dan Peradaban
dalam Narasi Sejarah Islam di Indonesia
Kajian Psikologi Pendidikan
Strategi Peningkatan Mutu Guru di Pondok Pesantren
Pengembangan Potensi Peserta Didik
Dalam Lembaga Pendiidkan Islam:
Studi Manajemen Pondok Pesantren
Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Pendidikan Pesantren:
Mukhlis Mubarrok Dalimunthe
Peradaban Pra-Islam
Suffah Sebagai Embrio Lembaga Pendidikan Islam
Hafizh Hasibuan
1
13
25
35
43
51
63
Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh dan Mazhab Utama
73
Fakhrurrazi Ismail
Kitab Hadis di Pesantren:
Biografi Kitab al-Bulugh al-Maram
83
ILMU FIKIH: SEJARAH, TOKOH DAN MAZHAB UTAMA
Fakhrurrazi Ismail [email protected]
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ar-Raudlatul Hasanah, Medan
Abstrak
Ilmu fikih menjadi satu lingkup studi Islam yang menarik ilmuwan atau cendekiawan Timur dan Barat. Tulisan ini bermaksud memperkenalkan ilmu tersebut dari sisi sejarah, tokoh dan mazhabnya. Dari penelusuran terhadap pustaka yang ada, sejarah ilmu fikih membentang dari periode Rasul, sahabat, tadwīn, dan taqlīd. Periode Rasul bisa dibagi kepada periode Makkah, Madinah. Periode sahabat adalah periode lengkapnya sumber hukum dengan keberadaan ijmā’ dan qiyās. Periode tadwīn, ilmu fikih dikumpulkan dan disistematisasi hingga dihafal. Periode taqlīd menjadi periode akhir perkembangan ilmu fikih. Tokoh dan mazhab utamanya, sebagaimana populer adalah, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80 H-150 H), Imam Malik bin Anas (93 H-179 H), Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H-204 H) dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (164 H-241 H). Empat tokoh tersebut yang menjadi imam dari Mazhab-Mazhab utama yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Kata kunci: Ilmu Fikih, Sejarah, Tokoh, Mazhab Utama.
A.Pendahuluan
atu di antara ragam kajian yang menjadi lingkup studi Islam, baik di Timur maupun Barat adalah ilmu fikih atau hukum Islam. Arif menuturkan bahwa perbedaan mendasar yang dilakukan masyarakat dari dua wilayah tersebut adalah pendekatan yang digunakan. Jika di Timur, dilakukan pendekatan dengan menguasai substansi materi dan penguasaan atas khazanah keislaman klasik, maka di Barat, kajiannya diorientasikan terhadap realitas atau fenomena sosial Islam sehingga ranah diskusi atasnya berada pada kawasan yang menyejarah, meruang dan mewaktu.1
Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi secara sederhana mengenai ilmu fikih yang dikaji tersebut di atas. Elaborasi diarahkan pada sejarah, tokoh dan mazhab-mazhab utama yang terdapat padanya. Sebagai pendahuluan, fikih yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jurisprudence atau islamic doctrine2, dengan definisi berbunyi
ilmu mengenai hukum syariah –baik yang bersifat pembebanan (taklifi) maupun
1 Mohammad Arif, Studi Islam dalam Dinamika Global (Kediri: STAIN Kediri Press, 2017), h.26 2 Qutb Mushtafa Sanu, Mu’jam Mushtalahat Usul Fiqh: ‘Arabi: Injilizi (Damaskus: Darul Fikr, 2000), 323
74 | Fakhrurrazi Ismail
Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam
pertimbangan (wad’i), -yang bersifat amali dan digali dari dalil-dalil yang terperinci ( al-tafshili).3 Bagi kalangan muslim, kedudukannya memiliki peranan yang signifikan. Itu
karena ia merupakan instrumen hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat secara menyeluruh.4 Tidak meragukan bila kemudian dalam pembagiannya, Ulama
menyebutkan empat pembahasan utama, yaitu:5
1. Fiqh Ibadah, yang meliputi hukum-hukum tentang ibadah seperti thaharah, shalat, puasa, zakat dan haji.
2. Fiqh Muamalat, yang meliputi hubungan timbal-balik yang ditangani
seseorang dalam kehidupannya, seperti kontrak jual beli (‘aqd al-bai’), penyewaan (ijarah), agensi (wakalah), jaminan (kafalah), peminjaman (qord), gadai (rahn), produksi (istishna’), perdamaian (salam), kerjasama (syarikah), kontrak (muqawalat) atau spekulasi (mudharabah).
3. Fiqh Ahwal al-Syakhsiyah, yang meliputi hukum pernikahan (zuwaj),
perceraian (thalaq), pembatalan pernikahan (fasakh), gugat (khulu’), hukum kewarisan (faraidh), pengasuhan (hadhanah) dan lain sebagainya.
4. Fiqh ‘Uqūbah, yaitu fiqh yang membahas mengenai aturan hukum pidana baik
itu hudūd, qishās, ta’zīr, dan hal terkait dengannya.
B. Sejarah Ilmu Fiqh
Abdul Wahhab Khallaf membagi perkembangan sejarah fikih Islam atau al-Tārikh al-Tasyrī’ menjadi empat periode, yaitu periode Rasul, sahabat, tadwīn, dan
taqlīd.6
Periode Rasul
Ash-Shiddiqiey menuturkan bahwa secara hakikat, pertumbuhan dan perkembangan fikih Islam telah terjadi di masa Nabi. Hal itu karena Ia adalah pribadi yang mempunyai wewenang atas dasar wahyu guna pembentukan formulasi hukum. Pelaksanaannya berakhir hingga wafatnya Nabi.7 Pada Masa itu, fiqh Islam mulai
tumbuh dan membentuk dirinya menjelma ke alam perwujudan. Sumber asasi yang ada pada masa ini ialah Al-quran. Sunnah Rasul menjadi penjelas, penegas dan penerang wahyu Ilahi yang diturunkan. Dengan demikian, sunnah telah juga menjadi sumber hukum saat itu, dengan pemaknaan segala tindak-tanduk Nabi saw. Semua hukum dan keputusan hukum didasarkan pada Nabi. Walaupun berusia tidak terlalu panjang, namun masa ini meninggalkan bekasan dan kesan serta pengaruh penting
3 Majduddin al-Fairuz Abadi, al-Qāmūs al-Muhīth (Kairo: Darul Hadis, 2005), h.1250. 4 Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: University Press, 1996), h.1
5 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Khatib al-Syarbaini al-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj Ila
Ma’any Alfazh al-Minhaj, Juz I (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1994 M/ 1415 H), h.114
6 Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1971), h.8 7 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, h.32-33.
Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh dan Mazhab Utama | 75
Vol.01, No.01, 2020
bagi perkembangan hukum islam dan masa yang kulli yang bersifat keseluruhan dan
dasar-dasar yang umum yang universal untuk dasar penetapan hukum bagi masalah dan peristiwa yang tidak ada nash-nya.8
Periode Rasul ini dapat pula dipahami dalam dua periode yang masing-masing mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan Periode Madinah.
Periode Mekkah
Periode Makkah, yakni masa menetap dan berkedudukannya Rasul di Makkah, yang lamanya 12 tahun dan beberapa bulan, semenjak beliau diangkat menjadi Nabi hingga beliau berhijrah ke Madinah. Dalam masa ini, umat Islam masih sedikit dan masih lemah, belum dapat membentuk dirinya sebagai suatu umat yang mempunyai kedaulatan, kekuasaan yang kuat. Nabi telah mencurahkan Tauhid ke dalam jiwa masing-masing individu dalam masyarakat Arab sehingga memalingkan mereka dari penghambaan diri kepada berhala. Di samping itu, beliau Yang Mulia juga menjaga diri dari aneka rupa gangguan bangsanya. Masa ini belum banyak hal-hal yang mendorong Nabi saw untuk mengadakan hukum atau undang-undang. Karena itu tidak ada di dalam surat Makkiyah ayat-ayat hukum seperti surat Yunus, Ar Ra’du, Ya sin dan Al Furqon. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah berbicara mengenai aqidah kepercayaan, akhlak dan sejarah.9
Periode Madinah
Periode Madinah diawali dari peristiwa hijrah Nabi ke Madinah, dan berlangsung selama Ia menetapkan di Madinah selama 10 tahun sampai wafatnya. Dalam masa inilah umat Islam berkembang dengan pesatnya dan pengikutnya terus menerus bertambah. Sejak itu, Nabi membentuk suatu masyarakat Islam yang berkedaulatan. Karena itu, diperlukan pengadaan syari’at dan peraturan untuk mengatur perhubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya dan perhubungan mereka dengan umat yang lainnya, baik dalam masa damai ataupun dalam masa perang.10
Dalam hubungan ini, disyari’atkan hukum-hukum perkawinan, thalaq, wasiat, jual beli, sewa, hutang-piutang, dan sermua transaksi. Demikian juga yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dalam masyarakat, dengan adanya hukum kriminil dan lain sebagainya individu dan sebagai masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, antara seantero manusia di dunia. Karena itulah surat-surat Madaniyah, seperti Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur, Al-Ahzab, banyak mengandung ayat-ayat hukum di samping mengandung ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah dan lain-lain.11
8 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1999), h.31
9 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, h.33 10 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, h.34 11 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, h.34
76 | Fakhrurrazi Ismail
Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selama Periode Makkah hampir tidak didapatkan indikasi yang berarti mengenai hukum karena masa ini merupakan masa pembentukan pondasi ketauhidan Islam. Ayat-ayat yang diturunkan tentunya terkait dengan aqidah. Berbeda dengan masa Madinah di mana ayat-ayat tentang hukum dan pranata sosila mendominasi, sehingga indikasi penetapan hukum terlihat lebih jelas.12
Periode Sahabat
Periode kedua ini berkembang pada masa wafatya Nabi Muhammad saw. dan berakhir sejak Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai kholifah pada tahun 41 H. Pada periode ini hidup sahabat-sahabat Nabi terkemuka yang mengibarkan bendera Dakwah Islam.13 Pada masa ini, Islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya
masalah yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada periode sahabat ini pada bidang hukum ditandai dengan penafsiran pada sahabat dan ijtihadnya dalam kasus-kasus yang tidak ada nashnya, di samping itu juga terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan yaitu perpecahan masyarakat islam yang bertentangan sacara tajam.14
Diperiode sahabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at yang sempurna berupa Alquran dan hadis Rasul. Kemudian dengan ijma’ dan qiyās, diperkaya dengan adat istiadat dan peraturan peraturan berbagai daerah yang bernaungan di bawah Islam. Dapat ditegaskan bahwa zaman khulafa’ al-Rasyidin, dalil-dalil tasyri’ Islam telah lengkap.
Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash hukum dari al-Qur’am maupun hadist, uang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash selain itu para sahabat memberi fatwa- fatwa dalam berbagai masalah terhadap kejadian-kejadian yang tidak ada nash yang jelas mengenai masalah itu, yang kemudian menjadi dasar ijtihad.
Periode Tadwin
Pemerintah Islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah segera digantikan oleh Daulah Abbasiah. Masa Abbasiah ini disebut juga masa Mujahidin dan masa pembukuan fikih, karena pada masa ini terjadi pembekuan dan penyempurnaan fikih. Pada masa Abbasiyyah, yang dimulai dari pertengahan adab ke-2 H sampai peretngahan abad ke-4 ini, muncul usaha-usaha pembukuan al-Sunnah, fatwa-fatwa sahabat, dan tabi’in dalam bidang fikih, tafsir, ushul al-fiqh. Pada masa ini pada lahir para tokok dalam istinbat dan perundangan-undangan Islam.
Masa ini disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan berkembangannya ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan hingga sekarang. Pada masa ini muncul pula mazhab-mazhab fikih yang banyak mempengaruhi perkembangan
12 Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012) , h. 31
13 Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Risalah Gusti 1995), h.33 14 Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), h.240
Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh dan Mazhab Utama | 77
Vol.01, No.01, 2020 hukum Islam. Diantaranya : Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syaf’i, Ahmad Bin Hambal.15
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah berkembanganya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh hal-hal berikut. Pertama, adanya penterjemahan buku-buku Yunani, persia, Romawi, dan sebagainya, ke dalam bahasa Arab. Faktor lain yang mempengaruhi berkembanganya pemikiran adalah luasnya ilmu pengetahuan. Faktor lainnya adalah adanya upaya umat Islam untuk melestarikan al-Qur’an, baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan dalam satu mushaf, maupun yang dihafal.
Periode Taqlid
Sejak akhir pemerintahan Abbasiah, tampaknya kemunduran berijtihad sehingga sikap taklid berangsur-angsur tumbuh merata di kalangan umat Islam. Yang di maksud dengan masa taklid adalah masa ketika semangat (himmah) para ulama untuk melakukan ijtihad mutlak mulai melemah dan mereka kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi dalam peng-istinbath-an hukum dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah.
Sebab-Sebab Taqlid
Secara umum, sikap taklid disebabkan oleh keterbelangguan akal pikiran sebagai akibat hilangnya kebebasan berfikir. Sikap taklid disebabkan pula oleh adanya para ulama saat itu yang kehilangan kepercayaan diri untuk berijtihad secara mandiri. Mereka menganggap para pendiri mazhab lebih cerdas ketimbang dirinya. Sikap taklid juga disebabkan oleh banyaknya kitab fikih dan berkembangnya sikap berlebihan dalam melakukan kitab-kitab fikih. Hilangnya kecerdasan individu dan merajalelanya hidup materialistik turut mempertajam munculnya sikap taklid.16
Aktifitas Ulama di Masa Taqlid
Masa taklid disebut juga masa para fuqaha mempropagandakan mazhab dan aliran mereka masing-masing. Mereka menulis kitab-kitab yang menjelaskan keistimewaan imam mereka masing-masing dan memberi fatwa pula bahwa orang yang bertaklid (muqalli) tidak boleh pindah dari mazhab satu ke mazhab lainnya.
Pada masa ini kitab-kitab para ulama mazhab dapat dikategorikan kepada tiga kelompok, yaitu matan, syarh, dan hasyiyah. Matan adalah kumpulan masalah-masalah pokok yang disusun dengan bahasa yang sederhana dan mudah. Syarh merupakan komentar dari kitab matan. Adapun hasyiyah adalah komentar dari syarh.
15 Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, (Qohiroh : Maktabah Wambah ), h. 323 16 Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, h. 323
78 | Fakhrurrazi Ismail
Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam
C.Tokoh dan Mazhab Utama
Madzhab adalah kumpulan pandangan (al-Arā’) dan penelaahan (nazhariyāt) yang dilakukan oleh para imam mujtahid dengan ikatan metodologi dan nalar berpikir yang sama dan membentuk satu kesehubungan yang terstruktur dan terorganisir. Ia juga disebut pandangan imam mujtahid yang diikuti dalam berbagai masalah ataupun ikhtilaf dengan tujuan menyatukan pandangan-pandangan tersebut.17 Wahbah
al-Zuhaily mendefinisikannya lebih terperinci dengan sebutan pendapat seorang tokoh fiqh tentang hukum dalam masalah ijtihadiyah. 18
Mazhab utamanya ada empat, yaitu yang merujuk kepada Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80 H-150 H), Imam Malik bin Anas (93 H-179 H), Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H-204 H) dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (164 H-241 H). Empat tokoh tersebut yang dapat disebut sebagai pelopor mazhab. Perkenalan atasnya adalah sebagai berikut:
Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80 H-150 H)
Nama lengkapnya adalah an-Nu’man bin Tsabit bin Zutha bin Mahmuli Taymillah bin Tsa’labah. Hidup di Baghdad pada masa kekhalifahan Abdullah bin
Marwan dan meninggal pada masa khalifah Abu Ja’far alMansur pada tahun 105 H, 19
ia dikenal sebagai ulama ahl ra’yi. Meskipun beliau pernah bermukim di Mekkah dan mempelajari hadis-hadis Nabi, serta ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan tetapi pengalaman yang beliau peroleh digunakan untuk memperkaya koleksi hadis-hadisnya sehingga metodologi kajian fiqhnya mencerminkan aliran Ahli Ra’yi yang beliau pelajari dari Imam Hammad, dengan Alquran dan hadis/sunnah sebagai sumber pertama dan kedua. Apabila beliau tidak menemukan ketentuan yang tegas tentang hukum persoalan yang dikajinya dalam Alquran dan hadis/sunnah, maka beliau mempelajarinya dari perkataan sahabat baik dalam bentuk ijma’ maupun fatwa. Kalau ketiganya tidak menyatakan secara eksplisit tentang persoalan-persoalan tersebut, maka beliau mengkajinya melalui qiyas dan istihsan, atau melihat tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat yang dipegang oleh mereka (‘urf).20
Dengan demikian, pendekatan Imam Abu Hanifah adalah rasional (ra’yi) melalui Alquran, hadis/sunnah, ijma’, qoul shahabi, qiyas, ihtihsan dan urf.
17 Qutb Mushtafa Sanu, Mu’jam Mushtalahat Usul Fiqh, h. 399
18 Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz I (Suriah: Darul Fikr, tt), h.32
19 Ahmad Asy-Syurbasyi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2001), h. 14
20 Abdurrahman Kasdi, Metode Ijtihad dan Karakteristik Fiqh Abu Hanifah dalam Yudisia, Vol. 5, No. 2, Desember 2014, h. 216-235
Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh dan Mazhab Utama | 79
Vol.01, No.01, 2020 Imam Malik bin Anas (93 H-179 H)
Nama lengkapnya Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu ‘Amir bin Harits. Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani Umayah.21
Dikenal sebagai ahl Hadis, karena lingkungannya yang sangat mendukung untuk itu –
kota Madinah, juga tetap terpengaruh dengan penggunaan rasio dalam berijthad. Hal ini dibuktkan dengan penggunaan ‘amal ahli Madinah (praktek masyarakat Madinah),
fatwa sahabat, Qiyas, Al-maslahah mursalah, Syad al-Zariah, al-‘Urf (adat istadat) dalam pengambilan hukum Islam. Imam Malik pun juga sepert mazhab lain menjadikan
Alquran dan hadis/sunnah sebagai sumber utama dalam hukum Islam.22
Dengan demikian, pendekatan Imam Abu Hanifah adalah rasional (ra’yi) melalui Alquran, hadis/sunnah, ijma’, Qiyas, amal ahli Madinah, al-Mashlahah al-Mursalah, Syad al-Zariah, al-Urf.
Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H-204 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin al-Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Ia merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys dan berjumpa nasab dengan Rasullulah pada Abdu Al-Manaf dengan sumber ijtihad Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Perkataan Sahabat, Qias, Istishab.23
Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i dikenal dengan qoul qodim dan qoul jadid yang seolah membuktikan bahwa suatu pemikiran tidak akan lahir dari ruang hampa. Ia akan muncul sebagai refleksi dari seting sosial yang melingkupinya. Sedemikian besar pengaruh kondisi sosial terhadap pemikiran, sehingga wajar jika dikatakan bahwa pendapat atau pemikiran seseorang merupakan buah dari zamannya. Dalam sejarah Imam Syafi’i menyerap pelbagai karakteristik (aliran) fiqh yang berbeda-beda dari pelbagai kawasan, Mekkah, Yaman, Irak dan Mesir. Penyerapan tersebut pada akhirnya memengaruhi alur pemikiran dan penerapan produk hukum yang dihasilkannya.24
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (164 H-241 H)
Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad al Syaibaniy al-Bagdady.25 Sosoknya dalam sejarah perkembangan fikih Islam
menempati tempat tersendiri dikarenakan penempatan posisinya dalam pembidangan ilmu; Apakah dia muhaddis saja, atau juga seorang faqih. Pengaruh besarnya terebut
21 Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja Grafndo Persada, 1992), h. vi
22 Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 103-114
23 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1996), h.151 24 Khairul Akhyar, Qoul Qodim wa Qoul Jadid Imam Syafi’i: Kemunculan dan Refleksinya di Indonesia dalam Nizham, Vol. 4, No. 1, Januari-Juni, 2015, h.124-155
25 Manna' Kholil Qaththan, al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islami: Tarikhan wa Manhajan: (Mesir: Dar al-Maarif, 1989), h.239
80 | Fakhrurrazi Ismail
Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam
berdampak pada studi fiqh yang dilakukannya, maupun usul fiqhnya sehingga mazhabnya dijuluki dengan mazhab fiqh al-sunnah. Selain itu, kebijakannya melarang
pencatatan fatwa-fatwanya mengakibatkan kurang berkembangya mazhab fiqhnya.26
Pendekatan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal adalah Alquran dan Hadis/Sunnah (marfu'ah), fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di antara mereka, fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara mereka, Hadis/Sunnah Mursal dan Hadis/Sunnah dha'if, dan Qiyas.27
D.Kesimpulan
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah ilmu fikih membentang dari periode Rasul, sahabat, tadwīn, dan taqlīd. Periode Rasul bisa dibagi kepada periode Makkah, Madinah. Periode sahabat adalah periode lengkapnya sumber hukum dengan keberadaan ijmā’ dan qiyās. Periode tadwīn, ilmu fikih dikumpulkan dan disistematisasi hingga dihafal. Periode taqlīd menjadi periode akhir perkembangan ilmu fikih. Tokoh dan mazhab utamanya, sebagaimana populer adalah, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80 H-150 H), Imam Malik bin Anas (93 H-179 H), Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H-204 H) dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (164 H-241 H). Empat tokoh tersebut yang menjadi imam dari Mazhab-Mazhab utama yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
E. Referensi
Mohammad Arif, Studi Islam dalam Dinamika Global (Kediri: STAIN Kediri Press, 2017) Qutb Mushtafa Sanu, Mu’jam Mushtalahat Usul Fiqh: ‘Arabi: Injilizi (Damaskus: Darul
Fikr, 2000)
Majduddin al-Fairuz Abadi, al-Qāmūs al-Muhīth (Kairo: Darul Hadis, 2005). Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: University Press, 1996)
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Khatib al-Syarbaini al-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj Ila Ma’any Alfazh al-Minhaj, Juz I (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1994 M/ 1415 H)
Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1971)
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra,1999)
Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012)
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqih dan Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,2005)
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Risalah Gusti 1995)
26 Marzuki, Ahmad bin Hanbal; Pemikiran Fiqh dan Usul Fiqhnya dalam Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 2, Agustus 2005, h. 107-118
Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh dan Mazhab Utama | 81
Vol.01, No.01, 2020 Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, (Qohiroh: Maktabah Wambah) Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz I (Suriah: Darul Fikr, tt)
Ahmad Asy-Syurbasyi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2001)
Abdurrahman Kasdi, Metode Ijtihad dan Karakteristik Fiqh Abu Hanifah, dalam Yudisia, Vol. 5, No. 2, Desember 2014
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja Grafndo Persada, 1992)
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas; Pendekatan Sejarah Sosial dalam Al-Ahkam; Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2016 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1996) Khairul Akhyar, Qoul Qodim wa Qoul Jadid Imam Syafi’i: Kemunculan dan Refleksinya di
Indonesia dalam Nizham, Vol. 4, No. 1, Januari-Juni, 2015
Manna' Kholil Qaththan, al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islami: Tarikhan wa Manhajan (Mesir: Dar al-Maarif, 1989)
Marzuki, Ahmad bin Hanbal; Pemikiran Fiqh dan Usul Fiqhnya dalam Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 2, Agustus 2005
82 | Fakhrurrazi Ismail