• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun. Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun. Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

Meka Anggidian Primadina

1

, Mukhlis Imanto

2

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Bagian THT-KL, Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Abstrak

Tumor nasofaring merupakan massa yang terdapat di bagian nasofaring. Tumor nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Tumor nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan faring). Studi ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan laporan kasus. Studi dilakukan pada seorang laki-laki berusia 44 tahun yang datang ke poli THT di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) pada tanggal 01 February 2017. Data yang ada diperoleh melalui autoanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa pasien. Didapatkan autoanamnesis, keluhan utama hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), keluhan tambahannya yaitu pasien merasakan nyeri kepala yang menjalar ke bagian leher sejak ± 1 tahun disertai dengan benjolan sebesar kelereng di sekitar leher dextra dan sinistra dengan ukuran 2x1x1 cm, mengeluhkan penglihatan ganda atau diplopia dan telinga berdenging. Diagnosis dari pasien ini adalah suspek tumor nasofaring stadium 4 T4N2MX dengan diplopia. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien, hindari pajanan asap rokok dan komplikasi penyakit serta pemberian medikamentosa berupa Ciprofloxacin tablet 2x500 mg, Asam Mefenmat tablet 3x500 mg, Ranitidin tablet 2x150 mg. Pasien di rencanakan untuk dilakukan rujuk ke RS. Gatot Subroto Jakarta untuk kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi.

Kata Kunci: diplopia, laporan kasus, tumor nasofaring

Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years

Abstract

Carsinoma Nasopharyngeal is a mass located on the nasopharynx. Carsinoma nasopharyngeal are divided into benign and carsinoma malignant. Carsinoma nasopharyngeal are carsinoma on the malignancy in the head and neck is a carsinoma of the top five among malignancies other body parts along with cervical cancer, breast cancer, carsinoma malignant of the lymph and skin cancer, while in the head and neck region took the first place (KNF a percentage nearly 60% of carsinoma in the head and neck, followed by carsinoma malignant of the nose and paranasal sinuses 18%, larynx 16%, and carsinoma malignant of the oral cavity, tonsils and pharynx). This study is a descriptive study with a draft report cases. Studies carried out on a man aged 44 years who came to the poly ENT Hospital General Abdul Moeloek (RSUAM) on 01 February 2017. The available data obtained through autoanamnesis, physical examination and investigations to diagnose patients. Obtained autoanamnesis, the main complaints of nasal congestion to the right since ± 2 months before admission (SMRS), complaints enhancements that patients feel a headache radiating to the neck since ± 1 year along with a lump the size of marbles around in the neck dextra and sinistra the size 2x1x1 cm, complained of double vision or diplopia and ringing in the ears. The diagnosis of these patients is suspect carsinoma nasopharyngeal stage 4 T4N2MX with diplopia. Management is given to these patients includes educating the patient about the patient's illness, avoid exposure to secondhand smoke and disease complications and Drug administration in the form of Ciprofloxacin tablets 2x500 mg, Mefenmat Acid tablets 3x500 mg, Ranitidine tablets 2x150 mg. Patients want to do referred to Gatot Subroto Hospital in Jakarta for cemoiradiation treatment.

Keywords : carsinoma nasopharyngeal, case report, diplopia

Korespondensi : Meka Anggidian Primadina, S.Ked., Jl. Tanjung Raya Permai, Sukarame, Bandar Lampung, HP 081299411993, e-mail anggidian.primadina@yahoo.com

Pendahuluan

Tumor nasofaring adalah massa yang terdapat di nasofaring. Tumor nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai jenis tumor jinak dapat ditemukan di daerah nasofaring seperti papiloma, hemangioma, dan angiofibroma nasofaring, sedangkan tumor ganas daerah kepala leher yang banyak ditemukan adalah karsinoma nasofaring.1

Karsinoma adalah pertumbuhan sel yang ganas dan tidak terkendali terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya sebagai proses metastasis. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku yang merupakan bagian dari faring dan terletak dibelakang hidung. Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada

(2)

epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).2

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan faring). Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia adalah cukup tinggi yaitu 4,7:100.000 kasus pertahun.3

Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr.4

1. Genetik

Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol.Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik.5 Sejumlah laporan menyebutkan bahwa HLA (Human Leucocyte Antigen) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa.5

2. Virus Ebstein Barr

Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker nasofaring dengan keberadaan virus Ebstein Barr.5 Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit.5 Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini

tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.5

3. Lingkungan

Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.5 Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko yang tinggi menderita kanker nasofaring.5

Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan penunjang.Adapun kriteria Digby, dimana menggunakan skoring untuk setiap gejala mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat menentukan KNF.5

Tabel 1. Digby skoring

Gejala Nilai

Massa terlihat pada nasofaring Gejala khas di hidung

Gejala khas pendengaran

Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik saraf otak Eksoftalmus Limfadenopati leher 25 15 15 5 5 5 25

Apabila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.5

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak1,4,5

a. Gejala Hidung :

1. Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

(3)

2. Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.

b. Gejala telinga

1. Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung,

rasa penuh, kadang gangguan

pendengaran)

2. Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

c. Gejala lanjut

Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan. d. Gejala mata dan saraf

1. Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga

tengkorak melalui beberapa

lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

2. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen dengan manifestasinya adalah diplopia.

Gejala saraf kranialis meliputi :

•Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh anosmia

•Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan diplopia

•Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada separuh wajah

•Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala : gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik

(4)

(nyeri daerah faring dan laring, dispnea, hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui kanalis n. hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior, m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer). Pembagian TNM untuk karsinoma nasofaring adalah sebagai berikut :

-T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya :

T1 : Tumor hanya terbatas pada nasofaring

T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal

T2a : Tanpa perluasan ke parafaring T2b : Perluasan ke parafaring

T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa infratemporal, hipofaring atau orbita

- N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Terdapat pembesaran kelenjar

ipsilateral < 6 cm

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar >6 cm atau ekstensi ke supraklavikula -M menggambarkan metastase jauh :

M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh

-Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0 -Stadium I : T1 dan N0 dan M0 -Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0 -Stadium IIB : T1/T2 dan N1 dan M0 -Stadium III :T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau

T3 dan N,N0/N1/N2 dan M0

-Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T dan N2 dan M0

-Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B dan M0

-Stadium IVC: T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.

Modalitas penatalaksaan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Radioterapi

Radioterapi merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma nasofaring adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke intrakranial.8-10 Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi merupakan pengobatan yang bersifat paliatif. Dosis untuk radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad dengan sinar X dalam waktu 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga dari dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi diadakan setiap bulan pada tahun pertama, kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua, dan setiap 6 bulan selama 5 tahun.3-7 b. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini masih tetap digunakan. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian adjuvan kemoterapi Cis-platinum, bloemycin, dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di Departemen THT FKUI dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.

Obat-obatan sitostatika yang direkomendasikan adalah :1,2

- Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral - Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu

intravena

- Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan tubuh / minggu im

- 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

Cisplatin menghambat sintesis DNA dan proliferasi sel dengan jalan membuat rantai silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi heliks ganda. 5FU akan menghambat sintesis timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan sintesi RNA, berpengaruh terhadap DNA, dan

(5)

berguna pada pengobatan paliatif pada pasien dengan penyakit yang progresif.5

Obat-obatan ganda : COMP : Hari I : Cyclophosphamide 500 mg intravena Vincristine 1 mg intravena 5 FU 750 mg intravena Hari VIII : Cyclophosphamide 500 mg intravena Vincristine 1 mg intravena Methotrexate 50 mg intravena Diulang setiap 4 minggu

Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin : Hari I :

Bleomycin 10 mg / m2 intravena Methotrexate 20 mg / m2 intravena Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali Hari II:

CispIatin 80 mg / m2 intravena Diulang setelah 10 minggu

Harus diperhatikan efek samping terapi dengan cara melakukan kontrol yang baik terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan sebagainya. Karena tingginya insiden kerusakan jaringan regional akibat radioterapi dan juga karena tingginya metastase jauh dari kanker nasofaring, maka kombinasi modalitas terapy radiasi dan kemoterapi adalah konsep yang cukup atraktif. Kombinasi ini dapat saling melengkapi atau bahkan sinergis. Ada beberapa cara untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara neoadjuvan (kemoterapi yang diikuti dengan radioterapi) atau sebagai adjuvant therapy (radioterapi yang diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-FU oral setiap hari sebelum diberikan radiasi

yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan

hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.5

c. Pembedahan

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor primer

sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Kasus

Pasien Tn. S, usia 44 tahun datang ke Poliklinik THT RSAM dengan keluhan hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien mengalami telinga terasa penuh disertai dengan gangguan pendengaran dan berdenging sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga menyatakan bahwa terlihat penglihatan ganda pada kedua pandang sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian kepala sejak ± 1 tahun yang lalu dan keluhan bertambah memberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke bagian leher disertai dengan teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan pada pandangan ganda. Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan batuk.

Pasien memiliki riwayat merokok selama ± 20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan: Pada bagian Leher : terdapat pembesaran KGB colli level 3.

Pada bagian Dextra dan Sinistra : Level 3 ukuran 2x1x1 cm, mobile, dengan konsistensi lunak.

Penatalaksanaan pasien adalah, sebagai berikut :

Medikamentosa

Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam Mefenamat 3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg tab.

Non-medikamentosa

Edukasi : Konsumsi gizi yang cukup, hindari merokok dan terpapar asap rokok.

Rencana Rujuk : Ke RS Gatot Subroto Jakarta

(6)

Pembahasan

Diagnosis klinik pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini dilakukan alloanamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan adanya rasa penuh pada kedua telinga yang disertai dengan gangguan pendengaran dan berdenging sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga menyatakan bahwa terlihat penglihatan ganda pada kedua pandang sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian kepala sejak ± 1 tahun yang lalu dan memperberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke bagian leher disertai dengan teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan pada pandangan ganda. Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan batuk.

Pasien memiliki riwayat merokok selama ± 20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan pembesaran KGB colli level 3. Pada regio colli dextra et sinistra : Level 3 ukuran 2x1x1 cm,

mobile, dengan konsistensi lunak.

Pasien diberikan tatalaksana

medikamentosa dan non-medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa antara lain Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam Mefenamat 3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg tab. Tatalaksana non-medikamentosa berupa edukasi mengenai konsumsi gizi yang cukup, hindari merokok dan terpapar asap rokok, serta rencana rujukan ke RS Gatot Subroto Jakarta untuk kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang di lakukan pasien di diagnosis Suspek Tumor Nasofaring Stadium 4 T4N2MX dengan Diplopia. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi EBV, Faktor lingkungan, dan genetic. Deteksi dini terhadap karsinoma nasofaring harus dilaksanakan karena penemuan penyakit ini pada stadium yang lebih dini berdampak pada prognosis penyakit yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ariwibowo H. 2013. Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring. CDK: 40(5):348-351.

2. Asroel HA. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Medan : USU Digital library [internet]; [Disitasi tanggal 10 Februari 2017]. Tersedia dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handl

e/123456789/3463/tht-hary2.pdf;jsessionid=5D82BFECE303B6E6EA 80C254C9796F52?sequence=1

3. Djaafar ZA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.Edisi 6. Jakarta : FKUI.

4. Firdaus MA, Prijadi J. 2013. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring [internet]. [Disitasi tanggal 20 Januari 2017].

Tersedia dari: Diakses dari:

http://repository.unand.ac.id/

18157/1/Kemoterapi%20Neoadjuvan%20pa da%20Karsinoma%20Nasofaring.pdf

5. Kadkhoda ZT. 2007. Nasopharyngeal Carcinoma : past, present, and Future directions. Sweden: Department of Oncology, Institute of Clinical Sciences, Göteborg University.

6. Kentjono WA. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia: 14(2):1-39.

7. Lalwani AK. 2007. Anatomi and Physiology of the Ear In Current Diagnosis & Treatment Otolarinology Head and Neck Surgery. 2nd Ed. New York: Thieme: 310-489.

8. Kim DY, Hong SL, Lee CH, Jin HR, Kang JM, Lee BJ, et al. 2012. Inverted Papilloma of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses: A Korean Multicenter Study. Laryngoscope. 122(3): 487-494.

9. Maulana AS, Insanilhusna R, Setyawan NH, Wati EP. 2011. Kasus Karsinoma Nasofaring di RSD dr. Soebandi Jember Periode 2009-2010. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

10. Yenita AW. 2008. Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat: Reevaluasi Subtipe Histopatologi Berdasarkan Klasifikasi WHO. Padang: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unand.

Referensi

Dokumen terkait

The Growth Performance of Milk Fish (Chanos chanos forsskall) Selected Pre Broodstock Collected From Three Location of Culture Ponds.. International Conference of

Hasil analisis sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran matematika di SMPN 1 Tanjung Emas oleh guru dan siswa yaitu hanya satu buku Kurikulum

Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan dalam perusahaan tersebut.”Sebagai rasio

l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil akukan $leh petugas 1ang ada

Laporan skripsi dengan judul “Sistem Informasi Pengelolaan Usaha Jasa Desain Banner Dan Cetak Undangan Menggunakan Framework Code Igniter Pada Percetakan Muria Grafis

Penelitian dilakukan pada Laboratorium Game Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang. Kebutuhan pengembangan permainan meliputi perangkat bergerak berbasis

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan school well-being pada siswa SD dan siswa SMP, dimana siswa SD memiliki school well-being yang lebih baik daripada

Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian kali ini peneliti mengusulkan suatu perancangan dan implementasi squid proxy server pada Ubuntu Server 10.10 yang bertujuan untuk