• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: ELLA CARDOVA NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: ELLA CARDOVA NIM:"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI DAN

DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMPN 1 TANJUNG EMAS

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

(S-1)

Jurusan Tadris Matematika

Oleh:

ELLA CARDOVA

NIM: 14 105 014

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Tanjung Emas” Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar 2019.

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan kurangnya bahan ajar dalam pembelajaran matematika serta rendahnya kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa. Siswa belum aktif dalam pembelajaran matematika, buku yang digunakan tidak membuat siswa menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang ada. Keingintahuan siswa terhadap matematika sangat kurang dan menganggap matematika itu sulit. Kemampuan literasi matematis siswa yang belum berkembang. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung masih bersifat

teachers center. Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan sebuah bahan ajar berbasis PMR yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model Pengembangan 4-D yang terdiri dari 4 tahap yaitu (1) tahap define (pendefenisian) terdiri atasmelakukan wawancara dengan guru bidang studi, menganalisis silabus dan RPP, menganalisis sumber belajar, menganalisis kebutuhan siswa, meriview literature tentang bahan ajar, (2) tahap design (perancangan), (3) tahap develop

(pengembangan) terdiri atas tahap validitas, tahap praktikalitas, dan tahap efektifitas, (4) tahap disseminate (penyebaran) tidak peneliti lakukan karena keterbatasan waktu dan biaya.

Produk penelitian ini berupa bahan ajar (buku siswa) pada materi Perbandingan dan Aritmetika Sosial dengan pembelajaran PMR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) validitas bahan ajar berbasis PMR berada kategori sangat valid dengan dengan nilai 82,56% berdasarkan penilaian dua dosen ahli dan satu orang guru, (2) bahan ajar dilihat dari aspek kepraktisan termasuk dalam kategori sangat praktis dengan persentase 81,63% berdasarkan hasil angket respon siswa terhadap bahan ajar, dan (3) bahan ajar dilihat dari aspek keefektifan menunjukkan bahwa bahan ajar efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa. Keefektifan tersebut berdasarkan hasil perhitungan N-Gain pada tes kemampuan literasi dan angket disposisi matematis siswa yang menunjukkan nilai 0,60 untuk kemampuan literasi dan 0,43 untuk nilai N-Gain disposisi matematis siswa, sehingga bahan ajar berbasis PMR dikatakan efektif untuk pembelajaran matematika.

Kata kunci: Bahan Ajar, Pembelajaran Matematika Realistik, Kemampuan Literasi, Disposisi Matematis

(6)

ii PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR DIAGRAM x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 14 C. Batasan Masalah 15 D. Rumusan Masalah 15 E. Tujuan Pengembangan 16 F. Manfaat Pengembangan 16 G. Spesifikasi Produk 17

H. Asumsi dan Fokus Pengembangan 19

I. Definisi Operasional 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 23

1. Pembelajaran Matematika 23

2. Literasi Matematis 27

3. Disposisi Matematis 36

(7)

iii

9. Praktikalitas Bahan Ajar Berbasis PMR 59 10.Efektivitas Bahan Ajar Berbasis PMR 60

B. Penelitian yang Relevan 61

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 64

B. Model Pengembangan 64

C. Prosedur Pengembangan 65

D. Instrumen Penelitian 71

E. Teknik Analisis Data 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 90

1. Hasil Penelitian Tahap Pendefinisian (define) 90 2. Hasil Penelitian Tahap Perancangan (design) 95 3. Hasil Penelitian Tahap Pengembangan (develop) 104

B. Pembahasan 114

1. Pembahasan tentang Hasil Pendefinisian 114 2. Pembahasan tentang Hasil Perancangan 116 3. Pembahasan tentang Hasil Pengembangan (develop) 117 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 125 B. Saran 125 C. Implikasi 126 DAFTAR KEPUSTAKAAN 127 LAMPIRAN 132

(8)

iv

Tabel 3.1 Validitas Bahan Ajar (Buku Siswa Berbasis PMR) …………. 69

Tabel 3.2 Hasil Revisi Bahan Ajar Berbasis PMR……… 69

Tabel 3.3 Praktikalitas Bahan Ajar Berbasis PMR……… 70

Tabel 3.4 Efektivitas Bahan Ajar Berbasis PMR……… 71

Tabel 3.5 Revisi RPP………. 73

Tabel 3.6 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)…... 73

Tabel 3.7 Revisi Angket Respon Siswa ………...………... 74

Tabel 3.8 Hasil Validasi Angket Respon Siswa……….……... 75

Tabel 3.9 Revisi Soal Kemampuan Literasi……….. 75

Tabel 3.10 Hasil Validasi Soal Kemampuan Literasi……….. 76

Tabel 3.11 Revisi Angket Disposisi Matematis……….. 76

Tabel 3.12 Hasil Validasi Angket Disposisi Matematis……….. 77

Tabel 3.13 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r……….. 80

Tabel 3.14 Hasil Validitas Butir Soal Setelah Dilakukan Uji Coba………. 81

Tabel 3.15 Kriteria Indeks Daya Pembeda……… 82

Tabel 3.16 Hasil Indeks Daya Pembeda Soal Tes……….. 83

Tabel 3.17 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal……… 83

Tabel 3.18 Hasil Indeks Kesukaran Soal………. 84

Tabel 3.19 Hasil Kriteria Penerimaan Soal Tes………... 85

Tabel 3.20 Kriteria Reliabilitas Soal... 86

Tabel 3.21 Kategori Validitas Lembar Validasi………. 86

Tabel 3.22 Kategori Praktikalitas Bahan Ajar berbasis PMR………. 87

Tabel 3.23 Kriteria Gain Ternormalisasi………. 88

Tabel 4.1 Analisis Silabus Pembelajaran Matematika kela VII………… 92

Tabel 4.2 Data Hasil Validasi Bahan Ajar berbasis PMR………. 105

Tabel 4.3 Data Hasil Praktikalitas dari Angket Respon Siswa………….. 110

(9)
(10)

vi

Gambar 1.3 Contoh soal pada buku pembelajaran………. 8

Gambar 1.4 Contoh soal yang diberikan……… 8

Gambar 1.5 Soal-soal yang diberikan pada Buku……….. 9

Gambar 1.6 Kumpulan soal dalam buku pegangan siswa……….. 9

Gambar 2.1 Model Literasi Matematis dalam praktik………. 28

Gambar 2.2 Matematika Horizontal dan Vertikal……… 49

Gambar 4.1 Cover buku sebelum revisi………... 96

Gambar 4.2 Cover buku setelah revisi………. 96

Gambar 4.3 Kata pengantar buku berbasis PMR………. 97

Gambar 4.4 Sajian buku sebelum revisi………... 97

Gambar 4.5 Sajian buku setelah revisi………. 97

Gambar 4.6 Daftar isi sebelum revisi………... 98

Gambar 4.7 Daftar isi setelah revisi………. 98

Gambar 4.8 Bagian pendahuluan bab buku………. 99

Gambar 4.9 Bagian KD dan pengalaman belajar………. 99

Gambar 4.10 Peta Konsep pada Buku……… 100

Gambar 4.11 Kolom bonus informasi……… 101

Gambar 4.12 Kolom Cari Tahu pada Buku……….………. 102

Gambar 4.13 Latihan pada Buku……….. 103

Gambar 4.14 Uji Kompetensi pada Buku………. 103

Gambar 4.15 Glosarium pada Buku………. 103

(11)

vii

literasi matematis siswa………... 112 Diagram 4.2 Perbandingan nilai pretest dan posttest angket disposisi

(12)

viii

Lampiran 3. Hasil Validasi Bahan Ajar……….. 149

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 155

Lampiran 5. Lembar Validasi RPP………. 171

Lampiran 6. Hasil Validasi RPP………. 177

Lampiran 7. Kisi-kisi Angket Respon Siswa……….. 179

Lampiran 8. Angket Respon siswa………. 180

Lampiran 9. Lembar Validasi Angket Respon Siswa………. 182

Lampiran 10. Hasil Validasi Angket Respon Siswa………. 188

Lampiran 11. Hasil praktikalitas angket respon siswa………. 189

Lampiran 12. Aturan pemberian skor soal tes……….. 192

Lampiran 13. Kisi-kisi soal tes………. 196

Lampiran 14. Lembar validasi soal………... 200

Lampiran 15. Hasil validasi soal………... 206

Lampiran 16. Soal tes kemampuan literasi matematis………. 207

Lampiran 17. Hasil uji coba soal……….. 212

Lampiran 18. Korelasi validasi soal………. 213

Lampiran 19. Daya pembeda……… 214

Lampiran 20. Indeks kesukaran……… 215

Lampiran 21. Reliabilities tes………... 216

Lampiran 22. Rekap analisis butir soal………. 217

Lampiran 23. Nilai pretest dan posttest siswa……….. 218

Lampiran 24. Uji N Gain Tes………... 221

Lampiran 25. Kisi-kisi angket disposisi matematis……….. 223

Lampiran 26. Angket disposisi matematis……… 224

Lampiran 27. Lembar validasi angket disposisi matematis……….. 227

Lampiran 28. Hasil Validasi angket disposisi matematis………. 233

(13)
(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat dibimbing, dididik, dilatih dan diarahkan agar menjadi manusia yang berguna bagi bangsa, negara dan agama. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat, dan pendidikan juga merupakan wadah yang dapat dijadikan sarana perubahan yang paling utama. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka, maka melalui pendidikanlah kita dapat mengikuti perkembangan zaman serta berpikir kritis dan logis terhadap situasi yang terjadi.

Salah satu mata pelajaran di sekolah yang bisa diikuti siswa agar mampu berpikir kritis dan logis tersebut yaitu matematika. Tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan, yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pememcahan masalah;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa inginn tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(15)

2

Lebih lanjut, Permendikbud No. 58 Tahun 2014, menggambarkan bahwa secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar hingga menengah adalah: (1) memahami konsep matematika, (2) menggunakan pola sebagai dugaan dalam menyelesaikan masalah, mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada, (3) menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika, (4) mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika, (5) menggunakan alat peraga, (6) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, (7) memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, dan (8) melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.

Dari uraian tujuan pembelajaran matematika di atas, kita ketahui bahwa dalam pembelajaran matematika memerlukan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel. Dari tujuan pembelajaran matematika tersebut kita ketahui bahwa poin 1 sampai poin 5 menjelaskan tentang kemampuan kognitif yang harus dimiliki siswa.

Salah satu kemampuan yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran matematika yaitu kemampuan literasi matematis. Literasi matematis didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika dalam konteks, termasuk kemampuan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan, menerangkan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian (OECD, 2016). Menurut Niss (Kusumah, 2011) literasi matematis mencakup (1) penalaran dan berpikir matematis, (2) argumentasi matematis, (3) komunikasi matematis, (4) pemodelan, (5) pengajuan dan pemecahan masalah, (6) representasi, (7) simbol, dan (8)

(16)

3

media dan teknologi. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa literasi matematis berkaitan dengan dunia nyata. Oleh karena itu, kita dituntut dapat memahami peranan matematika dan menggunakannya dalam menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

Berbagai jenis studi komparatif Internasional telah diikuti Indonesia yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan sejauh mana pendidikan mampu membawa siswa bersaing di dunia Internasional dan mengetahui sejauh mana program pendidikan di Indonesia berkembang dibandingkan negara lainnya, salah satunya PISA (Programe for International Student Assesment) dan TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study). PISA diselengarakan 3 tahun sekali sejak tahun 2000 dengan mengukur kemampuan siswa usia 15 tahun. Sedangkan TIMSS diselenggarakan 4 tahun sekali sejak tahun 1995, dan Indonesia baru mengikutinya sejak tahun 1999. Pada hasil survei yang dilakukan tersebut, Indonesia menempati posisi yang belum menggembirakan di antara negara-negara yang di survei.

Hasil survei PISA tahun 2003 menunjukkan bahwa peringkat siswa Indonesia untuk matematika berada pada urutan 38 dari 40 negara. Sedangkan tahun 2006 berada pada urutan 52 dari 57 negara. Skor rata-rata turun dari 411 (2003) mejadi hanya 391 (2006). Pada PISA tahun 2009, Indonesia berada pada peringkat 57 dari 65 negara dan untuk matematika berada pada peringkat 5 terendah dengan skor 371. Sedangkan PISA 2012, Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara dengan rata-rata skor matematika 375, sementara PISA 2015 yang dirilis tanggal 6 Desember 2016, Indonesia berada di peringkat 63 dari 69 negara dengan skor rata-rata matematika 386 (OECD, 2016). Secara keseluruhan, hasil tersebut menunjukkan bahwa skor hasil tes PISA kemampuan matematis siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata pencapaian skor Internasional yang mencapai 500 (litbang.kemendikbud.go.id).

(17)

4

Bukan hanya terlihat pada hasil tes PISA yang belum memuaskan, namun juga pada tes TIMSS. Hasil survei TIMSS di tahun 2011 menujukkan bahwa Indonesia berada pada urutan 38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya mengikuti tes. Sementara TIMSS tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 6 terendah dari 50 negara peserta dengan rata-rata skor capaian matematika 397 (puspendik.kemendikbud.go.id). Hal ini semakin memperkuat bahwa masih belum membanggakannya kemampuan matematika siswa Indonesia apabila dihadapkan dengan siswa-siswa lain di belahan dunia Internasional, terlebih dalam hal kemampuan literasi matematis.

Selain aspek kognitif, aspek afektif juga menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika. Terdapat pada poin keenam dalam Permendikbud No.58 Tahun 2014, yaitu pembelajaran matematika bertujuan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sedangkan pada poin ketujuh, pembelajaran matematika bertujuan memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya. Dari dua poin tujuan pembelajaran matematika tersebut, juga terdapat dalam indikator disposisi matematis.

Menurut Katz, disposisi adalah kecenderungan untuk berperilaku secara sadar, teratur, dan sukarela yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kilpatrick, Swafford, dan Finde (Mahmudi, 2010:2), disposisi matematis adalah kecenderungan memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang berguna, meyakini usaha yag tekun dan ulet dalam mempelajari matematika akan membuahkan hasil, dan melakukan perbuatan sebagai pelajar yang efektif. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawa dalam belajar, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam matematika. Karakteristik tersebut penting dimiliki siswa. Kelak siswa belum tentu menggunakan

(18)

5

semua materi yang telah dipelajari, tetapi dapat dipastikan mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematika kehidupan. Ini sejalan dengan National Council of Teacher of Mathematics

(NCTM).

Berdasarkan studi Internasional TIMSS, siswa Indonesia yang menyukai matematika (2011) hanya 20 % atau masih di bawah rata-rata Internasional. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika sangat perlu ditanamkan dan dikembangkan disposisi matematis pada siswa agar mereka dapat lebih menghargai matematika, dan akan semakin termotivasi untuk mempelajari matematika serta menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Namun kenyataannya, disposisi matematis siswa Indonesia belum tercapai sepenuhnya saat ini (Syaban,2009:130).

Dari observasi yang telah peneliti lakukan di SMPN 1 Tanjung Emas dengan wawancara guru matematika kelas VII di SMPN 1 Tanjung Emas di dapat informasi bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal kontektual yang masih rendah dan siswa belum terbiasa mengerjakan soal tersebut. Siswa lebih cenderung mengerjakan latihan yang berupa soal rutin, Kebanyakan soal yang dikerjakan siswa yaitu soal yang hanya diberikan guru saja. Ketika soalnya kontektual siswa tidak bisa menyelesaikan soal yang diberikan dan mengubahnya dalam bentuk matematikanya. Ketika guru memberikan latihan, siswa tidak memeriksa kembali apa yang dikerjakannya dan langsung mengumpulkan saja. Informasi yang diberikan guru mengatakan bahwa sedikitnya siswa yang mau mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Apalagi soal yang diberikan kontektual, yang memerlukan pemahaman dan pemecahan masalah secara mandiri. Mereka mengatakan tidak paham terhadap soal tersebut dan membawa kembali PR ke sekolah untuk dibahas bersama.

Ini dapat juga terlihat ketika peneliti memberikan beberapa soal kemampuan literasi dalam konten ruang dan bentuk (space and shape) pada kontek mengidentifikasi persamaan (similarities)dan perbedaan (differences) yaitu sebagai berikut:

(19)

6

1. Manakah yang berlari lebih cepat antara kakak yang berlari 8,5 km/jam atau saya yang berlari 16 km/2jam ?,

2. Manakah yang lebih murah jeruk yang sama yang akan dijual di supermarket yang dijual Rp.2.400,00/ 100 gram atau di pasar dengan harga Rp.18.000,00/kg?.

Sumber: Modifikasi soal pada buku Matematika Kemendikbud K-13

Adapun jawaban yang diperoleh setelah siswa mengerjakan soal di atas yaitu pada gambar 1.1 dan gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.1. soal dan jawaban siswa no 1

Gambar 1.2. Jawaban siswa no 2

Dari soal 1 pada gambar 1.1, sudah ada yang menjawab benar, namun kebanyakan siswa masih menjawab salah. Cara siswa menjawab soal tidak sistematis. Siswa tidak memahami masalah yang diberikan terlebih dahulu,

(20)

7

siswa tidak memperhatikan masalah yang mana tentang perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. Siswa tidak mampu merumuskan, menggunakan, maupun menafsirkan soal ke dalam bentuk matematika.

Dari jawaban siswa pada soal 2 pada gambar 1.2 dapat dilihat banyak siswa belum dapat menjawab soal tersebut. Mereka hanya bisa menggunakan rumus-rumus yang diberikan guru, yaitu dengan perbandingan senilai maupun berbalik nilai. Siswa tidak bisa menjelaskan mengapa rumus atau konsep tersebut bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah. Siswa tidak mampu mencerna dan memahami makna dari soal, langsung saja menyelesaikan soal, sehingga jawaban yang diperoleh semua siswa adalah salah. Siswa tidak mampu menginterpretasikan dan menyelesaikannya. Ini menunjukkan rendahnya kemampuan literasi matematis siswa.

Dalam pembelajaran sedikit sekali siswa yang aktif dan merespon pembelajaran yang disampaikan guru. SMPN 1 Tanjung Emas sudah menngunakan Kurikulum 2013 (K-13) untuk siswa kelas VII dan VIII. Buku pedoman yang diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh siswa. Buku pedoman hanya satu yaitu buku yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dari buku yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini, terdapat ada soal-soal pembelajaran yang bersifat non kontektual dan kontektual. Adapun soal yang berupa kontektual, itu terdapat pada contoh soal yang langsung ada penyelesaiannya. Siswa tidak dituntut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Soal-soal yang diberikan tidak mengedepankan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, sehingga tidak membangun dan merekontruksi pengetahuan siswa sendiri. Berikut adalah bentuk contoh soal dan soal-soal yang diberikan:

(21)

8

Gambar.1.3. Contoh Soal Pada Buku Pembelajaran

Gambar 1.4. Contoh Soal yang Diberikan

Dalam buku K-13 ini terdapat contoh soal yang membantu siswa menemukan konsep dari menyelesaikan permasalahan, seperti yang terlihat pada gambar 1.3 dan gambar 1.4. Namun buku yang disediakan belum memuat kegiatan siswa untuk lebih mandiri dalam menyelesaikan permasalahaan tersebut. Buku tersebut tidak menuntut siswa untuk melakukan langkah kerja yang sistematis.

(22)

9

Gambar 1.5. Soal-soal yang Diberikan pada Buku

Gambar.1.6. Kumpulan Soal dalam Buku Pegangan Siswa

Dari bentuk soal pada gambar 1.5 dan gambar 1.6 terlihat bahwa buku yang digunakan belum mampu memberikan soal-soal yang akan menguji kemampuan literasi siswa. Soal-soal yang terdapat pada buku adalah soal teori yang bisa dikerjakan siswa dan tidak perlu pemahaman tambahan. Soal yang diberikan tidak memerlukan pemahaman ekstra pada siswa. Soal yang

(23)

10

diberikan dipilih terlebih dahulu oleh guru, agar siswa mau mengerjakan latihan soal tersebut.

Dari observasi di kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas, peneliti menemukan siswa juga cenderung tidak menyukai mata pelajaran matematika. Siswa tidak mau membaca buku yang sudah disediakan sekolah dalam pembelajaran dan cenderung berbicara dengan teman. Siswa mengatakan pembelajaran matematika pembelajaran yang membosankan untuk diikuti. Siswa menganggap pembelajaran matematika bukan pembelajaran yang dibutuhkan mereka untuk dunia kerja. Siswa tidak mengetahui kegunaan matematika pada kehidupan sehari-hari, serta sifat siswa yang masih seperti siswa Sekolah Dasar yang lebih banyak bermain. Siswa lebih senang menerima pembelajaran dari guru saja daripada mencari tau dan belajar mandiri. Siswa cenderung lebih banyak bermain dengan teman daripada diskusi materi pembelajaran.

Selain itu, ketika mengikuti pembelajaran siswa tidak berani bertanya jika ada materi yang belum dipahami, siswa cenderung diam ketika disuruh tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusunya. Siswa tidak mau mencari solusi atau langkah kerja yang lain untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Siswa lebih cenderung menerima daripada memberi dan menemukan solusi atau penyelesaian, baik dari guru maupun temannya yang lain. Hal-hal tersebut diduga menjadi penyebab banyaknya siswa yang memiliki disposisi matematis yang rendah, maka diperlukan perbaikan atas pembelajaran matematika yang selama ini telah dilakukan.

Guru diharapkan mampu menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran, salah satunya yaitu bahan ajar. Bahan ajar yang menarik dapat membuat suasana pembelajaran menjadi tidak kaku dan menyenangkan, serta membuat siswa lebih aktif. Guru dapat memanfaatkan bahan ajar cetak, bahan ajar audio, maupun bahan ajar interaktif untuk menunjang pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Depdiknas, 2008:6). Bahan ajar

(24)

11

cetak dapat berupa modul, LKS, brosur, hand out, buku, poster dan lainnya. Sedangkan bahan ajar audioa dapat berua kaset, radio, film dan sebagainya. Bahan ajar interaktif dapat berupa compact disk interactive. Namun bahan ajar yang disajikan di sekolah masih belum mendukung siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa, bahkan buku-buku yang telah disediakan di sekolah-sekolah belum memuat soal-soal latihan yang diujikan PISA sesuai dengan kemampuan literasi matematis siswa.

Pada penelitian ini peneliti membuat bahan ajar cetak yang berupa buku teks siswa. Buku teks siswa hingga saat ini masih dianggap sebagai bahan ajar yang paling utama. Ini terbukti hampir semua institusi pendidikan, dari jenjang pendidikan dasar sampai yang paling tinggi, pada umumnya menggunakan buku teks sebagai bahan ajar utamanya. Buku siswa berguna untuk membantu siswa sebagai pedoman dalam pembelajaran dan membuat siswa dapat belajar lebih mandiri.

Tujuan dari penyusunan bahan ajar (buku siswa) yaitu membantu siswa dalam mempelajari sesuatu, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, agar kegiatan menjadi lebih menarik. Penggunaan bahan ajar yang menarik yang terpusat pada siswa dalam kegiatan belajar mengajar dapat merangsang rasa ingin tahu dalam memahami materi yang di ajarkan. Sehingga kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa meningkat.

Literasi matematis bukanlah kemampuan yang mudah dipahami dan diajarkan, matematika tidak identik dengan menghafal, tetapi juga harus memahami konsep serta aspek-aspek penting lainnya. Sedangkan disposisi matematis tidak akan berkembang dilingkungan yang tidak mendukung keaktifan siswa. Diperlukan model, metode dan pendekatan pembelajaran yang mampu menfasilitasi siswa aktif, bernalar, dan menumbuhkan ketertarikan agar siswa fokus dan merasa perlu untuk mempelajari matematika. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR atau dalam istilah asingnya adalah Realistic Mathematics Education (PMR) dan di Indonesia lebih dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Bahan

(25)

12

ajar berupa buku siswa yang digunakan dengan pendekatan PMR dapat digunakan sebagai pendukung dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan PMR.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengedepankan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas dengan tujuan agar siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri terhadap masalah matematika yang sedang dihadapi. Dalam pembelajaran ini, guru bertindak sebagai fasilitator bagi siswa dalam belajar matematika. Dalam pembelajaran PMR, siswa dituntut untuk mengkonstruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Ia juga menambahkan bahwa dalam pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali konsep matematika dengan bimbingan guru. Pendekatan PMR inilah yang menjadi salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diupayakan di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.

Melalui bahan ajar berupa buku siswa berbasis PMR yang menarik bersesuaian dengan literasi matematis yang dimaknai sebagai kemampuan seseorang dalam merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks dan membantu seseorang mengenal peran matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sugiman (2012) menambahkan intinya literasi matematis menyangkut kompetensi matematika siswa terutama yang terkait dengan masalah-masalah yang dijumpai dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan sosial. Literasi matematis juga menyangkut fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan bahan ajar berbasis PMR dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.

Bahan ajar berupa buku siswa yang dikembangkan mencakup lima karakteristik PMR menurut Treffer (Wijaya:2012) yaitu: (1) penggunaan konteks (used of context), (2) penggunaan model (used of models), (3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa, (4) interaktivitas, dan (5) keterkaitan.

(26)

13

Sintak pembelajaran PMR adalah (1) memahami masalah kontekstual, (2) menyelesaikan masalah kontekstual, (3) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (4) membuat kesimpulan. Adapun prinsip-prinsip PMR menurut Gravemeijer yaitu (1) penemuan terbimbing, (2) fenomena didaktik, dan (3) model dikembangkan sendiri. Bahan ajar berupa buku siswa berbasis PMR yang disusun ditujukan untuk menfasilitasi pencapaian literasi matematis siswa. Dengan pembelajaran menggunakan buku siswa berbasis PMR juga dapat mengkontruksi siswa untuk berpikir pentingnya pembelajaran matematika secara mandiri, sehingga disposisi matematis siswa dapat tercapai.

Dalam buku siswa yang dikembangkan memuat soal-soal kontekstual. Buku siswa juga mengandung pendekatan matematika realistik yang berkaitan dengan kemampuan literasi siswa dan disposisi matematis siswa. Perbedaan buku siswa yang akan dikembangkan dengan buku pedoman guru dalam pembelajaran yaitu buku yang akan dikembangkan berbasis pada PMR, sedangkan buku pedoman guru hanya buku yang sudah disediakan oleh pemerintah. Buku siswa yang dikembangkan juga berisikan kumpulan soal-soal yang berkaitan dengan masalah kontekstual yang biasanya dijadikan acuan untuk tes PISA. Dimana soal-soal berkaitan dengan kemampuan matematis siswa, khususnya kemampuan literasi dan siposisi matematis siswa. Pada buku pedoman guru, soal yang diberikan kepada siswa, banyak terdapat soal-soal rutin yang bisa dikerjakan tanpa memerlukan kemampuan seperti merumuskan, menggambarkan, dan menafsirkan dalam konteks matematika, serta kemampuan penalaran siswa atau menarik kesimpulan dari suatu permasalahan. Pada buku pedoman guru contoh soal saja yang berhubungan dengan masalah kontekstual, dan langsung adanya penjabaran jawaban dari permasalahan. Tidak adanya usaha yang akan dilakukan siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa hanya bisa mengeluarkan kemampuan pada soal uji kompetensi saja. Sedangkan buku berbasis PMR yang dikembangkan peneliti akan berguna untuk membuat siswa dapat menafsirkan sendiri dan menyimpulkan materi pembelajaran

(27)

14

sendiri secara mandiri dengan bimbingan guru, dengan adanya soal-soal kontekstual dan meningkatkan kemauan siswa terhadap matematika, baik itu percaya diri siswa dalam pembelajaran, tekad kuat siswa dalam menyelesaikan permasalahan umumnya disposisi matematis siswa. Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ilyas Ramdani Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2014 mengatakan bahwa Bahan Ajar berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat menfasilitasi pencapaian literasi matematis siswa kelas VII SMP. Dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh S. Puspitawati dan R.Agasi yang menyatakan bahwa penggunaan matematika realistik dapat meningkatkan disposisi matematis siswa SMP.

Dari uraian di atas, perlu adanya upaya dalam meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi dan Disposisi Matematis Siswa SMPN 1 Tanjung Emas”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut:

1. Banyak siswa yang belum bisa berpikir analisis dalam mengubah soal cerita ke dalam bentuk matematika dan menyelesaikannya, serta tidak mampu menyelesaikan soal terapan.

2. Banyak siswa yang mempersepsikan matematika sulit karena matematika bersifat abstrak.

3. Kemampuan literasi matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah berdasarkan hasil PISA.

4. Siswa tidak berani aktif dalam pembelajaran, tidak mau mencari solusi lain dalam penyelesaian permasalahan, siswa masih menganggap

(28)

15

pembelajaran matematika tidak penting untuk mereka pelajari tidak ada tekad dalam belajar matematika sehingga disposisi matematis kurang. 5. Buku-buku teks matematika yang digunakan di sekolah belum memuat

karakteriktik soal-soal latihan yang bersesuaian dengan kemampuan literasi matematis siswa seperti yang diujikan di PISA dan buku-buku teks masih berupa soal-soal rutin saja.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas serta keterbatasan waktu maka peneliti membatasi masalah pada tidak adanya pedoman pembelajaran yang berupa bahan ajar berbasis Pendekatan Matematika Realistik (PMR), yang berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa. Dalam hal ini peneliti mengembangkan bahan ajar berupa buku siswa pada materi perbandingan dan aritmatika sosial, namun karena keterbatasan waktu, maka penelitian hanya dilakukan pada materi aritmatika sosial.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diselesaikan sebagai berikut: 1. Bagaimana validitas Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan

kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas?

2. Bagaimana praktikalitas Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas?

3. Bagaimana efektivitas Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas?

(29)

16 E. Tujuan Pengembangan

Secara umum Penelitian Pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk atau bahan ajar berupa buku siswa yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa, sehingga siswa dapat memahami materi pembelajaran perbandingan kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas. Sedangkan secara khususnya, penelitian pengembangan ini bertujuan untuk:

1. Menghasilkan sebuah Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas yang valid.

2. Menghasilkan sebuah Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas yang praktis.

3. Menghasilkan sebuah Bahan Ajar Berbasis PMR untuk meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas yang efektif.

F. Manfaat Pengembangan

Dengan melihat tujuan pengembangan di atas, maka penelitian pengembangan ini bermanfaat bagi peneliti, sekolah, guru, serta siswa yang menggunakannya.

1. Untuk peneliti bermanfaat sebagai bekal pengetahuan dan pengalaman yang nantinya bisa diterapkan di sekolah.

2. Bagi sekolah dapat menjadi tambahan bahan ajar pada Pembelajaran Matematika dan tercapainya ketuntasan belajar siswa.

3. Bagi guru dapat menjadikan bahan ajar ini sebagai sumber belajar yang memberikan pedoman pada penyampaian materi pembelajaran.

4. Bagi siswa dapat dijadikan sebagai sumber, alat, serta bahan belajar, sehingga pembelajaran lebih menarik dan dapat meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan Bahan Ajar Berbasis PMR ini.

(30)

17 G. Spesifikasi Produk

Penelitian ini diharapkan menghasilkan spesifik produk, yaitu berupa Bahan Ajar Berbasis PMR untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa. Secara garis besar desain bahan ajar berbasis PMR dalam hal ini berupa buku teks (buku siswa) yang peneliti kembangkan mengikuti komponen-komponen bahan ajar menurut Prastowo. Selanjutnya langkah-langkah dalam merancang bahan ajar berbasis PMR dalam bentuk buku siswa adalah sebagai berikut:

1. Bahan ajar berbasis PMR disusun berdasarkan pada kurikulum 2013 (K-13) yang berlaku di Indonesia.

2. Bahan ajar berbasis PMR dirancang dengan mengimplementasikan komponen-komponen dari pendekatan matematika realistik, yang berisi permasalahan-permasalahan kontekstual.

3. Bahan ajar berbasis PMR diberi nama buku siswa berbasis PMR (Matematika itu Nyata) untuk siswa kelas VII SMP/MTs Sederajat. 4. Bahan ajar dirancang dengan desain menarik dengan menggunakan

Microsoft Word 2010 dan dibantu dengan menggunakan software Corel Draw, yang didesain dengan perpaduan gambar dan warna yang dapat menarik minat siswa untuk belajar.

5. Adapun struktur bahan ajar berbasis PMR yaitu sebagai berikut:

a. Judul/Cover bahan ajar didesain dengan tampilan yang menarik mencerminkan isi bahan ajar. Pada penelitian ini diberi nama Buku Siswa berbasis PMR (Matematika itu Nyata) untuk siswa kelas VII SMP/ MTs Sederajat;

b. Kata pengantar, yang berisi penghormatan dan kata-kata pendahuluan mengenai buku yang dikembangkan;

c. Sajian Buku yang berisi segala sesuatu yang berhubungan dengan apa-apa saja yang disajikan dalam buku siswa tersebut serta;

d. Daftar isi, berguna untuk melihat daftar dari isi buku yang dikembangkan;

(31)

18 e. Pendahuluan Bab, berisi:

a) Judul Bab pembelajaran;

b) Motivasi awal dan penjabaran mengenai materi pembelajaran; c) Diberikan kata kunci pembelajaran;

d) Kompetensi Dasar (KD), dan materi yang akan dipelajari, dibuat satu lembar dalam sajian menggunakan Shapes;

e) Pengalaman belajar yang berisi tentang manfaat yang akan diperoleh setelah menggunakan bahan ajar;

f) Peta konsep bersesuaian dengan K-13 tentang materi pembelajaran;

f. Penjabaran materi yang terdiri dari:

1) Memahami masalah kontektual. Permasalahan kontektual yang berkaitan dengan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa dengan PMR, dilampirkan dalam bentuk “Konteks”;

2) Menyelesaikan masalah kontektual. Diberikan pertanyaan berdasarkan permasalahan yang diberikan dalam buku membantu siswa untuk menentukan solusi permasalahan dalambentuk “alternatif penyelesaian”;

3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban atas masalah kontektual yang diberikan.

4) Kesimpulan dibuat oleh siswa setelah membaca materi dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan;

g. Informasi pendukung, yang berisi tentang materi pembelajaran yang dikemas dalam bentuk bonus informasi (info plus).

h. Kolom “cari tahu” untuk meningkatkan disposisi matematis siswa pada indikator keingintahuan.

i. Latihan yang terdiri dari latihan pada subbab-subbab pembelajaran, mencakup pada kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa. j. Lembar kerja/Kegiatan, terdiri dari:

(32)

19

1) Pemantapan materi, yang berisikan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan uraian materi yang dikosongkan, serta siswa mengisinya kembali;

2) Tugas diskusi, yang menuntut siswa mampu memecahkan masalah atau memberikan solusi yang tepat dari permasalahan yang diberikan untuk meningkatkan disposisi matematis siswa; k. Penilaian yang terdiri atas uji kompetensi pada setiap bab. Uji

kompetensi mencakup materi semua subbab. Uji kompetensi terdiri atas 2 yaitu uji kompetensi 1 dan uji kompetensi 2;

l. Glosarium, berisi kata-kata penting dalam buku siswa berbasis PMR, berguna untuk membantu siswa mengenali kata sulit dan kata-kata penting dalam buku;

m. Daftar pustaka, berisi kumpulansumberinformasi yang digunakan dalam penulisan.

H. Asumsi dan Fokus Pengembangan 1. Asumsi

Beberapa asumsi yang melandasi penelitian pengembangan bahan ajar Berbasis Pendekatan PMR ini adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan bahan ajar berbasis PMR kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran; b. Menggunakan bahan ajar berbasis PMR kelas VII SMPN 1 Tanjung

Emas dapat membentuk siswa yang aktif, tanpa berpusat pada guru (student centered);

c. Menggunakan bahan ajar berbasis PMR kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas dapat membantu siswa dalam memahami soal-soal kontektual yang diberikan;

d. Menggunakan bahan ajar berbasis PMR kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan matematis, teristimewa kemampuan literasi matematis dan disposisi matematis siswa;

(33)

20

e. Menggunakan bahan ajar berbasis PMR kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas dapat menumbuhkan minat belajar dan perhatian siswa untuk memahami materi pembelajaran.

2. Fokus Pengembangan

Berdasarkan asumsi di atas maka fokus pengembangan bahan ajar ini yaitu pada validasi, praktikalitas, dan efektivitas Bahan Ajar Berbasis PMR dalam meningkatkan kemampuan literasi dan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas. Adapun bahan ajar berbasis PMR yang dikembangkan berupa buku siswa berbasis PMR pada materi Perbandingan dan Aritmatika Sosial.

I. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan dalam memahami beberapa istilah, maka peneliti akan menjelaskan diantaranya sebagai berikut:

1. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika, yang berguna untuk menghubungkan antara masalah-masalah yang berkaitan dengan pembelajaran matematika dengan kehidupan nyata. Pendekatan PMR merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengedepankan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas dengan tujuan agar siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri terhadap masalah matematika yang sedang dihadapi, siswa dituntut untuk mengkonstruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. 2. Bahan ajar berbasis PMR adalah alat pembelajaran yang berisikan materi

pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, sesuai dengan Pendekatan PMR yang mencakup permasalahan kontekstual.

(34)

21

3. Literasi matematis didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika dalam konteks, termasuk kemampuan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan, menerangkan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian. Adapun indikator literasi matematis yang diujikan yaitu menafsirkan matematika untuk menyelesaikan masalah, merumuskan masalah secara matematis, dan menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran dalam matematika.

4. Disposisi Matematis adalah kecenderungan memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang berguna, meyakini usaha yang tekun dan ulet dalam mempelajari matematika akan membuahkan hasil, dan melakukan perbuatan sebagai pelajar yang efektif. Indikator disposisi matematis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu percaya diri, keingintahuan, fleksibel, dan bertekad kuat.

5. Validitas merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk yang dihasilkan sudah layak atau belum. Untuk menilai suatu produk sudah layak atau belum harus dilakukan validasi. Validitas menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur. Dalam penelitian ini peneliti melakukan validasi produk berupa bahan ajar berbasis PMR dengan validitas menurut BSNP, sedangkan untuk instrumen dan perangkat pembelajaran lainnya menggunakan validitas muka, validitas konstruk dan validitas isi.

6. Praktikalitas berhubungan dengan kepraktisan atau kemudahan siswa dalam menggunakan bahan ajar yang meliputi petunjuk, isi, bahasa pada bahan ajar. Kepraktisan bahan ajar berbasis PMR pada penelitian ini diukur dari angket respon siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan. 7. Efektivitas adalah menghasilkan produk tertentu sesuai dengan analisis

kebutuhan dan dapat berfungsi dimasyarakat luas. Efektivitas produk pada penelitian ini dilihat dari:

(35)

22

a. Terdapat peningkatan kemampuan literasi siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas;

b. Terdapat peningkatan disposisi matematis siswa kelas VII SMPN 1 Tanjung Emas.

(36)

236 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2010:37). Pengertian belajar menurut Fontana dalam Suherman (2003:7) adalah “sebuah proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman”. Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan hasil dari pengalaman dan lingkungan sehingga diperoleh perubahan tingkah laku.

Menurut Fontana dalam Suherman (2003:7), “pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal”. Sedangkan menurut Oemar Hamalik “pembelajaran adalah suatu kombinasi dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium dan perpustakaan. Material, meliputi buku-buku, alat tulis, gambar, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, termasuk juga komputer dan televisi. Prosedur meliputi jadwal dan metode pembelajaran, praktik, ujian, dan kegiatan ekstrakulikuler (Hamalik, 2010:57).

Dari pengertian pembelajaran menurut para ahli di atas kita ketahui bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan perubahan pada dirinya kearah yang lebih baik. Pembelajaran membutuhkan bantuan dan dorongan dari lingkungan sekitar dan semua fasilitas yang menunjang pembelajaran.

(37)

237

Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique

(Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematic/

wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata methema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan

mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).

Berdasarkan etimologis menurut Elea Tinggih, “perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Sedangkan menurut James dan James mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri”. Namun pembagian yang jelas sangat sukar untuk dibuat sebab cabang-cabang itu semakin bercampur (Suherman, 2003:16).

Menurut Ruseffendi, matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Hal itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan (undefined terms, basic terms, primitive terms), kemudian pada unsur-unsur yang didefinisikan, ke aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks (Suherman, 2003:22).

Menurut Burner dalam Hudoyo (2000:56) menjelaskan bahwa, “Pembelajaran matematika adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di dalamnya”. Pada

(38)

238

hakekatnya belajar matematika sangat terkait dengan pola berpikir sistematis, yaitu berpikir merumuskan sesuatu yang dilakukan atau yang berhubungan dengan struktur-struktur yang telah dibentuk dari hal yang ada. Hudoyo (2000:103) mengemukakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu.

Jadi, matematika merupakan induk dari cabang ilmu pengetahuan. Matematika dapat digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan belajar dan berpikir menggunakan konsep, logika, dan rumus-rumus dalam pembelajaran. Matematika juga berkaitan dengan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan permasalahan ke dalam bentuk matematika yang lebih sederhana.

Menurut Adams dan Hamm (Wijaya, 2012:5-6), matematika diartikan menjadi empat macam pandangan, yaitu:

a. Matematika sebagai suatu cara untuk berpikir

Matematika berfungsi untuk mengorganisasi gagasan, menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan melalui aktivitas berpikir secara logis dan sistematis.

b. Matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan hubungan (pattern and relationship)

Matematika dapat dipelajari oleh siswa dengan menghubungkan suatu konsep matematika dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Pada akhirnya, siswa mampu menyadari bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara konsep yang baru mereka pelajari dengan konsep yang sudah lama mereka pelajari.

c. Matematika sebagai suatu alat (mathematics as a tool)

Dalam hal ini konsep matematika digunakan untuk beberapa keperluan manusia. Hal ini dikarenakan banyak konsep matematika yang bisa ditemukan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(39)

239

d. Matematika sebagai bahasa atau alat untuk berkomunikasi

Matematika memiliki bahasa yang universal yang dapat dimaknai menggunakan banyak bahasa di dunia. Sebagai contoh bahasa matematika . Dalam bahasa Indonesia dapat dimaknai sebagai “perkalian bilangan dua puluh lima persen dengan dua ribu dan menghasilkan lima ratus”. Akan tetapi, orang dengan pengetahuan bahasa yang berbeda masih bisa mengerti bahasa matematika . Hanya saja, mereka maknai dengan pengetahuan bahasa masing-masing (Wijaya, 2012: 5-6).

Adapun fungsi-fungsi pembelajaran matematika menurut Hudoyo (2000: 56-57), yaitu:

a. Sebagai alat untuk memahami dan menyampaikan informasi, misalnya menggunakan tabel-tabel atau model-model matematika untuk menyederhanakan soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika.

b. Sebagai upaya pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu.

c. Sebagai ilmu pengetahuan, dimana matematika senantiasa mencari kebenaran dan mencoba mengembangkan penemuan-penemuan dengan mengikuti tata cara yang tepat.

Dari penjabaran fungsi-fungsi pembelajaran matematika di atas kita ketahui bahwa pembelajaran matematika tersebut bukan hanya untuk menghafal rumus atau mengkombinasikan angka-angka atau hitung-hitungan. Tetapi pembelajaran matematika sebagai alat untuk memahami dan menyampaikan informasi, serta upaya untuk pembentukan pola berpikir siswa dalam memahami suatu permasalahan, dan sebagai sumber ilmu pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran. Pembelajaran matematika tersebut melibatkan interaksi antara siswa dan sumber belajar yang sengaja dirancang oleh guru matematika agar siswa dapat memperoleh perubahan sikap, pola pikir, pengetahuan maupun keterampilan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dari mata pelajaran matematika.

(40)

240 2. Literasi Matematis

Literasi merupakan serapan dari kata dalam bahasa Inggris

“literacy” yang artinya melek huruf atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Kata “literacy” sendiri berasal dari bahasa Latin “littera” (huruf).

Kemampuan dasar yang harus dimiliki manusia yaitu kemampuan membaca dan menulis karena sangat berguna bagi keberlangsungan hidup yang lebih baik. Jika seseorang bisa membaca dan menulis maka dia akan mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan lain dengan taraf yang lebih tinggi. Mengingat bahwa saat ini merupakan era globalisasi yang mana permasalahan yang terjadi sangatlah kompleks, maka orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan membaca dan menulis akan sulit bertahan.

Menurut draft assassment PISA 2012, PISA mendefinisikan kemampuan literasi matematika sebagai berikut,

“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens.” (OECD, 2016)

Jadi berdasarkan definisi di atas, literasi matematis merupakan kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika, untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian. Manfaat dari kemampuan literasi matematis yaitu dapat membantu seseorang dalam menerapkan matematika ke dalam dunia nyata sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif.

Pengertian literasi matematika yang disampaikan PISA merujuk pada kemampuan pemodelan matematika di mana pada kerangka-kerangka

(41)

241

kerja PISA sebelumnya juga digunakan sebagai batu pijakan dalam mendefinisikan konsep literasi. Menurut OECD (2013:25), seorang pemecah masalah matematika yang aktif adalah seseorang yang mampu menggunakan matematikanya dalam memecahkan masalah kontekstual melalui beberapa tahapan seperti yang diuraikan PISA dalam model literasi matematis pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 . Model Literasi Matematis dalam Praktik (OECD, 2013 : 26) Gambar di atas menunjukkan bahwa literasi matematis berangkat dari suatu masalah yang berasal dari dunia nyata. Permasalahan tersebut kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori konten dan konteks. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, individu harus menerapkan tindakan dan gagasan matematis yang melibatkan kemampuan menggunakan konsep, pengetahuan dan ketrampilan matematika. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan yang disebut PISA sebagai kemampuan dasar matematika yaitu komunikasi, representasi, merancang strategi, matematisasi, penalaran dan argumentasi, menggunakan bahasa dan operasi simbolik, formal, dan teknis, dan menggunakan alat-alat matematika. Proses literasi matematis berangkat dari mengidentifikasi

(42)

242

masalah kontekstual, lalu merumuskan masalah tersebut secara matematis. Selanjutnya adalah menerapkan prosedur matematika untuk memperoleh “hasil matematika”. Hasil matematika yang diperoleh kemudian ditafsirkan kembali dalam bentuk hasil yang berhubungan dengan masalah awal.

Dalam PISA 2015 ada 3 hal utama yang menjadi pokok pikiran konsep literasi matematis, yaitu:

a. Kemampuan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks yang selanjutnya disebut sebagai proses matematis.

b. Melibatkan penalaran matematis dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi fenomena.

c. Kemampuan literasi matematis membantu seseorang dalam menerapkan matematika ke dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang kontrukti dan reflektif.

Dalam PISA 2015 dijelaskan tujuh kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi matematis, yaitu:

a. Komunikasi

Literasi matematis melibatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah. Kemampuan komunikasi ini penting ketika individu sudah menemukan penyelesaian dari suatu masalah maka hasil penyelesaiannya perlu disampaikan atau diberi penjelasan serta jusifikasi kepada orang lain.

b. Matematisasi

Literasi matematis juga melibatkan kemampuan untuk mengubah permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika atau justru sebaliknya yaitu menafsirkan suatu hasil dan model matematika ke dalam permasalahan aslinya. Kata matematisasi digunakan untuk menggambarkan kegiatan tersebut.

(43)

243

Secara bahasa, kata matematisasi berasal dari mathematization

yang merupakan kata benda dari kata kerja mathematize yang artinya adalah mematematikakan. Jadi, arti sederhana dari matematisasi adalah suatu proses untuk mematematikakan suatu fenomena. Mematematikakan bisa diartikan sebagai memodelkan suatu fenomena secara matematis (dalam arti mencari matematika yang relevan terhadap suatu fenomena) ataupun membangun suatu konsep matematika dari suatu fenomena. Dalam literasi matematis, kata “matematisasi” digunakan untuk menggambarkan proses mengubah permasalahan nyata ke dalam bentuk matematika. Selain itu, dalam literasi matematis, kata “matematisasi” juga berupa menafsirkan suatu hasil atau model matematika ke dalam masalah nyata.

c. Representasi

Literasi matematis melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau suatu objek matematika melalui hal-hal seperti memilih, menafsirkan, menerjemahkan, mempergunakan grafik, table, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas.

Menurut Jones dan Knuth (Sabirin, 2014:33) representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan objek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika. Didalam literasi matematis, representasi yang dimaksud adalah kemampuan menyajikan kembali suatu objek atau permasalahan matematika yang ada dalam kehidupan sehari-hari melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, diagram, gambar, rumus, persamaan, maupun benda konkret sehingga lebih jelas.

d. Penalaran dan argumen

Literasi matematis melibatkan kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan berpikir secara logis

(44)

244

untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan kesimpulan yang beralasan.

Menurut Shadiq (2004:2), penalaran (reasoning) adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Brodie (2010:7) menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran

matematis adalah penalaran mengenai objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri, dan sebagainya. Dengan demikian, penalaran dalam matematika merupakan suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan tentang objek matematika yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.

Penalaran tidak dapat dipisahkan dengan pemaparan alasan (argument). Untuk dapat menyelesaikan soal-soal matematika, siswa harus menggunakan kemampuan berargumentasinya. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah kemampuan bernalar atau yang disebut dengan penalaran (reasoning). Dengan demikian siswa dapat menyelesaikan masalah secara benar dan logis.

e. Merancang strategi untuk memecahkan masalah

Ini berkaitan dengan kemampuan seseorang menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kemampuan menggunakan strategi sangat penting di dalam pemecahan masalah. Hal ini diajarkan kepada siswa dengan maksud memberikan pengalaman agar mereka dapat menyelesaikan berbagai variasi masalah. Menurut Polya (Suherman, 2001:91), dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : 1) memahami masalah, 2) merencanakan pemecahannya, 3)

(45)

245

menyelesaikan masalah sesuai rencana pada langkah kedua, dan 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

f. Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Kemampuan ini melibatkan pemahaman, penafsiran, kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika yang digunakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kemampuan menggunakan simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis dalam proses pemecahan masalah sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Dengan mengubah masalah ke dalam bentuk simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis maka siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika yang dihadapi.

g. Penggunaan alat matematika

Literasi matematis melibatkan kemampuan dalam menggunakan alat-alat matematika misalnya melakukan pengukuran, operasi dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk membantu proses matematisasi, dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut. Dengan penggunaan alat matematika maka siswa akan terbiasa memecahkan masalah dengan cara matematis melalui perhitungan operasi matematika.

Dalam proses merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan, kemampuan dasar matematis akan digunakan secara berturut-turut dan bersamaan tergantung pada konten matematika dari topik-topik yang sesuai untuk memperoleh solusi. Meskipun demikian, ketiga proses ini kadang tidak semuanya dilibatkan ketika menyelesaikan suatu masalah. Sebagai contoh, pada beberapa kasus, bentuk-bentuk representasi matematis seperti grafik dan persamaan dapat ditafsirkan secara langsung untuk memperoleh solusi. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan melakukan tindakan berulang-ulang pada setiap proses yang dilakukan, seperti kembali mempertimbangkan keputusan atau asumsi awal yang diambil sebelum kembali lagi untuk melanjutkan proses selanjutnya.

(46)

246

Dalam draf PISA 2012 MathematicsFramework (OECD, 2012:9), disebutkan 4 (empat) macam konten matematika yang menjadi pembagian matematika menjadi empat domain, yaitu, (1) perubahan dan hubungan (change and relationship), (2) ruang dan bentuk (shape and space), (3) kuantitas (quantity), dan (4) ketidakpastian dan data (uncertainty and data).

Pembagian tersebut dapat mencakup semua topik matematika yang dibutuhkan dalam kurikulum matematika sekolah. Keempat domain tersebut jugamenggambarkan permasalahan matematika yang ada di kehidupan nyata (Wijaya, 2012: 87). Penjelasan keempat konten/domain matematika diuraikan sebagai berikut:

a. Perubahan dan hubungan (change and relationship)

Steward (Ariyadi, 2012: 87) mengemukakan bahwa kemampuan yang dibutuhkan dalam mempelajari change and relationship, yaitu kemampuan dalam:

1) Mempresentasikan perubahan (changes) dalam bentuk yang mudah dipahami (comprehensible form).

2) Memahami jenis-jenis perubahan (change) yang fundamental 3) Mengenali jenis perubahan dari suatu kejadian.

4) Menerapkan teknik penyelesaian perubahan di dunia nyata.

b. Ruang dan bentuk (space and shape)

Ariyadi (2012: 87-88) mengungkapkan bahwa untuk memahami konsep space and shape, dibutuhkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut.

1) Kemampuan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan objek berbeda.

2) Menganalisis komponen-komponen dari suatu objek, dan

3) Mengenali suatu bentuk dalam dimensi dan representasi yang berbeda.

Ariyadi (2012: 88) juga menambahkan PISA menetapkan aspek kunci dari space and shape, yaitu:

1) Mengenal bentuk (shape) serta pola dalam bentuk (pattern in shape).

2) Mendeskripsikan informasi visual.

3) Memahami perubahan dinamis pada suatu bentuk.

4) Mengidentifikasi persamaan (similarities) dan perbedaan (differences).

5) Mengidentifikasi posisi relatif.

6) Menginterpretasikan representasi dua dimensi dan tiga dimensi serta hubungan di antara kedua representasi tersebut.

Gambar

Gambar 1.1. soal dan jawaban siswa no 1
Gambar 1.4. Contoh Soal yang Diberikan
Gambar 1.5. Soal-soal yang Diberikan pada Buku
Gambar 2.1 . Model Literasi Matematis dalam Praktik (OECD, 2013 : 26)  Gambar  di  atas  menunjukkan  bahwa  literasi  matematis  berangkat  dari  suatu  masalah  yang  berasal  dari  dunia  nyata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan dan

Hal ini dapat terlihat dari 20 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematis di kelas kontrol 8 orang siswa sudah mampu dalam menggunakan

1) Isi E-Modul berbasis scafolding dengan moodle yag dirancang telah sesuai dengan kurikulum yang digunakan, sudah sesuai dengan silabus yang digunakan, permasalahan

Pertama, wajib pajak datang membawa SKR dan SKPD dan di cocokkan uang yang dibayar dengan SKR dan SKPD, atau tanda bukti pembayaran lainnya yang sah, kemudian

1 KORELASI CARA BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI MIPA SMA N 1 BATUSANGKAR SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelas Sarjana (S 1) Jurusan Tadris Fisika

Yaitu kemampuan siswa dalam memecahkan soal. Aktivitas siswa dalam memecahkan soal yang diberikan guru merupakan aktivitas yang penting ditekankan karena dalam

Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa terhadap kemudahan pembelajaran menggunakan modul penemuan terbimbing, diperoleh bahwa : 1 Siswa sangat setuju bahwa modul

Intellectual Capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang mana ia dapat mengubah pengetahuan dari aset tak berwujud menjadi suatu yang