LBM 2 LBM 2
“MENGAPA SAYA BELUM HAMIL” “MENGAPA SAYA BELUM HAMIL” STEP 7
STEP 7 1.
1. Definisi dan klasifikasi dari infertilDefinisi dan klasifikasi dari infertil
Infertilitas: Infertilitas:
Ketidakmampuan istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup atau Ketidakmampuan istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup atau ketidakmampuan suami untuk menghamili istrinya.
ketidakmampuan suami untuk menghamili istrinya. Sumber : Keluarga Berencana dan
Sumber : Keluarga Berencana dan Kontrasepsi; dr. Hanafi HartantoKontrasepsi; dr. Hanafi Hartanto
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual
selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alattanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak
kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak (Sarwono, 2000).(Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil
selama satu tahun tetapi belum hamil (Manuaba, 1998).(Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infe
primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamilrtilitas sekunder bila istri pernah hamil (Siswandi, 2006).
(Siswandi, 2006). Klasifikasi
Klasifikasi InfertilitasInfertilitas::
Infertilitas primer:Infertilitas primer:
Istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada Istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan
Infertilitas sekunder:Infertilitas sekunder:
Istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun Istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan Sumber : Ilmu Kandungan; Prof. dr.
Sumber : Ilmu Kandungan; Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOGHanifa Wiknjosastro, SpOG
2.
2. Faktor resiko terjadinya infertilFaktor resiko terjadinya infertil
FAKTOR DAMPAK
FAKTOR DAMPAK
Usia wanita
Sumber: Buku Acuan Nasional Pelayanan KB, 2007 Sumber: Buku Acuan Nasional Pelayanan KB, 2007
3.
3. Apa saja fak Apa saja faktor-faktor yantor-faktor yang menyebabkg menyebabkan infertilan infertilitas pada lakitas pada laki-laki dan peremi-laki dan perempuan?puan?
Faktor2 Faktor2 pada pada pria pria 40%40%
Faktor2 pada wanitaFaktor2 pada wanita
-
- gangguan gangguan ovulasi ovulasi 10 10 %% -
- adhesi adhesi pelvis pelvis / / penyakit penyakit tuba tuba 20%20% konsepsi
konsepsi Usia laki-laki
Usia laki-laki Frekuensi koitus berkurang dengan meningkatnya usiaFrekuensi koitus berkurang dengan meningkatnya usia Frekuensi koitus
Frekuensi koitus Ada korelasi positif antara frekuensi koitus dengan angkaAda korelasi positif antara frekuensi koitus dengan angka kehamilan
kehamilan Masa koitus
Masa koitus Koitus pada masa ovulasi (hari 10-15 memaksimalkanKoitus pada masa ovulasi (hari 10-15 memaksimalkan kemungkinan ovulasi, karena ovum hanya hidup kira-kira 12-24 kemungkinan ovulasi, karena ovum hanya hidup kira-kira 12-24 jam
jam Lubrikan
Lubrikan Lubrikan seperti K-Y jelly mengandung spermisidal dan bilaLubrikan seperti K-Y jelly mengandung spermisidal dan bila digunakan untuk lubrikasi dapat menghambat konsepsi
digunakan untuk lubrikasi dapat menghambat konsepsi Merokok/ alcohol
Merokok/ alcohol Jika berlebihan dapat meperburuk kualitas sperma. PenggunaanJika berlebihan dapat meperburuk kualitas sperma. Penggunaan marijuana dapat mengurangi jumlah dan motilitas sperma
marijuana dapat mengurangi jumlah dan motilitas sperma Pembedahan
Pembedahan Pembedahan organ reproduksi atau pada panggul wanita atauPembedahan organ reproduksi atau pada panggul wanita atau laki2 dapat menimbulkan masalah fertilitas karena terjadinya laki2 dapat menimbulkan masalah fertilitas karena terjadinya perbahan anatomi atau kerusakan pada syaraf terutama pada perbahan anatomi atau kerusakan pada syaraf terutama pada laki2.
laki2. Infeksi saluran genitalia yang
Infeksi saluran genitalia yang ditularkan secara seksual (infeksi ditularkan secara seksual (infeksi traktus genitalia)
traktus genitalia)
Gonorea dan klamidia adalah PMS utama yang mengakibatkan Gonorea dan klamidia adalah PMS utama yang mengakibatkan penyekit radang panggul dan gangguan fertilitas
penyekit radang panggul dan gangguan fertilitas
Penyekit yang ditularkan tidak Penyekit yang ditularkan tidak melalui hubungan seksual
melalui hubungan seksual
Penyakit seperti tuberculosis genitalia (yangdisebabkan oleh Penyakit seperti tuberculosis genitalia (yangdisebabkan oleh virus), infeksi postpartum dan posabortus juga dapat virus), infeksi postpartum dan posabortus juga dapat menurunkan fertilitas
menurunkan fertilitas Obat-obatan (missal, anti hipertensi
Obat-obatan (missal, anti hipertensi dan
dan transquilitransquilizers)zers)
Obat-obatan tertentu dpat mengakibatkan impotensi. Ada pula Obat-obatan tertentu dpat mengakibatkan impotensi. Ada pula obat-obatan ynag mengganggu fungsi spermatogenesis dan obat-obatan ynag mengganggu fungsi spermatogenesis dan ovarium (misalnya, obat anti kanker)
ovarium (misalnya, obat anti kanker) Radiasi
- problem lendir servik 5% - faktor2 lain
(misal : hypothayroidi, immunologik dll) 5%
Tidak diketahui penyebabnya 20%
Pada wanita:
1. Ovarium gagal menghasilkan ovum, sehingga kemungkinan konsepsi tidak terjadi
2. Tuba fallopi dapat tersumbat, berkelok-kelok, atau mengalami infeksi (TBC genital)mencegah pergerakan normal dari ovum atau spermatozoa di dalam tuba fallopi
Penyebab utama tuba fallopi yang tersumbat :
o PHSgonorrhea, Chlamydia o Infeksi post partum
o Infeksi post abortus
3. Uterus berbentuk abnormal atau endometrium tidak adekuat atau mengalami infeksi, sehingga mencegah implantasi atau kelangsungan hidup dari embrio
4. Serviks mengalami malformasi, infeksi atau mengeluarkan sekret atau mukus yang abnormal
5. Infeksi sitemik, gangguan keseimbangan hormonal, atau kelainan genetik dapat menyebabkan kematian janin
6. Factor lain :
o alcohol, tembakau, obat-obat tertentu (barbiturate, tranquilizer, narkotik,
sitostatika), zat penyebab polusi lingkungan (Pb, pestisida, radiasi)
o malnutrisi berat
o efek dari sirkumsisi wanita
Pada Wanita
Gangguan organ reproduksi
a. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina
b. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
c. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang
d. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi.Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise.Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi. Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus
Endometriosis
Abrasi genetis
Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing.Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
Pada Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu : Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia Abnormalitas ereksi
Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi
penyempitan pada obstruksi pada saluran genital Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer Abrasi genetik
Sumber : Keluarga Berencana dan Kontrasepsi; dr. Hanafi Hartanto
Mandi air panas:
Dalam proses produksi, testis sebagai “pabrik” sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34 –35 °C,sedangkan suhu tubuh normal 36,5 –37,5 °C. Bila suhu tubuh terus-menerus naik 2 –3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu.
Merokok:
Dalam asap rokok terdapat lebih dari 4000 zat racun seperti karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida, sianida, ammonia, asetilen, benzaldehide, methanol, nikotin, dan lain sebagainya.
Sumber: Infertilitas pada usia reproduksi dan penanganannya oleh Bambang Hariyadi
4. Kriteria fertil Laki-laki
a. Punya testis minimal 1
b. Punya saluran epididimis dan vas deferens c. Punya kemampuan ereksi dan penetrasi d. Ejakulasi adekuat
e. Spermanya normal (kualitas dan kuantitas adekuat) Perempuan
b. Uterus (endometriumnya adekuat) c. Vagina mampu menerima spermatozoa d. Punya ovarium
e. Alat genital dalam dan luar harus sempurna
5. Apa hubungan suami seorang perokok berat, mengkonsumsi alkohol, kebiasaan berendam di air panas, dan adanya riwayat urethritis gonorrhoea dengan ketidakhamilan istrinya?
6. Mandi air panas:
Dalam proses produksi, testis sebagai “pabrik” sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34 –35 °C,sedangkan suhu tubuh normal 36,5 –37,5 °C. Bila suhu tubuh terus-menerus naik 2 –3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu.
7. Merokok:
Dalam asap rokok terdapat lebih dari 4000 zat racun seperti karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida, sianida, ammonia, asetilen, benzaldehide, methanol, nikotin, dan lain sebagainya.
Sumber: Infertilitas pada usia reproduksi dan penanganannya oleh Bambang Hariyadi
ROKOK
Pengaruh rokok pada kesuburan wanita dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap per hari. Menghisap rokok kurang dari 20 batang per hari akan menurunkan kesuburan hingga 25 %. Bila lebih dari 20 batang per hari kesuburannya akan menurun hingga 50%.
Pada laki-laki, rokok dapat menurunkan kuantitas dan kualitas sperma, serta meningkatkan jumlah sperma abnormal.
Parahnya bahaya akibat rokok tidak hanya mengintai perokok itu sendiri (perokok aktif) saja, tapi juga orang lain yang ada disekitarnya (perokok pasif). Hal ini disebabkan oleh kandungan nikotin pada asap rokok yang dihisap baik oleh perokok aktif maupun perokok pasif.
“Nikotin dapat meningkatkan amplitude gelombang uterotuba sehingga meningkatkan angka kejadian kehamilan ektopik atau kehamilan diluar rahim,” jelas dr. Ratna.
Selain itu, nikotin juga meningkatkan prosentase kasus keguguran dan kelainan genetik, seperti down syndrome.
Dalam seminar yang diadakan di Graha Amerta tersebut, juga menampilkan Dr. Hendy Hendarto,dr.,Sp.OG, Dr. Budi Santoso,dr.,Sp.OG, Jimmy Yanuar Anas, dr.,Sp.OG, Hamdani Lunardhi, dr.,SpAnd. Mkes, dan Relly Y. Primariawan, dr.,SpOG sebagai pembicara. Selain membahas infertilitas, para pembicara tersebut juga membahas tentang penanganan infertilitas dalam seminar kali ini. (kyn)
SUMBER : merokok tingkatkan risiko infertilitas, RSUD. Dr. Soetomo, diambil pada 6 mei 2013
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/id/index.php?option=com_content&view=article&i d=358:merokok-tingkatkan-resiko-infertilitas&catid=55:artikel&Itemid=91
Asap rokok mengandung radikal bebas (karbonmonoksida, karbondioksida, oksida dari senyawa nitrogen dan hidrokarbon). Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai atom dengan elektron yang tidak berpasangan.Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi. Reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler termasuk
karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat
Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive oxygen species) dapat merusak sperma, dan ROS telah diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas Radikal bebas secaa fisiologis terdapat pada sperma manusia, dan timbulnya radikal bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang disebut antioksidan, tetapi saat ROS meningkat melebihi antioksidan tubuh, terjadilah stress oksidatif yang akan
menyebabkan kerusakan sel, jaringan, atau organ.
Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Stress oksidatif menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa seperti hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran, penurunan morfologi, viabilitas, dan kemampuan spermatozoa.
Sebuah studi menyatakan bahwa merokok meningkatkan ROS dan menurunkan antioksidan di cairan semen sehingga dapat menyebabkan kerusakan DNA dan apoptosis sel
sperma.Radikal bebas juga dapat menyebabkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga t erjadi penurunan motilitas sperma.ROS dapat menyebabkan peroksida lipid pada membran plasma
spermatozoa yang dapat menimbulkan kegagalan fungsi spermatozoa yaitu hilangnya kemampuan untuk fertilisasi.
Membran plasma yang rusak menyebabkan meningkatnya permeabilitas membran sel pada kepala spermatozoa sehingga banyak senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dapat dengan mudah masuk ke dalam sel. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan berupa
pembengkakakn dan perusakan bagian kepala spermatozoa sehingga menyebabkan kerusakan membran akrosom, sehingga morfologi spermatozoa jadi abnormal
Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas, Universitas Indonesia
ALKOHOL
Sedangkan efek jangka panjang mengonsumsi alkohol bisa berdampak buruk bagi fungsi seksual laki-laki, karena dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.Hal ini mengakibatkan hilangnya hasrat seksual, sulit mencapai orgasme dan bahkan berujung pada impotensi.
Pria yang lama mengonsumi alkohol umumnya kurang mampu untuk mencari atau
mempertahankan pasangan seksualnya karena ia tidak bisa memberikan apa yang diinginkan pasangan. Kondisi ini akan mempengaruhi kehidupan pribadi dan seksualnya.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam jangka waktu panjang bisa membuat kadar hormon testosteron menurun. Selain itu enzim yang diproduksi oleh hati untuk merusak alkohol juga diperlukan dalam produksi testosteron.
menghancurkan alkohol daripada memproduksi testosteron. Kondisi ini membuat kadar testosteron menurun dan menyebabkan gangguan dorongan seksual serta disfungsi ereksi.
SUMBER : merokok tingkatkan risiko infertilitas, RSUD. Dr. Soetomo, diambil pada 6 mei 2013
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/id/index.php?option=com_content&view=article&i d=358:merokok-tingkatkan-resiko-infertilitas&catid=55:artikel&Itemid=91
Sistem reproduksi pria terdiri dari hipotalamus, kelenjar pituitari anterior, dan testis.Alkohol dapat mengganggu fungsi dari masing-masing komponen.Dalam testis, alkohol dapat
mempengaruhi sel leydig, yang memproduksidan mengeluarkan hormon testosteron. Studi menemukan bahwa hasil konsumsi alkohol berat kadar testosteron berkurang dalam darah. Alkohol juga mengganggu fungsi sel sertoli yang memainkan peran penting dalam
pematangan sperma.Di kelenjar hipofisis, alkohol dapat menurunkan produksi, rilis, dan/atau kegiatan dua hormon dengan fungsi reprodusi kritis, LH dan FSH.Akhirnya alkohol dapat mengganggu produksi hormon di hipotalamus.
Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas, Universitas Indonesia
Suatu studi di Beijing, Cina menunjukkan bahwa kriptorkismus buatan atau pajanan panas lokal testis dapat memicu oligospermia reversibel melalui apoptosis sel benih. Percobaan testis monyet dengan pemanasan lokal pada 43 derajat Celcius air untuk 2 hari berturut-turut (30 menit per hari) menunjukkan bahwa jumlah sperma dalam air mani menurun hingga 80% dan pada 28 hari sepenuhnya reversibel. Temuan ini telah memberikan dasar teoritis yang penting bahwa pajanan panasyang berlebihan pada testis dapat menurunkan kualitas
spermatozoa pada manusia termasuk penggunaan sauna atau bak mandi panas.
Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas, Universitas Indonesia
In 2000, the WHO recognized the role of genital tract infections in human infertility.4STDs in men cause genital
injury, infections of semen, prostatitis, urethritis, epididymitis and orchitis.5Several studies have reported that
infertile men are affected by semen infection,6mainly resulting from testicular, accessory gland and urethral
infections.
Inflammatory processes triggered in the male genital tract (MGT) by some STDs can lead to deterioration of spermatogenesis and obstruction of the seminal tract,16,17which can worsen the characteristics of semen (Figure
2 and Table 2).18Abortive apoptosis is an important part of the control of spermatogenesis, and has been
observed in spermatogonia, spermatocytes, spermatids and ejaculated spermatozoa.18 –20However, sperm
apoptosis can also be associated with inflammatory conditions and oxidative stress that occur in response to infection, resulting in impaired motility and reduced capacity of spermatozoa for fertilization.18
Neisseria gonorrhoeae
N. gonorrhoeae is a Gram-negative bacterium that generally infects the female cervix or male urethra leading to symptoms of cervicitis or urethritis. In approximately half of the infected individuals, asymptomatic infection or colonization of mucosal surfaces occurs, with minimal inflammatory response Infected men can exhibit genitourinary tract inflammation, including urethritis, epididymitis, orchitis, disseminated gonococcal infection and sexual gland obstruction.78,81,82
Gonorrhoeic urethritis is associated with urethral strictures,83and men with gonococcal urethritis who develop unilateral
epididymo-orchitis have impairment of testicular function 2 years later.84
Despite localized inflammatory responses to N. gonorrhoeae, which can be very robust, most infected individuals do not develop protective adaptive immune responses, as demonstrated by a high frequency of recurrent infections caused by the same strain of N. gonorrhoeae in STD clinic patients.87Mechanisms leading to this ineffective adaptive immune response are
likely to include both the antigenic variation of major surface molecules and the active suppression of host immune signalling by this highly adapted, human pathogen.88 Neisseria species are known to induce inflammatory signalling in host
cells through activation of innate pattern receptor molecules, including TLR2 and TLR4, and C-lectin receptors, such as dendritic-cell-specific ICAM-3-grabbing non-integrin.89 N. gonorrhoeae also engages immunosuppressive signalling
proteins encoded by the opa genes from N. gonorrhoeae engage host surface receptors known as carcinoembryonic antigen-related cellular adhesion molecules (CEACAMs).91Ligation of CEACAM1 and CEACAM3 in human B and T cells by N.
gonorrhoeae Opa proteins inhibits antibody production and cellular proliferation, and can induce apoptosis. 92,93
N. gonorrhoeaealso suppresses the development of adaptive immune responses through interactions with host antigen-presenting cells.N. gonorrhoeaelipooligosaccharide molecular variation enables selective manipulation of dendritic cell function, thereby shifting subsequent immune responses in favour of bacterial survival.94In addition, bothin vitroandin
vivo,N. gonorrhoeaestrongly induces the production of IL-10 and type 1 regulatory T cells, which are critically involved in the suppression of adaptive immunity.95
Male infertility: a public health issue caused
by sexually transmitted pathogens
Fabrícia Gimenes, Raquel P. Souza, Jaqueline C. Bento, Jorge J. V. Teixeira, Silvya S. Maria-Engler, Marcelo G. Bonini and Marcia E. L. Consolaro
Nature review urology
8. Apakah ada hubungannya istri mengkonsumsi pil kb untuk menunda kehamilan dengan keluhan? Regulasi hormon
Pil kb isinya hormon produksi estrogen dan progesteronnya dihambat jadinya sedikit
setelah dihentikan butuh penyesuaian untuk normal lagi tergantung individunya berapa lama Faktor yang mempengaruhi kembalinya fertilitasnya?
Hormon steroid
Efek konsumsi pil kb jangka panjang?
Figure 3 Neuroendocrine control of pituitary and gonadal function. The hypothalamus, which has a number of nuclei and pathways that affect reproductive behavior, secretes a key decapeptide, GnRH, that binds to its receptor, GnRHR, on the gonadotropes and is involved in induction of sexual maturity through its regulation of the synthesis and secretion of the pituitary gonadotropins FSH and LH. Kisspeptin (KISS1), secreted from neurons whose cell bodies are located in the anteroventral periventricular (AVPV) and arcuate (ARC) nuclei of the hypothalamus, signals through its receptor (KISSR1) to regulate pulsatile secretion of GnRH from additional hypothalamic neurons and thus affects the pathway at a higher level. FSH and LH have key roles on the gonads in both sexes, being involved in folliculogenesis, ovulation and steroidogenesis in females while f unctioning in gonadal growth,
steroidogenesis and spermatogenesis in males. During pregnancy, human chorionic gonadotropin (hCG) production from the early placenta takes over t he role of LH, stimulating the ovarian corpus luteum to produce progesterone, which, in turn, stimulates the uterus and maintains pregnancy. Equally important are a number of peptide (for example, inhibin (INH)) and steroidogenic (that is, estradiol and testosterone) feedback systems from the gonads to the pituitary and hypothalamus. Multiple mutations
in this axis have been identified in humans and mice ( Supplementary Tables 1 and 2).
The pathophysiology of the relationship between obesity and PCOS and mechanisms involved in determining hyperandrogenism and associated infertility has been extensively reviewed in recent publications to which the reader can refer for more information [20]. Main involved factors are insulin, gonadotropins, the growth hormone (GH) – IGF-1 axis and specific cytokines, particularly leptin. They are briefly summarizedhere. In female physiology, insulin acts as a true gonadotropic hormone[22]. At ovarian level, by acting
through its own receptors and the insulin growth factor (IGF) receptor type I, insulin synergizes LH action and stimulates ovarian steroidogenesis both in granulosa and thecal cells. In addition, insulin appears to increase
pituitary sensitivity to gonadotropin releasing hormone (GnRH) action. Notably, a huge number of PCOS women showa condition of insulin resistance and compensatory hyperinsulinemia and, in this way, ovarian androgen production can be overstimulated. This is particularly evident in the presence of obesity, although it may occur even in non-obese PCOS women, and obesity probably acts as an amplifier of insulin resistance and hyperinsulinemia [22]. This can explain why hyperandrogenism and related clinical features, particularly menses disorders and anovulation are worsened in obese PCOS women. Both insulin resistance and
hyperinsulinemia, which parallel the increase of body fat, may be responsible for the alteration of both spontaneous and induced ovulation observed in the obese PCOS women [20]. The abdominal phenotype of obesity amplifies this disorder [20].
Several cytokines have also been suggested as being involved in female reproduction, and available data are particularly relevant for leptin. Leptin, a product of the OB gene, is not only an adipose -derived messenger of the amount of energy stores to the brain, one of the most important orexigenic hormones acting
at the central neuroendocrine nuclei to control food intake and energy balance [24], but is also a
crucial hormone for gonadal function and reproduction [25]. Obesity is characterized by increased leptin concentrations, and hyperleptinemia is thought to be indicative of leptin resistance at central levels, thereby explaining the lack of reduced feeding in the presence of excess leptin concentrations. There is evidence that leptin participates in the regulation of the HPG axis at both central and gonadal levels [25]. Leptin in fact regulates gonadotropin-releasing hormone and gonadotropin secretion, leptin receptors being highly expressed in the hypothalamus [24]. In addition, high leptin concentrations in the ovary may participate in the regulation of theca cell function and interfere with the development of dominant follicles and oocyte maturation [26]. In addition, leptin appears to directly stimulate ovarian 17 _ -hydroxylase activity, which is involved in both ovarian and adrenal steroidogenesis [27]. Convincing studies on the effect of excess leptin on gonadotropin or ovarian sex hormone release in obese women, whether normally cycling or with
ovulation impairment (such as in PCOS), are still lacking however. T o date, contradictory results have been reported on leptin levels in women with PCOS, and higher levels than those expected for their BMI or normal concentrations have been detected [20]. This topic therefore requires much more detailed studies.
Obesity, fat distribution and infertility
Elsevier
10. Apa interpretasi IG G untuk toxoplasma, rubella, dan CMV positif dan IG M positif pada toxoplasma?
RESPONS IMUN terhadap infeksi CMV
Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap virus pada umumnya, bersifat kompleks yang
meliputi baik faktor atau komponen yang berperan dalam respons imun seluler maupun humoral.
Kontrol yang cepat, segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yangdiperantarai selyaitu sel NK (natural killer ), sel T CD8+dan dengan bantuan sel T CD4+. Sel NK, anggota
limfosit nonT-nonB yang beredar dalam sirkulasi darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik dari sistem imun bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus,
kemudian menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi akut, dalam respons imun spesifik, antigen virus diproses oleh makrofag antigenpresenting cells (APC), dipresentasikan ke sel limfosit T CD4+(T helper ) yang memproduksi sitokin dan
memicu proliferasi klon tunggal sel T sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitasi. Sel T
CD8+yang teraktivasi kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang
mengekspresikan antigen virus yang berikatan dengan majorhistocompatibility complex (MHC) atau humanleucocyte antigen (HLA) kelas I di permukaan sel.
MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir semua sel berinti. Respons imun ini ditargetkan terhadap bermacam antigen seperti protein IE1, IE2, gB dan pp65.Sel T-CD4+spesifik juga
memegang peran penting di dalam mengontrol infeksi virus dengan cara melepaskan
interferonγ ( IFN-γ ) yang kemudian mengaktifkan makrofag sebagai fagosit. Imunitas yang diperantarai sel ini memegang peran utama untuk menekan aktivitas virus yang menetap secara laten.
Respons imunhumoralterbentuk karena fragmen antigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada limfosit T-CD4+. Produksi sitokin terpacu
untuk mengaktifkan sel B, kemudian sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang menghasilkan antibodi atau imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah itu dengan mutasi somatik yang terjadi pada limfosit B yang t erstimulasi antigen, maka akan terjadi isotypeswitching dan terbentuk isotype immunoglobulin yang lain seperti IgG, IgA., IgE, IgD. Antibodi yang terbentuk pada awalnya memiliki kekuatan mengikat antigen yang masih lemah, selanjutnya terjadi affinity maturation terhadap sebagian dari sel B,
sehinggamenghasilkan antibodi yang mampu mengikat antigen dengan kuat.Kekuatan ikatan antibodi terhadap antigen ini disebut high-affinity dan high avidity.Antibodi IgG adalah yang paling utama melakukan neutralisasi dan eliminasi terhadap CMV yang beredar dalam
sirkulasi. IgG tersebut adalah antibody anti-gB (anti- glikoprotein B) yang merupakan antibodi terhadap antigen paling imunogenik dari envelope CMV.
Suatu infeksi dinyatakan baru terjadi, bila serum antibodi IgM spesifik positif pada fase akut penyakitatau terdapat peningkatan serum antibodi IgG spesifik sampai lebih dari atau sama
dengan 4 x antara periode akut dengan masa konvalesen. IgM dijumpai dalam minggu
pertama infeksi primer, dan menjadi tidak terdeteksi setelah 1-3 bulan. IgG spesifik muncul 1 sampai 2 minggu setelah infeksi primer, mencapai puncak 4 – 8 minggu, kemudian menurun, namun tetap terdeteksi dalam kadar rendah sepanjang hidup.
Respons imun sekunder pada infeksi ulang, reaktivasi atau reinfeksi, memberi profil respons yang berbeda, karena peran dari sel memori. IgM muncul kembali dengan titer yang lebih rendah dari infeksi primer, sebaliknya IgG spesifik sudah dapat terdeteksi pada awal serangan penyakit dengan kadar yang naik cepat, mencapai puncak yang lebih tinggi serta mempunyai
kekuatan mengikat antigen yang lebih baik dibandingkan infeksi primer.
Dikutip dari Abbas.
Respons imun pada fetus dan.anak
Respons imun diperantarai sel terbentuk 1 minggu sebelum respons humoral, mencapai puncak samadengan respons humoral.Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur fetus 22minggu.Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4+dapat terjadi, meskipun
kemampuan untuk menghasilkanIFN-γ masih lemah.Hasil suatu studi menyatakan bahwa peran sel T CD4+spesifik dengan frekuensiyang tinggi pada neonatus memungkinkan terjadi
stimulasi terhadap imunitas seluler, sehingga infeksiCMV kongenital bersifat asimtomatik. Respons imun humoral dimulai pada 9 – 11 minggu kehamilan, namun kadar antibodi dalam sirkulasi tetap rendah sampai pertengahan kehamilan, kecuali terdapat virus dalam titer tinggi dan ada perkembangan reseptor antigen di permukaan sel. Pada keadaan ini, kadar antibodi meningkat dengan predominan IgM. Pada infeksi kongenital, IgG maternal dapat menembus plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan IgM atau IgA yang terdeteksi pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan bahwa antibodi tersebut diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri
sebaliknya terjadi defek imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan jumlah sel NK dan T CD8.+
KEWASPADAAN TERHADAP INFEKSI CYTOMEGALOVIRUS SERTA
KEGUNAAN DETEKSI SECARA LABORATORIK, M.A. Lisyani Budipradigdo Suromo
Pemeriksaan pertama yang dilakukan untuk mendeteksi toksoplasmosis pada wanita hamil adalah pemeriksaan IgG dan IgM.
IgG positif dan IgM negatif, imunitas pada penderita.
Bila hasil positif pada IgG dan IgM terjadi infeksi primer atau infeksi lama dengan sisa IgM. Keadaan ini perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Aviditas IgG. Bila aviditas IgG tinggi, menunjukkan infeksi didapat lebih dari empat bulan yang lalu. Bila tes dilakukan pada paruh kedua kehamilan, perlu dilihat titer dari IgG. Bila titer IgG rendah, menunnjukkan infeksi yang lama. Sedangkan bila titer IgG tinggi, kemungkinan ada infeksi. Ini memerlukan tes konfirmasi, baik IgG maupun IgM. Setelah itu, baru diagnosis prenatal ditentukan, dilakukan pengobatan, serta evaluasi pada ibu dan bayi. Hasil dengan aviditas IgG yang rendah menunjukkan infeksi didapat kurang dari empat bulan. Selanjutnyadilakukan tes konfirmasi pula2.
IgG dan IgM negatif. Ini menunjukkan tidak adanya imunitas pada penderita sehingga perlu dilakukan evaluasi terus sampai akhir kehamilan2.
Bila IgG dan IgM positif, menunjukkan adanya infeksi primer di mana perlu dilakukan pengobatan dan evaluasi pada ibu maupun bayinya.
IgM positif dengan IgG negatif menunjukkan adanya infeksi baru, kemudian dilakukan pemeriksaan lagi dua sampai tiga minggu kemudian. Jika hasil menjadi negatif,
menunjukkan bahwa IgM yang terdeteksi tidak spesifik2.
RUBELLA
Strategi pemeriksaan yang dilakukan untuk pencegahan rubella adalah melakukan pemeriksaan IgG.
Bila hasil positif, menunjukkan adanya imunitas pada penderita. Bila hasil negatif, menunjukkan tidak adanya imunitas pada penderita dan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan pada 17 sampai 20 minggu kehamilan .
Bila IgG menjadi positif, perlu dilakukan pemeriksaan IgM. Bila IgM positif, menunjukkan adanya infeksi primer. Bila IgM negatif, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Bila pemeriksaan ulang IgG memberi hasil negatif, hal ini menunjukkan tidak adanya infeksi. Infeksi primer yang terjadi pada kehamilan kurang dari 17 minggu akan menimbulkan risiko pada janin sehingga dipertimbangkan dilakukan abortus medicinalis2.
Menurut Roussis dkk., seseorang yang kemungkinan ada kontak dengan rubella, apabila didapatkan peningkatan yang signifikan dari IgM, menunjukkan adanya infeksi akut. Jika kontak terjadi dalam satu minggu dengan IgM negatif, pemeriksaan perlu diulang dua sampai tiga minggu.Jika hasilnya negatif, berarti tidak ada infeksi.Jika ada kontak dan pemeriksaan pertama IgG negatif, maka dilakukan pemeriksaan ulangan dua sampai tiga
minggu lagi.Jika titer meningkat sampai empat kali, menunjukkan adanya infeksi akut.Jika pada pemeriksaan pertama tersebut IgG positif dan terdapat peningkatan titer empat kali pada pemeriksaan ulang jarak dua sampai tiga minggu, menunjukkan adanya infeksi akut atau merupakan reinfeksi4.
Cytomegalovirus, dilakukan pemeriksaan terhadap IgG anti CMV.
Bila hasil negatif, perlu dilakukan tindakan pencegahan. Yaitu, untuk wanita dengan risiko tinggi perlu dilakukan pemeriksaan ulang IgG pada akhir kehamilan. Bila IgG tetap negatif berarti tidak ada infeksi, tetapi bila positif perlu dilakukan tes konfirmasi dengan memeriksa IgG, IgM, dan tes aviditas IgG.
Bila IgG dan IgM positif dengan aviditas IgG yang rendah, hal ini menunjukkan adanya infeksi primer. Pelu dipertimbangkan Sectio Caesar pada proses persalinannya2,4.
Herpes simplek,
baik HSV 1 maupun HSV 2. Bila IgG negatif, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada akhir kehamilan.
Jika hasil tetap negatif, berarti tidak ada infeksi. Tetapi, bila hasil menjadi positif manunjukkan adanya serokonversi infeksi primer. Selain itu, bila hasil pemeriksaan pertama negatif, perlu dilakukan pemeriksaan pada pasangannya. Jika pasangannya IgG positif maka perlu diberi penyuluhan masalah cara penularan virus. Untuk pencegahan,
dianjurkan pemakaian kondom dan menghindari kontak urogenital2.
Pada wanita hamil dengan simptomatik herpes, perlu diperiksa IgG anti HSV 2. Jika hasil negatif maka dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu kemudian. Jika hasil menjadi positif, menunjukkan adanya infeksi primer. Dari pemeriksaan pertama dengan hasil IgG positif, menunjukkan adanya infeksi rekuren2.
Babil Stray-Pedersen.I nfeksi TOR CH pada kehamilan.F orum Diagnosticum.Oslo : Department of obstetrics and Gynaecology,1997 : 1-7
Rubella , toksoplasma, CMV sama AG G KRONIS
IG M AKUT : kurang lebih 2 minggu
RUBELLA
igm positif 4-15 hari setelah timbulnya ras
IG g positif 7-21 minggu (akan tinggal dalam tubuh sebagai proteksi) Toksoplasma IG M IG G Interpretasi + - akut - + KRONIS > 1 TAHUN + + INFEKSI <12 BULAN
12. Apa pemeriksaan penunjang untuk pasien di skenario?
I. Tahap wawancara (anamnesis)
Tahap awal merupakan wawancara untuk pengumpulan data-data pasien tentang jatidiri, riwayat kesehatan, riwayat perkawinan terdahulu dan sekarang, riwayat infertilitas, riwayat hubungan seksual, dan riwayat reproduksi.
II. Tahap pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik baik suami maupun istri meliputi :
Keadaan fisik secara umum, seperti tinggi, berat, sebaran rambut, dll. Keadaan alat-alat reproduksi, seperti testis, vagina, klitoris, rahim, dll.
A. Pemeriksaan sperma
Untuk menilai sperma maka dilakukan pemeriksaan atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya.
Sebaiknya sperma yang diperiksa, ditampung setelah pasangan tidak melakukan coitus sekurang2nya selama 3 hari dan sperma tersebut hendaknya diperiksa pada 1 jam setelah keluar.
Ejakulat yang normal sifatnya sbb:
Volume 2-5 cc
Jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc
Pergerakan 60% dari spermatozoa masih bergerak selama 4 jam
setelah dikeluarkan
Bentuk abnormal 25%
Pria yang infertile spermatozoanya 60 juta per cc atau lebih
Subfertil 20-60 juta per cc
Steril 20 juta per cc atau kurang
Untuk pennilaian lebih lanjut perlu diperiksa 17 ketosteroid, gonadotrofin dalam urin, dan biopsy dari testis.
B. Pemeriksaan ovulasi
Terjadinya ovulasi dapat kita ketahui dengan berbagai pemeriksaan:
1. Pencatatan suhu basal kalau siklus ovulatoar, maka suhu basal bersifat bifasis. Sesudah ovulasi terjadi kenaikan suhu basal disebabkan pengaruh progesterone
2. Dengan pemeriksaan vaginal smear; pembentukan progesterone menimbulkan perubahan2 sitologi pada sel2 superfisial
3. Pemeriksaan lendir serviks adanya progesterone menimbulkan perubahan sifat lender serviks ialah lendir tersebut menjadi kental, juga gambaran fern (daun pakis) yang terlihat pada lendir yang telah dikeringkan hilang
4. Pemeriksaan endometrium kuretase pada hari pertama haid haid atau pada fase premenstrual menghasilkan endometrium dalam stadium sekresi dengan gambaran histoogi yang khas
5. Pemeriksaan hormone seperti estrogen, ICSH, pregnadiol C. Pemeriksaan lendir serviks
Keadaan dan sifat lendir serviks sangat mempengaruhi keadaan spermatozoa:
1. Kentalnya lendir serviks
Lendir serviks yang cair lebih mudah dilalui spermatozoa
Pada stadium proliferasi lendir serviks agak cair karena pengaruh estrogen, sebaliknya pada stadium sekresi lendir serviks lebih kentak karena pengaruh progesteron
2. pH lendir serviks
lendir serviks bersifat alkalis dengan pH ± 9
pada suasana yang alkalis spermatozoa dapat hidup leb ih lama. Suasana menjadi asam pada cervisitis
tripsin, kemotripsin mempengaruhi viskositas lendir serviks
4. dalam lendir serviks juga ditemukan Ig yang dapat menimbulkan aglutinasi dari spermatozoa
5. berbagai kuman2 dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa biasanya baik tidaknya lendir serviks diperiksa dengan:
SIMS HUHNER TEST
Pemeriksaan lendir serviks dilakukan post coitum sekitar waktu ovulasi Dianggap baik jika terdapat 5 spermatozoa yang motil per high powerfield Sims huhner test yang baik menandakan:
- teknik koitus baik - lendir serviks normal - estrogen ovarial cukup
- sperma cukup baik
KURZROCK MILLER TEST
Dilakukan pada pertengahan siklus kalau hasil sims huhner test kurang baik
Satu tetes lendir serviks diletakkan berdampingan dengan tetes sperma pada obyek glass; dilihat apakah ada penetrasi spermatozoa. Kalau tidak ada invasi spermatozoa, lendir serviks kurang baik.
D. Pemeriksaan tuba
Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakuakan:
- Pesturbasi (insuflasi) rubin test (utuh tidaknya tuba)
- Histerosalpingografi bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba, sumbatan nampak jelas
- Kuldoskopi keadaan tuba dan ovarium
- Laparoskopi dapat diketahui genitalia interna dan sekitarnya E. Pemeriksaan endometrium
Pada stadium premenstrual atau pada hari pertama haid dilakukan mikrokuretase.
Endometrium yang normal harus memperlihatkan hambaran histologik yang khas untuk stadium sekresi. Kalau tidak ditemukan stadium sekresi maka:
- Endometrium tidak bereaksi dengan progesterone - Produksi progesterone kurang
Sumber : Ginekologi, FK UNPAD
13. Penatalaksanaan
Untuk pria hormone tambahan GnRH
VIT E antioksidan Infeksi antibiotic
Untuk wanita diberi obat untuk meningkatkan maturasi ovum Tangani infeksi
Hilangkan perlekatan jika ada
Jika masih ingin punya anak- tp infertile pakai inseminasi & fertilisasi invitro
Inseminasi buatan ambil sperma dimasukkan untuk bertemu ovum
Gamed intrafalopian trasnver ovum dipindahkan dekat tuba falopii sehingga mudah bertemu sperma
Invitro fertili sperma + ovum dipertemukan dan ditanam di Rahim ZIFT gabungan GIV & invitro
Ambil di laki-laki & perempuan langsung di taruh di tuba valopi GIV
INDIKASI MOTILITAS & jumlah sperma kurang sperma tidak sampaiICSI
penanganan terhadap gamet (ovum, sperma), atau embrio (konsepsi) sebagai
upaya untuk mendapatkan kehamilan dil uar cara alami
TRB yang paling dipraktekkan saat ini:
IUI (Insem)
cIVF (Bayi tabung)
ICSI (Bayi Tabung dengan tehnik injeksi sperma dalam sitoplasma sel telur).
Sumber: Infertilitas pada usia reproduksi dan penanganannya oleh Bambang Hariyadi