• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II ±23,89 km² dari seluruh luas wilayah kota Medan dan berada pada ketinggian 26-50 meter diatas permukaan laut. Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara geografis berada di wilayah Barat Daya Kota Medan yang merupakan daratan kemiringan antara 0-5%. Kecamatan Medan Selayang berbatasan dengan Medan Sunggal di sebelah barat, Medan Johor dan Medan Polonia di sebelah timur, Medan Tuntungan di selatan, dan Medan Baru dan Medan Sunggal di sebelah utara. Penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Batak, Tionghoa, Minang, Aceh, Jawa, serta Ambon. Sedangkan suku asli adalah Melayu Deli dan Batak Karo.

Sebelum menjadi kecamatan definitif terlebih dahulu melalui proses Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10 (Sepuluh) Perwakilan Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama “Perwakilan Kecamatan Medan Selayang” dengan 5 kelurahan. Kemudian

(2)

Kecamatan Pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan Medan Selayang menjadi Kecamatan Definitif yaitu “Kecamatan Medan Selayang”.

Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan dan 63 lingkungan dengan status Kelurahan Swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas adalah Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul kelurahan Tanjung Sari dengan luas 510 Ha, Sempaka dengan luas 400 Ha, Kelurahan Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan PB. Selayang I dengan luas 180 Ha, dan yang terkecil adalah Kelurahan Beringin dengan hanya luas 79 Ha.

Menurut informan yang saya wawancarai, dahulunya sekitar tahun 1980-an kondisi Kecamat1980-an Med1980-an Selay1980-ang ini wilayah agraria, masih b1980-anyak penduduk suku melayu dan situasi masih sunyi dari kebisingan. Namun kini situasi telah berbeda, sekitar tahun 1990-an wilayah agraria berubah menjadi wilayah industri, banyak perumahan penduduk, pusat perbelanjaan, sekolah, rumah sakit, transportasi dan polusi penuh memadai. Proses urbanisasi12 berjalan dan terus mengalami peningkatan. Salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi ialah kemiskinan di daerah pedesaan yang disebabkan oleh cepatnya pertambahan penduduk di desa sehingga menimbulkan ketimpangan dalam perimbangan antara jumlah penduduk dan luasnya lahan pertanian.

Kota Medan merupakan salah satu kota terpadat dan terbanyak penduduknya di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota Metropolitan Medan sudah memasuki tahapan kehidupan yang serba ada mulai

12

(3)

dari mall, hotel, plaza, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri dimana-mana. Masyarakat menjadi lebih muda untuk mendapatkan segala kebutuhan yang sudah bisa didapatkan dengan serba instan.

Menurut G.Balandier (Sosiologie des brazzavilles noires, 1955) berdasarkan penelitiannya menemukan bahwa motif-motif urbanisasi ke kota yaitu sebagai berikut: 1). Karena alasan ekonomi, 2). Menengok keluarga, 3).Perbaikan posisi sosial, 4). Melepaskan diri dari lingkungan tradisi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa beberapa informan yang diwawancarai merupakan warga yang mengalami proses urbanisasi tersebut. Ada yang dari Tanah Karo, Simalungun, Parapat, dan lain sebagainya. Tujuan mereka tidak lain hanya untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga diri mereka sendiri serta keluarga mereka yang berada di kampung halaman.

Gaya hidup masyarakat urban identik dengan pola menyimpang. Masyarakat kota besar sudah tidak lagi tabu bahkan menganggap seks sebagai sesuatu yang lumrah. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya bermunculan Lokalisasi dan Prostitusi, baik yang terselubung maupun yang terang-terangan. Hal ini tentu saja berujung pada semakin banyaknya pengidap Human Immunodefisiency Virus / Acquired Immuno Defesiency Syndrome (HIV/AIDS) di kota Medan ini. Di kota ini tidak sulit untuk menjumpai hampir di berbagai penjuru kota medan terdapat semacam lokalisasi baik itu yang terselubung, yang berkedok sebagai salon, panti pijat (Spa), pijat tradisional (Okup), cafe yang jam bukanya dimalam hari dan lain sebagainya.

(4)

dikatakan anggota DPRD kota Medan Fraksi PKS. H Muslim Maksum Yusuf LC Dalam rapat paripurna penetapan perda HIV AIDS, mengatakan Kota Medan merupakan peringkat tertinggi penderita HIV AIDS di Sumatera Utara dengan jumlah Penderita yang terdata sampai 2011 sebanyak 2560 orang.

Muslim juga mengatakan, Kota Medan memiliki potensi laju penyebaran HIV AIDS yang tinggi. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti, banyaknya berdiri tempat hiburan malam yang menyediakan prostitusi terselubung, perilaku hidup dengan resiko tinggi dan kurangnya sosialisasi serta penyuluhan masyarakat tentang bahaya HIV AIDS.13

Sementara itu berdasarkan penelitian Data yang dimiliki Sahiva USU tahun 2006-2011 Kota Medan menduduki peringkat ke 10 paling berbahaya untuk penderita HIV AIDS di Indonesia. Peringkat ini tidak mungkin turun mengingat jumlah penduduk Medan termasuk besar. "Data yang kami terima dai KPA Medan menduduki peringkat ke-3 dengan pengidap HIV terbanyak di Indonesia, "jelas koordinator relawan Sahiva USU, M Luthfiansyah. Diprediksi dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun kedepan peringkat tersebut semakin merangkak naik. Karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dan faktor resiko penyebab HIV AIDS juga semakin beragam. "Hubungan seks dan pengguna narkoba suntik merupakan resiko yang paling banyak menularkan HIV, " ujarnya.14

13

(5)

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian saya ialah di Jalan Jamin ginting Km 11 Gang Kenanga Simpang Selayang, Kecamatan Medan Selayang II.

Gambar 1. Gang Kenanga

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

(6)

Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

(7)

2.3 Sejarah berdirinya rumah singgah ODHA di Simpang Medan Selayang

Kak Myur dan 2 orang rekannya Ohidha mendirikan kelompok ODHA. Ia membentuk kelompok ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya anggota yang telah bergabung di dalam kelompok ini. Maksud dari pelayanan kesehatan di dalam rumah singgah ini ialah memberikan perawatan atau pemulihan kepada pasien sampai ia benar-benar bisa mandiri. Artinya, rumah singgah ini merupakan tempat sementara untuk kaum Odha, mereka boleh datang dan pergi sesuai kebutuhan, dan boleh menginap di tempat tersebut.

Kak Myur membuat rumah kontrakannya sendiri menjadi rumah bersama untuk kaum odha, rumah tersebut berguna untuk pemulihan bagi pasien HIV, sharing (diskusi), suka dan duka dilalui mereka bersama di rumah singgah tersebut. Ukuran tempatnya memang tidak luas karena memang rumah kontrakan yang cukup untuk keluarga kecil kak Myur, walaupun tempatnya sederhana tapi mereka merasa nyaman. Ukuran tempatnya kira-kira panjang 7m x 3,5m lebarnya.

Letak strategis rumah singgah tersebut di simpang selayang, masuk ke gang kenanga dan posisi rumahnya ditutupi oleh rumah-rumah warga. Sehingga untuk mengetahui keberadaan rumah singgah tersebut hanya orang-orang yang sudah pernah kesana saja. Rata-rata warga di gang kenanga sudah mengetahui keberadaan kelompok Odha tersebut.

(8)

RS. Adam Malik. Ia harus pandai-pandai menggunakan uang, tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga dan keperluan sekolah anaknya saja tetapi dia juga harus memikirkan dana untuk kelompok Odha. Kontrakkannya sebulan Rp 400.000,- menurut kak Myur itu sudah merupakan kontrakkan yang bagus dengan harga murah. Jarak tempuh dari rumah singgah ke RS. Adam Malik kira-kira 2 Km.

Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

(9)

masyarakat yang mau menambah pengetahuan tentang info HIV yang berdomisili di Medan sekitar.

Rumah singgah ini di bentuk pada bulan Agustus 2014, sampai saat ini baru ada 17 orang anggota yang telah bergabung di dalamnya. Anggota-anggota ini banyak yang berasal dari luar (perantauan) Medan, seperti P.Sidempuan, Ranto Prapat, Tobasa, Siantar, Langkat, dan Tanah Karo. Untuk menjadi anggota dalam kelompok tersebut tidak ada persyaratan tertentu, semua kalangan boleh bergabung, dan tujuan bergabung di dalam kelompok tersebut ialah untuk menambah pengetahuan kemudian setelah tahu ia wajib membagi informasi yang sudah di dapatnya dalam kelompok tersebut kepada sanak sodara, kerabat, keluarga, ataupun orang-orang di lingkungan sekitar. Tetapi tempat rumah singgah ini masih bersifat tertutup, mereka mengetahui tempat ini dari informasi orang ke orang atau dari mulut ke mulut saja. Orang yang memberi tahu tempat tersebut adalah orang yang bisa diandalkan dan dipercaya. Sebab mereka khawatir jika ada orang-orang yang anti terhadap penderita HIV pastinya timbul stigma dan diskriminasi. Hal tersebut yang membuat kehidupan mereka terganggu atas kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi HIV.

(10)

tetangga (non Odha) kepada mereka, dan lain sebagainya. Kebanyakan ibu-ibu yang berkumpul di rumah singgah tersebut, maka wajar saja jika banyak bahan pembicaraan yang mereka bicarakan.

Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Gambar

Gambar 1. Gang Kenanga Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja

Pada penelitian ini digunakan posisi kemunculan hiu paus dan faktor oseanografi dari data penginderaan jauh dengan menggunakan maximun entropy model untuk memprediksi daerah

Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan pada BAB IV, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan dengan Penerapan Model Inkuiri Terbimbing dapat Meningkatkan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun alpukat konsentrasi 20%, 35% dan 50% memiliki aktivitas terhadap penyembuhan luka bakar

 Membuat lembar kerja untuk praktik macam-macam bentuk garnish sesuai dengan bahan dan alat yang tersedia..  Mempraktikkan macam-macam

Persimpangan adalah tempat dimana konflik pergerakan lalu lintas karena menjadi tempatbertemunya bebrapa ruas jalan pada satu titik. Arus kendaraan bergerak dari

Comparison of Bammann ISV model and power-law model to experimental data (Carter & Ave Lallemant 1970) for wet lherzolite for a varying temperature history at a constant strain

The experimental in this research had the purpose to know the different effect of treatment between the experimental class who got the teaching and