• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGA. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGA. pdf"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

INFORMATION GAP ACTIVITIES

PADA PEMBELAJARAN BAHASA

INGGRIS MATERI PERKENALAN DIRI DI KELAS VII-B

SMP NEGERI 2 NGAWI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1Rhosmaria Kartikasari 1SMP Negeri 2 Ngawi

Jl. Jaksa Agung Suprapto No.7 Ngawi 63211

Ria29attaraya@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan dari: 1) keterampilan berbicara; 2) aktivitas dan motivasi belajar; 3) hasil belajar siswa; melalui penerapan teknik Information Gap Activities pada pembelajaran Bahasa Inggris materi perkenalan diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data kompetensi sikap, pengetahuan, keterampilan, aktivitas dan motivasi belajar pada setiap siklus dengan alat bantu instrumen penelitian. Penulis mengambil data TA 2013/2014 berupa hasil ulangan harian dan unjuk kerja untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan keterampilan berbicara (speaking skill) pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015; 2) Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015; 3) Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015. Saran: 1) Aktivitas dan motivasi belajar sebaiknya dimasukkan sebagai kompetensi baru dalam Kurikulum 2013; 2) KKM sebaiknya direvisi / diturunkan menjadi 75 atau 70; 3) guru mitra sebaiknya melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas; 4) Siswa Sebaiknya lebih terbuka, mencoba hal-hal baru, terus berlatih mengasah keterampilan berbicara (speaking skill) menggunakan metode Think Pair Share dengan Teknik Information Gap Activities; 5) Peneliti lain sebaiknya menyempurnakan indikator-indikator, pernyataan-pernyataan, serta sistem penilaian yang dirumuskan peneliti, khususnya dalam rangka penilaian aktivitas dan motivasi belajar; 6) Peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan peneliti.

Kata Kunci : Think Pair Share, Information Gap Activities, Aktivitas Belajar, Motivasi Belajar

Pendahuluan

Perubahan dari KTSP ke Kurikulum 2013, telah menimbulkan dampak dan implikasi yang luar biasa di dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat SMP / MTs. Sebagian dari pelaku pendidikan di sekolah mengatakan bahwa kurikulum ini lebih kompleks, mempunyai banyak parameter penilaian, serta cenderung mengkondisikan guru dan siswa agar

bertindak lebih pro-aktif dan produktif.Sekolah harus

mengubah paradigma guru untuk melakukan model pembelajaran menuju kearah penguatan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan

Scientific Approach.

Kurikulum 2013 menerapkan definisi kompetensi yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional, yaitu keterpaduan antara dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum 2013 juga memastikan bahwa proses pembelajaran juga lebih terpusat kepada siswa, tidak terfokus hanya pada pengetahuan konseptual, tidak berbasis hanya pada buku teks, dan tidak hanya menggunakan bahasa tulis. Lampiran 3 Permendikbud No.58 (2014:536) tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah

menyebutkan bahwa perubahan pada rumusan kompetensi berdampak pada perubahan di semua aspek pembelajaran. Bagi mata pelajaran Bahasa Inggris, perubahan definisi kompetensi tersebut justru memberikan jalan untuk menerapkan pendekatan

(2)

Menurut Martin (1984), tujuan pendidikan

Bahasa Inggris berbasis genre adalah membentuk

kompetensi melaksanakan fungsi sosial dengan menggunakan teks yang memiliki struktur dan unsur kebahasaan yang tepat dan benar sesuai dengan tujuan

dan konteks komunikatifnya. Berbasis genre berarti

berbasis pada ketentuan dan rumusan yang rinci tentang fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang perlu dicakup sesuai dengan tujuan dan konteks penggunaannya. Konsep ini sejalan dengan konsep komunikatif dari Celce-Murcia, et al. (1995), yang terdiri dari kompetensi wacana, kompetensi sosio-kultural, kompetensi aksional, kompetensi kebahasaan, dan kompetensi strategi.

Berdasarkan definisi genre dan kompetensi

komunikatif tersebut, kompetensi berbahasa Inggris di dalam Kurikulum 2013 kemudian dirumuskan sebagai kompetensi melaksanakan fungsi sosial dengan menggunakan teks berbahasa Inggris yang runtut dan runut dan unsur kebahasaan yang tepat dan berterima, secara terampil dengan didasari pemahaman yang baik pada setiap unsur kompetensi tersebut.

Secara detail, penegasan mengenai tujuan pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dirumuskan dalam ruang lingkup kompetensi dan materi

(Lampiran 3 Bagian VII. Bahasa Inggris –

Permendikbud No.58 Tahun 2014:544–545). Ruang

lingkup kompetensi meliputi: a) menunjukkan perilaku yang berterima dalam lingkungan personal, sosial budaya, akademik, dan profesi; b) mengidenti-fikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dari teks pendek dan sederhana, dalam kehidupan dan kegiatan siswa sehari-hari; c) berkomunikasi secara interpersonal, transaksional dan fungsional tentang diri sendiri, keluarga, serta orang, binatang, dan benda, kongkrit dan imajinatif, yang terdekat dengan kehidupan dan kegiatan siswa sehari-hari di rumah, sekolah, dan masyarakat; d) menangkap makna dan menyusun teks lisan dan tulis, pendek dan sederhana dengan menggunakan struktur teks secara urut dan runtut serta unsur kebahasaan secara akurat, berterima, dan lancar.

Secara rinci, ruang lingkup materi meliputi: 1) teks-teks pendek sederhana dalam wacana interperso-nal, transaksiointerperso-nal, fungsional khusus, dan fungsional

berbentuk descriptive, recount, narrative, procedure

dan factualreport pada tataran literasi fungsional; 2) penguasaan setiap jenis teks mencakup tiga aspek, yaitu fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan, yang ketiganya ditentukan dan dipilih sesuai tujuan dan konteks komunikasinya; 3) sikap mencakup menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri; 4) keterampilan menca-kup mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan

menonton, secara efektif, dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberada-annya; 5) unsur-unsur kebahasaan mencakup penanda wacana, kosakata, tata bahasa, ucapan, tekanan kata, intonasi, ejaan, tanda baca, dan kerapian tulisan tang-an; 6) modalitas dengan batasan makna yang jelas.

Konten pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat SMP selalu menyertakan 4 keterampilan berbahasa, yang digolongkan menjadi keterampilan reseptif

meliputi keterampilan mendengarkan (listening) dan

membaca (reading), serta keterampilan produktif

meliputi keterampilan berbicara (speaking) dan

menulis (writing). Salah satu isu besar (grand issue)

dalam penerapan Kurikulum 2013 adalah peningkatan produktivitas guru dan siswa. Oleh karena itu, penelitian yang berhubungan dengan keterampilan produktif dalam Bahasa Inggris layak diprioritaskan.

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan dasar yang sangat penting karena untuk menguasai suatu bahasa, harus dimulai secara lisan atau ucapan karena bahasa lisan merupakan dasar dari penguasaan bahasa. Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan bahasa yang perlu dikuasai dengan baik.

Keterampilan ini merupakan suatu indikator

terpenting bagi keberhasilan siswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Apabila keterampilan berbicara dikuasai, siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan penutur asing, serta menjaga hubungan baik dengan orang lain. Berhubungan dengan pernyataan di atas, Ur (1996) menyatakan bahwa apabila seseorang menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu berbicara dalam bahasa tersebut. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa keterampilan berbicara dapat mencerminkan seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu, keterampilan berbicara bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar.

Namun demikian, dengan tidak menggunakan KTSP dan beralih kepada Kurikulum 2013,

peningkatan keterampilan berbicara dalam

pembelajaran Bahasa Inggris di SMP sebenarnya menghadapi kendala-kendala klasik yang cenderung sama. Kendala tersebut selalu bermuara di faktor-faktor: 1) guru sebagai pemateri dan pengajar; 2) siswa sebagai yang diajar dan penerima materi; 3) kegiatan belajar mengajar sebagai wadah atau sarana berinteraksi antara guru dengan siswa.

(3)

melafalkan vocabularies dengan benar. (3) Guru miskin inovasi dan kreativitas, sehingga strategi pembelajaran yang digunakan cenderung mengguna-kan pendekatan yang konvensional dan monoton. (4) Guru cenderung mengajarkan tentang Bahasa Inggris, bukan bagaimana menggunakan Bahasa Inggris,

sehingga speaking dianggap sebagai hafalan saja. (5)

proses belajar mengajar kurang menarik, membosan-kan dan menimbulmembosan-kan kesan menakutmembosan-kan bagi siswa. (6) Siswa cenderung kurang berminat, kurang

termotivasi dan malas dalam berlatih speaking,

sehingga aktivitas belajar mereka rendah. (7) Siswa dan sebagian dari guru beranggapan bahwa

keteram-pilan reading, listening dan writing jauh lebih penting.

Peneliti telah memformulasikan suatu metode pembelajaran aktif dengan teknik tertentu yang dapat memenuhi ekspektasi dan target, baik secara akademis maupun dalam rangka melaksanakan penelitian tindakan kelas. Teknik yang dipilih tidak saja memiliki relevansi dengan sistem yang berlaku di dalam Kurikulum 2013, tetapi juga kompatibel

dengan peningkatan keterampilan berbicara (speaking).

Teknik tersebut adalah Information Gap Activities

atau banyak juga yang menyebutnya dengan Split

Information.

Ismukoco (2012) menyarankan, apabila ingin meningkatkan kelancaran berbicara siswa dalam

bahasa Inggris, maka lakukan dengan Information

Gap Activities yang sesuai dengan kompetensi dasar yang sedang dibahas. Itu memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berbicara bahasa Inggris dan siswa secara alami memproduksi lebih banyak ucapan (speech). Disamping itu, berbicara dengan teman sebaya lebih santai daripada mereka berbicara di depan kelas sendiri. Mereka juga membangun kosakata mereka dan akan terdorong untuk berfikir mengeluarkan ide melalui teknik tersebut.

Ismukoco (2012) menyatakan bahwa teknik tersebut mengkondisikan siswa harus menyelesaikan tugas secara bersama atau berpasangan. Oleh karena itu, peneliti akan mengkombinasikannya dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.

Menurut Arends (1997), Think Pair Share efektif

untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, karena semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakannya dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada bulan September sampai dengan Oktober 2014. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Ngawi, khususnya di Kelas VII-B. Lokasi ini dipilih karena

peneliti merupakan guru pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas tersebut pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Peneliti juga mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas yang sama pada Tahun Pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa Kelas VII-B adalah 35 orang yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan, dengan kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research) yang

dilaksanakan sesuai dengan prinsip prosedur penelitian dari Kemmis dan Taggart (1988), yaitu:

kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action),

observasi (observation), refleksi (reflection) atau

evaluasi. Keempat kegiatan itu berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus. Peneliti berencana melakukan kegiatan penelitian sebanyak dua siklus, dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil yang dicapai belum memenuhi ekspektasi.

Pengambilan data dilakukan dengan: 1) Studi Kepustakaan dan Dokumentasi. Cara ini digunakan untuk mendapatkan dokumen, buku-buku, peraturan-peraturan, arsip, literatur dan laporan-laporan yang berkaitan dengan materi yang diteliti, di samping sumber tertulis lainnya. 2) Tindakan Kelas. Pada dasarnya, tindakan kelas merupakan cara terpenting bagi peneliti untuk mendapatkan data yang valid (data primer), karena merupakan representasi dari penelitian

lapangan (field research). Cara ini membutuhkan alat

bantu berupa instrumen penelitian tindakan kelas. Data hasil penelitian diklasifikasikan menjadi data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif akan diolah dengan teknik tabulasi yang disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Data kualitatif akan diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-sumber data yang

diperoleh; 2) editing, yakni penelaahan terhadap data

untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang

diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk

diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan; dan 4) melakukan presentasi data untuk keperluan analisis.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman

(1996:60), sebagai berikut: 1) peringkasan data (data

reduction), dimana data mentah diseleksi, disederhanakan dan diambil intinya; 2) data ringkas

disajikan secara tertulis (data display), berdasarkan

kasus-kasus faktual yang berkaitan, sementara tampilan data digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi / kelas; dan 3)

menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusion

(4)

Hasil Penilaian Kompetensi Sikap

Analisis hasil penilaian kompetensi sikap

mem-buktikan bahwa nilai rata-rata (mean) siswa pada

Siklus 1 sebesar 64,36, dan meningkat hingga 72,71 pada Siklus 2. Dari 35 siswa kelas VII-B yang menjadi sampel penelitian, sebanyak 15 siswa (42,86%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 64,36), dan sebanyak 20 siswa (57,14%) mempunyai nilai di atas

rata-rata (≥ 64,36). Pada Siklus 2, sebanyak 24 siswa

(68,57%) punya nilai di bawah rata-rata (< 72,71), dan sebanyak 11 siswa (31,43%) mempunyai nilai di atas

rata-rata (≥ 72,71).

Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi

sikap ≥ “Baik”, hasil penilaian Siklus 1 menunjukkan

bahwa sebanyak 1 siswa (2,86%) memperoleh nilai

“Sangat Baik (SB)”, sebanyak 17 siswa (48,57%) memperoleh nilai “Baik (B)”, dan sebanyak 17 siswa (48,57%) memperoleh nilai “Cukup Baik (CB)”. Hasil

penilaian Siklus 2 menunjukkan bahwa sebanyak 7

(20,00%) siswa memperoleh nilai “Sangat Baik (SB)”, sebanyak 22 siswa (62,86%) memperoleh nilai “Baik (B)”, dan sebanyak 6 siswa (17,14%) memperoleh nilai “Cukup Baik (CB)”.

Gambar 1. Komparasi Nilai Kompetensi Sikap

Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM

atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 18 siswa

(51,43%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%) pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau

dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 17 siswa

(48,57%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%) pada Siklus 2. Berdasarkan temuan ini, maka ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).

Pendekatan statistik deskriptif dapat mengukur dan memetakan secara akurat tingkat ketuntasan klasikal suatu kelompok / kelas berdasarkan distribusi frekuensi nilai dalam interval tertentu.

Tabel 1. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompetensi Sikap

Distribusi frekuensi nilai kompetensi sikap pada Siklus 1 cenderung merata, meski frekuensi tertinggi

berada di interval 71–80 sebanyak 11 siswa dan

frekuensi terendah berada di interval 81–90 sebanyak

2 siswa. Pemerataan tersebut cenderung berada di

rentang 41 – 70, yaitu sebanyak 22 siswa. Kondisi ini

menyebabkan total nilai ekstrapolasi menjadi sebesar 2222,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 63,50. Distribusi frekuensi nilai kompetensi sikap

pada Siklus 2 cenderung terkonsentrasi di rentang 61–

80, yaitu sebanyak 28 siswa, dimana 16 siswa berada

di interval 61–70. Kondisi ini menyebabkan total nilai

ekstrapolasi menjadi sebesar 2552,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal menjadi sebesar 72,93.

(5)

Ketuntasan klasikal pada kompetensi sikap belum terpenuhi karena pendekatan statistik deskriptif membuktikan bahwa indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 63,50 pada Siklus 1, serta sebesar 72,93 pada Siklus 2. Fakta ini mengklarifikasi temuan sebelumnya bahwa ketuntasan klasikal berdasarkan kalkulasi konvensional mencapai 51,43% pada Siklus 1, serta mencapai 82,86% pada Siklus 2.

Hasil Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Analisis hasil penilaian kompetensi pengetahuan

(KI-3) membuktikan bahwa nilai rata-rata (mean)

siswa pada pre-test sebesar 76,86, dan meningkat

hingga 86,86 pada post-test. Dari 35 siswa kelas

VII-B yang menjadi sampel penelitian, sebanyak 15 siswa (42,86%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 76,86), dan sebanyak 20 siswa (57,14%) mempunyai

nilai di atas rata-rata (≥ 76,86). Pada post-test,

sebanyak 13 siswa (37,14%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 86,86), dan sebanyak 22 siswa

(62,86%) mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 86,86).

Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi

pengetahuan ≥ 80 atau setara 3,2, hasil penilaian

pre-test menunjukkan bahwa 4 siswa (11,43%)

memper-oleh nilai (A), 9 siswa (25,71%) mempermemper-oleh nilai (A–

),7 siswa (20,00%) memperoleh nilai (B+), 6 siswa (17,14%) memperoleh nilai (B), 5 siswa (14,29%)

memperoleh nilai (B–),4 siswa (11,43%) memperoleh

nilai (C). Hasil penilaian kompetensi pengetahuan

pada post-test menunjukkan bahwa 8 siswa (22,86%)

memperoleh nilai (A), 14 siswa (40,00%)

mempero-leh nilai (A–), 7 siswa (20,00%) memperoleh nilai

(B+), dan 6 siswa (17,14%) memperoleh nilai (B).

Gambar 3. Komparasi Nilai Kompetensi Pengetahuan

Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM

atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 20 siswa (57,14%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%) pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau

dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 15 siswa

(42,86%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%)

pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka

ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).

Pendekatan statistik deskriptif dapat mengukur dan memetakan secara akurat tingkat ketuntasan klasikal suatu kelompok / kelas berdasarkan distribusi frekuensi nilai dalam interval tertentu.

Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompetensi Pengetahuan

Distribusi frekuensi nilai kompetensi

pengetahuan pada pre-test cenderung berada di semua

interval, meski frekuensi tertinggi berada di interval

81–90 sebanyak 9 siswa dan frekuensi terendah berada

di interval 41–50 dan 91–100, yaitu sebanyak 4 siswa.

Kondisi ini menyebabkan total nilai ekstrapolasi menjadi sebesar 2532,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 72,36. Distribusi frekuensi

nilai kompetensi pengetahuan pada post-test

cende-rung terkonsentrasi di rentang 71–100, yaitu sebanyak

29 siswa, dimana 14 siswa diantaranya berada di

interval 81–90. Kondisi ini menyebabkan total nilai

(6)

Gambar 4. Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai Kompetensi Pengetahuan

Ketuntasan klasikal pada kompetensi pengetahuan sudah terpenuhi karena pendekatan statistik deskriptif membuktikan bahwa indeks Ketuntasan Klasikal

sebesar 82,36 pada post-test (82,36 > 80%).

Sebelumnya, indeks Ketuntasan Klasikal hanya

sebesar 72,36 pada pre-test. Peningkatan indeks

Ketuntasan Klasikal membuktikan bahwa tindakan kelas menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi pengetahuan siswa.

Hasil Penilaian Kompetensi Keterampilan Berbicara

Analisis hasil penilaian kompetensi keterampilan berbicara (KI-4) membuktikan bahwa nilai rata-rata

(mean) siswa pada Siklus 1 sebesar 68,00, dan

meningkat hingga 78,40 pada Siklus 2. Dari 35 siswa kelas VII-B yang menjadi sampel penelitian, sebanyak 14 siswa (40,00%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 68,00), dan sebanyak 21 siswa (60,00%)

mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 68,00). Pada

Siklus 2, sebanyak 9 siswa (25,71%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 78,40), dan sebanyak 26 siswa

(74,29%) mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 78,40).

Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi

keterampilan berbicara ≥ 80 atau setara 3,2, hasil

penilaian pada Siklus 1 menunjukkan bahwa 5 siswa

(14,29%) memperoleh nilai (A–), 9 siswa (25,71%)

memperoleh nilai (B+), 7 siswa (20,00%)

mempero-leh nilai (B), 4 siswa (11,43%) memperomempero-leh nilai (B–

), 5 siswa (14,29%) memperoleh nilai (C+), serta 5 siswa (14,29%) memperoleh nilai (C). Hasil penilaian kompetensi keterampilan berbicara pada Siklus 2 menunjukkan bahwa 2 siswa (5,71%) memperoleh

nilai (A), 8 siswa (22,86%) memperoleh nilai (A–), 16

siswa (45,71%) memperoleh nilai (B+), 6 siswa (17,14%) memperoleh nilai (B), dan 3 siswa (8,57%)

memperoleh nilai (B–).

Gambar 5. Komparasi Nilai Kompetensi Keterampilan Berbicara

Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM

atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 20 siswa

(57,14%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%) pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau

dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 15 siswa

(42,86%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%)

pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka

ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).

Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM

atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 11 siswa

(31,43%), yang bertambah menjadi 26 siswa (74,29%) pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus 1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau

dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 24 siswa (68,57%), yang berkurang menjadi 9 siswa (25,71%) pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% belum dapat dicapai pada Siklus 2 (74,29% < 80%).

(7)

Tabel 3. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompe-tensi Keterampilan Berbicara

Distribusi frekuensi nilai kompetensi keteram-pilan berbicara pada Siklus 1 cenderung berada di semua interval. Frekuensi tertinggi berada di interval

71–80 sebanyak 12 siswa serta frekuensi terendah

berada di interval 41–50 dan 81–90, yaitu sebanyak 5

siswa. Artinya, nilai siswa lebih banyak terkonsentrasi

di interval 71–80. Kondisi ini menyebabkan total nilai

ekstrapolasi menjadi sebesar 2352,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 67,21. Pada Siklus 2 juga cenderung berada di semua interval, meski

tidak ada siswa yang memiliki nilai di interval 41–50.

Frekuensi tertinggi berada di interval 71–80 sebanyak

18 siswa serta frekuensi terendah berada di interval

51–60 dan 91–100, yaitu sebanyak 2 siswa. Artinya,

nilai siswa lebih banyak terkon-sentrasi di interval 71–

80. Kondisi ini menyebabkan total nilai ekstrapolasi menjadi sebesar 2672,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 76,36.

Gambar 6. Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai Kompetensi keterampilan Berbicara

Ketuntasan klasikal pada kompetensi keterampilan berbicara belum terpenuhi karena pendekatan statistik deskriptif membuktikan bahwa indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 67,21 pada Siklus 1, serta sebesar 76,36 pada Siklus 2. Fakta ini mengklarifikasi temuan sebelumnya bahwa ketuntasan klasikal berdasarkan kalkulasi konvensional mencapai 31,43% pada Siklus 1, serta mencapai 74,29% pada Siklus 2.

Hasil Penilaian Aktivitas Belajar

Secara umum, hasil analisis pada Siklus 1

membuktikan bahwa siswa Kelas VII-B

memperlihatkan keaktifan belajar yang cenderung variatif. Beberapa siswa masih menunjukkan perilaku kurang aktif, dimana rasionya mencapai 14,29%. Secara agregat, perilaku aktif yang ditunjukkan

cenderung balance antara sangat aktif, aktif dan cukup

aktif. Artinya, tidak ada level/kriteria yang paling menonjol dari sekian banyak karakteristik aktivitas belajar siswa. Meski demikian, perilaku aktif merupakan perilaku yang paling banyak ditunjukkan siswa, karena rasionya mencapai 31,11%.

Hasil analisis pada Siklus 2 membuktikan bahwa siswa Kelas VII-B memperlihatkan kemajuan yang signifikan dalam menjalani aktivitas belajar. Perilaku yang ditunjukkan cenderung berada di level/kriteria sangat aktif dan aktif, dengan total rasio mencapai 86,98%. Sisanya sebesar 13,02% merupakan rasio dari perilaku cukup aktif. Perilaku sangat aktif merupakan perilaku belajar yang paling banyak ditunjukkan siswa, karena rasionya mencapai 49,52% atau mendekati 50%.

(8)

Secara agregat, kriteria sangat aktif (SA) mengalami peningkatan paling signifikan dari 25,71% pada Siklus 1 menjadi 49,52% pada Siklus 2. Kriteria aktif (A) mengalami peningkatan dari 31,11% pada Siklus 1 menjadi 37,46% pada Siklus 2. Kriteria cukup aktif (CA) mengalami penurunan dari 28,89% pada Siklus 1 menjadi 13,02% pada Siklus 2.

Hasil Penilaian Motivasi Belajar

Secara umum, hasil analisis membuktikan bahwa siswa Kelas VII-B memperlihatkan motivasi belajar yang cenderung tinggi. Beberapa siswa masih menunjukkan perilaku di level cukup termotivasi (CT), dimana rasionya mencapai 20,00%. Motivasi belajar yang ditunjukkan selama tindakan kelas cenderung mengarah ke level termotivasi (T) dan sangat termotivasi (ST), dimana total rasionya mencapai 80,00%. Meski demikian, motivasi belajar siswa Kelas VII-B cenderung lebih banyak di level termotivasi (T), karena rasionya mencapai 49,43%. Siswa yang motivasi belajarnya sangat tinggi cenderung lebih sedikit rasionya, yaitu 30,57%.

Gambar 8. Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa pada Setiap Kriteria

Pembahasan

Bagian dari eksperimen yang paling krusial dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

mengawinkan konsep Think Pair Share (TPS) dengan

teknik Information Gap Activities (IGA). Peneliti

berhasil merumuskan suatu strategi pembelajaran

Bahasa Inggris yang merepresentasikan konsep Think

Pair Share dengan teknik Information Gap Activities.

Keterampilan berbicara (speaking skill) sebagai

bagian Kompetensi Inti empat (KI-4) dalam Kurikulum 2013 telah berhasil direkayasa secara

positif. Rekayasa dalam wujud peningkatan

keterampilan berbicara pada materi perkenalan diri dapat diketahui dari peningkatan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal.

Hasil unjuk kerja (performance test) pada Siklus

1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 88,00 dan nilai terendah adalah 48,00, dengan nilai rata-rata sebesar 68,00. Sebanyak 14 siswa (40,00%) memiliki

nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 21 siswa (60,00%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 80, dimana sebanyak 11 siswa (31,43%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 24 siswa (68,57%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara konvensional mencapai 31,43% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal hanya mencapai 67,21.

Hasil unjuk kerja (performance test) pada Siklus

2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 92,00 dan nilai terendah adalah 60,00, dengan nilai rata-rata sebesar 78,40. Sebanyak 9 siswa (25,71%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 26 siswa (74,29%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang sama terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 80, dimana sebanyak 26 siswa (74,29%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 9 siswa (25,71%) memiliki nilai di bawah

KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara

konvensional mencapai 74,29% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal meningkat hingga 76,36 (+ 9,15).

Hasil penelitian dari Efendi, dkk. (2013),

menyebutkan bahwa keterampilan berbicara

(speaking skill) siswa yang mendapatkan treatment

metode TPS jauh lebih baik daripada keterampilan

berbicara (speaking skill) siswa yang mendapatkan

treatment metode konvensional. Pratiwi, dkk. (2014) dalam penelitiannya, juga menyimpulkan bahwa metode TPS dapat meningkatkan keterampilan

berbicara siswa terkait dengan kelancaran,

pemahaman, grammatika, kosakata, dan pengucapan). Selain itu, siswa juga menjadi lebih percaya diri untuk berbicara dalam Bahasa Inggris dan berpartisipasi selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas, karena mereka memiliki kesempatan lebih untuk latihan berbicara. Aeni (2013) menyebutkan bahwa metode TPS dapat meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX secara signifikan.

(9)

Beberapa hasil penelitian tersebut cenderung memperkuat hasil penelitian tindakan kelas tentang penerapan metode TPS dengan teknik IGA di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi. Deferensiasi yang terjadi di antara penelitian-penelitian tersebut justru berhubungan dengan segmentasi, lokasi penelitian, waktu pelaksanaan, materi pembelajaran, serta metodologi.

Eksperimen yang melibatkan konsep Think Pair

Share (TPS) dengan teknik Information Gap Activities

(IGA) juga digunakan peneliti untuk mengukur aktivitas dan motivasi belajar. Peneliti berkepentingan untuk mengetahui efektivitas metode TPS dengan teknik IGA dalam mempengaruhi aktivitas dan motivasi belajar siswa. Selain melengkapi penilaian hasil belajar dalam Kurikulum 2013, eksperimen ini juga sebagai media verifikasi dan validasi penelitian sejenis lainnya yang mendeskripsikan kemampuan metode TPS dan IGA dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa.

Hasil pengamatan pada Siklus 1 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi relatif baik. Siswa banyak memperlihatkan perilaku cukup aktif (CA), aktif (A), dan sangat aktif (SA) saat belajar dan terlibat dalam pelaksanaan tindakan kelas. Meskipun masih ada perilaku kurang aktif (KA) yang muncul dari siswa, namun hal ini dapat ditoleransi. Memasuki Siklus 2, aktivitas belajar mereka membaik sangat signifikan. Tidak ada lagi perilaku kurang aktif (KA) yang muncul dari siswa, bahkan perilaku cukup aktif (CA) yang muncul tidak banyak. Aktivitas belajar siswa pada Siklus 2 cenderung didominasi oleh perilaku aktif (A), dan sangat aktif (SA).

Perubahan positif pada aktivitas belajar siswa mengindikasikan adanya peningkatan motivasi belajar. Penerapan metode TPS dengan teknik IGA mampu memotivasi siswa agar lebih pro-aktif dalam belajar, dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris materi perkenalan diri. Hasil penilaian melalui angket motivasi belajar membuktikan bahwa siswa Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi sangat termotivasi dalam mengikuti pelaksanaan tindakan kelas.

Aeni (2013) dalam laporan penelitian tindakan kelas-nya juga menyebutkan bahwa metode TPS dapat meningkatkan motivasi dan keberanian berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX secara signifikan. Penelitian dari Mansyur, dkk. (2008)

meskipun dilakukan dalam mata pelajaran

Matematika, tetapi juga dapat membuktikan bahwa metode TPS dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa. Melalui mata pelajaran Ekonomi, Septiana dan Sumardiningsih (2014) juga menyatakan bahwa metode TPS efektif dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa.

Peningkatan dalam motivasi dari pra-siklus sampai dengan berakhirnya Siklus 2 masuk kategori tinggi, sementara peningkatan dalam aktivitas dari pra-siklus sampai dengan berakhirnya Siklus 2 masuk kategori sedang.

Terkait penerapan teknik IGA, Syahari (2012) menyatakan bahwa penerapan IGA dapat membangun interaksi siswa dengan guru, motivasi siswa menjadi lebih tinggi, partisipasi aktif, percaya diri, serta memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk berlatih berbicara. Hasil penelitian dari Rhohmatillah (2010) mengkonfirmasi hal itu dengan menyatakan bahwa penerapan IGA dapat memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Semua itu juga telah dibuktikan oleh Nirwana (2013) saat meneliti keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX-D SMP Negeri 1 Bangkalan.

Perumusan strategi pembelajaran Bahasa Inggris

yang merepresentasikan konsep Think Pair Share

dengan teknik Information Gap Activities bertujuan

untuk merekayasa kompetensi sikap spiritual dan sosial (KI-1 dan KI-2) serta kompetensi pengetahuan

(KI-3). Rekayasa dalam wujud peningkatan

pengetahuan dan perbaikan sikap pada materi perkenalan diri dapat diketahui dari peningkatan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal.

Hasil observasi sikap pada Siklus 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah adalah 45,00, dengan nilai rata-rata sebesar 64,36. Sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi

pada saat menggunakan parameter KKM = “Baik”,

dimana sebanyak 18 siswa (51,43%) telah memenuhi syarat KKM, serta sebanyak 17 siswa (48,57%) belum memenuhi syarat KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara konvensional mencapai 51,43% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal hanya mencapai 63,50.

Hasil observasi sikap pada Siklus 2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah adalah 62,50, dengan nilai rata-rata sebesar 72,71. Sebanyak 24 siswa (68,57%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 11 siswa (31,43%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi

pada saat menggunakan parameter KKM = “Baik”,

dimana sebanyak 29 siswa (82,86%) telah memenuhi syarat KKM, serta sebanyak 6 siswa (17,14%) belum memenuhi syarat KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara konvensional mencapai 82,86% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal hanya mencapai 72,93.

(10)

maupun IGA dengan kompetensi sikap, tetapi sebagian besar membuktikan adanya korelasi positif dengan aspek-aspek penilaian kompetensi sikap. Berbicara merupakan cara berkomunikasi yang membutuhkan sikap yang santun. Pratiwi, dkk. (2014) menyatakan bahwa siswa lebih percaya diri untuk berbicara dalam Bahasa Inggris dan berpartisipasi selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas, karena mereka memiliki kesempatan lebih untuk latihan berbicara. Penelitian dari Aeni (2013)

membuktikan bahwa penerapan TPS dapat

meningkatkan keberanian siswa dalam berbicara Bahasa Inggris. Keberanian itu berhubungan dengan kepercayaan diri, bertanggungjawab, peduli dan jujur. Syahari (2012) menyatakan bahwa penerapan IGA dapat membangun interaksi siswa dengan guru, partisipasi aktif serta percaya diri. Interaksi dengan guru dan partisipasi aktif perlu sikap santun, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, dan komunikatif.

Rhohmatillah (2010) menekankan pentingnya

penerapan IGA dalam meningkatkan kemampuan bekerjasama, peduli dan komunikatif. Sementara Nirwana (2013) juga menyimpulkan adanya partisipasi yang aktif pada saat diterapkannya IGA guna memperbaiki keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX-D SMP Negeri 1 Bangkalan.

Beralih ke kompetensi pengetahuan, hasil

pre-test menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 100,00

dan nilai terendah adalah 50,00, dengan nilai rata-rata sebesar 76,86. Sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang sama terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 80, dimana sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki nilai di bawah

KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara

konvensional mencapai 57,14% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal hanya mencapai 72,36.

Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai tertinggi

adalah 100,00 dan nilai terendah adalah 70,00, dengan nilai rata-rata sebesar 86,86. Sebanyak 13 siswa (37,14%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 22 siswa (62,86%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 80, dimana sebanyak 29 siswa (82,86%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 6 siswa (17,14%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara konvensional mencapai 82,86% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai). Sementara indeks ketuntasan klasikal mencapai 82,36. Syahari (2012) dalam penelitiannya juga

menggunakan instrumen post-test untuk mengukur

kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan keterampilan berbicara. Hasilnya adalah kemampuan siswa tersebut cenderung meningkat, sejalan dengan peningkatan keterampilan berbicara. Temuan ini dilengkapi oleh hasil penelitian dari Rhohmatillah (2010) yang mengungkapkan bahwa

melalui pre-test dan post-test, penelitiannya dapat

mendeskripsikan peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan keterampilan berbicara Bahasa Inggris, sebelum dan sesudah penerapan IGA.

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan

metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik

Information Gap Activities terbukti dapat

meningkatkan keterampilan berbicara (speaking skill)

pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun

Pelajaran 2014/2015; 2) Penerapan metode Think Pair

Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015; 3)

Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan

Teknik Information Gap Activities terbukti dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015.

B. Saran

Saran untuk pemerintah:

1. Aspek-aspek penilaian dalam kompetensi sikap sebaiknya direformulasi karena ada beberapa aspek yang membingungkan, tidak jelas urgensinya dan tidak berkorelasi dengan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. 2. Aktivitas dan motivasi belajar sebaiknya

dimasukkan sebagai kompetensi baru dalam Kurikulum 2013.

3. Mencermati beberapa kelemahan dalam

Kurikulum 2013, pemerintah sebaiknya meninjau lagi implementasinya.

Saran untuk Pihak Sekolah:

1. Sebaiknya memberikan dukungan dan

berkontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut.

2. Sebaiknya memberikan solusi dan bantuan teknis saat guru terbentur masalah keterbatasan sumberdaya dan waktu.

(11)

4. Terkait KKM, sebaiknya direvisi / diturunkan menjadi 75 atau 70; atau menggunakan sistem

mengambang (floating).

Saran untuk Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris: 1. Sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik

siswanya, terutama sekali dalam sistem

monitoring yang lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung. 2. Sebaiknya bersinergi dengan pihak sekolah

dalam rangka memberikan dukungan dan berkontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut.

3. Sebaiknya bereksperimen dengan metode Think

Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities, khususnya berhubungan dengan

speaking skill.

4. Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas.

Saran untuk Siswa:

1. Sebaiknya lebih terbuka dalam mengapresiasi model atau metode pembelajaran yang familiar.

2. Sebaiknya mencoba hal-hal baru demi

meningkatkan kualitas belajar.

3. Sebaiknya terus berlatih untuk mengasah

keterampilan berbicara (speaking skill).

4. Sebaiknya terus menggunakan metode Think

Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities dalam mengasah keterampilan

berbicara (speaking skill).

Saran untuk Peneliti lain:

1. Peneliti lain yang hendak mengembangkan atau mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertim-bangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan peneliti.

2. Sebaiknya tetap memasukkan penilaian aktivitas dan motivasi belajar.

3. Sebaiknya menyempurnakan indikator-indikator, pernyataan-pernyataan, serta sistem penilaian yang dirumuskan peneliti, khususnya dalam rangka penilaian aktivitas dan motivasi belajar. 4. Dalam rangka peningkatan kualitas konten,

sistematika, kerangka berpikir, serta validitas data, para peneliti sebaiknya selalu berbagi informasi dan pengalaman, agar terjadi proses

brainstorming yang menghasilkan kesepahaman pengertian, proses, instrumen, serta teori yang mendasari.

DAFTAR PUSTAKA

Aeni, Noor. 2013. Upaya Peningkatan

Keterampilan Berbicara Teks Report Siswa Kelas IX-F SMP Negeri 6 Cirebon melalui

Framework for Communicative Competence: A Pedagogically Motivated Model with Content

Specifications. Issues in Applied Linguistics,

6(2): 5-35.

Efendi, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Ditinjau dari Tingkat Kreativitas Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Volume 2.

Ismukoco. 2012. Information Gap Activities untuk

Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris. Makalah Pembelajaran. Surabaya: Widyaiswara LPMP Jawa Timur.

Mansyur, Ali, dkk. 2008. Peningkatan Aktivitas dan

Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Tuban melalui Pembelajaran Kooperatif TPS. Peneli-tian Tindakan Kelas. Tidak Dipublikasikan.

Martin, J. R. 1984. Language, Register and Genre.

Dalam Christie, F. (Ed.) Children Writing–

Course Readings. Geelong: Deakin University Press.

Miles, M.B., and Huberman, A.M. 1996. Qualitative

Data Analysis: A Sourcebook of New Methods.

California: Sage.

Nirwana, L.B. 2013. The Implementation of Gap

Information Activity to Teach Speaking

Procedure Text to the Ninth Graders. Skripsi.

English Education, Faculty of Language and Art. Surabaya: State University of Surabaya.

Pratiwi, Desy, dkk. 2014. Improving The Eighth

Grade Students’ Speaking Skills of SMP Negeri

2 Nusawungu Through Think-Pair-Share

Strategy. English Language Teaching Journal,

3(7): 8-14.

Rhohmatillah. 2010. Improving Student’s Speaking

Ability Using Information Gap Activities (A Classroom Action Research at X Grade of SMA

Triguna Utama Ciputat). Skripsi. English

(12)

Septiana, Ana, dan Sumardiningsih, Sri. 2014.

Peningkatan Aktivitas, Motivasi, dan Prestasi Belajar Ekonomi melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think-Pair-Share (TPS) di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 10

Yogyakarta. English Language Teaching Journal, 3(75): 21-27.

Syahari. 2012. Improving Students’ Speaking

Competence through Information Gap

Activities (A Classroom Action Research at the Eight Grade Students of SMP Negeri 2 Kecamatan Slahung, Ponorogo in 2011

Academic Year). Thesis. Jurusan Pendidikan

Bahasa Inggris, Pascasarjana. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching

Practice and Theory. Melbourne: Cambridge

University Press.

Mengetahui,

Kepala Sekolah

SMP Negeri 2 Ngawi

Kepala Perpustakaan

SMP Negeri 2 Ngawi

Moh. Luluk Sodiki, M.Pd.

Rosyidatul Anwarriyah A., S.Pd.

NIP. 19620525 198302 1 004

NIP. 19681129 199703 2 001

Ngawi, 30 Oktober 2014

Peneliti

Gambar

Tabel 1. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompetensi Sikap
Gambar 3.  Komparasi Nilai Kompetensi
Gambar 4.  Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai
Tabel 3. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompe-tensi Keterampilan Berbicara
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari hasil kedua proses tersebut, dilakukan analisis pada social network antar aktor yang didapat dari event log yang direkam oleh Sistem Informasi Rumah

Tulisan ini menyajikan kondisi kedalaman dan ketebalan lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi dan penurunan akibat gempabumi di daerah Patalan, Bantul yang

[r]

Kepuasan yang didasari oleh pencapaian kualitas pelayanan yang baik akan menciptakan loyalitas yang berkesinambungan khususnya pada perusahaan yang memiliki unsur

Kebijakan hukum pidana dalam menaggulangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tanggadi Indonesia dilihat dari dua hal yaitu adanya keterlibatan pemerintah dalam

Selain itu, Hymes (dalam Rahadi, 2001: 20) juga menjelaskan bahwa alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa asli dengan bahasa asing, seperti alih

Karya sastra merupakan sebuah karya imajinasi manusia yang menghasilkan pemikiran dan perasaan kemudian dituangkan kedalam sebuah karya baik tulisan atau lisan dan