• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN ADMINISTRASI NEGARA PUBLIK docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN ADMINISTRASI NEGARA PUBLIK docx"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN NEGARA/ADMINISTRSI PUBLIK TERKINI: TEORI, RISET, DAN PRAKTIK1 Oleh Prof. Dr. Hanif Nurcholis, M.Si2

Abstrak

Administrasi negara/publik lahir di AS. Ia mengalami perkembangan dari dikotomi politik-administrasi, asas-asas administrasi negara/publik, sebagai ilmu adminsitrasi, sebagai ilmu politik, dan sebagai ilmu administrasi negara. Di samping itu, pendekatannya berkembang dari old public administration, new public administration, new public management, dan new public service. Administrasi negara/publik di Indonesia modern dimulai dari zaman Hindia Belanda yang lebih berciri Perancis daripada Belanda induk. Di zaman kemerdekaan, administrasi negara/publik Indonesia mengarah ke model Belanda induk tapi sejak zaman Orde Baru kembali ke model Perancis. Ilmu administrasi negara/publik telah dikembangkan pada fakultas ilmu administrasi tapi riset tentang administrsi negara/publik lebih berupa laporan dinas daripada riset ilmiah. Praktik administrasi negara/publik saat ini dilihat dari lensa new public service, Negara tidak memberikan pelayanan publik kepada citizens khususnya yang tinggal di desa.

Key word: administrasi negara/publik, paradigma administrasi negara/publik, new public management, new publi service, citizens.

PENDAHULUAN

Administrasi sebagai disiplin ilmu publik makin memperkokoh diri. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya fakultas ilmu administrasi di beberapa universitas (Universitas Brawijaya, Universitas Indonesia, Universitas Respati, Institur STIAMI, dan lain-lain). Pada fakultas administrasi disiplin pokok yang dipelajari dan dikembangkan adalah ilmu administrsi negara/publik dan ilmu administrasi bisnis.

Meskipun dari segi wadah pengembangan keilmuannya sudah kokoh tapi disipilin ilmu adminisitrasi dalam wacana ilmiah dan praktik di masyarakat masih dipertanyakan: apakah ilmu atau seni, ilmu dasar atau ilmu terapan, atau kerangka dasar tata kelola organisasi atau pengurusan surat-surat yang bersifat clerical. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memasukkan administrasi publik sebagai ilmu terapan. Sebagian pakar memasukkannya sebagai seni. Masyarakat ketika mendengar kata adminstrasi yang tergambar di kepalanya adalah kegiatan surat menyurat dan biaya pelayanan yang diselenggarakan oleh petugas tata usaha.

(2)

Di Indonesia riset administrasi publik lebih banyak berupa monitoring dan evalusasi (monev) program pemerintah daripada riset ilmiah. Riset administrasi publlik tidak berangkat dari masalah akademik bidang administrasi publik tapi berangkat dari ingin tahu program pemerintah berjalan atau tidak. Riset adminisitrasi publik tidak ada state of the art-nya sehingga tidak mempunyai novelty/novelties. Dengan riset yang hanya monev, tidak berangkat dari state of the art, dan tidak menghasilkan novelty/novelties maka ilmu administrasi publik tidak berkembang: muter-muter di tempat.

Akibat riset administrasi publik yang muter-muter di tempat dan tidak berkembangnya ilmu administrasi publik di negara Indonesia maka tidak ada praktik administrasi publik dalam arti yang sebenarnya. Di Indonesia penyelenggaraan negara lebih merupakan praktik kemauan politikus daripada implementasi ilmu administrasi publik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa sulit dicarikan dasar akademiknya menurut disiplin administrasi publik/local government. Konsep dan teori administrasi publik khususnya kajian bidang local government seperti local selt-government, desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, eksternalitas, general competen, ultra vires, rekognisi, dan subsidiaritas diberi pengertian seenaknya oleh pembuat Undang-Undang (Pemerintah dan DPR). Pembagian urusan pemerintahan antar lapis-lapis pemerintahan daerah tidak berdasarkan konsep dan teori local government tapi berdasarkan kepentingan politik dengan memberi pengertian baru atas konsep yang sudah mapan secara akademik dengan semena-mena. Misal, asas desentralisasi dan tugas pembantuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 18 sesuai dengan konsep dan teori ilmiah melahirkan daerah otonom (local self-government) diplintir menjadi asas yang melahirkan campuran daerah otonom dan wilayah administrasi (local state-government); konsep dan teori rust en orde atau rule and orde sesuai dengan konsep dan teori ilmiah merupakan fungsi polisional diplintir menjadi fungsi aparatur pamong praja yang dilembagakan dalam perangkat wilayah administrasi, Satpol PP, dan Linmas; Pasal 18 B ayat (2) yang ditujukan untuk mengatur obyek material kesatuan masyarakat hukum adat diplintir menjadi pasal untuk mengatur desa dan desa adat yang nota bene bukan kesatuan masyarakat hukum adat3; Konsep rekognisi yang secara akademik berarti acknowlegde by law tapi diplintir menjadi mengakui hak asal-usul (UU No. 6/2014); konsep

3 Kesatuan masyarakat hukum adat adalah masyarakat organik yang terikat dan mematuhi hukum adat dan menggunakan pranata adat sebagai instrumen

(3)

subsidiarity4 yang secara akademik berarti penyerahan urusan pemerintahan kepada lapis-lapis

pemerintahan daerah yang paling efektif dan efesien diplintir menjadi pemberian kewenangan skala lokal di desa dan desa adat (UU No. 6/2014); dan lain-lain.

SEJARAH ADMINISTRASI NEGARA/PUBLIK

Administrasi negara/publik muncul pertama kali di AS khususnya dengan terbitnya tulisan Woodrow Wilson yang berjudul “The Study of Administration” (1887) pada jurnal Political Science Quarterly. Tulisan Wilson ini berdasarkan deskripsi penyelenggaraan pemerintahan AS setelah merdeka dari Inggris. Rakyat AS setelah merdeka menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan sistem demokrasi: dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pada awalnya, praktik demokrasi menciptakan kesemrawutan pemerintahan AS karena semua lembaga dipilih termasuk menentukan penjaga anjing. Thomas Jefferson, presiden AS ke-3 lalu berpikir kalau pemerintahan demikian maka kacaulah negara. Oleh karena itu, ketika ia menjadi presiden ia melakukan perubahan mendasar: yang dipilih hanya presiden, anggota congres, gubernur, dan anggota council. Ketika pemilihan selesai kegiatan berikutnya adalah menyelenggarakan pemerintahan. Saat inilah administrasi negara/publik bekerja. Administrasi negara/publik bekerja berdasarkan nilai etik, meritokrasi, dan profesionalisme. Dengan cara demikian maka rakyat AS akan bisa mewujudukan cita-cita kemerdekaannya.

Pemerintahan Thomas Jefferson (1801-1809) merupakan tonggak penting munculnya ilmu administrasi negara/publik. Praktik inilah yang ditulis oleh Woodrow Wilson. Ia menulis tentang pentingnya menerjemahkan konstitusi dalam praktik pemerintahan. Pemerintahan harus diisi oleh aparatur sipil negara yang kompeten, mempunyai etika yang baik, dan berintegritas. Pemerintahan federal, pemerintahan state, dan pemerintahan local self government harus ditata secara benar dalam sistem yang integratif dan koperatif. Semua lapis pemerintahan harus diselenggarakan secara sistemik dengan memberikan pelayanan publik untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Setiap lapis pemerintahan harus diselenggarakan secara efektif dan efesien berdasarkan prinsip-prinsip

4 Subsidiarity adalah konsep local self-government yang semula merupakan kebijakan gereja Katolik Roma tahun 1800-an. Konsep subsidiarity mempunyai pengertian bahwa semua urusan pelayanan kepada anggota jamaah gereja Katolik tidak harus

diselenggarakan oleh Pusat/Vatikan. Kalau urusan pelayanan tersebut bisa

diselenggarakan oleh keuskupan ya keuskupan saja yang mengurus. Kalau bisa di paroki ya paroki saja yang mengurusnya. Kalau bisa di family ya family saja yang mengurusnya. Konsep ini lalu diadopsi oleh disiplin local self-government yang artinya Pusat tidak perlu mengurus semua urusan pemerintahan. Kalau urusan pemerintahan itu dapat

diselenggarakan lebih efektif dan efisien oleh daerah otonom ya serahkan saja

(4)

administrasi yang benar. Administrasi adalah bagian eksekutif dan operasional pemerintahan. Administrasi bukan bagian politik. Meskipun politik meletakkan prinsip-prinsip adminsitrasi tapi administrasi tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan politik manipulatif. Administrasi harus berdiri tegak menyelenggarakan misi konstitusi yang dibuat oleh politik dengan menggunakan sistem dan prosedur kerja yang baku di bawah tanggung jawab pejabat yang kompeten.

Wislon mengatakan bahwa the science of administration is the latest fruit of that study of the science politics which was begun some twenty-two hundred years ago..”. Meskipun adminstras publik merupakan perkembangan ilmu politik tapi ia mengatakan bahwa administrasi publik berbeda dengan ilmu politik. Ia berkata, “The field of administration is a field of business. It is removed from hurry and strife of politics; it is at most points stands apart even from debatable ground of constitutional study (..) the object of administrative study is to rescue executive methods from confussion and costliness of empirical experiment and set them upon foundation laid deep in stable principle”.

Frank Johnson Goodnow (1859 – 1939) melengkapi tulisan Wilson. Goodnow menjelaskan bahwa negara mempunyai dua fungsi: 1) politk dan 2) administrasi. Fungsi politik berkaitan dengan pembuatan kebijakan sedangkan fungsi administrasi berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Fungsi adminstrasi diselenggarakan oleh atas administrasi peradilan dan administrasi pemerintah. Administrasi peradilan dilaksanakan oleh badan judikatif sedangkan administrasi pemerintah dilaksanakan oleh birokrasi. Administrasi pemerintah melaksanakan (a) pemilihan legislator, (b) penunjukan hakim, (c) penunjukan petugas/pejabat, (d) pekerjaan perstatistikan, (e) pembentukan, perlindungan dan pengembangan organisasi pemerintah, dan (f) penegakan hukum.

Praktik pemerintahan di AS kemudian disistematisir oleh Wodrow Wilson sehingga menjadi kajian ilmiah kemudian menyebar ke se antero dunia. Semua negara termasuk Indonesia mempelajari, mengkaji, dan mempraktikan administrasi negara/publik di negaranya sesuai dengan budaya dan sejarahnya masing-masing.

PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA/PUBLIK

(5)

memandang realitas/fakta. Berdasarkan cara pandang para ahli terhadap fakta adminstrsi negara/publik lahir lima paradigma.

Paradigma I : Dikotomi Politik- Administrasi (1900-1926)

Frank J Goodnow dan Leonard D White dalam bukunya “Politics and Administration” melihat fakta administrasi negara/publik sebagai fakta yang beriringan: politik lalu administrasi. Fakta pertama, administrasi negara/publik berupa tindakan politik yaitu pembuatan kebijakan sebagai pernyataan kehendak negara. Setelah adanya tindakan politik maka tahap berikutnya adalah tindakan administrasi negara/publik yaitu berupa pelaksanaan kebijakan politik tersebut. Dengan demikian, politik dan administrsi merupakan dua fakta yang berbeda. Oleh karena itu, politik ya politik dan administrai ya administrasi.

Paradigma II : Asas-asas administrasi Negara/Publik (1927-1937)

W F Willoughby dalam bukunya “Principles of Public Adminisration” menyatakan bahwa administrasi negara/publik mempunyai asas-asas administrasi. Asas-asas administrasi ini terdapat dalam semua organisasi baik organisasi negara maupun organisasi swasta/privat. Asas-asas administrasi tersebut mencakup pengorganisasian, prosedur dan mekanisme kerja, penyelenggaraan pekerjaan oleh pejabat dan pekerja yang terlatih, penggunaan metode kerja yang efektif dan efisien, dan tercapainya tujuan yang sesuai dengan perencanaan. Asas-asas administrasi ini berpijakan pada kajian manajemen ilmiah.

Paradigma III : Administrasi Negara Sebagai Ilmu Politik (1950-1970)

(6)

Simon menjelaskan bahwa adminisitrasi negara/publik tidak bisa dilihat dari asas-asas administrasi sebagaimana dijelaskan oleh Willoughby. Adminisitrasi negara/publik tidak melepaskan diri dari kepentingan publik dan fungsi negara. Oleh karena itu, ia menjelaskan bahwa administrasi negara/publik sebenarnya sebagai ilmu politik. Politik dan administrasi negara/publik secara faktual bisa dipisahkan tapi secara sistemik tidak bisa dipisahkan. Politik dan administrasi negara/publik menyatu dalam sistem penyelenggaraan negara.

Paradigma IV : Administrasi Negara Sebagai Administrasi (1956-1970)

Paradigma ke-5 ini mempertegas paradigma ke-2: asas-asas administrasi negara/publik. Di sini kajian hanya memfokuskan pada obyek material kegiatan administasi, tidak pada ranah mana kegiatan administrasi ini terletak. Dengan demikian, paradigma ke-5 sebagaimana paradigma ke-2 mengabaikan locus: tempat bekerjanya administrasi negara/publik. Sebagaimana paradigma ke-2, paradigma ke-5 ini juga mendapat banyak pertanyaan dan kritikan. Jika locus diabaikan apakah administrasi negara/publik masih bisa bicara administrasi publik karena administrasi publik itu diselenggarakan dalam organisasi publik/negara.

Paradigma V : Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970)

Paradigma ke-5 melihat administrasi negara/publik dalam fokus dan locus. Fokusnya adalah teori-teori organisasi, public policy, dan tekhnik administrasi/manajemen yang sudah maju sedangkan locusnya ialah birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan masyarakat (Public Affairs). Kajian administrasi negara/publik tidak bisa hanya melihat pada fokusnya saja. Jika demikian, maka administrasi negara/publik menjadi relevan dengan dengan persoalan-persoalan publik padahal administrasi negara/publik itu dalam praktik adalah instrumen kehendak negara untuk mengatasi persoalan-persoalan publik.

(7)

Pada masa ini juga muncul tulisan George Frederickson dengan judul “New Public Administration”. Ia mengkritik paradigma OPA. Menurut Frederickson OPA lebih mementingkan nilai ekonomis seperti efisiensi dan efektivitas sebagai tolok ukur kinerja administrasi negara. Dalam Administrasi Negara Baru, administrasi negara selain bertujuan meraih efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan juga mempunyai komitmen untuk mewujudkan manajemen publik yang responsif dan berkeadilan (social equity). Nilai keadilan menjadi kata kunci new public administration.

New Public Management (1980-1990) dan New Public Service (1990-sekarang)

Pada tahun 1980–1990an muncul paradigma baru yaitu New Public Management (NPM) dan

Reinventing Government (REGO). NPM dan REGO mengkritik OPA yang sentralistis dan birokratis. Ide dasar NPM dan REGO adalah mencangkokkan nilai wirausaha sebagaimana terdapat dalam manajemen bisnis ke dalam administrasi negara/publik. Dengan cara ini maka birokrasi menjadi lebih adaptif, tidak kaku, dan bisa merespon tuntutan customer dengan cepat. Implementasinya sektor-sektor publik yang dinilai bisa diswastakan diprivatisasi. Negara hanya mengurus public service dasar dan inipun hanya sekedar mengarahkan atau steering, bukan mengayuh atau rowing. Akan tetapi, setelah dipraktikkan di berbagai negara, NPM dan OPA hanya berhasil di negara-negara maju, gagal di negara-negara berkembang. Persoalan negara maju berbeda dengan persoalan negara berkembang. Struktur ekonomi dan sosial-budaya masyarakat negara maju sudah mencapai kemandirian sedangkan struktur ekonomi dan sosial-budaya masyarakat negara berkembang masih memerlukan dukungan negara.

Pada tahun 2003, muncul paradigma New Public Service (NPS) yang dikemukakan oleh Denhardt dan Denhardt. NPS mengkritik NPM dan REGO. NPM dan REGO dinilai mengabaikan kepentingan

citizens, warga negara sebagai pemilik sah kedaulatan dalam sistem pemerintahan demokrasi. NPM dan REGO melihat citizens sebagai customer, pelanggan. Citizens bukan pelanggan barang publik dan jasa publik yang dijual negara tapi pemilik sahnya. Tugas negara bukan mengarahkan (steering) tapi memberikan pelayanan (serving) kepada citizens. Denhardt dan Denhardt menjelaskan sebagai berikut.

(8)

skills in policy development and implementation, recognizing and accepting the complexity of the challenges they face, and treating their fellow public servants and citizens with renewed dignity and respect. Public employees are feeling more valued and energized as this sense of service and community expands. In the process, public servants are also reconnecting with citizens. Administrators are realizing that they have much to gain by “listening” to the public rather than “telling,” and by “serving” rather than “steering.” At the invitation of public servants, even their urging, ordinary citizens are once again becoming engaged in the governance process. Citizens and public officials are working together to define and to address common problems in a cooperative and mutually beneficial way.

ADMINISITRASI NEGARA/PUBLIK DI INDONESIA

NKRI yang diproklamirkan pada 17 Agusutus 1945 adalah negara modern kelanjutan negara Hindia Belanda (Silakan baca Aturan Peralihan UUD 1945). NKRI bukan kelanjutan kerajaan Nusantara yang pernah ada seperti Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Demak, dan Mataram Islam. Kerajaan-kerajaan Nusantara tersebut secara faktual dan legal sudah masuk kubur sejarah. Oleh karena itu, administrasi negara/publik di NKRI adalah juga warisan pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintahan Hindia Belanda dimulai dari pemerintahan yang diselenggarakan oleh kongsi perusahaan dagang Hindia Timur (VOC) yang dimulai pada 1605 dengan kantor pusatnya di Ambon dan kemudian di Batavia (Jakarta) pada 1610. Jurisdiksi administrasi VOC yang semula hanya seluas Jakarta Utara sekarang, dalam tempo dua ratus kemudian (1799) menjadi seluas wilayah NKRI saat ini. Administrasi negara/publik masa VOC tidak begitu kompleks karena VOC tidak menyelenggarakan pemerintahan secara langsung tapi hanya menundukkan kerajaan-kerajaan/kesultanan-kesultanan Nusantara. Praktis yang menyelenggarakan administrasi negara/publik adalah kerajaan-kerajaan/kesultanan-kesultanan yang ditundukkan tersebut.

(9)

Pada zaman merdeka negara Indonesia mencoba mengadopsi sistem Belanda dengan mengirimkan pejabat-pejabat dan mahasiswa belajar adminstrasi negara/publik di AS. Pemerintah membentuk Lembaga Adminstrasi Negara, LAN (1957) dan mendirikan sekolah Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang (1956). Pemerintah mengundangkan UU No. 1/1945 lalu diganti dengan UU No. 22/1948. Kemudian di bawah UUDS 1950 dikeluarkan UU No. 1/1957. Lalu di berdasarkan Dekrit Presiden 1959 dikeluarkan UU No. 18/1965 dan UU No. 19/1965. Semua UU tersebut mereformasi sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Pemerintahan pamong praja dihapus. Negara hanya membentuk pemerintahan daerah berbentuk daerah otonom berdasarkan asas desentralisasi: daerah otonom besar dan daerah otonom kecil (local self government) sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945.

Sistem pemerintahan dengan hirarki yang panjang dipangkas dan model pemerintahan daerah yang ruwet disederhanakan. Struktur pemerintahan model Hindia Belanda yang terdiri atas gubernur jenderal, gubernur, residen, bupati/walikota, wedono, asisten wedono, dan ditambah dengan pemerintahan komunitas pribumi (inlandsche gemeente) disederhanakan menjadi presiden, gubernur, dan bupati/walikota/kepala desa. Pemerintahan wilayah karesidenan, kawedanan, dan kecamatan dihilangkan. Desa, nagari, marga, kuria, gampong, dan lain-lain dikonversi menjadi daerah otonom kecil asimteris. Akan tetapi, kebijakan tersebut dipotong oleh regim Orde Baru. Di bawah UU No. 5/ 1974 dan UU No. 5/1979 sistem pemerintahan dan administrasi negara/publik kembali ke zaman Hindia Belanda di bawah IS 1922 dan IGO 1906 Juncto IGOB 1938.

RISET ADMINSTRASI NEGARA/PUBLIK

(10)

Di bawah ini adalah contoh penelitian bidang administrasi publik yang dipublikasikan di jurnal. Abdul Halik5 melakukan penelitian dengan judul “The Implementation of Administrative Registration on

Population Migration” . Penelitian ini tidak berangkat dari adanya masalah akademik dengan state of the art yang jelas tapi berangkat dari rasa ingin tahu atas registrasi penduduk yang berpindah. Karena tidak berangkat dari masalah akademik dengan state of the art yang jelas maka kesimpulannya tidak menghasilkan novelty/novelties. Penelitian ini lebih berupa monitoring dan evaluasi atas implementasi kebijakan registrasi penduduk yang berpindah daripada riset ilmiah.

ADMINISTRASI NEGARA/PUBLIK DALAM PRAKTIK

Praktik administrasi negara/publik saat ini dominannya adalah penyelenggaraan pemerintahan di bawah UU No. 23/2014 dan UU No. 6/2014. Jika kita membaca Regeringsreglement 1854 Juncto Indische Staatregeling 1922, maka isi UU No. 23/2014 tidak jauh berbeda dengan peraturan dasar tentang pemerintahan Hindia Belanda tersebut. Begitu juga jika kita membaca IGO 1906 Juncto IGOB 1938, maka UU No. 6/2014 mirip sekali dengan ordonansi/ peraturan pemerintah zaman Hindia Belanda. Dengan demikian, secara juridis formal praktik adminstrasi negara/publik saat ini merupakan reinkarnasi administrasi negara/publik zaman Hindia Belanda.

Ciri utama administrasi negara/publik zaman Hindia Belanda adalah sentralisasi yang kuat dan digunakannya model pemerintahan tidak langusng (indirect rule) atas komunitas pribumi (inlandsche gemeente). Pada zaman Hindia Belanda di bawah Regeringsreglement 1854 semua pejabat pemerintah dari gubernur jenderal, gubernur, residen, bupati/walikota, wedana, dan asisten wedana adalah pejabat pusat atau perangkat dekonsentrasi. Setelah Regeringsreglement 1854 diperbaharui menjadi Indische Staatregeling 1922 provintie dan stadsgemeente/regenschap dijadikan wilayah administrasi sekaligus daerah otonom. Berdasarkan model ini maka gubernur dan bupati/walikota mengemban dua fungsi: sebagai alat pusat/dekonsentrasi sekaligus sebagai alat daerah otonom. UU No. 23/ 2014 meniru model ini yaitu gubernur dan bupati/walikota mengemban dua fungsi: sebagai perangkat dekonsentrasi (wakil pemerintah pusat) sekaligus sebagai perangkat daerah otonom. Perbedaannya pada zaman Hindia Belanda di bawah gubernur ada pejabat pusat yaitu residen dan di bawah bupati terdapat pejabat pusat yaitu wedana dan asisten wedana sedangkan di bawah UU No. 23/2014 jabatan-jabatan tersebut dihapus kecuali camat yang tidak lagi sebagai pejabat pusat tapi sebagai pejabat daerah otonom kabupaten/kota. UU No. 6/2014 adalah model pemerintahan indirect

(11)

rule meniru model IGO 1906 Juncto IGOB 1938. Dalam model ini pemerintah tidak berhubungan langsung dengan rakyat desa. Pemerintah berhubungan dengan rakyat desa melalui kepala komunitasnya: lurah (kepala desa). Di sini status kepala desa adalah perantara antara pemerintah dengan rakyat desa. Agar mempunyai legalitas maka komunitas desa itu dijadikan badan hukum (korporasi). Melalui kepala korporasinya pemerintah berhubungan dengan rakyat desa. Kepala desa atas nama pemerintah menarik pajak bumi dan bangunan, melegalisasi surat yang diajukan penduduk kepada pemerintah, dan mengontrol gerak-gerik penduduk.

Pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 sama dengan IGO 1906 Juncto IGOB 1938. Desa bukan pemerintahan formal tapi korporasi sosial bentukan negara. Di sini status kepala desa juga hanya sebagai perantara antara pemerintah dengan rakyat desa. Sebagaimana pengaturan di bawah IGO 1906 Juncto IGOB 1938 model demikian adalah model pemerintahan tidak langsung (indirect rule atau indirect gebied). Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak berhubungan langsung dengan rakyat desa karena tidak mempunyai pejabat pemerintah dan aparatur sipil negara di desa. Kepala Desa bukan government official dan perangkat desa bukan civil servant. Memang desa dilihat dari tugas yang dilaksanakan sama dengan organisasi pemerintahan tapi sejatinya ia hanya korporasi sosial bentukan negara. Desa bukan organisasi pemerintahan dalam arti yang sebenarnya karena tidak dipimpin oleh government official dan birokrasinya tidak diselenggarakan oleh civil servant. Melalui perantaranya, pemerintah dapat menarik pajak bumi dan bangunan, melaksanakan proyeknya, dan mengerjakan tugas-tugas pemerintahan tertentu di desa.

Praktik administrasi negara/publik di Indonesia dilihat dari lensa NPS, Negara tidak tidak memberikan pelayanan publik. Pelayanan publik di sini dalam pengertian pemberian public service and goods yang terdiri atas (a) pelayanan administrasi, (b) pelayanan pembangunan infrastruktur, (c) pelayanan fasilitas umum dan sosial, (d) pelayanan infrastruktur ekonomi (sarana-prasarana ekonomi, permodalan, akses pemasaran, dan dukungan produksi dan sumber daya), (e) pelayanan pemberdayaan masyarakat, dan (f) pelayanan perlindungan berupa rasa tenteram, tertib, dan aman. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota lebih banyak melayani dirinya sendiri daripada memberikan pelayanan publik kepada

(12)

masyarakat, dan pelayanan perlindungan (rasa tenteram, tertib, dan aman) dari kepolisian negara.

Citizens yang tinggal di Kabupaten benar-benar sengsara karena tidak mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah. Pemerintah kabupaten hanya mengurus dirinya sendiri dan memberikan pelayanan pendidikan SD dan SMP, kesehatan, dan infra struktur (jalan, jembatan, dan bangunan irigasi) kabupaten. Pemerintah kabupaten tidak memberikan pelayanan infrastruktur fasilitas umum dan sosial, infrastruktur ekonomi (sarana dan prasarana ekonomi, dukungan permodalan, akses pemasaran, dan dukungan produksi dan sumber daya), sanitasi, air bersih, sampah, transportasi publik, air irigasi, pemberdayaan masyarakat, dan pelayanan perlindungan (rasa tenteram, tertib, dan aman) kepada

citizens yang tinggal di desa. Jika Pemerintah Kota bisa berhubungan langsung dengan citizens yang tinggal di wilayahnya, Pemerintah Kabupaten tidak bisa berhubungan langsung dengan citizens yang tinggal di wilayahnya. Ia harus melalui perantara: kepala desa. Kepala Desa merasa dirinya adalah kepala korporasi (badan hukum) seringkali merasa memiliki otoritas otonom sehingga tidak mudah dijadikan perantara yang baik. Banyak kepala desa yang tidak patuh kepada camat dan bupati.

Jika toh kepala desa tersebut bisa menjadi perantara yang baik, pemerintah kabupaten tetap tidak bisa memberikan pelayanan publik langsung kepada warga desa karena terhambat oleh pemerintah desa yang merupakan korporasi semi otonom. Celakanya, pemerintah desa sebagai korporasi hanya menarik pajak bumi dan bangunan, membangun infrastruktur desa, mengecap dan menandatangi surat-surat dari warga desa yang diajukan ke kantor pemerintah atasan, dan memobilisasi warga untuk kerja wajib desa (heerendiensten) yang diperhalus dengan gotong royong. Akibatnya citizens yang tinggal di desa menjadi korban. Rakyat desa tidak mendapatkan pelayanan administrasi, infrastruktur fasilitas umum dan sosial, infrastruktur ekonomi (sarana dan prasarana ekonomi, dukungan permodalan, akses pemasaran, dan dukungan produksi dan sumber daya), sanitasi, air bersih, sampah, transportasi publik, air irigasi, pemberdayaan masyarakat, dan p perlindungan (rasa tenteram, tertib, dan aman).

PENUTUP

(13)

Administrasi negara/publik dilihat dari fokus dan lokusnya mengalami perkembangan paradigmatik: dikotomi politik-administrasi, asas-asas administrasi negara/publik, sebagai ilmu adminsitrasi, sebagai ilmu politik, dan sebagai ilmu administrasi negara. Di samping itu, dilihat dari pendekatannya juuga berkembang dari old public administration, new public administration, new public management, dan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Antlöv, Hans dan Sven Cederroth, (penyunting). (2001). Kepemimpinan Jawa, Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter. Jakarta: Yayasan Obor

Antlöv, Hans dan Yuwono, Pujo Semedi H. (2002). Negara dalam Desa: Patronase Kepemimpinan Lokal. Yogyakarta: LAPPERA

Angelino, A.D.A De Kat. (1931). Colonial Policy Volume II. Netherlands: The Hague Martinus Nijhoof Asia Pacific Forum. (2013). The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples. A

Manual for National Human Rights Institutions. New York: United Nations Human Rights Office of Human Rights of Commissioner

Asshiddiqqi, Jimly. (2006). Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press Aziz, M.A. (1955). Japan’s Colonialism and Indonesia, Holland: Martinus Nijhoft, The Hague. Ball, John. (1982). Indonesia Legal History 1602-1884. Sydney: Oughtereshaw Press

Breman, Jan. (1982). The Village on Java and the Early-Colonial State, The Journal of Peasant Studies, page 189-240, London: Taylor & Francis.

__________. (1983). Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja. Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES __________. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa, Sistem Priangan Dari Tanam Paksa Kopi

di Jawa, 1720-1870. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Day, Clive. (1904). The Policy and Administration of The Dutch in Java. London: Macmillan Denhardt, Janet Vinzant dan Denhardt, Robert B. (2003). The New Public Service: Serving, Not

Steering. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Deel, Twee-Een-Dertigste. (1907). Tijdchrift voor Binnenlandsh Bestuur. Batavia: G. Kolff & Co Eko, Sutoro, dkk. (2014). Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum Pengembangan

Pembaharuan Desa (FPPD)

Furnifall, J.S. (1916). Netherlands India A Study of Plural Economy, Amsterdam: B.M. Israel BV. __________. (1956). Colonial Policy and Practice. A Comparative Study of Burma and Netherlands

India. USA: New York University Press.

Gerald E. Caiden. (1982). Public Administration (Second Edition). California: Pacific Palisasdes

Henry, Nicholas. (1995). Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition). Englewood Cliffs: New Jersey

Holleman, ed. (1981). Van Vollehhoven on Indonesian Adat Law. Netherlands: The Hague-Martinus Nijhoff

Horton, Paul B. and Hunt, Chesteer L. (1984). Sociology. Tokyo: McGraw-Hill

ILO. (2003). ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples, 1989 (No. 169): Geneva: ILO Press. Kartodirdjo, Kartono. (1984). Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pusaka Jaya

(15)

Kahin, A. (eds) Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to the Debate, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project

Koentjaraningrat (ed). (1960). Village in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press

Kurasawa, Aiko. (1993). Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Grasindo

_____________. (2015). Kuasa Jepang di Jawa. Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu

Kusuma, RM. A.B. (2009). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Fakulas Hukum Universitas Indonesia.

Mac Intyre, Andrew. (1994). Organising Interests: Corporatism in Indonesian Politics. Working Paper No.43 August 1994. Perth Western Australia: Asia Research Centre, Murdoch University

Moertono, Soemarsaid. (2009). State and Statecraft in Old Java. A Study of the Later Mataram Period, 16th to 19th Century. Jakarta-Kuala Lumpur: Equinox Publising.

Money, J.W.B. (1985). Java or How to Manage a Colony. Singapore: Oxford University Press. Niel, Robert van. (2003). Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia Nurcholis, Hanif. (2017). Pemerintah Desa: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan

NKRI. Jakarta: Bee Media.

Onghokham. (1975). The Residency of Madiun Priyayi and Peasant in The Nineteenth Century. USA: Yale University.

Ranggawidjaja, Rosjidi. (2013). "Pasal 18B ayat (2)”, dalam Abdurahman, Ali et al (ed), Satu Dasawarsa Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Fakultas Hukum Unpad-PSKN FH Unpad.

Schmitter, Philippe C. (1974). “Still the Century of Corporatism?" The Review of Politics, Vol. 36, No. 1, The New Corporatism: Social and Political Structures in the Iberian World (Jan., 1974), pp. 85-131. UK: Cambridge University Press for the University of Notre Dame du lac Sekretariat Negara RI. (1995). Risalah Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei - 22 Agustus 1945,

Jakarta: Setneg.

Suroyo, A.M. Djuliati. (2000). Eksploitasi Kolonial Abad XIX. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia Tjondronegoro, Soediono M.P. (1984). Social Organization and Planned Development in Rural Java, ,

Singapore: Oxford University Press, Unang Soenardjo. Tinjauan Singkat: Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Bandung: Tarsito, 1984.

Utrecht, E. dan Djindang, Saleh. (1995). Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

PERATURAN PERUNDANGAN:

Undang-Undang Dasar 1945 (Sebelum Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 (Sesudah Amandemen) Undang-Undang Dasar Sementara 1950

(16)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Penyerahan Tugas-tugas Pemerintahan Pusat dalam Bidang Pemerintahan Umum, Perbantuan Pegawai Negeri dan Penyerahan

Keuangannya, Kepada Pemerintah Daerah

Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja

Undang Nomor 6 Tahun 1966 Tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang-Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua

TAP MPR RI No. IV Tahun 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Inlandsche Gemeente Ordonnantie 1906

Referensi

Dokumen terkait

dari 3 tahap: scanning yaitu dokumen tercetak (buku, jurnal, karya deposit, dan sebagainya) diproses dengan sebuah alat ( scanner ) untuk menghasilkan dokumen elektronik , editing

Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini adalah penerapan pengembangan manajemen kepemimpinan kepala sekolah yang efektif di SD daerah terpencil cocok dan sesuai dengan

Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan pengorbanan yang tiada akhir untukku , yang selalu mendoakanku, air mata dan keringat yang tercucur untukku , sari

Dengan demikian ketersediaan input pendidikan yang tergolong sangat tinggi di SMP Negeri di Kecamatan Kalasan dapat mempengaruhi kualitas penyeleng- ggaraan proses

Nilai yang didapat oleh pengukuran intensitas cahaya pada light intensity sensor akan dieksekusi oleh logika fuzzy untuk mengatur kecerahan lampu karena sifat

  Dengan   demikian   Wisma   Nasional   itu

Di antara ketiga faktor (keunggulan produk, kualitas layanan dan rasa percaya) yang dimasukkan sebagai variabel independen, ditemukan kualitas layanan merupakan

Rapat pertama PPKI untuk mengesahkan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 dilaksanakan di Pejambon Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid