LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si
Dra. Hj. Ade Aisyah, M.Ag
Disusun Oleh :
Kelompok 9 / PAI-D / V
-
Sani Rizki Firmansah
11320201
-
Suryati Suteja
1132020167
-
Wulan Lismawati
1132020174
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya yang begitu melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan dengan sebaik-baiknya.
Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah memberi arahan dan pemahaman dari materi yang penyusun harus sampaikan lewat makalah ini. Terimakasih pula kepada rekan-rekan yang telah bekerjasama dengan baik. Tak lupa juga terimakasih atas berbagai referensi yang penulis ambil dan penulis gunakan.
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang membahas tentang “Lembaga Pendidikan Islam Non Formal”, kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penyusun tetapi juga bagi khalayak umum. Semoga juga makalah ini dapat menjadi referensi bagi setiap orang yang membutuhkan informasi.
Penyusun mohon maaf apabila ada kesalahan yang tercantum dalam makalah ini. Apabila saudara menemukan kesalahan, kami harap saudara dapat membenahi kesalahan tersebut. Semoga bermanfaat.
Bandung, Desember 2015
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... i
Daftar Isi... ii
BAB I Pendahuluan... 1
BAB II Pembahasan A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Non Formal... 2
B. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal... 2
C. Tujuan Pendidikan Nonformal... 4
D. Jenis Lembaga Pendidikan Masyarakat (nonformal)... 4
E. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat... 12
BAB III Penutup A. Simpulan... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan muncul seiring dengan adanya manusia itu sendiri di atas dunia, oleh karena manusia itu merupakan homo educandum yang artinya bahwa manusia itu pada hakekatnya merupakan makhluk yang di samping dapat dan harus didik, juga dapat dan harus mendidik. Dengan demikian, pernyataan ini memperluas arti pendidikan sebenarnya yang selama in orientasi manusia terhadap dunia pendidikan adalah dunia sekolah.
Kondisi tersebut diatas, saat ini telah banyak ditinggalkan orang-orang dan karena beranggapan bahwa belajar di dunia sekolah bukan satu-satunya faktor yang menentukan corak kehidupan seseorang. Dengan lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang selalu berubah, mengharuskan orang untuk terus menerus belajar agar tidak ketinggalan zaman.
Dalam konteks keindonesiaan, dikenal juga pendidikan seperti yang dimaksud di atas yakni sebutan pendidikan luar sekolah. Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini diatur dalam Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan pendidikan sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Non Formal
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Hampir sejalan dengan pengertian tersebut di atas, Abu ahmadi mengartikan lembaga non formal kepada semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan terencana diluar kegiatan lembaga sekolah (lembaga pendidikan formal).
Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehinga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Berpijak pada tanggungjawab diatas, lahirlah lembaga pendidikan islam yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah:
1. Masjid, Mushallah Langgar, Surau dan Rangkang
2. Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi.
3. Majlis Ta’lim, taman Pendidikan al-Quran taman pendidkan Seni Al-Quran Wirid remaja/ dewasa.
4. Kursus-kursus Keislaman 5. Badan pembinaan Rohani
6. Badan-badan konsultasi keagamaan 7. Musabaqah Tilawah Al-Quran
B. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal
pada masa lalu. Bahkan mungkin sampai sekarang masih sedikit hasil-hasil penelitian di bidang tersebut.
Konsep Dasar yang Pertama, Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekadar masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Karena itu, pendidikan hendaknya meliputi keterampilan kerumahtanggaan (house hold skills), apresiasi terhadap estetika (aesthetic appreciation), berpikir analitik (analytic thinking), pembentukan sikap (formation of attitude), pembentukan nilai-nilai dan aspirasi (formation of values and aspiration), asimilasi pengetahuan yang berguna (assimilation of pertinent knowledge), dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan (information of any sorts).
Konsep Dasar yang Kedua, adalah kebutuhan belajar minimum yang esensial (minimum essential learning needs). Yang dimaksud dengan kebutuhan belajar di sini adalah sesuatu yang harus diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum mereka merasa bertanggung jawab sebagai orang dewasa. Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan paket minimum berupa pengetahuan, skills dan sikap untuk menjadi manusia dewasa yang efektif dan memuaskan. Dalam hal ini, kriterianya akan berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, wilayah yang satu dengan yang lain.
Konsep Dasar yang Ketiga, proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Perjalanan anak menuju proses dewasa melalui beberapa tahapan masa balita (invancy and early childhood), masa kanak-kanak (6-12 tahun) yang terkait dengan kebutuhan akan sekolah dasar, masa remaja (13-18 tahun) yang terkait dengan kebutuhan sekolah menengah, dan pascaremaja atau dewasa awal (19-24 tahun) terkait dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan tinggi atau sekolah menengah. Pada masa itu bisa terjadi persiapan-persiapan dan perencanaan ataupun pelaksanaannya kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan belajar minimum bagi anak laki-laki dan perempuan, khususnya di pedesaan yang relatif belum tersentuh modernisasi, terutama di negara berkembang.
sendirinya menimbulkan keberhasilan pembangunan pedesaan. Pendidikan hendaknya dipandang sebagai salah satu input yang diperlukan bagi pembangunan pedesaan. Dampaknya tidak hanya bergantung pada kualitas dan relevansi pendidikannya, melainkan pada interaksinya dengan
input komplementer lainnya, sebagaimana halnya produktivitas bergantung pada ada dan tidak adanya input pendidikan yang memadai. Pembangunan pedesaan tidak harus dipandang sebagai sesuatu yang terisolasi dari pembangun nasional. Adalah suatu kesalahan besar apabila kita menganggap bahwa kemajuan ekonomi perkotaan akan dapat memecahkan masalah-masalah pedesaan.
C. Tujuan Pendidikan Nonformal
Santoso S. Hamijoyo menyatakan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan bertanggungjawab menjadi pendorong kearah kemajuan, gemar berpartisipasi memperbaiki kehidupan mereka (santoso, 1983). Memperbaiki kehidupan atau tarap hidup adalah tujuan yang ingin dicapai. Artinya apapun yang dipelajari orang-orang tersebut hendaknya mampu membantu mereka guna memperbaiki kualitas hidupnya secara nyata sekarang dan tidak dijanjikan dalam waktu lama atau yang akan datang. Kebebasan serta tanggungjawab berarti para peserta didik bebas mau belajar apa saja asalkan bermanfaat kepada masyarakatdan tidak sebaliknya belajar sesuatu yang membahayakan masyarakat. Demikian pula apa yang dipelajari bukan hal-hal yang bertentangan dengan norma masyarakat dan nilai kemanusiaan. Perubahan yang dilakukan bukan sekedar perubahan, melainkan harus tertuju pada pada kemajuan; bukan sebaliknya.
Warrow (1983) mengartikan pendidikan sosial sebagai usaha sistematik untuk mengubah masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial, struktur sosial serta dinamikanya. Definisi ini memang agak diwarnai oleh sosiologi terapan (applied sociology). Biasanya, upaya yang dilakukan adalah dengan memperbaiki anatarhubungan individu-individu dan kelompok secara dinamis dengan memperbaiki kualitas interaksi yang dalam dalam hal ini dilakukan melalui pendidikan.
D. Jenis Lembaga Pendidikan Masyarakat (nonformal)
kebudayaan, dan agama setiap masyarakat. Masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Di antara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain : a. Kepanduan (pramuka),
b. Perkumpulan-perkumpulan olahraga,
c. Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi,
d. Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam,
e. Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti hari jum’at, acara tabligh, adanya kerabat yang meninggal dunia,
f. Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi, g. Partai-partai politik, dan
h. Perkumpulan-perkumpulan keagamaan.
Aktivitas dan interaksi antarsesama manusia dalam badan pendidikan tersebut banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya. Apabila didalamnya hidup suasana yang islami maka kperibadian anggotanya cenderung berwarna islami pula. Sebaliknya, jika aktivitas dan interaksi di dalamnya bercorak sekuler maka kepribadian anggotanya akan cenderung seperti itu pula.
Adapun jenis-jenis lembaga pendidikan islam non-formal antara lain: 1. Majlis Taklim
Secara etimologis, majlis taklim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis taklim tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.
Majlis taklim, sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain : Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt. Taman rekreasi rohaniah, Wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam, Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis taklim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis taklim yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua, muda,pria dan wanita) ;majelis taklim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif memberikan pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah mendengarkan; (c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai kebutuhan.
Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid. Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai dengan ruang dan waktunya.
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid. Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh: Tenaga manusia, Pengurus yang terampil, Modal atau dana yang cukup, Alat dan sarana penunjang, Sikap mental dari anggotanya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi remaja mesjid berusaha membumikan nilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur’an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.
Kegiatan pesantren kilat ini mempunyai tujuan dan target:
Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan amal-amal ibadah yang ia kerjakan .
Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Meningkatkan syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra positif nan semarak dalam bulan puasa.
Mengisi waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
Bentuk kegiatan dan pelaksanaan Pesantren Kilat:
berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya:
Kegiatan rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.
Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat subuh.
Tadarus al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan setelah shalat tarawih.
Pengkajian agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning (klasik) ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang ada.
4. Raudhatul Athfal
Lembaga pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6 tahun yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan yang intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di kelas dan penjiwaan semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini mempunyai beberapa nama, seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak) dan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-Kanak). Organisasi Muhammadiyah memakai istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
disebut juga masa pembentukan sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama pada anak-anak sejak usia dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu diperlukan anak didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dengan baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik seusia dengan sifat alami anak.
Kegiatan pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi perkembangan berbagai aspek dalam diri manusia, yaitu: Aspek moral, Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan Berbahasa, Daya Cipta, Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan, Pendidikan Jasmani. Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanak-kanak pada umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan ketaqwaan. Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara sebagai berikut:
Membimbing anak didik mengenal Allah SWT dan para utusannya.
Menghafal surah-surah pendek dan doa sehari-hari.
Praktek Ibadah.
Membiasakan mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri.
Menanamkan rasa hormat kepada ibu, bapak, para orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat.
Mengenalkan anak didik pada lembaga-lembaga Islam dan berbagai upacara keagamaan, serta menyantuni orang yang sedang di timpa musibah.
Kurikulum Raudhatul Atfal dirumuskan dalam kurikulum integrasi yang di sebut juga kurikulum terpadu. Kurikulum integrasi adalah kurikulum yang tidak mengenal batas-batas mata pelajaran. Bahan pelajaran disajikan dalam bentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Artinya semua materi pelajaran disajikan dalam bentuk satu unit kegiatan belajar. Kurikulum integrasi mempunyai tiga bentuk yaitu:
Social Function Curriculum (kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut fungsi-fungsi sosial, misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan, produksi, rekreasi, dan kreasi.
Child Centered Curriculum (kurikulum yang dipusatkan pada anak),yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas pendekatan yang terpusat pada diri anak.
Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan peringkat, tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal adanya ujian, tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya. Lembaga Raudhatul Atfal dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau semacamnya. Yayasan bertanggung jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga, khususnya yang berkenaan dengan hal-hal berikut:
Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
Pengadaan dan pemanfaatan buku pelajaran dan buku perpustakaan.
Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan peralatan serta sarana pendidikan.
Pemeliharaan keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kebersihan lingkungan sekolah, kekeluargaan, dan sarana keagamaan.
Pengadaan dana penyelenggaraan pendidikan.
penambahan jam pelajaran keislaman tanpa mengurangi atau mengganggu jam pelajaran lainnya.
Pada setiap Raudhatul Atfal dibentuk Badan Pembina Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) yang anggotanya biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu orang tua murid, guru, dan tokoh masyarakat yang memiliki perhatian terhadap masalah pendidikan, terutama pendidikan anak-anak. Yayasan bersama-sama dengan BP3 merupakan satu kesatuan yang utuh dalam membina kelangsungan hidup lembaga ini.
Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 367 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui pemberian bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa alat-alat peraga dan teknis pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0486 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
Sebagai pembina Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian tersebut menyangkut hal – hal berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga. 2. Kegiatan dan Kemajuan Belajar Anak Didik. 3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan Kemajuan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta keadaan lembaga secara umum.
E. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, terdapat banyak lembaga pendidikan dalam masyarakat. Namun, di sini hanya akan dikemukakan tugas masjid dan pesantren, sebagai lembaga yang berperan sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
1. Tugas Masjid
Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat agung. Namun, pada masa sekarang sebagian besar dari fungsi-fungsi tersebut terabaikan oleh kaum muslimin. Dahulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-hala, dan thagut, agar mereka beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Di samping itu, masjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam negara Islam yang didirikan guna merealisasikan ketaatan kepada Allah SWT, syariat, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf di mulai dari masjid Rasulullah Saw. Di samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Hasan Langgulung (1987: 111) mengemukakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi dan khulafa’ar-rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu agama.
Menurut Asma Fahmi, masjid merupakan sekolah menengah dan tinggi dalam waktu yang sama. Pada mulanya, masjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan tetapi, kaum muslimin kemudian lebih menyukai jika kepada kanak-kanak diberikan tempat khusus karena kanak-kanak dapat merusak masjid dan tidak bisa menjaga kebersihan.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan bahwa pada masa keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur bersama-sama duduk di masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran yang diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di masjid itu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.
Bagaimana peranan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam menurut Al-Abdi, tempat yang terbaik untuk belajar adalah masjid karena dengan duduk belajar di masjid akan menampakkan hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat di matikan, dan hukum-hukum Tuhan dapat di ungkapkan.
kota-kota yang mereka kuasai. Pad abad ketiga hijriah, kota Baghdad sudah penuh dengan masjid, begitu pula di kota-kota Mesir.
Keadaan ini mengalami pasang surut karena kemudian tujuan duniawi menguasai sebagian pengelola masjid. Padahal mereka juga termasuk ulama. Akhirnya, fungsi masjid bergeser menjadi sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme mazhab, golongan, atau pribadi.
2. Tugas Pesantren
Dari tujuan pendidikan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal (1995: 183-184) dapat dilihat tugas yang diemban pesantren adalah sebagai berikut :
a. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah At-Taubah (9) : 122
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” Golongan ini adalah pengawal umat yang memberi peringatan dan pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berpikir, berperilaku, serta berkarya sesuai dengan ajaran agama.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Dari apa yang telah diuraikan diatas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan Pendidikan Nonformal, yaitu:
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Tujuan pendidikan luar sekolah (nonformal) adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan bertanggungjawab menjadi pendorong kearah kemajuan, gemar berpartisipasi memperbaiki kehidupan mereka.
Adapun konsep dasar lembaga pendidikan nonformal adalah: Konsep Dasar yang
Pertama, Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Konsep Dasar yang Kedua, adalah kebutuhan belajar minimum yang esensial (minimum essential learning needs). Konsep Dasar yang Ketiga, proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Konsep Dasar yang Keempat terkait dengan peran pendidikan dalam pengembangan pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Heris Hermawan. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Ilmiah. Marzuki, Saleh. 2012. Pendidikan Nonformal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ramayulis. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Umar, Bukhari. 2011. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. http://nuryqoyum.blogspot.co.id/. Diakses 02 Desember 2015.