• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ULAMA DI INDONESIA pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN ULAMA DI INDONESIA pdf"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Siti Aisyah

FAI UCY

sitiaisyah.mpk@gmail.com

Abstract

This paper is concerned with the historical development of Islamic clerical (Ulama) education in Indonesia. In the development, higher-religious education such as pesantren, PTAI, and institutional cadre of scholars still be the first step in preparing scholars. Internships in Bahsul Masail Nahdlatul 'Ulama, MUI Fatwa Institution, the practice sessions of the Legal Affairs Committee in Division Fatwa Institution MTT or the other, as well as coaching and mentoring practices would strengthen community preparedness education graduates scholars to provide comfort for the people to believe and worship. They themselves are responsible to develop themselves in the comunity life.

Keywords:Islamic clerical education, Pesantren, Indonesia

A. PENDAHULUAN

Seiring perjalanan waktu, perubahan dan perkembangan terjadi dalam bentuk kelembagaan pendidikan Islam. Perubahan dalam konteks modernisasi pendidikan Islam di Indonesia didorong adanya ketidak puasan individu dan Organisasi Islam terhadap metode tradisional dalam mempelajari Qur an dan studi agama. Mereka berusaha memperbaiki pendidikan Islam baik dari segi metode maupun isinya. Mereka juga mengusahakan kemungkinan memberikan pendidikan umum untuk orang Islam.1

Tulisan ini menfokuskan pada kajian tentang perkembangan pendidikan keulamaan di Indonesia. Dalam kategori Steenbrink tentang pesantren, madrasah, dan sekolah, pendidikan dasar keislaman melalui pendidikan formal, difokuskan pada madrasah dan sekolah. Pendidikan Ulama berkarakter khas karena lebih terkait dengan model pendidikan pesantren. Karena itu perkembangannya telah berbeda dari jenjang pendidikan di bawahnya. Hal itu tidak bisa dilepaskan profil seorang ulama yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk menyebarkan Agama Islam dan memberikan ketenangan dalam beriman dan beribadah setiap masa.

(2)

Dalam bahasa Arab, ulamâ bentuk jama dari kata âlim yang artinya yang terpelajar, sarjana, yang berpengetahuan, ahli ilmu.2 Dalam bahasa

Indonesia, ulama adalah orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam.3 Dalam al-Qur an term ulama terdapat dalam dua ayat yaitu

dalam al-Fatir; 35:28 dan al-Syu ara ; 26:197; meskipun dalam bentuk tunggalnya alim ada dalam 13 ayat. Kata alim, sebagian besar dikaitkan dengan sifat Allah Yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.4Ulama dalam

Surat al-Fatir ayat 28 yang didahului oleh penjelasan ayat 27, dalam kontek ajakan al-Qur an untuk memperhatikan turunnya hujan dari langit, beraneka ragam buah-buahan gunung, binatang dan manusia yang kemudian diakhiri dengan Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah ulama .Ayat kedua dalam kontek pembicaraan al-Qur an yang kebenaran kandungannya diakui (diketahui) oleh ulama Bani Israil.

Dari kedua ayat tersebut, mengisyaratkan bahwa ulama itu adalah mereka yang khasyyah kepada Allah dalam arti takut, takwa, muncul rasa kagum dan hormat pada Allah, Sikap ini muncul dengan mengamati fenomena kosmos (ayat-ayat kauniyah) melalui kajian science, dan mengkaji ayat-ayat Qur aniyah.. Dengan demikian penguasaan kedalaman ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) dalam segala macam aspek ilmu-ilmu keislaman serta penguasaan ilmu-ilmu kealaman, sosial maupun humaniora serta integritas pribadinya senantiasa lekat dalam kehidupan seorang ulama.

Djohan Effendi dalam Dawam Rahardjo menjelaskan perkembangan tentang ulama di Indonesia. Ulama dalam Islam adalah pengemban tradisi agama dan seorang yang paham akan syari ah. Di beberapa negara, mereka disebut fakih. Dari kalangan yang ahli dalam fikih ini, ditunjuk mereka yang mampu menjabat qadi (hakim) dan penasehat ahli dalam ilmu hukum. Dalam pengertian asli yang dimaksud dengan ulama para ilmuwan baik di bidang agama, humaniora, sosialdan kealaman. Dalam perkembangannya kemudian, pengertian ini menyempit dan hanya digunakan untuk ahli agama. Di Indonesia, ulama juga mempunyai sebutan yang berbeda di setiap daerah, seperti kiai (Jawa), ajengan (Sunda), tengku (Aceh), Syekh (Sumatra Utara/Tapanuli), buya (Minangkabau), tuan guru (Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah)

.

(3)

Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia, profil ulama mengalami perkembangan, sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan umat, masyarakat, dan bangsa. Pada masa awal Islam, seorang ulama adalah mereka yang menguasai Al-Qur an dan praktik peribadatan. Mereka memberikan bimbingan agama kepada masyarakat dalam bentuk membaca Al-Qur an dan bimbingan ibadah seperti salat, puasa, dan sadaqah. Dengan terbukanya jaringan ulama ke pusat keilmuan Islam, perkembangan berikutnya, Ulama dituntut menguasai ilmu-ilmu keagamaan, mampu membaca kitab-kitab Tafsir, Fikih, dan Tasawuf atau tarekat.

Pada masa kolonial Belanda, ulama disamping sebagai pemimpin agama, juga sebagai pejuang yang memimpin ummat berjuang dalam medan perang melawan penjajah. Diantara ulama yang hidup pada masa ini adalah Para Wali, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Pangeran Antasari dan pangeran Arsyad Al-Banjari dari Banjar, Haji Ripangi dari Jawa Tengah, dan Syekh Nawawi dari Banten.44

Memasuki masa modern pada awal abad XX, ulama mulai terbuka terhadap pembaharuan. Tokoh-tokoh pembaharu pendidikan pada masa ini misalnya Zainuddin Labay, Hamka dari Minangkabau, K.H. Ahmad Dahlan pemimpin Muhammadiyah, Ahmad Surkati, pemimpin Jamiat al-Khair dan Al-Irsyad, Sulaiman Ar-Rasuli pemimpin PERTI, Seikh Abbas dari Ladang Lawas Minangkabau pendiri Arabiyah School dan Islam School, KH. Abdul Halim dari Majelengka, pendiri Santi Asrama. Ulama pembaharu di kalangan pesantren antara lain. K.H. Abdul Wahab Hasbullah pendiri Nahdlatul Wathan, KH. Hasyim Asy ari seorang tokoh penuh kharisma yang menjadikan NU cepat populair dan pada tahun 1927 memimpin NU, melakukan pembaharuan pendidikan di pesantren Tebuireng serta telah meletakkan dasar bagi penggabungan beberapa pesantren di Jawa yang berfaham Ahlu Sunnah Wal Jama ah.45 Tuntutan terhadap ulama bukan hanya penguasaan

terhadap ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu umum.

Masa kemerdekaan, fungsi ulama lebih luas, merambah ke dunia politik kenegaraan dan kehidupan sosial. Pada masa sekarang, di era globalisasi yang memunculkan kesadaran baru akan kesatuan dan keutuhan dunia. Substansi globalisasi adalah ideologi yang menggambarkan proses interaksi yang sangat luas dalam berbagai bidang : baik ekonomi, politik, sosial, teknologi, dan budaya.46 Kehidupan beragama di era globalisasi

(4)

menyelaraskan antara nilai-nilai tradisional, kearifan lokal yang mungkin terancam fenomena globalisasi dengan tetap mempertahankan dan berusaha mengembangkan nilai-nilai Islam, sejalan dengan tuntutan kemajuan. Untuk itu, diperlukan interkoneksi dan interrelasi antara para ulama dari berbagai macam disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ulumuddin dan Islamic studies, ulama ilmu-ilmu kelaman dan teknologi, serta sosial-budaya. Dalam hal ini, ulama ulumuddin tetap menjadi corenya, dan didukung oleh ulama bidang lainnya dalam memecahkan dan menjawab permasalahan ummat di tengah-tengah kemajuan teknologi di era globalisasi dan informasi. Untuk mewujudkan profil ulama yang holistik, diperlukan pendidikan ulama integratif.

C. Lembaga Pendidikan Ulama

Dalam sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia, terdapat dinamika lembaga Pendidikan Ulama sejak masa awal untuk menjawab kebutuhan ulama. Pendidikan ulama di Indonesia memiliki jaringan dengan ulama nusantara melalui perjalanan ibadah haji. Perjalanan ulama Nusantara ke Haramain pada abad ke-17, menurut Volt, sebagaimana dikutip Azyumardi, membagi mereka menjadi tiga tipe yaitu : little immigrants, grand immigrants, dan para ulama dan murid pengembara .5

Dewasa ini ada beberapa alternatif lembaga pendidikan ulama antara lain pesantren, Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), dan Pendidikan Kader Ulama. Lembaga-lembaga dimaksud secara khusus menyiapkan, merancang, dan sekaligus melaksanakan pendidikan ulama yang memiliki kualifikasi kompetensi keilmuan, kepribadian, sosial dan kemanusiaan, dan mampu memberikan jawaban terhadap isu-isu kontemporer, baik terkait dengan keluarga, kehidupan masyarakat, jender, kesehatan, ekonomi, kenegaraan, dll, serta mampu memberikan solusi dan bimbingan terhadap permasalahan ummat, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan. isu-isu kontemporer.

1. Pesantren

Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam yang memiliki tradisi keilmuan dalam rentang sejarah yang sangat panjang. Diantara tiga fungsi pokok pesantren adalah sebagai institutsi pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama).47. Dalam menyiapkan sumber daya ulama, beberapa

(5)

pelajaran umum yang bersifat intelektualistik, kejuruan, dan ketrampilan.48

Zamakhsyari Dhofier telah mengangkat tradisi pesantren mengemukakan terdapat kenyataan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan pesantren secara bertahap. Kyai mengambil sikap yang lapang dalam menyelenggarakan modernisasi lembaga-lembaga pesantren di tengah perubahan masyarakat.49.

Manfred Ziemeck melaporkan bahwa pesantren merupakan pusat pengembangan di bidang pendidikan, politik, budaya, dan keagamaan.50K.H.

Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz ulama kharismatik yang memimpin pesantren Mashlakul Huda, telah merumuskan Fikih Sosial yang merupakan bentuk kontekstualisasi dan reaktualisasi metodologi fikih Syafi iyyah dalam upaya menemukan pemikiran alternatif yang sejalan dengan cita-cita ideal transformatif. Fikih Sosial dimaksud telah dituangkan baik dalam dataran gagasan maupun dataran implementatif.51

Realitas dinamika pesantren yang sebagiannya telah dipotret dalam beberapa penelitian dimaksud, menunjukkan bahwa pesantren sebagai salah satu Lembaga yang menyiapkan calon-calon ulama telah melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat akan tampilnya ulama-ulama yang mampu memberikan solusi dan bimbingan kepada masyarakat. Meski demikian, untuk optimalisasi peran pesantren sebagai instutusi reproduction of ulama, masih perlu melakukan peningkatan kualitas sumber daya pesantren. Dalam hal ini, pesantren diharapkan lebih bersikap eksklusif, terbuka terhadap hal-hal baru. Sehingga ranah pengajarannya tidak hanya sebatas pada ilmu-ilmu agama saja, tapi juga meliputi ilmu-ilmu umum dan teknologi. Demikian itu adalah upaya realisasi dari falsafah; Al-Muhâfa atu alâ qadîm alîh, wa akh u bi jadîd al-ashlah.

Alumni pesantren, diharapkan menjadi calon-calon ulama yang intelek. Menurut Umarul Farouq alumni pesantren yang intelek adalah alumni yang memiliki kapabilitas produktif menulis, lihai retorika, ahli metodologi, dan ditopang dengan akhlak yang mulia, salah satunya toleransi dan menghargai perbedaan 52. Ulama-ulama Islam klasik, pada zaman

(6)

ilmu-ilmunya pada umat. Dan yang terakhir adalah metodologi, yaitu kegemaran untuk terus belajar dan menelaah berbagai macam ilmu, sebagai pengamalan dari pepatah never old to learn . Akhlak yang mulia akan menopang ketiga kapabilitas tersebut, diantaranya akhlak toleransi dan menghargai perbedaan. Akhlak mulia yang menghiasi hati dan sikap, akan memberikan spirit keilmuan yang membawa pencerahan ummat. Sikap toleransi, menghargai perbedaan, tidak fanatik dengan golongan tertentu, mengembangkan sikap moderat serta menyikapi semua perbedaan dengan cerdas merupakan akhlak ulama dalam mengembangkan dan mengejawantahkan kapabilitas keilmuannya. Islam telah menanamkan bahwa perbedaan yang ada adalah bentuk kasih sayang Tuhan. Sebab manusia memang diciptakan dengan potensi dan naluri yang berbeda-beda, sehingga ulama intelek juga harus pandai menyikapi perbedaan. Dalam perspektif pendidikan, perbedaan pendapat sejatinya merupakan kekayaan warisan intelektual yang akan memperkuat khazanah peradaban Islam.

Di antaranya dengan : pembenahan kurikulum, penyediaan erbagai macam literatur di perpustakaan, dan tenaga pengajar. Pertama, kurikulum yang diterapkan tidak semestinya terfokus pada satu madzhab tertentu. Santri diberi kebebasan untuk memilih apa yang ia yakini benar. Kedua, penyediaan berbagai macam buku, sehingga santri akan mengetahui betapa dunia ini dipenuhi dengan berbagai perbedaan. Baik perbedaan madzhab, suku, bahasa dan lain sebagainya. ketiga, adalah mempersiapkan tenaga pengajar, yang juga moderat. Yaitu guru yang selalu menghargai perbedaan dan tidak fanatik.

Pesantren yang telah dengan baik menerapkan falsafah di atas, akan dengan mudah mengikuti globalisasi zaman yang semakin tak terelakkan. Sehingga alumni-alumninya namun juga bisa mengisi seminar di gedung-gedung megah atau cerdas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, baik sosial, politik, ekonomi ataupun pendidikan.

2. Perguruan Tinggi Agama Islam

(7)

kajian untuk merumuskan bangunan kurikulum Biologi Islami, Fisika Islami, Sosiologi Islami, Psikologi Islami, Ilmu Pendidikan Islami, dll. Integrasi keilmuan Islam pada Fakultas dan Prodi Agama dikembangkan secara integratif lintas Ilmu. Kajian aqidah, diintegrasikan dengan biologi, fisika untuk membuktikan keagungan Tuhan. Kajian akhlak diintegrasikan dengan psikologi, sosiologi, komunikasi. Kajian Fikih diintegrasikan dengan ilmu Hukum dan ekonomi. Pengembangan studi Tafsir dan Hadis diintegrasikan baik metodologi maupun materinya secara integratif.

3. Pendidikan Kader Ulama

Pendidikan Kader Ulama telah dilakukan oleh ummat Islam Indonesia, diantaranya oleh MUI Pusat maupun Daerah. Pendidikan Kader Ulama (PKU) tingkat Pusat telah diselenggarakan sejak 1985. Waktu pendidikan PKU ada yang diselenggarakan selama 15 hari, 3 bulan, atau 24 bulan. Selama 27 tahun, alumninya dinilai belum menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu, MUI bermaksud mendirikan Pendidikan Kader Ulama Program S1 yang diharapkan alumninya memiliki kemampuan akademis dalam ilmu-ilmu Keislaman(Ulûm Islâmiyah)dan khazanah literatur Islam(turâ Islam).53

Kementrian Agama RI menyediakan beasiswa Kader Ulama tahun 2012 bidang Ushul Fikih Ilmu Falak. Kegiatan ini dilakukan karena mendesaknya kaderisasi ulama dan pengasuh pondok pesantren yang mumpuni karena langkanya figur teladan dan wafatnya para pengasuh pesantren.

(8)

Bila di Muhammadiyah ada tradisi Tarjih, dalam organisasi Nahdhatul Ulama terdapat tradisi bahtsul masail. Perkataan Nahdhatul Ulama itu sendiri berarti kebangkitan ulama dalam menghadapi tantangan zaman. Hal ini mengindikasikan bahwa di era global, dituntut ulama yang memiliki multi kompetensi keilmuan. Hal ini nampak adanya komposisi ulama di kalangan Pimpinan teras NU tidak hanya diisi ulama ulumuddin tetapi juga ulama ulumud-dunya.

D. Kesimpulan

Meminjam pernyataan Prof. Dr. Mukti Ali, bahwa pesantren tidak mencetak ulama, tetapi ulama akan menjadi karena dirinya,55 maka, baik

pesantren, PTAI, maupun institusi kader ulama merupakan langkah awal upaya menyiapkan calon ulama, yang masih harus terlibat dan teruji dalam kehidupan nyata. Magang dalam kegiatan Bahsul Masail Nahdlatul Ulama, Lembaga Fatwa MUI, praktik tarjih dalam sidang-sidang Divisi Fatwa MTT maupun Lembaga Fatwa lainnya, serta praktik pembimbingan dan pendampingan masyarakat akan memperkuat kesiapan alumni pendidikan ulama memberikan kenyamanan bagi umatnya untuk beriman dan beribadah.

Catatan Akhir

1 Karel A. Steenkbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam

Kurun Modern,h. 28.

2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia ( Yogyakarta :

Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1037

3 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), ed. ketiga, h. 1239

4 Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, Al-Mu jam Mufahras li- Alfât Qur ân

al-Karîm,(Kairo : Dâr al-hadî , 2001), h. 583, 584

Dawam Rahardjo,Ensiklopedi al-Qur an Ulama , Ulumul Qur an, No. 5, Volume VI, tahun 1996.

44Steenbrink,Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad ke 19,h. 17, 33, 46,

91, 101, 139.

45Steenbrink,Pesantren ,h. 47, 52, 62, 67,69, 75.

46Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Resistansi Tradisional Islam,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), h. 45

5Ibid,h. 75

47Azra,Esei-esei ,h. 89.

48Sudjoko Prasodjo, Profil Pesantren,(Jakarta : LP3S, 1994), h. 91. 49Dhofier,Tradisi ,h. 174

50 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj. Butche B. Soendjojo

(Jakarta : P3M, 1983), h. 253

51Zubaedi,Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren, Kontribusi Fikih Sosial

Kyai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 385.

52 Umarul Faruq, Pendidikan Pesantren; mencetak Kader ulama intelek,

(9)

53 Abdullah, Skripsi tentang Sistem Perencanaan PKU Sarjana S1 pada Komisi

Pendidikan MUI Pusat( tulis.ninjkt.ac.id.)

54www.mtt.yahoo.com.

55Steenbrink,Pesantren ,h. 75. Daftar Pustaka

Abd al-Bâqî, Muhammad Fuâd. Al-Mu jam al-Mufahras li- Alfât al-Qur ân al-Karîm.Kairo : Dâr al-hadî , 2001.

A.S., Tritton. Materials on Muslim Education in the Middle Ages. London : Burleigh Press, 1957.

Abdullah. Skripsi tentang Sistem Perencanaan PKU Sarjana S1 pada Komisi Pendidikan MUI Pusat. www. tulis.ninjkt.ac.id.

Ahmad, Munir-ud-Din. The History of Muslim Education. Hamburg: University of Hamburg, 1968.

Anshari, Endang Saifuddin. Kuliah Al-Islam, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi.Jakarta : Rajawali, 1976.

Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam.Jakarta : logos Wacana Ilmi, 1998.

Azra, Azyumardi.Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, edisi perenial, cet ke-1.

Dhofier,Zamakhsari.Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 1994.

Dunn, Ross E. Petualangan Ibnu Battuta : Seorang Musafir Muslim Abad ke-14.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995, terj. Amir Sutaarga. Faruq, Umarul. Pendidikan Pesantren; Mencetak Kader Ulama Intelek.

al-amien.ac.id.

Hamka.Sejarah Ummat Islam.Jakarta : Bulan Bintang, 1976, cet kedua, jilid iv.

Karim, Abdul.Islam Nusantara. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007. Kaufmann, Walter. Medieval Philosophy. New Jersey : Simon & Schuster,

1997.

Kraemer, Joel L. Renaisans Islam , terj. Asep Saefullah. Bandung : Mizan, 2003.

M.C., Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005, terj. Satrio Wahono dkk.

Majidi. Busyairi. Konsep Pendidikan para filosof Muslim. Yogyakarta : Al-Amin Press, 1997.

Muhtarom. Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Resistansi Tradisional Islam.Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

(10)

Nasution, Harun.Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.Jakarta : UI Press, 1984, jilid I,

Naufal, Abdur Razaq. Umat Islam dan Sains Modern. terj. Abdurrahman, H.M., Bandung : Husaini, 1987.

Nooer, Deliar.Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996, cet . 8., terj. Deliar Noer

Panitia Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia, Risalah Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia.Medan : 1963.

Quraishi, Mansoor A. Some Aspects of Muslim Education. Lahore : Sind Sagar Printers, 1970.

Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi al-Qur an Ulama . Ulumul Qur an, No. 5, Volume VI, tahun 1996.

Ramayulis,Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta : Kalam Mulia, 2012.

Steenbrink, Karel A.Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesiaabad ke 19. Jakarta : Bulan Bintang, 1984

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman. Jakarta : LP3ES, 1994

Tim Peneliti Balai Litbang Agama. Studi Kasus-Kasus Aktual Pendidikan Agama dan Keagamaan ( Studi Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Sekolah Alternatif). Jakarta : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Kementerian Agama, 2011.

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Toynbee, Arnold J. A Study of History, vol I. London : Oxford University Press, cet. Iv, 1955.

Van Bruinessen, Martin. Kitab kuning, Pesantren dan tarekat. Bandung : Mizan, 1994.

www.mtt.yahoo.com.

Yunus, Mahmud.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Hidakarya Agung, 1996.

Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj. Butche B. Soendjojo. Jakarta : P3M, 1983.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut mengandung arti bahwa pada persamaan regresi sebesar 91.6% cara perhitungan kuota eksportir tersebut dapat dijelaskan oleh peubah produk barang jadi, produk

Dari hasil pemetaan yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa layanan A merupakan layanan yang menggunakan prinsip U2 yaitu layanan pengelolaan dan

Faktor kelemahan yang paling berpengaruh pada prospek budidaya pembesaran ikan lele di Desa Wonosari adalah belum adanya produksi benih secara mandiri dengan skor

UndangUndang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.38 Ketentuan bentuk usaha tetap dalam suatu perjanjian sangat penting artinya, selain mengatur hak negara tentang

Activity diagram ini menjelaskan bagaimana user melakukan akses terhadap menu laporan hasil rekomendasi. User yang telah masuk kedalam Halaman Administrator, memilih

Berangkat dari sebuah kebijakan peraturan daerah kabupaten Cianjur Nomor 6 tahun 2013 tentang pelayanan publik kemudian untuk mengetahui implementasinya di Dinas kependudukan

(ii) dalam keadaan-keadaan lain, setiap hari yang ditentukan demikian (atau ditentukan sesuai dengan suatu metode yang ditentukan untuk maksud tersebut) untuk

Menimbang, bahwa penggugat menuntut uang TASPEN sebesar Rp 46.894.200,- (empat puluh enam juta delapan ratus Sembilan puluh empat ribu dua ratus rupiah) dan tiga bulan gaji