• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Faktor Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Pasangan Menikah (Studi Kasus Di Desa Pekan Tanjung Beringin) Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Faktor Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Pasangan Menikah (Studi Kasus Di Desa Pekan Tanjung Beringin) Tahun 2017"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kehamilan tidak diinginkan (KTD) didefinisikan sebagai kehamilan yang

tidak tepat waktu (mistimed pregnancy) dan kehamilan yang tidak diharapkan

sama sekali (unwanted pregnancy). Kehamilan tidak diinginkan akan mendorong

terjadinya keguguran atau pengguguran (aborsi), berat badan lahir rendah saat

kelahiran prematur dan kelahiran bayi cacat. Hal ini tentu juga memberikan

dampak meningkatnya risiko untuk kematian ibu dan anak. Kehamilan tersebut

memberikan dampak serius dan merugikan di bidang kesehatan, sosial dan

ekonomi (BKKBN, 2007).

Kehamilan tidak diinginkan merupakan salah satu masalah yang penting

dan perlu mendapat perhatian, terutama di negara berkembang, salah satunya

adalah di Desa Pekan Tanjung Beringin. Kehamilan tidak diinginkan menjadi

kasus yang sering terjadi di Desa ini dan digambarkan dengan fenomena gunung

es yaitu banyak yang mengalami kejadian kehamilan tidak diinginkan tetapi yang

terlapor dan melapor hanya sebahagiaan kecilnya. Untuk mencegah akibat dari

kejadian kehamilan tidak diinginkan yang dapat mengancam kesehatan ibu dan

bayi maka perlu menganalisis determinan faktor apakah yang menjadi penyebab

kejadian kehamilan tidak diinginkan pada pasangan menikah di Desa Pekan

Tanjung Beringin. Dari hasil data Pusksesmas Tanjung Beringin Tahun 2015

jumlah pasangan usia subur sebanyak 1805 pasangan, dari seluruh pasangan

(2)

tidak diinginkan, terlebih dari itu masih terdapat kejadian yang sama tapi belum

diketahui.

Kasus diatas paling sering terjadi pada ibu yang usianya pada saat hamil

yaitu ≥ 35 tahun, sedangkan pada usia tersebut merupakan usia berisiko. Apabila

usia pada saat hamil terlalu tua maka organ kandungan akan menua sehingga

terjadi persalinan macet, pendarahan bahkan anak yang dilahirkan cacat,

kecacatan yang paling umum adalah down syndrom atau bisa juga cacat fisik. Ibu

juga akan sangat rentan terhadap komplikasi seperti placenta previa, pre eklamsia,

dan diabetes. Tetapi ibu tersebut tidak mengetahui bahwa kehamilan di usia

tersebut dapat mengganggu dirinya sendiri dan keselamatan bayi yang

dikandungnya.

Hal tersebut terjadi pada ibu yang beralamat di Dusun XIII yang hamil di

usia 42 tahun, pada awal mengetahui kehamilannya dia terkejut dan spontan ingin

melakukan aborsi karena dia tidak menyangka dan tidak menginginkan

kehamilannya. Akhirnya dia harus melahirkan anak dengan keadaan cacat fisik.

Bukan hanya itu, kehamilan di usia yang terlalu tua juga akan menyebabkan

pendarahan pada saat persalinan yang menurut WHO tahun 2008 pendarahan

persalinan adalah penyebab ketiga paling umum dari kematian ibu, dan

menyebabkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi dan itu juga terjadi

pada ibu di Dusun X, Dusun IV, Dusun VII, dan Dusun XI. Pendarahan tersebut

bukan hanya terjadi pada ibu yang hamil di usia ≥35 tahun tetapi juga dikarenakan

(3)

Kasus lainnya dikarenakan jarak kehamilan yang terlalu dekat, hal ini

terjadi pada ibu yang bertempat tinggal di Dusun II. Pada saat anaknya berusia 9

bulan, ternyata dia sudah mengandung anak ke dua dan tanpa di sadarinya

ternyata dia sudah mengandung selama 6 bulan. Hal tersebut membuat ibu

menjadi histeris dan berniat melakukan aborsi, sebab anak pertama masih kecil

dan ibu berusia 20 tahun. Kasus yang hampir sama terjadi pada ibu yang

beralamat di Dusun V, kehamilan pertamanya di usia 18 tahun, Ibu tersebut

mempunyai anak pertama berusia 7 bulan ternyata ibu sudah mengandung bayi ke

dua berusia 5 bulan dan kejadian tersebut tidak disadarinya. Usia muda yang

sebenarnya organ reproduksinya belum siap untuk berhubungan seks atau

mengandung, sehingga jika terjadi kehamilan berisiko mengalami tekanan darah

tinggi. berisiko mengalami kanker serviks karena semakin muda usia pertama kali

seseorang berhubungan seks maka semakin besar risiko daerah reproduksi

terkontaminasi virus.

Kini ibu muda harus mengurus kedua anaknya, suami dan dirinya sendiri.

Akibat tidak mempunyai waktu istirahat yang baik menyebabkan kesehatannya

terganggu. Berat badan ibu yang terus menerus menurun, ibu yang terlalu mudah

lelah. Kesamaan dari kasus ini adalah kedua ibu gagal memberikan ASI Eksklusif

kepada bayinya, padahal ASI tersebut sangan menyumbang dalam sistem imunitas

dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Bukan hanya manfaat pada bayi

yang didapatkan tetapi pada ibu menumbuhkan jalinan kasih sayang yang mesra

antara ibu dan bayi baru lahir.Tetapi ibu lebih memilih untuk memberikan susu

(4)

waktu yang bersamaan.Dampak yang terjadi pada bayi yang tidak mendapatkan

ASI Eksklusif memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar

dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2014).

Dye, et al (2011) menyatakan bahwa ibu yang mengalami kehamilan tidak

diinginkan berpeluang 2,12 kali untuk tidak memberikan ASI secara Eksklusif

kepada bayinya. Pulley juga mengatakan bahwa proporsi wanita yang menyusi

lebih besar pada kehamilan diinginkan (61%) dibandingkan kehamilan tidak

diinginkan (39,1%). Hal ini dikarenakan wanita yang mengalami kehamilan tidak

diinginkan tidak senang terhadap kehamilan tidak diinginkan tersebut, wanita itu

akan merasa sangsi terhadap dirinya dan tidak akan pedulu dengan bayinya,

bahkan dapat memberikan kepada orang lain. Sebaliknya, jika ibu menghargai dan

memberikan dukungan, wanita tersebut akan lebih percaya diri dan lebih merawat

bayi yang akan dilahirkannya.

Kasus tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edyanti yang

meneliti tentang faktor yang mendasari terjadinya komplikasi kebidanan. Hasil

dari penelitiannya adalah didapatkan risiko ibu yang kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun 5,117 kali lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan

dibandingkan dengan ibu berumur 20-35 tahun. Sedangkan risiko ibu yang

berjarak kehamilan kurang dari sama dengan 2 tahun 16,512 kali lebih besar

untuk mengalami komplikasi kebidanan dibandingkan ibu yang berjarak

kehamilan lebih dari 2 tahun.

Di layanan kesehatan juga mendapatkan dampak negatif karena pada

(5)

memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan yang berkompeten, imunisasi

yang tidak adekuat serta perilaku menyusi yang kurang benar. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan mempunyai

peluang untuk tidak melakukan perawatan kehamilan sesuai kriteria 1,79

dibandingkan ibu yang kehamilannya diinginkan. Hasil penelitian ini tidak jauh

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini menggunakan data

SDKI 2012, ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan memiliki odds untuk

tidak memeriksakan kehamilan secara lengkap 1,4 dibandingkan kehamilan yang

diinginkan.

Semua kasus kehamilan tidak diinginkan juga berkaitan dengan keadaan

ekonomi keluarga, di Desa Pekan Tanjung Beringin yang jenis pekerjaan paling

banyak adalah seorang nelayan dan ada juga tidak mempunyai pekerjaan yang

tetap. Mereka belum tentu mendapatkan ikan dan mendapatkan upah. Sedangkan

mereka harus memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Keterbatasan ekonomi

inilah yang menyebabkan kehamilan tersebut menjadi tidak diinginkan sebab

pengeluaran akan bertambah tetapi pemasukan yang menetap bahkan berkurang.

Bukan hanya berkaitan dengan ekonomi, tetapi dengan masalah Keluarga

Berencana, mereka mengakui bahwa saat itu menggunakan alat kontasepsi tetapi

tetap terjadi kehamilan, selain kegagalan KB kasus kehamilan tidak diinginkan

juga bisa dialami oleh mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi dalam 3 bulan

terakhir padahal mereka termasuk aktif secara seksual. Berdasrkan hasil penelitian

yang dilakukan Nurcahyani tentang kehamilan tidak diinginkan dan Berat Badan

(6)

per tahunnya kehamilan tidak diinginkan itu terjadi akibat kegagalan kontrasepsi.

Proporsi ibu wanita usia 10-49 tahun yang menggunakan KB sebanyak 55,8%,

unmeet need sebanyak 14%, tidak perlu lagi sebanyak 9,3% dan lainnya 5,4%.

Jenis KB yang paling banyak digunakan adalah suntik sebanyak 32,3% sedangkan

yang tidak memakai KB ada sebanyak 44,25. Penelitian lain yang dilakukan di

Bali tahun 2008 dari sebanyak 146 responden yang pernah mengalami kehamilan

yang tidak diinginkan pada saat itu menggunakan alat kontrasepsi tetapi gagal

sebanyak 78,7% dan responden yang tidak menggunakan alat kontrasepsi dan

terjadi kehamilan tidak diinginkan sebanyak 16,4%.

Kehamilan tiak diinginkan (KTD) merupakan suatu masalah pokok yang

masih menjadi sorotan dalam dunia kesehatan. Kejadian tersebut terjadi pada 38%

dari seluruh wanita yang hamil, di mana angka kehamilan diperkirakan sebesar

200 juta per tahunnya. 30% wanita yang mengalami hal tersebut menghentikan

kehamilannnya dengan sengaja, dimana 40% dengan cara tidak aman

menyumbang 50% angka kematian ibu. Ironisnya, 53% kehamilan tak diinginkan

tersebut terjadi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi, di mana

mayoritas sebesar¾terjadi pada wanita di atas usia 20 tahun berdasarkan Journal

of The American Medical Association.

The Global Council (2002)juga menyebutkan, lebih dari 1,3 milyar

perempuan di dunia usia antara 15-45 tahun mengalami kehamilan. Dari jumlah

tersebut, 300 juta diantaranya atau seperempatnya mengalami kehamilan yang

tidak diinginkan (unwanted pregnancy), dan hampir 700.000 perempuan

(7)

yang rendah, dan masalah kesehatan lainnya (Logan et al, 2007). Anak yang

dilahirkan dari kehamilan yang tidak diinginkan juga akan berisiko mengalami

BBLR, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi

BBLR tertinggi (11,1%), setelah India (27,6%) dan Afrika Selatan (13,2%

(OECD, WHO, 2013). Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi

BBLR di Indonesia sebesar 10,2% dimana angka tersebut lebih rendah daripada

hasil Riskesdas Tahun 2010 (11,1%) (BPPPK, 2013). Namun, penurunan

prevalensi tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada

kejadian BBLR.

Kejadian kehamilan tidak diinginkan (unwanted pregnancy) didefinisikan

sebagai kehamilan yang terjadi pada saat tidak menginginkan anak sama sekali

atau kehamilan yang diinginkan tetapi tidak pada saat itu (mistimed pregnancy),

sedangkan kehamilan digambarkan sebagai kehamilan yang diinginkan jika

kehamilan tersebut terjadi pada waktu yang tepat atau setelah berkeinginan untuk

hamil (Santelli,2003). Kehamilan tidak diinginkan seringkali menjadi alasan

seseorang untuk melakukan tindakan aborsi. World Health Organization (WHO)

memperkirakan dari 200 juta kehamilan pertahun, sekitar 38% (75 juta)

merupakan kehamilan tidak diinginkan. Prevalensi kejadian kehamilan tidak

diinginkan di Indonesia SDKI 2007 sebesar 20,1%, selanjutnya menururt SDKI

2012 didapatkan bahwa 7 persen kelahiran tidak diinginkan sama sekali. Aborsi

yang tidak aman 11% menyebabkan kematian ibu di Indonesia. Di indonesia 2,3

juta aborsi, 700ribu disebabkan kehamilan tidak diinginkan, sedangkan 600 ribu

(8)

wanita yang sudah menikah, 11% dilakukan wanita yang belum menikah menurut

Sri tahun 2012.

Berbagai konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan

bagi kesehatan ibu dan anak, bukan hanya itu konsekuensinya juga berdampak

terhadap tingkat pertambahan penduduk yang semakin meningkat yang

mempengaruhinya adalah kelahiran (fertilitas). Fertilitas adalah kemampuan

menghasilkan keturunan yang dikaitkan dengan kesuburan wanita (fekunditas).

Untuk itu menurut Sugini Indonesia harus memiliki Grand Design Pembangunan

Kependudukan (GDPK), yang meliputi fertilitas, mortalitas, dan mobilitas

penduduk. Kondisi yang diinginkan adalah penduduk tumbuh seimbang sebagai

prasyarat tercapainya penduduk tanpa pertumbuhan, dimana tingkat fertilitas,

mortalitas semakin menurun, dan persebaran lebih merata. Total Fertility Rate

(TFR) mengalami stagnansi dari tahun 2002-2007 tetap diangka 2,6.Hal ini

menjadi masalah mengingat jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah

dan dikhawatirkan terjadinya baby booming. Dalam hal fertilitas adalah

tercapainya kondisi penduduk tumbuh seimbang pada tahun 2015 dan terus

berlanjut hingga tahun 2035. Untuk mencapai Kondisi Penduduk Tumbuh

Seimbang (PTS), diharapkan angka kelahiran total (TFR) 2,1 per wanita atau net

reproduction (NRR) sebesar 1 lebih muda dicapai apabila anak pada keluarga inti

jumlahnya ideal, yaitu “dua anak cukup”, dengan cara mengatur jarak kelahiran

dan jumlah anak.

Angka fertilitas yang diinginkan (Total Wanted Fertility Rate atau TWFR)

(9)

yang berarti wanita dapat mencapai TWFR, maka TFR di Indonesia akan turun

mencapai replacement level. Sedangkan angka fertilitas yang tidak diinginkan

adalah 14% dari kelahiran hidup termasuk kehamilan saat survei. Sehingga tidak

menutup kemungkinan bahwa TFR tidak menurun dan terjadi kenaikan fertilitas

pada rentang umur 20-29 tahun dan 40-49 tahun disebabkan karena kelahiran dari

kehamilan tidak diinginkan.

Ungkapan “banyak anak banyak rejeki” semakin tidak relevan dimasa

sekarang. Terjadi perubahan paradigma mengenai nilai anak, anak tak lagi hanya

dianggap sebagai harapan dan cita-cita pernikahan tetapi juga dinilai dari nilai

ekonomis. Dengan memiliki anak orang tua tidak hanya memiliki kewajiban

untuk memberikan kasih sayang tetapi juga penghidupan yang layak seperti

jaminan untuk sehat dan memiliki pendidikan. Hal ini sangat mempengaruhi

keinginan seseorang untuk memiliki anak dan beberapa jumlah anak yang akan

dilahirkan. Kehamilan tidak diinginkan jugalah menjadi akibat dari perubahan

nilai anak tersebut.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak setelah

China, India dan Amerika. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada 2010

penduduk Indonesia sudah mencapai 239 juta jiwa, pada tahun 2012 menunjukkan

penduduk Indonesia berjumlah 257,5 juta (Badan Pusat Statistik), jiwa dengan

laju pertumbuhan penduduk akan semakin banyak dan terjadi ledakan penduduk

di tahun 2030 menjadi sebesar 295 juta jiwa. Penelitian yang dilakukan di

Nairobi, Kenya menunjukkan bahwa dengan tingkat kepadatan penduduk yang

(10)

poor ini akan lebih rentan terhadap risiko perilaku seksual yang tidak

aman.Penelitian yang dilakukan di New York, Amerika Serikat mendapatkan

bahwa kejadian kehamilan tidak diinginkan lebih tinggi terjadi di daerah urban

poor karena di daerah ini tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi

sehingga meningkatkan kejadian kehamilan tidak diinginkan.Pada daerah urban

poor juga lebih sulit untuk mendapatkan akses pendidikan serta informasi

kesehatan reproduksi seperti tentang kontrasepsi dan pencegahan kehamilan tidak

diinginkan.

Kejadian kehamilan yang tidak direncanakan itu bisa dipahami sebagai

keterbatasan pengetahuan perempuan tentang kesehatan reproduksi dan terutama

terhadap perencanaan dan pencegahan kehamilan. Para ibu sebenarnya bisa

memperoleh pengetahuan tersebut di berbagai pusat pelayanan kesehatan, apalagi

sejak tahun 1983 pemerintah mengembangkan posyandu dan berikutnya bidan

desa. Menjadi persoalan, dewasa ini peran lembaga posyandu telah melemah,

salah satunya karena dianggap kepanjangan tangan pemerintah di masyarakat dan

adanya desentralisasi.

Pemerintah Dunia dan Indonesia memberi perhatian terhadap status

kesehatan ibu dan anak, sehingga informasi tentang bagaimana keinginan untuk

hamil pada ibu bermanfaat untuk berbagai tujuan, seperti memperkirakan jumlah

kehamilan tidak diinginkan dan selanjutnya untuk memperkirakan dampak status

kehamilan terhadap perilaku ibu selama kehamilan, kelahiran, kesehatan dan

perkembangan anak yang lahir dari kehamilan yang tidak diinginkan.Kehamilan

(11)

pelayanan kesehatan (Joren, Mawn,2010) antara lain daerah tempat tinggal, usia

ibu, jumlah anak hidup, jarak kelahiran, status penggunaan alat kontrasepsi, dan

status ekonomi. Dengan masih tingginya prevalensi kehamilan tidak diinginkan

maka perlu untuk mengetahui determinan kehamilan yang tidak diinginkan

sebagai salah satu langkah untuk menurunkan risiko terjadinya kehamilan tidak

diinginkan.

1.2Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah

1.2.1 Fokus Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi fokus terdapat pada “Kehamilan Tidak

Dinginkan pada pasangan menikah di Desa Pekan Tanjung Beringin”.

1.2.2 Perumusan Masalah

Kehamilan tidak diinginkan di Desa Pekan Tanjung Beringin berdampak

pada perilaku maternal dengan outcome kehamilan dan komplikasi

persalinan.Kehamilan juga berpengaruh secara psikologis salah satunya adalah

masalah kunjungan pemeriksaan kehamilan. Kehadiran bayi tidak diinginkan

maka perawatan kehamilan itu tidak dilakukan sedangkan perawatan itu berfungsi

untuk mendeteksi dan menangani secara dini beberapa masalah / penyakit yang

dapat mempengaruhi kehamilan, pertumbuhan janin dan bahkan dapat mencegah

komplikasi kehamilan dan persalinan yang kelak dapat mengancam kehidupan ibu

dan bayi. Kehamilan tidak diinginkan juga mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan bayi yang dilahirkan sebab ibu tidak memberikan asupan terbaik

selama hamil dan pemberian ASI Eksklusif gagal. Kehamilan tidak diinginkan

juga akan dapat berakhir dengan tindakan aborsi terutama tindakan aborsi yang

(12)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan faktor

penyebab terhadap kehamilan tidak diinginkan pada pasangan menikah di Desa

Pekan Tanjung Beringin.

1.3.2 Tujuan Khusus

Menganalisis penyebab terjadinya kehamilan tidak diinginkan,

menganalisis alasan kehamilan menjadi tidak diinginkan, menganalisis tindakan

setelah kehamilan, menganalisis dampak kehamilan tidak diinginkan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dalam dunia akademik

khususnya determinan faktor yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan

dalam upaya promosi kesehatan sebagai pencegahan primer.

2. Sebagai sumbangan pengetahuan dan memberikan data dan analisis sebagai

informasi mengenai determinan faktor penyebab kehamilan tidak diinginkan

di Desa Pekan Tanjung Beringin.

3. Sebagai bahan informasi mengenai gambaran usia ibu hamil, jumlah anak,

jarak kehamilan yang aman pada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan

kehamilan di tenaga kesehatan Desa Pekan Tanjung Beringin. Sehingga

diharapkan masyarakat lebih patuh dalam menggunakan metode kontrasepsi

dalam rangka memperbaiki kualitas hidup dan pencegahan kehamilan tidak

Referensi

Dokumen terkait

He has authored two books, Dynamic Documents with knitr (Xie 2015 ), and bookdown: Authoring Books and Technical Documents with R Markdown (Xie 2016 ), and co-authored the book,

The case focuses on the creation and potential demise of a specialty coffee retailer and highlights the challenges faced by the entrepreneurs as they managed growth and estab-

Linda Shoes merupakan usaha home industry yang dibangun dalam dua generasi, generasi pertama pada tahun 1970 dan dikembangkan oleh anaknya pada generasi ke dua tahun 1990,

9 Kemunculan alat musik gamelan model Jawa Tengah dan pesindhen dalam iklan dapat diartikan bahwa: Pertama , iklan berupaya untuk menampakkan kekhasan budaya

Specifically, the chapter had the objectives to enable the students to: (1) develop both one- and two-tailed null and alternative hypotheses that can be tested in a business setting

Sasaran Penelitian Penguatan Program Studi ini adalah Dosen di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hukuman mati ke masa depan adalah dengan mematuhi secara konsisten dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kepuasan kerja karyawan Biro Administrasi Akademik berada pada kategori rata-rata dengan kondisi kepuasan kerja saat