BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan teknik analisisnya yaitu analisis wacana kritis model Teun A.
Van Dijk, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga dimensi analisis yaitu teks,
kognisi sosial dan konteks sosial.
Sementara itu van Dijk juga menyebutkan bahwa untuk mengetahui praktik
sosial yang terjadi melalui wacana dalam teks maka perlu diketahui lebih dahulu
bahwa tindakan menulis atau berbicara yang dilakukan oleh seseorang, memiliki
tujuan tertentu. Eriyanto (2001:8) menyebutkan bahwa:
“Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,
apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga,beraksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu
yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang
diluar kend
ali atau diekspresikan di luar kesadaran”.
Dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu, struktur teks tersebut terdiri dari struktur
makro, superstruktur, struktur mikro.
Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan atau penulis teks. Level analisis
kognisi sosial ada empat skema atau model yang dapat digambarkan yaitu : skema
person, skema diri, skema peran dan skema peristiwa. Aspek ketiga yaitu konteks
sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat.
(Eriyanto, 2001: 224).
Tabel 5.1.
Skema/Struktur Analisis
Struktur
Rumusan Penelitian
Teks
Menganalisis bagaimana strategi yang
dipakai
untuk
menggambarkan
seseorang atau peristiwa tertentu.
Bagaimana strategi
tekstual
yang
dipakai.
Bagaimana representasi ideologi
Goenawan mohamad dalam rubrik
Catatan Pinggir majalah Tempo
edisi Agustus-Oktober 2016?
Kognisi Sosial
Menganalisis
bagaimana
kognisi
penulis dalam memahami peristiwa
tertentu
Bagaimana wacana ideologi yang
berkembang dalam rubrik Catatan
Pinggir
edisi
Agustus-Oktober
2016?
Analisis Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang dalam masyarakat. Proses
produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.
1.
Dimensi Teks
Tabel 5.2
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur
Makro
Tematik
Gambaran lukisan Diego Rivera “Semua Seni adalah propaganda”
Topik
Superstruktur
Skematik
Skema atau alur teks diawali dengan deskripsi
sebuah lukisan milik Diego Rivera yaitu seorang
perempuan berdiri dengan baju kurung warna Ros, berselendang dan memegang seikat kembang”. Selanjutnya ada pernyataan menyebutkan bahwa “kembang itu bisa berarti beban yang dipertalikan ke badannya, beban yang berlebihan, bisa juga
berarti sesuatu yang indah tapi harus
diperdagangkan atau mungkin berarti menyiratkan
apa yang menggugah hati dalam kerja bersama”. Kemudian mengutip kalimat Rivera “ Semua seni adalah Propaganda” dan lagi menambahkan kalimatnya sendiri “seni mengandung propaganda,
tapi bukan propaganda yang mengulangi represi lama atau menghasilkan represi baru”.
Pada alur berikutnya dijelaskan perjalanan Rivera
dan perlawanannya menentang nilai-nilai kapitalis
melalui karya-karya seninya. Kemudian ada kalimat “ Partai politik bukanlah panglima”. Pada penutup menceritakan lagi sosok Rivera dan
Piccaso seorang komunis “seninya tak pernah bersedia mengikuti formula, tak pernah patuh pada apapun”
Struktur
Mikro
Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berjudul “Rivera” adalah sebuah suara kebebasan, bahwa seorang seniman harus memiliki nilai-nilai yang
bebas tanpa tunduk pada apapun yang berujung
curang, tanpa terikat pada golongan apapun.
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi
Struktur
Mikro
Sintaksis
Pemakaian kalimat disusun secara deduktif dari
yang umum ke khusus atau mengerucut. Kemudian
penulis juga kerap menggunakan premis atau
kutipan orang lain sebagai bentuk kata ganti seperti “Ia agaknya terusik cemooh kalangan kiri New York karena ia, seorang seniman komunis”. Bentuk kalimat ini bertujuan untuk menjelaskan kepada
pembaca alasan seorang Rivera ketika menolak
sebuah tawaran jutawan Amerika dan penulis
menggambarkan bagaimana sosok Rivera ini tetap
dalam pendiriannya sebagai seorang liberal dan hal
ini juga mewakili pemikiran penulis.
Bentuk
kalimat,
koherensi, kata
ganti.
Stilistik
Pilihan kata yang digunakan dalam teks ini
menunjukkan realitas sosial dan menyiratkan
pentingnya sebuah kebebasan berekspresi dan
berpikir. Dari segi ideologi pilihan kata yang
digunakan menyatakan sebuah gebrakan kebebasan
dan melepaskan apapun yang mengikat. Leksikon dalam teks seperti kata “kebekuan” kalimat ini merujuk pada istilah kaku, terkekang, tidak
produktif dan berlawanan dengan kata bebas.
Retoris
Bagian yang dianggap penting ditonjolkan dalam
teks dengan premis pendukung, yang disebutkan
oleh penulis untuk memperkuat pesan utama,
didukung dengan sebuah gambar lukisan
perempuan yang memanggul kembang, dengan
tata letak tepat di tengah-tengah teks dan
memberikan pemaknaan atas gambar tersebut.
Grafis
metafora
ekspresi
Tabel 5.3
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur
Makro
Tematik
Batik sebagai identitas bangsa Indonesia “Indonesia adalah Batik”
Topik
Superstruktur
Skematik
Alur dalam teks dimulai dengan uraian penggunaan
batik yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang
dipamerkan dalam berbagai kompetisi mancanegara. Kemudian dengan sebuah pernyataan “Indonesia” adalah batik, kemudian dengan kalimat berikutnya
Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi
penanda. Berikutnya “Penanda” itu lama-lama
mengeras, membeku, memberati. Di pertengahan teks
disebutkan lagi “Bersama itu, apa yang disebut
“Identitas” Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi. Dalam kalimat berikutnya diikuti dengan
kalimat-kalimat pendukung yang menjelaskan kekakuan
karena sebuah identitas. GM mengutip cerita Kartini yang menulis “Aku yakin orang tidak akan memberikan seperempat perhatian mereka kepada
kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan kebaya, melainkan gaun”. Kemudian penulis memaknai kalimat tersebut “ada nada sarkasis yang
halus pada kalimat itu. Ada kepedihan merasakan ditatap dalam jerat “Identitas”. Ada rasa geli yang getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang keras, beku, dan memberati”. Selanjutnya ada kalimat yang mendukung pernyataan ini “Kemudian
meledak revolusi 1945. Dalam kebudayaan,
semangat revolusi itu ditandai semangat
menghancurkan penanda-penanda yang membeku.
Mereka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi “Jati diri”. Teks ini ditutup dengan kalimat “Chairil Anwar dan teman-temannya disebut sebagai
angkatan 45...dengan itulah generasi Chairil
memerdekakan kita: menerjang kebekuan”
Semantik
Latar dari teks ini diawali dengan pemaknaan batik
yang bukan sekedar hiasan pemanis tapi telah menjadi identitas. Dari kata “Identitas” ini kemudian komunikator mengartikannya sebagai sebuah penanda dalam arti “Kaku, tidak bebas, beku”
Makna atau maksud dari teks Caping berjudul “Batik” adalah menyerukan kebebasan bisa berupa kebebasan berpikir, kebebasan bertindak.
Praanggapan yang bisa diambil adalah, bebas dari
kebiasaan, tradisi yang kaku dan mengikat,
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Struktur Mikro
kebiasaan-kebiasaan lama dan kemudian sebaiknya
harus memiliki keberanian juang untuk bergerak dan
merdeka dari hal-hal yang tidak menjadikan
seseorang berkembang.
Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan penulis adalah dari
uraian dan gambaran umum kemudian mengerucut ke
pengertian dan makna dari awal kalimat. Sehingga
saling berhubungan dan menjadi sebuah cerita yang
utuh. Penulis juga menggunakan kata ganti “mereka”
yang menunjukkan ada pihak lain yang tersisihkan dan menjadi korban dari kata “identitas”. Kemudian ada juga kata “kita” yang menunjukkan kebersamaan/ merasakan hal yang sama.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata atau leksikon yang digunakan dalam teks ini seperti “mengeras”, “membeku”, “memberati” dalam konteks ini kalimat tersebut merupakan kata
lain dari kekakuan dan mengikat.
Leksikon
Retoris
Metafora yang digunakan seperti “Mengeras, membeku, memberati” kata sifat dengan maksud lain sebuah kekakuan yang mengikat, penulis juga kerap
mengulangi kata “Osifikasi” dalam konteks ini
proses pembentukan diri atas stereotipe identitas.
Dalam kalimat penutup penulis memuji sosok tokoh
revolusi Chairil Anwar dengan menyebutnya sebagai
pembebas yang memerdekakan.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.4
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Menyebarnya Islamfobia Topik
Superstruktur
Skematik
Alur dalam teks ini dimulai dengan sebuah
pendahuluan, dan latar belakang masalah yang menjelaskan sejarah menyebarnya “Islamfobia” atau ketakutan terhadap Islam/anti Islam yang
menyebar di negara-negara barat. Kemudian dalam
kalimat penutup ada premis yang dikutip dari sang
tokoh dunia yang memuji Islam.
Skema
Struktur Mikro
Semantik
Uraian latar masalah menyebarnya Islamfobia
menerangkan bahwa selama ini yang terjadi adalah
banyak kaum perusuh seperti teroris hanya
mengatasnamakan Islam atau hanya berlabel Islam.
Padahal Islam disebutkan adalah sebuah ajaran
yang baik, sebuah kesatuan.
Jadi, orang-orang yang anti Islam sama halnya
dengan teroris yang tidak paham ajaran yang benar.
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi
Sintaksis
Koherensi yang digunakan penulis yaitu
menghubungkan beberapa peristiwa yang terjadi,
kejadian di negara barat yang anarkis terhadap
Islam dan kemudian dihubungkan dengan sejarah
Bentuk
kalimat,
koherensi,
Struktur Mikro
peristiwa konflik agama di Timur Tengah sehingga
fakta dalam cerita saling berhubungan. Kata ganti yang terdapat seperti “Ia yang menganggap Islam “wabah”, sama dengan kaum Islamis yang kini menganggap diri sebagai wakil Islam yang sah”. Kata “ia” dalam kalimat ini menunjukkan orang lain atau siapa saja yang terlibat.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipakai disajikan dalam uraian
peristiwa fakta, secara ideologis pilihan kata yang
digunakan dalam teks ini meluruskan paham yang
salah terhadap label Islam yang dianggap teroris,
dan menyatakan untuk saling toleran. Bentuk
leksikon yang terdapat dalam teks seperti “Islamfobia” yang berarti anti Islam atau rasa takut terhadap kaum Islam. Kemudian kata “dikotomi”
kata ini merupakan sebuah istilah dari segi teologis
yang merujuk pada tubuh dan jiwa.
Leksikon
Retoris
Kalimat yang dianggap penting oleh penulis kerap ditegaskan dalam tanda kutip “Islamfobia”, “Fobia”, “Komunistofobia”, “Xenofobia”, “Saracen”, “dari Timur”, dsb.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.5
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Sajak Huesca oleh John Cornford Topik
Superstruktur
Skematik
Alur dalam teks ini diawali dengan kalimat
pernyataan “Sejak 1948, puisi itu selalu menggetarkan” pernyataan ini juga berarti menjelaskan secara keseluruhan puisi dengan judul “Huesca” yang begitu terkenal. Penyusunan alur dalam teks ini dimulai dengan penggalan puisi yang
ditulis John Cornford dan kemudian penulis
menguraikan cerita peristiwa yang melatar
belakangi arti puisi Huesca ini. Dalam teks penutup
penulis memberikan pesan-pesan dari perjuangan
John Conford.
Skema
Semantik
Dibagian penutup teks Huesca, maksud atau pesan
penulis sangat terlihat “Energi bangkit untuk
mengukuhkan sesuatu yang universal dalam hidup
manusia dan ada orang yang siap mati untuk itu meskipun kalah”.
Maksud yang ingin diungkapkan disini adalah
sebuah perjuangan, perlawanan untuk menuntut
kebebasan, memperjuangkan kepentingan umum,
bahkan hingga darah penghabisan.
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Struktur Mikro
Sintaksis
Kalimat yang tersusun membentuk sebuah kesatuan
makna. Kalimat pembuka berupa sebuah pernyataan “Sejak 1948, puisi itu selalu menggetarkan” yang berarti penulis menempatkan
puisi Huesca ini sebagai sentral dari kajian yang
ingin diceritakan dan kemudian penulis memaknai
arti puisi ini dengan menceritakan sejarah
perjuangan atau kisah didalamnya sehingga
pembaca dapat mengetahui makna atau pesan yang
ingin diungkapkan penulis melalui kisah ini.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pemilihan kata dalam teks ini seperti “Dibunuh dan membunuh” menunjukkan sikap ideologi penulis yang memaknai perjuangan khususnya di medan
perang yang berkobar-kobar, misi yang kuat tak
terbantahkan. Selain itu pilihan kata juga menyatu
dengan topik yaitu puisi Huesca yang
dikembangkan dalam sebuah cerita.
Leksikon
Retoris
Grafis yang menonjol adalah bait-bait puisi John Cornford “Hueca” yang berarti penulis ingin menekankan pesan dari puisi ini.
Bahasa metafora seperti “sebuah sajak hidup yang murung, disaat hidup akrab dengan kematian”
kalimat ini berupa sebuah kiasan dari GM untuk
mendeskrpsikan awal kisah John Cornford ketika
menulis sajak ini.
Kemudian kalimat “tapi kemurungan itu bukan segalanya-hanya melintas, mendorong, tak menenggelamkan” yang berarti GM menekankan bahwa sajak berjudul Huesca bukan sekedar sajak
kisah cinta yang lemah melainkan sebuah sajak
Grafis,
Metafora,
yang menguatkan semangat juang walau harus
berkorban bahkan mati sekalipun.
Tabel 5.6
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 11 September 2016
“Tiga Dara”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Film Tiga Dara Topik
Superstruktur
Skematik
Skema dalam teks ini mempunyai alur cerita yang
dimulai dengan gambaran umum dari film Tiga
Dara. Kemudian penulis membandingkan film Tiga
Dara yang diproduksi dua zaman. Yaitu versi 1950
dan 2016. Dalam pertengahan cerita penulis
mengarahkan pembaca untuk melihat perbedaan
tradisi dan nilai-nilai dalam film tersebut. Hingga
pada teks penutup, penulis mengungkapkan
pesan-pesan dalam film tersebut dengan mengaitkannya
pada realita sosial saat ini.
Skema
Struktur Mikro
Semantik
Latar yang digunakan adalah kisah dalam film Tiga
Dara. Praanggapan yang bisa diambil dari teks ini
adalah adanya perbedaan tradisi dan nilai sosial
yang cukup signifikan yang terjadi dalam
perbedaan masa/zaman. Kemudian penulis
bermaksud menggambarkan realitas di Indonesia saat ini “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang. Kehidupan kosmopolitan pemilik hotel di Maumere
itu seperti tak tersentuh kehidupan setempat justru ketika berdekatan” selanjutnya “Kedua pihak berada dikurun waktu yang sama, tapi seakan-akan tidak”. Maksud dari teks ini adalah penulis
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
menggambarkan para birokrat kaya yang memiliki
modal, properti, investasi di suatu tempat/daerah
namun yang terjadi kehidupan sosial semakin
terlihat adanya si kaya dan si miskin. Ketimpangan
dan persaingan sosial semakin terlihat.
Dalam teks penutup “Tapi itulah Indonesia: negeri yang berubah, terkadang mengagumkan, terkadang mencemaskan” kiasan ini berarti penulis begitu prihatin atas kehidupan masyarakat di Indonesia,
ada yang begitu kaya dan menikmati kemewahan
ada juga si miskin yang memprihatinkan.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini saling berhubungan
dengan bentuk kausalitas. Alur teks pembuka
hingga bagian isi menggambarkan kisah dalam film
Tiga dara dan pada penutup, penulis mengarahkan
pembaca untuk mengetahui isi pesan-pesan dari
film tersebut dengan kata lain pembaca
menggunakan film ini sebagai media untuk
mempresentasikan nilai atau ideologi penulis
melalui pesan dalam film.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Leksikonya adalah cerita atau kisah dalam film,
posisi penulis dalam hal ini disamarkan dalam arti
ideologi penulis diwakilkan melalui pesan yang
diceritakan dalam kisah film Tiga Dara. Pilihan
kata seperti “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang”.
Leksikon
Retoris
Ekspresi yang ditekankan dalam teks ini yaitu
kalimat-kalimat yang selalu dimuat dalam tanda kutip seperti “Pantas”, “Tradisi”, “Modernitas”, “Sosialita” dan juga penekanan pada kalimat Tiga Dara dengan cetak miring.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.7
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Lukisan yang Molek Topik
Superstruktur
Skematik
Alur yang dipakai menggunakan alur wacana
percakapan yang dimulai dengan kalimat tanya “Ada apa dengan picasso? atau Sudjojono” dalam pertengahan atau isi teks penulis menjelaskan
perjalanan atau aliran ideologi kedua seniman ini
dalam setiap karya-karya mereka. Kemudian
penulis mengarahkan pembaca untuk melihat
ideologi Sudjono dalam berkarya yaitu melukis
sesuai realitas yaitu pertentangan kelas sosial dan
diakhir teks penulis mengarahkan pembaca untuk
menebak sendiri pesan-pesan dalam teks.
Skema
Struktur Mikro
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah deskripsi
lukisan-lukisan ideologi politik para seniman baik pelukis
barat maupun pelukis di Indonesia. Detil dan
informasi yang ditampilkan dalam teks cukup
banyak dan mewakilkan ideologi penulis.
Menggambarkan realitas kehidupan masyarakat di
Indonesia yaitu terkait kemiskinan, ketimpangan
dan persaingan sosial. Selain itu teks ini juga
menyinggung tentang pembangunan dan
penggusuran yang dilakukan pemerintah dengan memaknai teks “dengan kata lain, Lunacharski
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
juga menghendaki yang “Serba bagus”, tenang dan tertib” selanjutnya kalimat “Dengan kata lain, penampilan tubuh harus sejalan dengan penertiban
manusia: tata harus ditegaskan di atas hidup yang
bergejolak- sesuatu yang juga tersirat dalam estetika “Hindia Molek”. Maksud dari teks ini adalah menyiratkan pembentukan kota dan
pembangunan serta tata cara dalam menata
manusia di dalamnya sehingga dapat terlihat indah nan cantik bak konsep keindahan “Hindia Molek”
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini saling
berhubungan. Kata penghubung seperti dan,
dengan kata lain, sebab, namun, dengan begitu.
Konsep keindahan atau molek versi
masing-masing pelukis dihubungkan dengan pesan yang
ingin disampaikan penulis sehingga membentuk
satu arti yang bisa ditebak oleh pembaca.
Bentuk
kalimat,
koherensi, kata
ganti.
Stilistik
Pemilihan kata yang digunakan penulis kerap
mengutip pernyataan tokoh yang berarti
mendukung pemikiran penulis. Serta penulis
memaknai fakta perubahan dengan kata “guncangan”.
Leksikon
Retoris
Grafis yang teks memperlihatkan sebuah cermin
dan menempatkannya di tengah-tengah teks.
Cermin ini berhubungan dengan judul dan cerita penulis yaitu konsep “Molek”. Selain itu penulis juga kerap menggunakan metafora seperti “tubuh menonjol”, “gunung dan laut biru”, “sawah menguning”, “wajah-wajah ganjil”, “kembang dan perempuan mekar”.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.8
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 25 September 2016 Judul
“Angsa”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Perubahan pembangunan, penataan kota, dan
manusia modernitas.
Topik
Superstruktur
Skematik
Alur dalam teks disusun dengan pernyataan sekaligus pertanyaan “Jakarta punya sejarah yang panjang. Tapi punyakah ia nostalgia?” kalimat ini menggambarkan isi dari tulisan yang hendak
dikemukakan oleh penulis. Melihat isi dan konten,
tulisan ini berjudul Angsa namun umumnya
berbicara tentang pembangunan dan modernitas
kemudian penulis menghubungkannya dengan
seekor “angsa” yang menggambarkan makhluk
yang membutuhkan alam. Dalam teks ini setiap
paragraf saling berhubungan sehingga membentuk
suatu cerita yang utuh dengan makna dan pesan
dari penulis.
Skema
Struktur Mikro
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah kota Jakarta dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.
Penulis juga mendeskripsikan Jakarta dahulu dan
sekarang. Perubahan terjadi, sesuatu yang
bersejarah akan mengalami transformasi dan ini
menjadi sebuah dampak dan yang berharga namun
harus dikorbankan demi suatu perubahan .
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Detil yang ditampilkan penulis juga berupa
pernyataan dan pemikiran dari beberapa tokoh
yang prihatin terhadap kekerasan infrakstruktural.
Praanggapan atau maksud yang bisa disimpulkan
adalah adanya pihak-pihak yang dirugikan dalam
sebuah tranformasi pembangunan. Ini juga
bermaksud sebagai suara yang memihak kepada rakyat kecil dan dampak modernitas. “Seperti alam dan mereka yang dipinggirkan terancam perluasan teknologi dan modal” kalimat ini lebih jauh menjelaskan maksud tersebut.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini dimulai dengan
bentuk deduktif yaitu inti dari teks ditempatkan
pada paragraf pembuka yang menggambarkan
seluruh isi dan cerita yang ingin dikemukakan
penulis. Bentuk kalimat yang ditampilkan juga
menonjol yaitu menggambarkan Jakarta dan hiruk
pikuk di dalamnya, sehingga pembaca dengan
mudah dapat mengerti dan menarik kesimpulan
dari teks yang berjudul angsa ini. Kemudian kata ganti yang digunakan yaitu “kita” yang berarti penulis memposisikan diri serupa dengan posisi
pembaca pada umumnya dan hal ini berupa
representasi dari sikap bersama.
Bentuk
kalimat,
koherensi, kata
ganti.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipilih yaitu merujuk pada
fakta dan realitas sosial khususnya diperkotaan misal kalimat “Di Jakarta, kita tahu, tak mudah lagi kita kluyuran” kalimat ini menunjuk akan
kemacetan ibu kota. Hal ini menggambarkan
ideologi penulis dalam memahami penataan dan
modernisasi. Sikap penulis adalah memikirkan
pihak-pihak yang dirugikan seperti masyarakat
kelas bawah dan juga keberadaan ekologi.
Retoris
Dalam teks penulis mengutip sebuah sajak dari penyair Baudelaire “Paris lama tak lagi disitu (sebuah kota berubah bentuk lebih cepat ketimbang hatiku)” kalimat ini ditonjolkan dalam teks dengan ruang sendiri dan dicetak miring yang
menyatakan inti teks dan sikap dari penulis.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.9
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur
Makro
Tematik
Rakyat, partai politik dan pemerintah Topik
Superstruktur
Skematik
Teks ini dimulai dengan sebuah lead bait-bait puisi
Bertolt Brecht (1953) dan kemudian diikuti deskripsi
sebuah cerita pemberontakan kaum buruh di Berlin
pada 1953 yang menjadi gagasan utama. Paragraf
berikutnya penulis menggambarkan kisah dan
penyebab pemberontakan itu “upah dirasakan tak cukup dan penghasilan timpang”. Pada pertengahan hingga penutup teks, penulis menyusun alur yang
saling berkaitan namun memiliki arti dan kesatuan
makna yaitu rakyat namun pada akhir cerita
keberadaan partai politik menjadi hal yang
menonjol.
Skema
Semantik
Latar dalam teks adalah penggalan puisi Bartolt
Brecht (1953) yang menceritakan pembangkangan
yang dilakukan buruh di Berlin. Detil yang
ditampilkan dalam teks berupa informasi ataupun
fakta-fakta peristiwa pemberontakan buruh dan
gerakan rakyat terhadap pemerintah dalam menuntut
hak-haknya. Maksud atau praanggapan yang bisa disimpulkan dalam teks yang berjudul “Rakyat” adalah sebuah suara kebebasan dalam menuntut
hak-hak rakyat kecil, dan menggambarkan partai sebagai
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Struktur Mikro
sebuah legitimasi politik belaka yang
memperjuangkan kepentingan diri dan bukan
mewakilkan suara rakyat.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini berupa fakta sejarah
dan menjadikannya sebuah cerita dengan
pesan-pesan sesuai ideologi penulis.
Kata ganti yang digunakan seperti “kita” yang berarti penulis menggiring pembaca untuk menyadari
sebuah fakta dengan pengertian yang sama, dan rasa
bersama. Kata ganti berikutnya adalah “mereka”
dalam konten ini yang dimaksud adalah oknum
partai, dan kata ini menunjukkan posisi penulis
sebagai pihak yang lain dan tidak terlibat dalam
partai atau pemerintah melainkan memposisikan diri
dipihak rakyat.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata mengutip pernyataan para tokoh dan
pejuang kebebasan rakyat, misal “Sajak Brecht di
atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak
mungkin ada pemerintah yang memilih rakyat baru. Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap”. Kalimat ini mendukung topik dan maksud yang ingin
dikemukakan penulis.
Leksikon
Retoris
Bagian grafis yang ditonjolkan adalah sajak-sajak
Bertolt Brecht. Selanjutnya bagian grafis mengarah
kepada citra partai dan keberadaan pemerintah saat
ini. Dibagian akhir menggambarkan kondisi sosial politik Indonesia “partai-partai dan parlemen seakan-akan telah membubarkan rakyat dan memilih rakyat yang baru”. kemudian disebutkan lagi rakyat yang baru mereka bentuk; sebagai gema dari jauh”.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.10
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Aura”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Aura seseorang atau pengaruh yang menjadi
kekuatan politik.
Topik
Superstruktur
Skematik
Alur yang digunakan berupa sebuah cerita yang
dimulai dengan pendahuluan, latar belakang, isi,
dan penutup. Dalam kalimat pengantar
menggiring pembaca untuk menyimak sepenggal cerita kerajaan pandawa “ada suatu masa ketika raja dan kesatria menghilang.” Kemudian penulis menghubungkan cerita ini ke dalam cerita politik
seorang pemimpin yang mengasingkan diri namun
memiliki pengaruh politik karena memiliki aura tersendiri “selama itu, namanya semakin termasyur, auranya membubung, dan pengaruh politiknya semakin menyebar”. Setelah penulis menjelaskan arti aura secara harafiah selanjutnya
penulis menghubungkannya ke dalam situasi politik modern “Dalam sejarah politik modern, “dalam pemujaan sosok pribadi” Stalin,, Mao Zedong, Kim II Sung, dan bung Karno, Aura
justru diproduksi lewat bahasa dan gambar, slogan
dan poster yang diulang-ulang mengumandangkan keagungan mereka” melalui kalimat ini, pengertian “Aura” menjadi berkembang ataupun dihubungkan dengan pesan-pesan dan maksud
dari penulis. Kemudian pada penutup, Aura masih
menjadi pembicaraan namun penulis mendekatkan
pengertian ini kepada situasi politik walaupun
dalam teks terdapat cerita yang berbeda namun
penulis tetap konsisten dalam membahas tentang
Aura hingga pada kalimat penutup dan membentuk suatu cerita yang utuh”.
Struktur Mikro
Semantik
Latar peristiwa dimulai dengan cerita seorang
pemimpin dengan “Aura” dan pengaruh yang
dimiliki. Detil informasi yang ditampilkan berupa
fakta-fakta sejarah dunia politik dan para tokoh
pemimpin.
Makna yang ingin ditekankan adalah
menyingggung pemimpin atau tokoh politik yang
memiliki nama karena sebuah pencitraan belaka.
Selain itu menyadarkan pembaca akan kubu-kubu
politik atau kelompok-kelompok yang
mengkotak-kotakan masyarakat sehingga terjadi
radikalisme dan intoleransi.
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi
Sintaksis
Kalimat yang tersusun terbentuk menjadi sebuah
cerita yang utuh dan menggiring pembaca untuk
mengetahui dan menebak sendiri pesan-pesan
yang tersirat dari cerita yang disajikan. Kalimat
dimulai dari umum ke hal-hal yang fokus dan
sempit.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan atas
peristiwa-peristiwa dalam cerita yang dibawa penulis ke dalam teks. Misal, “Aura semacam daya yang bukan fisik yang memancar dari seseorang atau
sebuah benda-terbit karena sifat unik orang atau benda itu”.
Pilihan kata yang dipakai juga berupa
pernyataan-pernyataan yang berusaha menyadarkan pembaca
akan suatu topik yang tengah dibicarakan yaitu
terkait bentuk-bentuk pencitraan dan partai-partai
politik yang tidak mewakili nilai-nilai moral dan
kehidupan sosial yang majemuk.
Retoris
Cerita politik dan tokoh-tokoh pemimpin
ditampilkan dalam teks sebagai sebuah media
refleksi sehingga posisi penulis disamarkan dan
pesan-pesan yang dimaksud kelihatan lebih akurat
dan bisa diterima.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.11
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Mencari kebenaran Topik
Superstruktur
Skematik
Alur dalam teks berupa cerita pendek seorang
dalang yang tengah memainkan cerita Bhima dan
Dewa Ruci. Dimulai dengan kalimat pendahuluan “Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” kalimat ini adalah kutipan dari tokoh dalam cerita. Penulis kemudian menguraikan
sebuah kisah tentang sosok Bhima sang pangeran
pandawa. Selanjutnya penulis memaknai sendiri
kisah-kisah dan pesan yang terdapat dalam cerita
perjalanan pangeran Bhima dalam mencari
kebenaran.
Skema
Struktur Mikro
Semantik
Latar yang dipakai adalah dalang yang bercerita
tentang kisah Bhima dalam mencari kebenaran.
Bagian ini menggambarkan seluruh fokus cerita
penulis dalam menghubungkan kisah tokoh dan
mendekatkannya dengan keberadaan manusia
saat ini. Nilai-nilai atau etika adalah kebenaran
itu, ia bersifat universal dan dipandang sebagai
kebenaran mutlak dalam kehidupan sosial dan
bermasyarakat.
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Sintaksis
Awal kalimat yang digunakan berupa kutipan
langsung dari tokoh dalam cerita “Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” kalimat ini menyiratkan pokok pikiran yang
hendak dikemukakan penulis yaitu keberadaan
manusia dalam mencari kebenaran dan jati diri. Kata ganti yang terdapat dalam teks yaitu “kita”, “kita semua” kalimat ini mempresentasikan diri penulis setara dengan pembaca yang juga menjadi
penikmat dari cerita ini.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pemilihan kata bervariatif ada kalimat langsung
dan tidak langsung. Misal, “warna-warna itu,
menurut Dewa Ruci, merupakan imaji dari energi
apa yang ada dalam diri sendiri-durmaganingtyas, terutama yang negatif, kecuali yang putih”.
Leksikon
Retoris
Bagian teks yang ditonjolkan adalah cerita kisah
Bhima dalam mencari kebenaran dan jati diri,
Kisah ini mendukung pesan-pesan dari penulis.
Grafis,
Metafora,
Tabel 5.12
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Kisah Dylan dan seninya dalam menyuarakan
kebebasan dan ketimpangan sosial
Topik
Superstruktur
Skematik
Skema atau alur dalam teks ini dimulai dengan
perkenalan dengan sosok tokoh yang menjadi fokus
cerita yaitu Bob Dylan. Kemudian isi teks
menguraikan kisah Dylan sebagai peraih nobel
dengan karya-karya seninya yang menyuarakan
kebebasan dan kesetaraan sosial. Kemudian pada
penutup penulis memberikan pesan-pesan sebagai sikap ideologinya “Tapi ada yang tetap datang di dalam dirinya: kepekaan kepada hidup yang dicederai”. Skema cerita dalam teks disusun dengan saling berhubungan dari sebuah kisah tokoh kepada
pesan-pesan suara kebebasan dan usaha
memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.
Skema
Semantik
Detil informasi yang terdapat dalam teks
mendukung maksud dan pesan-pesan penulis.
Sebagaimana sosok Bob Dylan digambarkan
penulis juga memiliki kekaguman terhadap tokoh dalam cerita “saya terpesona akan suaranya yang bergetar, lugu, dengan kesayuan yang tiap kali
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Struktur Mikro
ditingkah patahan dan ironi” dengan begitu, ideologi tokoh dalam cerita mempresentasikan diri
penulis dalam menyuarakan kebebasan, keadilan
sosial dan kebenaran yang berlandasan pada
kepekaan sosial.
Sintaksis
Bentuk kalimat disusun dari deduktif ke induktif
dari gambaran umum sang Tokoh dalam cerita
kemudian mengerucut ke hal-hal yang khusus dan
pesan-pesan dari penulis.
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan dari penulis atas
kisah-kisah dan perjuangan sosok Bob Dylan. Misal, “citra Bob Dylan adalah citra anak muda yang menerobos”.
Leksikon
Retoris
Penekanan pesan dan titik fokus dalam teks adalah
sosok Bob Dylan dengan kisah dan perjuangannya
dalam menyuarakan kebebasan dan kehidupan
sosial yang seimbang tanpa diskriminasi.
Grafis,
Metafora,
2. Analisis Kognisi Sosial
Tabel 5.13
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
Skema Person (Person Schemas)
Goenawan Mohamad adalah seorang wartawan senior. GM juga terlibat dalam
pembentukan dan penggagas surat kabar
Harian Kami, majalah ekspres dan
seorang aktivis pada masa orde baru. Saat ini aktif menulis di rubrik catatan
pinggir majalah Tempo. “Rivera” adalah salah satu teks yang i
a tulis pada 14
Agustus 2016.
Skema Diri (Self Schemas)
GM menulis naskah ini pada rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo untuk
edisi 14 Agustus 2016. Sebagai penulis tetap di rubrik ini, sudah menjadi
kewajiban bagi GM untuk memilih topik dan bahan referensi dalam setiap
tulisannya. Pemilihan judul “Rivera” adalah kewenangan dari GM tanpa arahan
dari redaksi. Judul dan gaya penulisan sudah menjadi ciri khasnya. Dengan
gaya j
urnalisme sastrawi, teks “Rivera” ini disuarakan oleh penulis sebagai
pembentuk kesadaran publik akan pentingnya keadilan dan kebebasan setiap
individu dalam sebuah negara. Dalam hal ini GM memilih berada dalam posisi
seorang aktivis yang menyerukan hak dan kebebasan setiap individu.
Skema Peran (Role Schemas)
Pemikiran GM dalam menyuarakan kebebasan dan keadilan tidak berhenti pada
saat orde baru, namun hingga hari ini kebebasan dan keadilan masih menjadi
fokus utamanya dan sangat berpengaruh dalam setiap teks yang ia tulis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Teks “Rivera” diproduksi berdasarkan ideologi seorang GM yaitu menyuarakan
keadilan dan kebebasan. Skema peristiwa dalam teks ini juga berhubungan
dengan kondisi politik tanah air khususnya dalam keanggotaan partai politik.
Dalam pandangannya GM mencoba meyakinkan orang yang terlibat di
dalamnya untuk terus memiliki sikap dan pendirian tetap dalam menjalankan
visi dan misi dalam pelayanan masyrakat. Isu yang berhubungan dengan teks ini
seperti penegakkan hukum bagi pengedar narkoba dan kembali diangkatnya Sri
Mulyani sebagai menteri keuangan serta harapan masyarakat dan pemerintah
yang disandangkan padanya.
Tabel 5.14
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang penulis yang telah lama berkecimpung di dunia jurnalistik
tentu GM memiliki banyak pengalaman dan memori ingatan yang beragam
terkait setiap peristiwa yang terjadi. Dalam teks ini GM banyak bercerita
tentang identitas khususnya yang melekat
pada “batik” yang erat hubungannya
dengan identitas bangsa Indonesia. Namun sekali lagi GM memaknai peristiwa
ini sebagai sebuah peringatan untuk lepas dari kebekuan identitas yang artinya
adalah perlunya setiap individu berpikir dan berlaku bebas namun
bertanggungjawab dalam tindakannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Skema diri penulis dalam teks ini diposisikan sebagaimana layaknya seorang
pengamat politik yang mengarahkan pembaca untuk berhati-hati akan berbagai
kebekuan dan kebiasaan hidup yang tidak proaktif. Sikap penulis juga
digambarkan sebagai seorang aktivis yang terus menyuarakan semangat juang
dan pembebasan.
Skema Peran (Role Schemas)
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Tabel 5.15.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang dikenal sebagai aktivis melawan kekuasaan orde baru juga seorang
Islam, ia terus menyuarakan Indonesia yang terbuka dan damai. “Fobia” salah
satu judul tulisannya di rubrik Cacatan Pinggir yang berbicara tentang
menyebarnya “Islamfobia” atau anti Islam. Isi dari teks ini menggambarkan
ideologi seorang GM dalam memandang isu dan peristiwa “Islamfobia”.
Skema Diri (Self Schemas)
Sebagai seorang pemikir idealis, GM tidak berangkat dari salah satu sudut
pandang tertentu atau kepercayaan tertentu. Ia menyajikan data atau fakta-fakta
awal munculnya isu SARA atau penyebab suatu perang yang
mengatasnamakan agama lewat cerita sejarah yang pernah terjadi. Melalui
cerita sejarah tersebut GM kemudian bercerita bahwa pada dasarnya Islam
adalah sebuah keyakinan yang baik dan telah disalah artikan sekelompok orang.
Skema Peran (Role Schemas)
Sebagai pendiri dan penulis aktif di majalah Tempo, GM memiliki tanggung
jawab yang besar dalam perannya sebagai penuntun khalayak dalam berpikir
terbuka. Majalah Tempo memiliki citra sebagai media informasi yang berbasis
jurnalis investigasi, sastra dan netral. Oleh karena itu GM berusaha netral dan
mengambil peran sebagai seorang pemikir yang idealis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Sebagaimana telah diuraikan dalam teksnya bahwa menyebarnya “Islamfobia”
5.16.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang jurnalis juga kritikus sastra, GM juga berlatarbelakang sebagai
aktivis revolusi dan melawan sebuah kebungkaman. Dalam mengisi setiap
rubrik Catatan Pinggir sudah menjadi ciri khas seorang GM ketika mengangkat
cerita-cerita sejarah ke dalam sebuah tulisannya sebagai bentuk presentasi diri
dan ideologinya dalam menggugah semangat khalayak.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam tulisannya berjudul “Huesca” GM menguraikan kalimat
-kalimat retorika
tentang sebuah perlawanan dan perjuangan.
Angleatau sudut pandang peristiwa
ini bertolak dari keprihatinan GM saat melihat banyaknya golongan yang
membungkam orang lain. Hal ini menjadi perhatiannya dan berusaha
menyadarkan khalayak pentingnya keberanian dalam melawan dan hidup bebas.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM kemerdekaan tanpa keadilan tidak ada gunanya begitu sebaliknya.
Dalam pandangannya kedua hal ini harus saling berjalan beriringan. Maka,
kesadaran masyarakat dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah keadilan dan
kebebasan itu.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Tabel 5.17.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 11 September 2016 Judul
“Tiga Dara”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai penulis tetap di rubrik Catatan Pinggir majalah Tempo, GM berusaha
keras untuk selalu berpikir dan mencari bahan tulisan untuk menjadi sebuah
teks dengan ciri khasnya dan memiliki pesan-pesan yang disesuaikan dengan
isu-
isu disekitar yang tengah diperbincangkan. Tulisan “Tiga Dara”
diangkatnya karena GM juga menyukai karya-karya seni seperti teater, film,
dsb.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil
angledan sudut pandang peristiwa “Tiga Dara” karena Ia
melihat adanya nilai-nilai kehidupan sosial dari kedua film itu. kehidupan atau
realita sosial yang nyata terjadi di masa kini.
Skema Peran (Role Schemas)
Kehidupan GM dan kecintaannya pada seni dan sastra menjadikan dia sebagai
seorang jurnalis sastra. Oleh karena itu tulisannya di rubrik Catatan Pinggir
disajikan sebagai sebuah karya sastra, berupa cerita pendek namun memiliki
maksud dan pesan-pesan ideologi.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Tabel 5.18.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis teks “Molek” untuk mengisi rubrik Catatan Pinggir 18 September
2016. Judul dan cerita dari teks dimunculkan semata-mata sebagai sebuah
bagian dari perenungannya tentang kisah sejarah. GM sekali lagi sebagai
seorang pecinta karya seni dan sastra.
Skema Diri (Self Schemas)
GM berusaha menjaga ciri khas teks yang disajikan kepada pembaca khususnya
di rubrik catatan pinggir.
Angleyang ditonjolkan dalam tulisan “Molek” ini
berangkat dari peristiwa dan isu di Indonesia pada tahun 2016. Dari segi
kemanusiaanlah GM mengangkat judul dan isi dari teks ini.
Skema Peran (Role Schemas)
Tempo dan GM adalah media dan jurnalis yang telah memiliki nama dan
karakter dalam menulis dan memproduksi setiap berita dan informasinya. Oleh
karena itu, perannya ini yang tetap dipertahankan sebagai media yang
menjembatani peristiwa yang berlangsung dan bagaimana seharusnya khalayak
berpikir tentang itu. GM tentu memiliki pandangan sendiri dalam menanggapi
isu dan peristiwa ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa seperti penggusuran pemukiman dan perebutan hak-hak rakyat kecil,
bagi GM ini adalah ketimpangan sosial masa kini dan hal ini sangat ia tentang.
Misal kebijakan pemerintah terkait penataan kota atau realokasi pemukiman
warga.
Tabel 5.19.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 26 September 2016 Judul
“Angsa”
Skema Person (Person Schemas)
26 September ini, GM harus kembali berpikir keras untuk menentukan bahan
tulisannya dan ia menemukan isu yang menonjol dibulan ini seperti reklamasi
dan penataan kota. GM juga mengagumi Chiril Anwar seorang penyair legenda
Indonesia. Maka dalam tulisannyapun kerap mengutip tulisan Chairil sebagai
bahan refleksi pemikirannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Mengagumi sastra, menjadi seorang sastrawan hingga menjadi jurnalis dan
kritikus sastra itulah yang tergambarkan dalam diri GM. Dalam berbagai tulisan
yang tercetak ia bertolak dari pemikiran yang kritis dengan gaya bahasa
sastranya. Maka tulisan “Angsa” adalah satu d
ari sekian judul tulisannya di
Catatan Pinggir yang berisi sebuah suara kritikan terhadap pemerintah dan
birokrat dalam hal pembangunan.
Skema Peran (Role Schemas)
Judul “Angsa” diangkatnya sebagai sebuah refleksi yang menggambarkan
kehidupan ibu kota. Tempo dan GM dikenal sebagai media dan jurnalis yang
berciri khas sastra maka dalam setiap berita yang ditampilkan erat kaitannya
dengan sebuah kritikan yang menentang ketidakadilan dan penindasan. GM
dalam hal ini cukup mewakilkan visi dan misi media yang menaunginya.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
dan reklamasi yang dilakukan memang ada baiknya, namun bagi GM setiap
tindakan yang merugikan rakyat itu tidak adil.
Tabel 5.20
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai alumni aktivis gebrakan orde baru, GM terus menyuarakan keadilan
bagi rakyat. Ini terus tergambarkan pada ideologinya tentang konsep negara dan
rakyat yang idealis.
Skema Diri (Self Schemas)
Posisi penulis dalam teks ini ia gambarkan sebagai seorang jurnalis yang
berada dipihak rakyat. Menurut GM saat ini legitimasi politik sungguh
memprihatinkan. Ada banyak kekacauan di tengah masyarakat karena
oknum-oknum politik yang mengatasnamakan rakyat. Misalnya suara partai dan
parlemen yang pada dasarnya memperjuangkan kepentingan sendiri dan
memperkaya diri.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM semestinya pelayanan yang dilakukan oleh partai dan parlemen hanya
semata-mata untuk kebaikan rakyat. Negarapun demikian, setiap progam
semestinya hanya untuk memajukan rakyat dan demi kebaikan bersama.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Ada banyak isu-isu panas dalam periode ini. Seperti kasus korupsi ketua DPD
Irman Gusman, reklamasi Jakarta, koalisi CAGUB DKI dan sebagainya, ikut
mempengaruhi kognisi penulis untuk mengangkat judul “Rakyat”. Tulisan yang
Tabel 5.21.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 9 Oktober 2016 Judul
“Aura”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang dikenal sebagai penganut paham liberal dan terbuka, juga
mempelajari tentang berbagai aliran kepercayaan ataupun golongan. GM
mengecam setiap golongan apapun yang intoleran dalam berbangsa dan
bernegara.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil
anglecerita ini dari cerita sejarah seperti cerita pangeran
pandawa hingga sejarah politik di Ekuador. GM mengemas peristiwa ini
menjadi sebuah cerita utuh. Judul Aura dan isinya lebih mendekati sebuah
kritikan kepada para pelaku politik. Ini sebagai bentuk kritikan GM untuk para
ognum yang mengatasnamakan agama untuk permainan politik.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM sendiri, tidak ada yang berhak membungkam orang lain, merasa benar
sendiri dan orang lain harus mengakuinya. Selalu ada perbedaan dan
kepercayaan yang lain. Namun intinya adalah toleransi, selain itu GM melihat
adanya pencitraan-pencitraan politik dikalangan para petinggi negara ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Tabel 5.22.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis “Bhima” untuk majalah Tempo edisi 16 Oktober 2016. Sama
seperti sebelumnya GM mengangkat cerita legenda. Dalam kepercayaan Hindu
terdapat cerita legenda tentang Bhima. GM merupakan seorang penganut paham
terbuka yang juga belajar dan mengagumi cerita legenda yang dikisahkan.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam menulis teks ini, GM mengambil
angleatau sudut pandang peristiwa
dari kisah dan nilai-nilai moral tokoh dalam cerita.
Skema Peran (Role Schemas)
GM tidak berangkat dari benar atau tidak suatu kepercayaan dan keyakinan.
Melainkan moral dan efeknya bagi dunia. Ini adalah bagian dari ideologi GM.
Oleh karena itu salah satu peran media Tempo adalah menyeimbangkan dan
meredakan fenomena-fenomena sosial yang mengancam.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Tabel 5.23.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
Skema Person (Person Schemas)
Kognisi penulis dalam mengangkat judul “Dylan” sangat kentara
terlihat. GM
adalah kritikus dan aktivis sama seperti salah satu tokoh yang ia kagumi yaitu
Bob Dylan.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil
angleatau sudut peritiwa dari kisah seorang Bob Dylan. Dylan
merupakan seorang seniman dan kritikus. Dari sisi perjuangan dan nilai-nilai
dari seorang Dylan untuk menyerukan keadilan sosial inilah, GM menulis
dengan bahasa jurnalis sastrawi.
Skema Peran (Role Schemas)
Sebagai media yang menyuarakan keadilan dalam kehidupan bersama GM
masih konsisten untuk memperjuangkan nilai-nilai ini. Bagi GM masyarakat
harus menerobos melawan kebungkaman dan memperjuangkan keadilan
bersama.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Melihat fenomena politik yang berusaha mencerai beraikan lapisan masyarakat
adalah sebuah ancaman bagi kedaulatan NKRI. GM melawan ini, keadilan dan
kemerdekaan adalah sebuah paket yang harus berjalan beriringan. Inilah yang
terus disuarakan oleh GM. Isu besar yang berhubungan saat ditulisnya teks ini
adalah kebijakan-kebijakan baru dan sikap Gubernur GKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama yang meminta Raperda reklamasi segera disahkan.
3. Analisis Konteks Sosial
Pada konteks ini akan dilihat kekuasaan dan pengaruh akses yang dimiliki
oleh komunikator dan bagaimana wacana dikonstruksikan dalam masyarakat.
a.
Praktik Kekuasaan
Goenawan Mohamad adalah salah satu penggagas berdirinya majalah
Tempo. Kiprahnya di dunia media dan jurnalistik kini membawanya sebagai
seorang yang berpengaruh dan mendominasi dalam setiap pemikirannya dalam
menggiring opini khalayak.
Wacana yang hendak disampaikan GM dalam setiap teksnya di rubrik
Catatan Pinggir majalah Tempo adalah menghendaki kebebasan dan keadilan
setiap individu. Penekanan pada nilai keberanian untuk hidup bebas dan merdeka
adalah sebuah pesan-pesan yang masih disuarakan oleh GM. Melihat masih
adanya ketimpangan sosial dan para oknum yang membungkam orang lain adalah
alasan utama teks-teks ini diproduksi.
Melalui rubrik Catatan Pinggir, majalah Tempo dan GM mendapatkan
dominasi untuk melakukan kontrol wacana publik dan juga sebagai sarana
legitimasi kekuasaan. Ideologi GM dalam memandang dan menyikapi sebuah
peristiwa, juga mewakili ideologi media yaitu majalah Tempo.
Di sini unsur hubungan penulis dan media merupakan sebuah bentuk
kekuasaan yang mutlak.
b.
Akses Atas Media
GM tentu memiliki hak akses yang besar atas media khususnya melalui
majalah Tempo. Di sini pengaruh itu diproduksi. Mengarahkan bagaimana
seharusnya khalayak berpikir dan bersikap. Ini adalah sebuah kekuatan yang
dimiliki GM dalam mengarahkan opini publik.
“Rubrik Catatan Pinggir sebenarnya “lepas” dari redaksi Tempo.
Tema dan sikapnya tidak diterumuskan dalam redaksi ataudiserahkan sepenuhnya kepada penulis yaitu Goenawan
Mohamad”.
2Dari sini tergambarkan bagaimana seorang GM mendapat hak akses yang
cukup besar atas media. Selain itu, pemikirannya juga bertujuan menyadarkan
publik atau masyarakat bahwa saat ini Indonesia tidak dalam keadaan baik dan
belum mencapai kemerdekaan yang seharusnya.
Ada banyak ancaman yang menghancurkan NKRI yaitu oknum-oknum yang
membungkam orang lain terutama yang mengatasnaman agama dan para birokrat
yang menindas masyarakat kecil.
---
2) Hasil wawancara dengan Agung Sedayu pada Selasa, 21 Maret 2017 pkl 15:03 WIB