• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Ideologi Goenawan Mohamad dalam Rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo: Analisis Wacana Kritis “Catatan Pinggir” Majalah Tempo Edisi AgustusOktober 2016 T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Ideologi Goenawan Mohamad dalam Rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo: Analisis Wacana Kritis “Catatan Pinggir” Majalah Tempo Edisi AgustusOktober 2016 T1 BAB V"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan teknik analisisnya yaitu analisis wacana kritis model Teun A.

Van Dijk, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga dimensi analisis yaitu teks,

kognisi sosial dan konteks sosial.

Sementara itu van Dijk juga menyebutkan bahwa untuk mengetahui praktik

sosial yang terjadi melalui wacana dalam teks maka perlu diketahui lebih dahulu

bahwa tindakan menulis atau berbicara yang dilakukan oleh seseorang, memiliki

tujuan tertentu. Eriyanto (2001:8) menyebutkan bahwa:

“Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,

apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga,

beraksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu

yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang

diluar kend

ali atau diekspresikan di luar kesadaran”.

Dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi wacana yang dipakai

untuk menegaskan suatu tema tertentu, struktur teks tersebut terdiri dari struktur

makro, superstruktur, struktur mikro.

Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang

melibatkan kognisi individu dari wartawan atau penulis teks. Level analisis

kognisi sosial ada empat skema atau model yang dapat digambarkan yaitu : skema

person

, skema diri, skema peran dan skema peristiwa. Aspek ketiga yaitu konteks

sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat.

(Eriyanto, 2001: 224).

(2)

Tabel 5.1.

Skema/Struktur Analisis

Struktur

Rumusan Penelitian

Teks

Menganalisis bagaimana strategi yang

dipakai

untuk

menggambarkan

seseorang atau peristiwa tertentu.

Bagaimana strategi

tekstual

yang

dipakai.

Bagaimana representasi ideologi

Goenawan mohamad dalam rubrik

Catatan Pinggir majalah Tempo

edisi Agustus-Oktober 2016?

Kognisi Sosial

Menganalisis

bagaimana

kognisi

penulis dalam memahami peristiwa

tertentu

Bagaimana wacana ideologi yang

berkembang dalam rubrik Catatan

Pinggir

edisi

Agustus-Oktober

2016?

Analisis Sosial

Menganalisis bagaimana wacana yang

berkembang dalam masyarakat. Proses

produksi dan reproduksi seseorang atau

peristiwa digambarkan.

1.

Dimensi Teks

(3)

Tabel 5.2

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul

“Rivera”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur

Makro

Tematik

Gambaran lukisan Diego Rivera “Semua Seni adalah propaganda”

Topik

Superstruktur

Skematik

Skema atau alur teks diawali dengan deskripsi

sebuah lukisan milik Diego Rivera yaitu seorang

perempuan berdiri dengan baju kurung warna Ros, berselendang dan memegang seikat kembang”. Selanjutnya ada pernyataan menyebutkan bahwa “kembang itu bisa berarti beban yang dipertalikan ke badannya, beban yang berlebihan, bisa juga

berarti sesuatu yang indah tapi harus

diperdagangkan atau mungkin berarti menyiratkan

apa yang menggugah hati dalam kerja bersama”. Kemudian mengutip kalimat Rivera “ Semua seni adalah Propaganda” dan lagi menambahkan kalimatnya sendiri “seni mengandung propaganda,

tapi bukan propaganda yang mengulangi represi lama atau menghasilkan represi baru”.

Pada alur berikutnya dijelaskan perjalanan Rivera

dan perlawanannya menentang nilai-nilai kapitalis

melalui karya-karya seninya. Kemudian ada kalimat “ Partai politik bukanlah panglima”. Pada penutup menceritakan lagi sosok Rivera dan

(4)

Piccaso seorang komunis “seninya tak pernah bersedia mengikuti formula, tak pernah patuh pada apapun”

Struktur

Mikro

Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam teks berjudul “Rivera” adalah sebuah suara kebebasan, bahwa seorang seniman harus memiliki nilai-nilai yang

bebas tanpa tunduk pada apapun yang berujung

curang, tanpa terikat pada golongan apapun.

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

Nominalisasi

Struktur

Mikro

Sintaksis

Pemakaian kalimat disusun secara deduktif dari

yang umum ke khusus atau mengerucut. Kemudian

penulis juga kerap menggunakan premis atau

kutipan orang lain sebagai bentuk kata ganti seperti “Ia agaknya terusik cemooh kalangan kiri New York karena ia, seorang seniman komunis”. Bentuk kalimat ini bertujuan untuk menjelaskan kepada

pembaca alasan seorang Rivera ketika menolak

sebuah tawaran jutawan Amerika dan penulis

menggambarkan bagaimana sosok Rivera ini tetap

dalam pendiriannya sebagai seorang liberal dan hal

ini juga mewakili pemikiran penulis.

Bentuk

kalimat,

koherensi, kata

ganti.

Stilistik

Pilihan kata yang digunakan dalam teks ini

menunjukkan realitas sosial dan menyiratkan

pentingnya sebuah kebebasan berekspresi dan

berpikir. Dari segi ideologi pilihan kata yang

digunakan menyatakan sebuah gebrakan kebebasan

dan melepaskan apapun yang mengikat. Leksikon dalam teks seperti kata “kebekuan” kalimat ini merujuk pada istilah kaku, terkekang, tidak

produktif dan berlawanan dengan kata bebas.

(5)

Retoris

Bagian yang dianggap penting ditonjolkan dalam

teks dengan premis pendukung, yang disebutkan

oleh penulis untuk memperkuat pesan utama,

didukung dengan sebuah gambar lukisan

perempuan yang memanggul kembang, dengan

tata letak tepat di tengah-tengah teks dan

memberikan pemaknaan atas gambar tersebut.

Grafis

metafora

ekspresi

Tabel 5.3

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 21 Agustus 2016 Judul

“Batik”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur

Makro

Tematik

Batik sebagai identitas bangsa Indonesia “Indonesia adalah Batik”

Topik

Superstruktur

Skematik

Alur dalam teks dimulai dengan uraian penggunaan

batik yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang

dipamerkan dalam berbagai kompetisi mancanegara. Kemudian dengan sebuah pernyataan “Indonesia” adalah batik, kemudian dengan kalimat berikutnya

Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi

penanda. Berikutnya “Penanda” itu lama-lama

mengeras, membeku, memberati. Di pertengahan teks

disebutkan lagi “Bersama itu, apa yang disebut

(6)

“Identitas” Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi. Dalam kalimat berikutnya diikuti dengan

kalimat-kalimat pendukung yang menjelaskan kekakuan

karena sebuah identitas. GM mengutip cerita Kartini yang menulis “Aku yakin orang tidak akan memberikan seperempat perhatian mereka kepada

kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan kebaya, melainkan gaun”. Kemudian penulis memaknai kalimat tersebut “ada nada sarkasis yang

halus pada kalimat itu. Ada kepedihan merasakan ditatap dalam jerat “Identitas”. Ada rasa geli yang getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang keras, beku, dan memberati”. Selanjutnya ada kalimat yang mendukung pernyataan ini “Kemudian

meledak revolusi 1945. Dalam kebudayaan,

semangat revolusi itu ditandai semangat

menghancurkan penanda-penanda yang membeku.

Mereka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi “Jati diri”. Teks ini ditutup dengan kalimat “Chairil Anwar dan teman-temannya disebut sebagai

angkatan 45...dengan itulah generasi Chairil

memerdekakan kita: menerjang kebekuan”

Semantik

Latar dari teks ini diawali dengan pemaknaan batik

yang bukan sekedar hiasan pemanis tapi telah menjadi identitas. Dari kata “Identitas” ini kemudian komunikator mengartikannya sebagai sebuah penanda dalam arti “Kaku, tidak bebas, beku”

Makna atau maksud dari teks Caping berjudul “Batik” adalah menyerukan kebebasan bisa berupa kebebasan berpikir, kebebasan bertindak.

Praanggapan yang bisa diambil adalah, bebas dari

kebiasaan, tradisi yang kaku dan mengikat,

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(7)

Struktur Mikro

kebiasaan-kebiasaan lama dan kemudian sebaiknya

harus memiliki keberanian juang untuk bergerak dan

merdeka dari hal-hal yang tidak menjadikan

seseorang berkembang.

Sintaksis

Bentuk kalimat yang digunakan penulis adalah dari

uraian dan gambaran umum kemudian mengerucut ke

pengertian dan makna dari awal kalimat. Sehingga

saling berhubungan dan menjadi sebuah cerita yang

utuh. Penulis juga menggunakan kata ganti “mereka”

yang menunjukkan ada pihak lain yang tersisihkan dan menjadi korban dari kata “identitas”. Kemudian ada juga kata “kita” yang menunjukkan kebersamaan/ merasakan hal yang sama.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pilihan kata atau leksikon yang digunakan dalam teks ini seperti “mengeras”, “membeku”, “memberati” dalam konteks ini kalimat tersebut merupakan kata

lain dari kekakuan dan mengikat.

Leksikon

Retoris

Metafora yang digunakan seperti “Mengeras, membeku, memberati” kata sifat dengan maksud lain sebuah kekakuan yang mengikat, penulis juga kerap

mengulangi kata “Osifikasi” dalam konteks ini

proses pembentukan diri atas stereotipe identitas.

Dalam kalimat penutup penulis memuji sosok tokoh

revolusi Chairil Anwar dengan menyebutnya sebagai

pembebas yang memerdekakan.

Grafis,

Metafora,

(8)

Tabel 5.4

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul

“Fobia”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Menyebarnya Islamfobia Topik

Superstruktur

Skematik

Alur dalam teks ini dimulai dengan sebuah

pendahuluan, dan latar belakang masalah yang menjelaskan sejarah menyebarnya “Islamfobia” atau ketakutan terhadap Islam/anti Islam yang

menyebar di negara-negara barat. Kemudian dalam

kalimat penutup ada premis yang dikutip dari sang

tokoh dunia yang memuji Islam.

Skema

Struktur Mikro

Semantik

Uraian latar masalah menyebarnya Islamfobia

menerangkan bahwa selama ini yang terjadi adalah

banyak kaum perusuh seperti teroris hanya

mengatasnamakan Islam atau hanya berlabel Islam.

Padahal Islam disebutkan adalah sebuah ajaran

yang baik, sebuah kesatuan.

Jadi, orang-orang yang anti Islam sama halnya

dengan teroris yang tidak paham ajaran yang benar.

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

Nominalisasi

Sintaksis

Koherensi yang digunakan penulis yaitu

menghubungkan beberapa peristiwa yang terjadi,

kejadian di negara barat yang anarkis terhadap

Islam dan kemudian dihubungkan dengan sejarah

Bentuk

kalimat,

koherensi,

(9)

Struktur Mikro

peristiwa konflik agama di Timur Tengah sehingga

fakta dalam cerita saling berhubungan. Kata ganti yang terdapat seperti “Ia yang menganggap Islam “wabah”, sama dengan kaum Islamis yang kini menganggap diri sebagai wakil Islam yang sah”. Kata “ia” dalam kalimat ini menunjukkan orang lain atau siapa saja yang terlibat.

Stilistik

Pemilihan kata yang dipakai disajikan dalam uraian

peristiwa fakta, secara ideologis pilihan kata yang

digunakan dalam teks ini meluruskan paham yang

salah terhadap label Islam yang dianggap teroris,

dan menyatakan untuk saling toleran. Bentuk

leksikon yang terdapat dalam teks seperti “Islamfobia” yang berarti anti Islam atau rasa takut terhadap kaum Islam. Kemudian kata “dikotomi”

kata ini merupakan sebuah istilah dari segi teologis

yang merujuk pada tubuh dan jiwa.

Leksikon

Retoris

Kalimat yang dianggap penting oleh penulis kerap ditegaskan dalam tanda kutip “Islamfobia”, “Fobia”, “Komunistofobia”, “Xenofobia”, “Saracen”, “dari Timur”, dsb.

Grafis,

Metafora,

(10)

Tabel 5.5

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 4 September 2016 Judul

“Huesca”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Sajak Huesca oleh John Cornford Topik

Superstruktur

Skematik

Alur dalam teks ini diawali dengan kalimat

pernyataan “Sejak 1948, puisi itu selalu menggetarkan” pernyataan ini juga berarti menjelaskan secara keseluruhan puisi dengan judul “Huesca” yang begitu terkenal. Penyusunan alur dalam teks ini dimulai dengan penggalan puisi yang

ditulis John Cornford dan kemudian penulis

menguraikan cerita peristiwa yang melatar

belakangi arti puisi Huesca ini. Dalam teks penutup

penulis memberikan pesan-pesan dari perjuangan

John Conford.

Skema

Semantik

Dibagian penutup teks Huesca, maksud atau pesan

penulis sangat terlihat “Energi bangkit untuk

mengukuhkan sesuatu yang universal dalam hidup

manusia dan ada orang yang siap mati untuk itu meskipun kalah”.

Maksud yang ingin diungkapkan disini adalah

sebuah perjuangan, perlawanan untuk menuntut

kebebasan, memperjuangkan kepentingan umum,

bahkan hingga darah penghabisan.

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(11)

Struktur Mikro

Sintaksis

Kalimat yang tersusun membentuk sebuah kesatuan

makna. Kalimat pembuka berupa sebuah pernyataan “Sejak 1948, puisi itu selalu menggetarkan” yang berarti penulis menempatkan

puisi Huesca ini sebagai sentral dari kajian yang

ingin diceritakan dan kemudian penulis memaknai

arti puisi ini dengan menceritakan sejarah

perjuangan atau kisah didalamnya sehingga

pembaca dapat mengetahui makna atau pesan yang

ingin diungkapkan penulis melalui kisah ini.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pemilihan kata dalam teks ini seperti “Dibunuh dan membunuh” menunjukkan sikap ideologi penulis yang memaknai perjuangan khususnya di medan

perang yang berkobar-kobar, misi yang kuat tak

terbantahkan. Selain itu pilihan kata juga menyatu

dengan topik yaitu puisi Huesca yang

dikembangkan dalam sebuah cerita.

Leksikon

Retoris

Grafis yang menonjol adalah bait-bait puisi John Cornford “Hueca” yang berarti penulis ingin menekankan pesan dari puisi ini.

Bahasa metafora seperti “sebuah sajak hidup yang murung, disaat hidup akrab dengan kematian”

kalimat ini berupa sebuah kiasan dari GM untuk

mendeskrpsikan awal kisah John Cornford ketika

menulis sajak ini.

Kemudian kalimat “tapi kemurungan itu bukan segalanya-hanya melintas, mendorong, tak menenggelamkan” yang berarti GM menekankan bahwa sajak berjudul Huesca bukan sekedar sajak

kisah cinta yang lemah melainkan sebuah sajak

Grafis,

Metafora,

(12)

yang menguatkan semangat juang walau harus

berkorban bahkan mati sekalipun.

(13)

Tabel 5.6

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 11 September 2016

“Tiga Dara”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Film Tiga Dara Topik

Superstruktur

Skematik

Skema dalam teks ini mempunyai alur cerita yang

dimulai dengan gambaran umum dari film Tiga

Dara. Kemudian penulis membandingkan film Tiga

Dara yang diproduksi dua zaman. Yaitu versi 1950

dan 2016. Dalam pertengahan cerita penulis

mengarahkan pembaca untuk melihat perbedaan

tradisi dan nilai-nilai dalam film tersebut. Hingga

pada teks penutup, penulis mengungkapkan

pesan-pesan dalam film tersebut dengan mengaitkannya

pada realita sosial saat ini.

Skema

Struktur Mikro

Semantik

Latar yang digunakan adalah kisah dalam film Tiga

Dara. Praanggapan yang bisa diambil dari teks ini

adalah adanya perbedaan tradisi dan nilai sosial

yang cukup signifikan yang terjadi dalam

perbedaan masa/zaman. Kemudian penulis

bermaksud menggambarkan realitas di Indonesia saat ini “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang. Kehidupan kosmopolitan pemilik hotel di Maumere

itu seperti tak tersentuh kehidupan setempat justru ketika berdekatan” selanjutnya “Kedua pihak berada dikurun waktu yang sama, tapi seakan-akan tidak”. Maksud dari teks ini adalah penulis

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(14)

menggambarkan para birokrat kaya yang memiliki

modal, properti, investasi di suatu tempat/daerah

namun yang terjadi kehidupan sosial semakin

terlihat adanya si kaya dan si miskin. Ketimpangan

dan persaingan sosial semakin terlihat.

Dalam teks penutup “Tapi itulah Indonesia: negeri yang berubah, terkadang mengagumkan, terkadang mencemaskan” kiasan ini berarti penulis begitu prihatin atas kehidupan masyarakat di Indonesia,

ada yang begitu kaya dan menikmati kemewahan

ada juga si miskin yang memprihatinkan.

Sintaksis

Bentuk kalimat dalam teks ini saling berhubungan

dengan bentuk kausalitas. Alur teks pembuka

hingga bagian isi menggambarkan kisah dalam film

Tiga dara dan pada penutup, penulis mengarahkan

pembaca untuk mengetahui isi pesan-pesan dari

film tersebut dengan kata lain pembaca

menggunakan film ini sebagai media untuk

mempresentasikan nilai atau ideologi penulis

melalui pesan dalam film.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Leksikonya adalah cerita atau kisah dalam film,

posisi penulis dalam hal ini disamarkan dalam arti

ideologi penulis diwakilkan melalui pesan yang

diceritakan dalam kisah film Tiga Dara. Pilihan

kata seperti “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang”.

Leksikon

Retoris

Ekspresi yang ditekankan dalam teks ini yaitu

kalimat-kalimat yang selalu dimuat dalam tanda kutip seperti “Pantas”, “Tradisi”, “Modernitas”, “Sosialita” dan juga penekanan pada kalimat Tiga Dara dengan cetak miring.

Grafis,

Metafora,

(15)

Tabel 5.7

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 18 September 2016 Judul

“Molek”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Lukisan yang Molek Topik

Superstruktur

Skematik

Alur yang dipakai menggunakan alur wacana

percakapan yang dimulai dengan kalimat tanya “Ada apa dengan picasso? atau Sudjojono” dalam pertengahan atau isi teks penulis menjelaskan

perjalanan atau aliran ideologi kedua seniman ini

dalam setiap karya-karya mereka. Kemudian

penulis mengarahkan pembaca untuk melihat

ideologi Sudjono dalam berkarya yaitu melukis

sesuai realitas yaitu pertentangan kelas sosial dan

diakhir teks penulis mengarahkan pembaca untuk

menebak sendiri pesan-pesan dalam teks.

Skema

Struktur Mikro

Semantik

Latar dalam cerita ini adalah deskripsi

lukisan-lukisan ideologi politik para seniman baik pelukis

barat maupun pelukis di Indonesia. Detil dan

informasi yang ditampilkan dalam teks cukup

banyak dan mewakilkan ideologi penulis.

Menggambarkan realitas kehidupan masyarakat di

Indonesia yaitu terkait kemiskinan, ketimpangan

dan persaingan sosial. Selain itu teks ini juga

menyinggung tentang pembangunan dan

penggusuran yang dilakukan pemerintah dengan memaknai teks “dengan kata lain, Lunacharski

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(16)

juga menghendaki yang “Serba bagus”, tenang dan tertib” selanjutnya kalimat “Dengan kata lain, penampilan tubuh harus sejalan dengan penertiban

manusia: tata harus ditegaskan di atas hidup yang

bergejolak- sesuatu yang juga tersirat dalam estetika “Hindia Molek”. Maksud dari teks ini adalah menyiratkan pembentukan kota dan

pembangunan serta tata cara dalam menata

manusia di dalamnya sehingga dapat terlihat indah nan cantik bak konsep keindahan “Hindia Molek”

Sintaksis

Bentuk kalimat dalam teks ini saling

berhubungan. Kata penghubung seperti dan,

dengan kata lain, sebab, namun, dengan begitu.

Konsep keindahan atau molek versi

masing-masing pelukis dihubungkan dengan pesan yang

ingin disampaikan penulis sehingga membentuk

satu arti yang bisa ditebak oleh pembaca.

Bentuk

kalimat,

koherensi, kata

ganti.

Stilistik

Pemilihan kata yang digunakan penulis kerap

mengutip pernyataan tokoh yang berarti

mendukung pemikiran penulis. Serta penulis

memaknai fakta perubahan dengan kata “guncangan”.

Leksikon

Retoris

Grafis yang teks memperlihatkan sebuah cermin

dan menempatkannya di tengah-tengah teks.

Cermin ini berhubungan dengan judul dan cerita penulis yaitu konsep “Molek”. Selain itu penulis juga kerap menggunakan metafora seperti “tubuh menonjol”, “gunung dan laut biru”, “sawah menguning”, “wajah-wajah ganjil”, “kembang dan perempuan mekar”.

Grafis,

Metafora,

(17)

Tabel 5.8

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 25 September 2016 Judul

“Angsa”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Perubahan pembangunan, penataan kota, dan

manusia modernitas.

Topik

Superstruktur

Skematik

Alur dalam teks disusun dengan pernyataan sekaligus pertanyaan “Jakarta punya sejarah yang panjang. Tapi punyakah ia nostalgia?” kalimat ini menggambarkan isi dari tulisan yang hendak

dikemukakan oleh penulis. Melihat isi dan konten,

tulisan ini berjudul Angsa namun umumnya

berbicara tentang pembangunan dan modernitas

kemudian penulis menghubungkannya dengan

seekor “angsa” yang menggambarkan makhluk

yang membutuhkan alam. Dalam teks ini setiap

paragraf saling berhubungan sehingga membentuk

suatu cerita yang utuh dengan makna dan pesan

dari penulis.

Skema

Struktur Mikro

Semantik

Latar dalam cerita ini adalah kota Jakarta dengan

perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.

Penulis juga mendeskripsikan Jakarta dahulu dan

sekarang. Perubahan terjadi, sesuatu yang

bersejarah akan mengalami transformasi dan ini

menjadi sebuah dampak dan yang berharga namun

harus dikorbankan demi suatu perubahan .

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(18)

Detil yang ditampilkan penulis juga berupa

pernyataan dan pemikiran dari beberapa tokoh

yang prihatin terhadap kekerasan infrakstruktural.

Praanggapan atau maksud yang bisa disimpulkan

adalah adanya pihak-pihak yang dirugikan dalam

sebuah tranformasi pembangunan. Ini juga

bermaksud sebagai suara yang memihak kepada rakyat kecil dan dampak modernitas. “Seperti alam dan mereka yang dipinggirkan terancam perluasan teknologi dan modal” kalimat ini lebih jauh menjelaskan maksud tersebut.

Sintaksis

Bentuk kalimat dalam teks ini dimulai dengan

bentuk deduktif yaitu inti dari teks ditempatkan

pada paragraf pembuka yang menggambarkan

seluruh isi dan cerita yang ingin dikemukakan

penulis. Bentuk kalimat yang ditampilkan juga

menonjol yaitu menggambarkan Jakarta dan hiruk

pikuk di dalamnya, sehingga pembaca dengan

mudah dapat mengerti dan menarik kesimpulan

dari teks yang berjudul angsa ini. Kemudian kata ganti yang digunakan yaitu “kita” yang berarti penulis memposisikan diri serupa dengan posisi

pembaca pada umumnya dan hal ini berupa

representasi dari sikap bersama.

Bentuk

kalimat,

koherensi, kata

ganti.

Stilistik

Pemilihan kata yang dipilih yaitu merujuk pada

fakta dan realitas sosial khususnya diperkotaan misal kalimat “Di Jakarta, kita tahu, tak mudah lagi kita kluyuran” kalimat ini menunjuk akan

kemacetan ibu kota. Hal ini menggambarkan

(19)

ideologi penulis dalam memahami penataan dan

modernisasi. Sikap penulis adalah memikirkan

pihak-pihak yang dirugikan seperti masyarakat

kelas bawah dan juga keberadaan ekologi.

Retoris

Dalam teks penulis mengutip sebuah sajak dari penyair Baudelaire “Paris lama tak lagi disitu (sebuah kota berubah bentuk lebih cepat ketimbang hatiku)” kalimat ini ditonjolkan dalam teks dengan ruang sendiri dan dicetak miring yang

menyatakan inti teks dan sikap dari penulis.

Grafis,

Metafora,

(20)

Tabel 5.9

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul

“Rakyat”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur

Makro

Tematik

Rakyat, partai politik dan pemerintah Topik

Superstruktur

Skematik

Teks ini dimulai dengan sebuah lead bait-bait puisi

Bertolt Brecht (1953) dan kemudian diikuti deskripsi

sebuah cerita pemberontakan kaum buruh di Berlin

pada 1953 yang menjadi gagasan utama. Paragraf

berikutnya penulis menggambarkan kisah dan

penyebab pemberontakan itu “upah dirasakan tak cukup dan penghasilan timpang”. Pada pertengahan hingga penutup teks, penulis menyusun alur yang

saling berkaitan namun memiliki arti dan kesatuan

makna yaitu rakyat namun pada akhir cerita

keberadaan partai politik menjadi hal yang

menonjol.

Skema

Semantik

Latar dalam teks adalah penggalan puisi Bartolt

Brecht (1953) yang menceritakan pembangkangan

yang dilakukan buruh di Berlin. Detil yang

ditampilkan dalam teks berupa informasi ataupun

fakta-fakta peristiwa pemberontakan buruh dan

gerakan rakyat terhadap pemerintah dalam menuntut

hak-haknya. Maksud atau praanggapan yang bisa disimpulkan dalam teks yang berjudul “Rakyat” adalah sebuah suara kebebasan dalam menuntut

hak-hak rakyat kecil, dan menggambarkan partai sebagai

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(21)

Struktur Mikro

sebuah legitimasi politik belaka yang

memperjuangkan kepentingan diri dan bukan

mewakilkan suara rakyat.

Sintaksis

Bentuk kalimat dalam teks ini berupa fakta sejarah

dan menjadikannya sebuah cerita dengan

pesan-pesan sesuai ideologi penulis.

Kata ganti yang digunakan seperti “kita” yang berarti penulis menggiring pembaca untuk menyadari

sebuah fakta dengan pengertian yang sama, dan rasa

bersama. Kata ganti berikutnya adalah “mereka”

dalam konten ini yang dimaksud adalah oknum

partai, dan kata ini menunjukkan posisi penulis

sebagai pihak yang lain dan tidak terlibat dalam

partai atau pemerintah melainkan memposisikan diri

dipihak rakyat.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pilihan kata mengutip pernyataan para tokoh dan

pejuang kebebasan rakyat, misal “Sajak Brecht di

atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak

mungkin ada pemerintah yang memilih rakyat baru. Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap”. Kalimat ini mendukung topik dan maksud yang ingin

dikemukakan penulis.

Leksikon

Retoris

Bagian grafis yang ditonjolkan adalah sajak-sajak

Bertolt Brecht. Selanjutnya bagian grafis mengarah

kepada citra partai dan keberadaan pemerintah saat

ini. Dibagian akhir menggambarkan kondisi sosial politik Indonesia “partai-partai dan parlemen seakan-akan telah membubarkan rakyat dan memilih rakyat yang baru”. kemudian disebutkan lagi rakyat yang baru mereka bentuk; sebagai gema dari jauh”.

Grafis,

Metafora,

(22)

Tabel 5.10

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul

“Aura”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Aura seseorang atau pengaruh yang menjadi

kekuatan politik.

Topik

Superstruktur

Skematik

Alur yang digunakan berupa sebuah cerita yang

dimulai dengan pendahuluan, latar belakang, isi,

dan penutup. Dalam kalimat pengantar

menggiring pembaca untuk menyimak sepenggal cerita kerajaan pandawa “ada suatu masa ketika raja dan kesatria menghilang.” Kemudian penulis menghubungkan cerita ini ke dalam cerita politik

seorang pemimpin yang mengasingkan diri namun

memiliki pengaruh politik karena memiliki aura tersendiri “selama itu, namanya semakin termasyur, auranya membubung, dan pengaruh politiknya semakin menyebar”. Setelah penulis menjelaskan arti aura secara harafiah selanjutnya

penulis menghubungkannya ke dalam situasi politik modern “Dalam sejarah politik modern, “dalam pemujaan sosok pribadi” Stalin,, Mao Zedong, Kim II Sung, dan bung Karno, Aura

justru diproduksi lewat bahasa dan gambar, slogan

dan poster yang diulang-ulang mengumandangkan keagungan mereka” melalui kalimat ini, pengertian “Aura” menjadi berkembang ataupun dihubungkan dengan pesan-pesan dan maksud

(23)

dari penulis. Kemudian pada penutup, Aura masih

menjadi pembicaraan namun penulis mendekatkan

pengertian ini kepada situasi politik walaupun

dalam teks terdapat cerita yang berbeda namun

penulis tetap konsisten dalam membahas tentang

Aura hingga pada kalimat penutup dan membentuk suatu cerita yang utuh”.

Struktur Mikro

Semantik

Latar peristiwa dimulai dengan cerita seorang

pemimpin dengan “Aura” dan pengaruh yang

dimiliki. Detil informasi yang ditampilkan berupa

fakta-fakta sejarah dunia politik dan para tokoh

pemimpin.

Makna yang ingin ditekankan adalah

menyingggung pemimpin atau tokoh politik yang

memiliki nama karena sebuah pencitraan belaka.

Selain itu menyadarkan pembaca akan kubu-kubu

politik atau kelompok-kelompok yang

mengkotak-kotakan masyarakat sehingga terjadi

radikalisme dan intoleransi.

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

Nominalisasi

Sintaksis

Kalimat yang tersusun terbentuk menjadi sebuah

cerita yang utuh dan menggiring pembaca untuk

mengetahui dan menebak sendiri pesan-pesan

yang tersirat dari cerita yang disajikan. Kalimat

dimulai dari umum ke hal-hal yang fokus dan

sempit.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pilihan kata berupa pemaknaan atas

peristiwa-peristiwa dalam cerita yang dibawa penulis ke dalam teks. Misal, “Aura semacam daya yang bukan fisik yang memancar dari seseorang atau

(24)

sebuah benda-terbit karena sifat unik orang atau benda itu”.

Pilihan kata yang dipakai juga berupa

pernyataan-pernyataan yang berusaha menyadarkan pembaca

akan suatu topik yang tengah dibicarakan yaitu

terkait bentuk-bentuk pencitraan dan partai-partai

politik yang tidak mewakili nilai-nilai moral dan

kehidupan sosial yang majemuk.

Retoris

Cerita politik dan tokoh-tokoh pemimpin

ditampilkan dalam teks sebagai sebuah media

refleksi sehingga posisi penulis disamarkan dan

pesan-pesan yang dimaksud kelihatan lebih akurat

dan bisa diterima.

Grafis,

Metafora,

(25)

Tabel 5.11

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 16 Oktober 2016 Judul

“Bhima”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Mencari kebenaran Topik

Superstruktur

Skematik

Alur dalam teks berupa cerita pendek seorang

dalang yang tengah memainkan cerita Bhima dan

Dewa Ruci. Dimulai dengan kalimat pendahuluan “Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” kalimat ini adalah kutipan dari tokoh dalam cerita. Penulis kemudian menguraikan

sebuah kisah tentang sosok Bhima sang pangeran

pandawa. Selanjutnya penulis memaknai sendiri

kisah-kisah dan pesan yang terdapat dalam cerita

perjalanan pangeran Bhima dalam mencari

kebenaran.

Skema

Struktur Mikro

Semantik

Latar yang dipakai adalah dalang yang bercerita

tentang kisah Bhima dalam mencari kebenaran.

Bagian ini menggambarkan seluruh fokus cerita

penulis dalam menghubungkan kisah tokoh dan

mendekatkannya dengan keberadaan manusia

saat ini. Nilai-nilai atau etika adalah kebenaran

itu, ia bersifat universal dan dipandang sebagai

kebenaran mutlak dalam kehidupan sosial dan

bermasyarakat.

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(26)

Sintaksis

Awal kalimat yang digunakan berupa kutipan

langsung dari tokoh dalam cerita “Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” kalimat ini menyiratkan pokok pikiran yang

hendak dikemukakan penulis yaitu keberadaan

manusia dalam mencari kebenaran dan jati diri. Kata ganti yang terdapat dalam teks yaitu “kita”, “kita semua” kalimat ini mempresentasikan diri penulis setara dengan pembaca yang juga menjadi

penikmat dari cerita ini.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pemilihan kata bervariatif ada kalimat langsung

dan tidak langsung. Misal, “warna-warna itu,

menurut Dewa Ruci, merupakan imaji dari energi

apa yang ada dalam diri sendiri-durmaganingtyas, terutama yang negatif, kecuali yang putih”.

Leksikon

Retoris

Bagian teks yang ditonjolkan adalah cerita kisah

Bhima dalam mencari kebenaran dan jati diri,

Kisah ini mendukung pesan-pesan dari penulis.

Grafis,

Metafora,

(27)

Tabel 5.12

Analisis Teks

Catatan Pinggir Majalah Tempo 23 Oktober 2016 Judul

“Dylan”

STRUKTUR

WACANA

HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro

Tematik

Kisah Dylan dan seninya dalam menyuarakan

kebebasan dan ketimpangan sosial

Topik

Superstruktur

Skematik

Skema atau alur dalam teks ini dimulai dengan

perkenalan dengan sosok tokoh yang menjadi fokus

cerita yaitu Bob Dylan. Kemudian isi teks

menguraikan kisah Dylan sebagai peraih nobel

dengan karya-karya seninya yang menyuarakan

kebebasan dan kesetaraan sosial. Kemudian pada

penutup penulis memberikan pesan-pesan sebagai sikap ideologinya “Tapi ada yang tetap datang di dalam dirinya: kepekaan kepada hidup yang dicederai”. Skema cerita dalam teks disusun dengan saling berhubungan dari sebuah kisah tokoh kepada

pesan-pesan suara kebebasan dan usaha

memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.

Skema

Semantik

Detil informasi yang terdapat dalam teks

mendukung maksud dan pesan-pesan penulis.

Sebagaimana sosok Bob Dylan digambarkan

penulis juga memiliki kekaguman terhadap tokoh dalam cerita “saya terpesona akan suaranya yang bergetar, lugu, dengan kesayuan yang tiap kali

Latar, Detil,

Maksud,

Praanggapan,

(28)

Struktur Mikro

ditingkah patahan dan ironi” dengan begitu, ideologi tokoh dalam cerita mempresentasikan diri

penulis dalam menyuarakan kebebasan, keadilan

sosial dan kebenaran yang berlandasan pada

kepekaan sosial.

Sintaksis

Bentuk kalimat disusun dari deduktif ke induktif

dari gambaran umum sang Tokoh dalam cerita

kemudian mengerucut ke hal-hal yang khusus dan

pesan-pesan dari penulis.

Bentuk

kalimat,

koherensi,

kata ganti.

Stilistik

Pilihan kata berupa pemaknaan dari penulis atas

kisah-kisah dan perjuangan sosok Bob Dylan. Misal, “citra Bob Dylan adalah citra anak muda yang menerobos”.

Leksikon

Retoris

Penekanan pesan dan titik fokus dalam teks adalah

sosok Bob Dylan dengan kisah dan perjuangannya

dalam menyuarakan kebebasan dan kehidupan

sosial yang seimbang tanpa diskriminasi.

Grafis,

Metafora,

(29)

2. Analisis Kognisi Sosial

Tabel 5.13

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul

“Rivera”

Skema Person (Person Schemas)

Goenawan Mohamad adalah seorang wartawan senior. GM juga terlibat dalam

pembentukan dan penggagas surat kabar

Harian Kami

, majalah ekspres dan

seorang aktivis pada masa orde baru. Saat ini aktif menulis di rubrik catatan

pinggir majalah Tempo. “Rivera” adalah salah satu teks yang i

a tulis pada 14

Agustus 2016.

Skema Diri (Self Schemas)

GM menulis naskah ini pada rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo untuk

edisi 14 Agustus 2016. Sebagai penulis tetap di rubrik ini, sudah menjadi

kewajiban bagi GM untuk memilih topik dan bahan referensi dalam setiap

tulisannya. Pemilihan judul “Rivera” adalah kewenangan dari GM tanpa arahan

dari redaksi. Judul dan gaya penulisan sudah menjadi ciri khasnya. Dengan

gaya j

urnalisme sastrawi, teks “Rivera” ini disuarakan oleh penulis sebagai

pembentuk kesadaran publik akan pentingnya keadilan dan kebebasan setiap

individu dalam sebuah negara. Dalam hal ini GM memilih berada dalam posisi

seorang aktivis yang menyerukan hak dan kebebasan setiap individu.

Skema Peran (Role Schemas)

Pemikiran GM dalam menyuarakan kebebasan dan keadilan tidak berhenti pada

saat orde baru, namun hingga hari ini kebebasan dan keadilan masih menjadi

fokus utamanya dan sangat berpengaruh dalam setiap teks yang ia tulis.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

Teks “Rivera” diproduksi berdasarkan ideologi seorang GM yaitu menyuarakan

(30)

keadilan dan kebebasan. Skema peristiwa dalam teks ini juga berhubungan

dengan kondisi politik tanah air khususnya dalam keanggotaan partai politik.

Dalam pandangannya GM mencoba meyakinkan orang yang terlibat di

dalamnya untuk terus memiliki sikap dan pendirian tetap dalam menjalankan

visi dan misi dalam pelayanan masyrakat. Isu yang berhubungan dengan teks ini

seperti penegakkan hukum bagi pengedar narkoba dan kembali diangkatnya Sri

Mulyani sebagai menteri keuangan serta harapan masyarakat dan pemerintah

yang disandangkan padanya.

(31)

Tabel 5.14

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 21 Agustus 2016 Judul

“Batik”

Skema Person (Person Schemas)

Sebagai seorang penulis yang telah lama berkecimpung di dunia jurnalistik

tentu GM memiliki banyak pengalaman dan memori ingatan yang beragam

terkait setiap peristiwa yang terjadi. Dalam teks ini GM banyak bercerita

tentang identitas khususnya yang melekat

pada “batik” yang erat hubungannya

dengan identitas bangsa Indonesia. Namun sekali lagi GM memaknai peristiwa

ini sebagai sebuah peringatan untuk lepas dari kebekuan identitas yang artinya

adalah perlunya setiap individu berpikir dan berlaku bebas namun

bertanggungjawab dalam tindakannya.

Skema Diri (Self Schemas)

Skema diri penulis dalam teks ini diposisikan sebagaimana layaknya seorang

pengamat politik yang mengarahkan pembaca untuk berhati-hati akan berbagai

kebekuan dan kebiasaan hidup yang tidak proaktif. Sikap penulis juga

digambarkan sebagai seorang aktivis yang terus menyuarakan semangat juang

dan pembebasan.

Skema Peran (Role Schemas)

(32)

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(33)

Tabel 5.15.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul

“Fobia”

Skema Person (Person Schemas)

GM yang dikenal sebagai aktivis melawan kekuasaan orde baru juga seorang

Islam, ia terus menyuarakan Indonesia yang terbuka dan damai. “Fobia” salah

satu judul tulisannya di rubrik Cacatan Pinggir yang berbicara tentang

menyebarnya “Islamfobia” atau anti Islam. Isi dari teks ini menggambarkan

ideologi seorang GM dalam memandang isu dan peristiwa “Islamfobia”.

Skema Diri (Self Schemas)

Sebagai seorang pemikir idealis, GM tidak berangkat dari salah satu sudut

pandang tertentu atau kepercayaan tertentu. Ia menyajikan data atau fakta-fakta

awal munculnya isu SARA atau penyebab suatu perang yang

mengatasnamakan agama lewat cerita sejarah yang pernah terjadi. Melalui

cerita sejarah tersebut GM kemudian bercerita bahwa pada dasarnya Islam

adalah sebuah keyakinan yang baik dan telah disalah artikan sekelompok orang.

Skema Peran (Role Schemas)

Sebagai pendiri dan penulis aktif di majalah Tempo, GM memiliki tanggung

jawab yang besar dalam perannya sebagai penuntun khalayak dalam berpikir

terbuka. Majalah Tempo memiliki citra sebagai media informasi yang berbasis

jurnalis investigasi, sastra dan netral. Oleh karena itu GM berusaha netral dan

mengambil peran sebagai seorang pemikir yang idealis.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

Sebagaimana telah diuraikan dalam teksnya bahwa menyebarnya “Islamfobia”

(34)

5.16.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 4 September 2016 Judul

“Huesca”

Skema Person (Person Schemas)

Sebagai seorang jurnalis juga kritikus sastra, GM juga berlatarbelakang sebagai

aktivis revolusi dan melawan sebuah kebungkaman. Dalam mengisi setiap

rubrik Catatan Pinggir sudah menjadi ciri khas seorang GM ketika mengangkat

cerita-cerita sejarah ke dalam sebuah tulisannya sebagai bentuk presentasi diri

dan ideologinya dalam menggugah semangat khalayak.

Skema Diri (Self Schemas)

Dalam tulisannya berjudul “Huesca” GM menguraikan kalimat

-kalimat retorika

tentang sebuah perlawanan dan perjuangan.

Angle

atau sudut pandang peristiwa

ini bertolak dari keprihatinan GM saat melihat banyaknya golongan yang

membungkam orang lain. Hal ini menjadi perhatiannya dan berusaha

menyadarkan khalayak pentingnya keberanian dalam melawan dan hidup bebas.

Skema Peran (Role Schemas)

Bagi GM kemerdekaan tanpa keadilan tidak ada gunanya begitu sebaliknya.

Dalam pandangannya kedua hal ini harus saling berjalan beriringan. Maka,

kesadaran masyarakat dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah keadilan dan

kebebasan itu.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(35)

Tabel 5.17.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 11 September 2016 Judul

“Tiga Dara”

Skema Person (Person Schemas)

Sebagai penulis tetap di rubrik Catatan Pinggir majalah Tempo, GM berusaha

keras untuk selalu berpikir dan mencari bahan tulisan untuk menjadi sebuah

teks dengan ciri khasnya dan memiliki pesan-pesan yang disesuaikan dengan

isu-

isu disekitar yang tengah diperbincangkan. Tulisan “Tiga Dara”

diangkatnya karena GM juga menyukai karya-karya seni seperti teater, film,

dsb.

Skema Diri (Self Schemas)

GM mengambil

angle

dan sudut pandang peristiwa “Tiga Dara” karena Ia

melihat adanya nilai-nilai kehidupan sosial dari kedua film itu. kehidupan atau

realita sosial yang nyata terjadi di masa kini.

Skema Peran (Role Schemas)

Kehidupan GM dan kecintaannya pada seni dan sastra menjadikan dia sebagai

seorang jurnalis sastra. Oleh karena itu tulisannya di rubrik Catatan Pinggir

disajikan sebagai sebuah karya sastra, berupa cerita pendek namun memiliki

maksud dan pesan-pesan ideologi.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(36)

Tabel 5.18.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 18 September 2016 Judul

“Molek”

Skema Person (Person Schemas)

GM menulis teks “Molek” untuk mengisi rubrik Catatan Pinggir 18 September

2016. Judul dan cerita dari teks dimunculkan semata-mata sebagai sebuah

bagian dari perenungannya tentang kisah sejarah. GM sekali lagi sebagai

seorang pecinta karya seni dan sastra.

Skema Diri (Self Schemas)

GM berusaha menjaga ciri khas teks yang disajikan kepada pembaca khususnya

di rubrik catatan pinggir.

Angle

yang ditonjolkan dalam tulisan “Molek” ini

berangkat dari peristiwa dan isu di Indonesia pada tahun 2016. Dari segi

kemanusiaanlah GM mengangkat judul dan isi dari teks ini.

Skema Peran (Role Schemas)

Tempo dan GM adalah media dan jurnalis yang telah memiliki nama dan

karakter dalam menulis dan memproduksi setiap berita dan informasinya. Oleh

karena itu, perannya ini yang tetap dipertahankan sebagai media yang

menjembatani peristiwa yang berlangsung dan bagaimana seharusnya khalayak

berpikir tentang itu. GM tentu memiliki pandangan sendiri dalam menanggapi

isu dan peristiwa ini.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

Peristiwa seperti penggusuran pemukiman dan perebutan hak-hak rakyat kecil,

bagi GM ini adalah ketimpangan sosial masa kini dan hal ini sangat ia tentang.

Misal kebijakan pemerintah terkait penataan kota atau realokasi pemukiman

warga.

(37)

Tabel 5.19.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 26 September 2016 Judul

“Angsa”

Skema Person (Person Schemas)

26 September ini, GM harus kembali berpikir keras untuk menentukan bahan

tulisannya dan ia menemukan isu yang menonjol dibulan ini seperti reklamasi

dan penataan kota. GM juga mengagumi Chiril Anwar seorang penyair legenda

Indonesia. Maka dalam tulisannyapun kerap mengutip tulisan Chairil sebagai

bahan refleksi pemikirannya.

Skema Diri (Self Schemas)

Mengagumi sastra, menjadi seorang sastrawan hingga menjadi jurnalis dan

kritikus sastra itulah yang tergambarkan dalam diri GM. Dalam berbagai tulisan

yang tercetak ia bertolak dari pemikiran yang kritis dengan gaya bahasa

sastranya. Maka tulisan “Angsa” adalah satu d

ari sekian judul tulisannya di

Catatan Pinggir yang berisi sebuah suara kritikan terhadap pemerintah dan

birokrat dalam hal pembangunan.

Skema Peran (Role Schemas)

Judul “Angsa” diangkatnya sebagai sebuah refleksi yang menggambarkan

kehidupan ibu kota. Tempo dan GM dikenal sebagai media dan jurnalis yang

berciri khas sastra maka dalam setiap berita yang ditampilkan erat kaitannya

dengan sebuah kritikan yang menentang ketidakadilan dan penindasan. GM

dalam hal ini cukup mewakilkan visi dan misi media yang menaunginya.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(38)

dan reklamasi yang dilakukan memang ada baiknya, namun bagi GM setiap

tindakan yang merugikan rakyat itu tidak adil.

Tabel 5.20

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 2 Oktober 2016 Judul

“Rakyat”

Skema Person (Person Schemas)

Sebagai alumni aktivis gebrakan orde baru, GM terus menyuarakan keadilan

bagi rakyat. Ini terus tergambarkan pada ideologinya tentang konsep negara dan

rakyat yang idealis.

Skema Diri (Self Schemas)

Posisi penulis dalam teks ini ia gambarkan sebagai seorang jurnalis yang

berada dipihak rakyat. Menurut GM saat ini legitimasi politik sungguh

memprihatinkan. Ada banyak kekacauan di tengah masyarakat karena

oknum-oknum politik yang mengatasnamakan rakyat. Misalnya suara partai dan

parlemen yang pada dasarnya memperjuangkan kepentingan sendiri dan

memperkaya diri.

Skema Peran (Role Schemas)

Bagi GM semestinya pelayanan yang dilakukan oleh partai dan parlemen hanya

semata-mata untuk kebaikan rakyat. Negarapun demikian, setiap progam

semestinya hanya untuk memajukan rakyat dan demi kebaikan bersama.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

Ada banyak isu-isu panas dalam periode ini. Seperti kasus korupsi ketua DPD

Irman Gusman, reklamasi Jakarta, koalisi CAGUB DKI dan sebagainya, ikut

mempengaruhi kognisi penulis untuk mengangkat judul “Rakyat”. Tulisan yang

(39)

Tabel 5.21.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 9 Oktober 2016 Judul

“Aura”

Skema Person (Person Schemas)

GM yang dikenal sebagai penganut paham liberal dan terbuka, juga

mempelajari tentang berbagai aliran kepercayaan ataupun golongan. GM

mengecam setiap golongan apapun yang intoleran dalam berbangsa dan

bernegara.

Skema Diri (Self Schemas)

GM mengambil

angle

cerita ini dari cerita sejarah seperti cerita pangeran

pandawa hingga sejarah politik di Ekuador. GM mengemas peristiwa ini

menjadi sebuah cerita utuh. Judul Aura dan isinya lebih mendekati sebuah

kritikan kepada para pelaku politik. Ini sebagai bentuk kritikan GM untuk para

ognum yang mengatasnamakan agama untuk permainan politik.

Skema Peran (Role Schemas)

Bagi GM sendiri, tidak ada yang berhak membungkam orang lain, merasa benar

sendiri dan orang lain harus mengakuinya. Selalu ada perbedaan dan

kepercayaan yang lain. Namun intinya adalah toleransi, selain itu GM melihat

adanya pencitraan-pencitraan politik dikalangan para petinggi negara ini.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(40)

Tabel 5.22.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 16 Oktober 2016 Judul

“Bhima”

Skema Person (Person Schemas)

GM menulis “Bhima” untuk majalah Tempo edisi 16 Oktober 2016. Sama

seperti sebelumnya GM mengangkat cerita legenda. Dalam kepercayaan Hindu

terdapat cerita legenda tentang Bhima. GM merupakan seorang penganut paham

terbuka yang juga belajar dan mengagumi cerita legenda yang dikisahkan.

Skema Diri (Self Schemas)

Dalam menulis teks ini, GM mengambil

angle

atau sudut pandang peristiwa

dari kisah dan nilai-nilai moral tokoh dalam cerita.

Skema Peran (Role Schemas)

GM tidak berangkat dari benar atau tidak suatu kepercayaan dan keyakinan.

Melainkan moral dan efeknya bagi dunia. Ini adalah bagian dari ideologi GM.

Oleh karena itu salah satu peran media Tempo adalah menyeimbangkan dan

meredakan fenomena-fenomena sosial yang mengancam.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

(41)

Tabel 5.23.

Analisis Kognisi Sosial

Catatan Pinggir Tempo 23 Oktober 2016 Judul

“Dylan”

Skema Person (Person Schemas)

Kognisi penulis dalam mengangkat judul “Dylan” sangat kentara

terlihat. GM

adalah kritikus dan aktivis sama seperti salah satu tokoh yang ia kagumi yaitu

Bob Dylan.

Skema Diri (Self Schemas)

GM mengambil

angle

atau sudut peritiwa dari kisah seorang Bob Dylan. Dylan

merupakan seorang seniman dan kritikus. Dari sisi perjuangan dan nilai-nilai

dari seorang Dylan untuk menyerukan keadilan sosial inilah, GM menulis

dengan bahasa jurnalis sastrawi.

Skema Peran (Role Schemas)

Sebagai media yang menyuarakan keadilan dalam kehidupan bersama GM

masih konsisten untuk memperjuangkan nilai-nilai ini. Bagi GM masyarakat

harus menerobos melawan kebungkaman dan memperjuangkan keadilan

bersama.

Skema Peristiwa (Event Schemas)

Melihat fenomena politik yang berusaha mencerai beraikan lapisan masyarakat

adalah sebuah ancaman bagi kedaulatan NKRI. GM melawan ini, keadilan dan

kemerdekaan adalah sebuah paket yang harus berjalan beriringan. Inilah yang

terus disuarakan oleh GM. Isu besar yang berhubungan saat ditulisnya teks ini

adalah kebijakan-kebijakan baru dan sikap Gubernur GKI Jakarta Basuki

Tjahaja Purnama yang meminta Raperda reklamasi segera disahkan.

(42)

3. Analisis Konteks Sosial

Pada konteks ini akan dilihat kekuasaan dan pengaruh akses yang dimiliki

oleh komunikator dan bagaimana wacana dikonstruksikan dalam masyarakat.

a.

Praktik Kekuasaan

Goenawan Mohamad adalah salah satu penggagas berdirinya majalah

Tempo. Kiprahnya di dunia media dan jurnalistik kini membawanya sebagai

seorang yang berpengaruh dan mendominasi dalam setiap pemikirannya dalam

menggiring opini khalayak.

Wacana yang hendak disampaikan GM dalam setiap teksnya di rubrik

Catatan Pinggir majalah Tempo adalah menghendaki kebebasan dan keadilan

setiap individu. Penekanan pada nilai keberanian untuk hidup bebas dan merdeka

adalah sebuah pesan-pesan yang masih disuarakan oleh GM. Melihat masih

adanya ketimpangan sosial dan para oknum yang membungkam orang lain adalah

alasan utama teks-teks ini diproduksi.

Melalui rubrik Catatan Pinggir, majalah Tempo dan GM mendapatkan

dominasi untuk melakukan kontrol wacana publik dan juga sebagai sarana

legitimasi kekuasaan. Ideologi GM dalam memandang dan menyikapi sebuah

peristiwa, juga mewakili ideologi media yaitu majalah Tempo.

Di sini unsur hubungan penulis dan media merupakan sebuah bentuk

kekuasaan yang mutlak.

b.

Akses Atas Media

GM tentu memiliki hak akses yang besar atas media khususnya melalui

majalah Tempo. Di sini pengaruh itu diproduksi. Mengarahkan bagaimana

seharusnya khalayak berpikir dan bersikap. Ini adalah sebuah kekuatan yang

dimiliki GM dalam mengarahkan opini publik.

(43)

“Rubrik Catatan Pinggir sebenarnya “lepas” dari redaksi Tempo.

Tema dan sikapnya tidak diterumuskan dalam redaksi atau

diserahkan sepenuhnya kepada penulis yaitu Goenawan

Mohamad”.

2

Dari sini tergambarkan bagaimana seorang GM mendapat hak akses yang

cukup besar atas media. Selain itu, pemikirannya juga bertujuan menyadarkan

publik atau masyarakat bahwa saat ini Indonesia tidak dalam keadaan baik dan

belum mencapai kemerdekaan yang seharusnya.

Ada banyak ancaman yang menghancurkan NKRI yaitu oknum-oknum yang

membungkam orang lain terutama yang mengatasnaman agama dan para birokrat

yang menindas masyarakat kecil.

---

2) Hasil wawancara dengan Agung Sedayu pada Selasa, 21 Maret 2017 pkl 15:03 WIB

Gambar

Tabel 5.1.
gambar lukisan
Tabel 5.4
Tabel 5.5
+7

Referensi