BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang
tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu
penopang hidup bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah
ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum
sangatlah sedikit. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah
berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya
populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Disamping
bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu
penyebab berkurangnya sumber air bersih. Abrasi pantai menyebabkan rembesan
air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air bersih
yang ada di bawah permukaan tanah. Pembuangan sampah yang sembarang di
sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk
digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di
Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan
organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare. Berkaitan dengan krisis air ini, diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan
tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air). Ramalan itu dilansir
World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation
Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu
menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak yang mengenaskan.
Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga
akan mengakibatkan bencana kelaparan. (WWAP dan UNESCO. World Water
Summit Journal. 2013)
Desalinasi adalah proses pengurangan kadar garam pada air laut, air
payau, atau air limbah. Proses desalinasi biasanya digunakan untuk mengolah air
laut menjadi air bebas mineral yang dapat dikonsumsi oleh manusia (Retno,
2001). Bagian dari air murni terbentuk dalam aliran produk, garam yang terlarut
down. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan kandungan garam terlarut kurang dari 500 mg/l, yang dapat digunakan untuk keperluan
domestik, industri, dan pertanian (Majari Magazine, 2011).
Energi terbarukan yang digunakan oleh proses desalinasi umumnya berupa
energi surya, angin, dan geothermal. Diantara ketiganya, 57% sistem desalinasi
disuplai dengan tenaga surya sebagai energi terbarukan (Eltawil dkk, 2009). Bahkan Negara yang kaya akan bahan bakar fosil seperti Timur Tengah dan
Bangsa Arab juga telah mengubah perhatian mereka pada energi surya dengan
tujuan dapat menyediakan air bersih tanpa mencemari lingkungan
(www.medrc.org). Klasifikasi sistem desalinasi tenaga surya dapat dilihat pada gambar 1.1.. Klasifikasi sistem desalinasi tenaga surya dapat dilihat pada gambar
1.1 berikut.
Gambar 1.1. Klasifikasi Sistem Desalinasi Surya (Ali dkk, 2011)
Instalasi desalinasi biasanya menggunakan air laut (langsung dari lautan
diambil jauh dari pantai dan garis pipa, atau dari mata air dekat pantai, atau laut
semua proyek desalinasi dalam skala besar menggunakan air laut sebagai umpan.
Air laut yang digunakan sebanyak 72,9% sebagai umpan instalasi desalinasi. Pipa
pengambilan umpan air untuk instalasi desalinasi harus diletakkan jauh dari
saluran buangan pabrik untuk menghindari agar buangan tidak terambil. Produk
air desalinasi biasanya lebih murni dari air minum standar. Jadi ketika air hendak
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari biasanya dicampur dengan air yang
mengandung TDS yang lebih tinggi. Air hasil desalinasi murni biasanya sangat
asam dan menyebabkan korosi pada pipa jadi harus harus dicampur dengan
sumber air lain yang diambil dari luar atau dengan mengatur pH, kesadahan dan
alkaliitas sebelum dialirkan keluar (Retno, 2001). Diagram Pourbaix yang
ditunjukkan pada gambar 1.2 menunjukkan pengaruh pH terhadap aluminum dan
logam paduannya dalam keadaan lingkungan kerja tertentu.
Gambar 1.2 Diagram Pourbaix (pH diagram) untuk Aluminium dan Logam
Paduannya (www.winmate.com.tw)
Banyak sekali tipe kerusakan yang dapat dialami oleh sistem/struktur yang
digunakan pada pengoperasian di daerah atau berhubungan dengan air laut, istilah
paling efisien, kandungan oksigen yang tetap berada dalam air laut akan
mempercepat serangan garam pada logam. Konsentrasi oksigen berbeda yang
terlarut dalam permukaan air menyebabkan kerusakan terpusat dikarenakan
kandungan oksigen merupakan yang rendah. Selain air laut itu sendiri yang
memang sudah berbahaya, ia memiliki beberapa ‘teman’ lain yang membantunya
untuk merusak logam dan non-logam, makhluk hidup yang hidup di dalam air laut
juga meningkatkan sifat destruktifnya. Organisme mikro-organisme,
kumpulan/sisa sampah, rumput, pasir, lendir dan lainnya tidak hanya akan
mengurangi oksigen, tetapi juga membentuk korosi lokal tersendiri yang
mempercepat kerusakan. Pelapisan maupun penggunaan struktur komposit tetap
dapat mengalami degradasi secara cepat, sehingga tindakan pencegahan maupun
pembelajaran terhadap sistem yang beroperasi menggunakan air laut harus
diaplikasikan sesegera mungkin.
Faktor utama untuk mencegah korosi adalah desain, pemilihan material,
konstruksi, penggunaan dan perawatannya. Apabila salah satu faktor tersebut
tidak terpenuhi maka kegagalan total dipastikan akan terjadi dalam suatu sistem.
Dalam suatu survey, 30% kerusakan peralatan, mesin maupun kapal disebabkan
oleh korosi dimana kerusakan ini belum termasuk waktu perawatan, losses
produksi dan efisiensi serta biaya tambahan lainnya yang berhubungan dengan
cara mengatasi kerusakan oleh korosi (www.marrinecorrosionforum.org.). Pengaruh korosi terhadap keselamatan dan hidup manusia telah memakan
korban yang tidak sedikit, beberapa peristiwa seperti jatuhnya pesawat di Hawaii
tahun 1988, runtuhnya jembatan di West Virginia tahun 1967, ledakan dan
bocornya sambungan pipa di Minnesta tahun 1986 memberikan sebuah contoh
tentang pentingnya pembelajaran korosi proses, klasifikasi, pembahasan, laju dan
cara penanggulangan mengenai korosi akan dibahas lebih lanjut pada bab 2.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menentukan besarnya laju korosi yang terjadi pada
evaporator sebagai APK (Alat Penukar Kalor) dalam sistem desalinasi air
perhitungan weight-loss dan metode polarisasi dapat dipakai dalam
perhitungan laju korosi apabila benar korosi dapat terjadi dengan kondisi
kerja sistem yang telah ditentukan.
2. Mengidentifikasi dan membuktikan apakah penggunaan stainless-steel
konvensional tipe SAE-304 dapat digunakan sebagai bahan evaporator
sebagai APK dalam sistem desalinasi air laut.
3. Mendapatkan pola pemeliharaan yang sesuai pada evaporator sistem
desalinasi air laut sehingga umur pakai pompa dapat bertahan sesuai
spesifikasi yang diharapkan dan layak digunakan.
4. Melakukan penelitian secara eksperimental dan mendapatkan data laju
korosi melalui metode perhitungan laju korosi weight-loss.
5. Membangun model komputasional dan melakukan simulasi untuk
mendapatkan nilai laju korosi dengan metode perhitungan polarisasi dan
deformasi yang terjadi akibat korosi pada permukaan evaporator serta
dampak dari deformasi tersebuti.
6. Melakukan validasi dengan membandingkan hasil laju korosi secara
komputasional dengan eksperimental pada evaporator sistem desalinasi air
laut.
1.3 Manfaat Penelitian
1. Secara aspek akademis, penelitian ini berhubungan dengan mata kuliah
Menggambar Mesin I dan II, Ilmu Logam Fisik, Fatik dan Korosi,
Condition Based Maintenance ( CBM ), serta Analisa Kegagalan sehingga
dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan serta
mengembangkan pola pikir tentang pemanfaatan energi surya yang
tersedia sepanjang tahun dan ramah lingkungan
2. Secara aspek praktis, penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk
penyediaan air bersih di daerah pesisir pantai maupun dijadikan acuan
dalam penelitian berikutnya.
1.4 Batasan Masalah Penelitian
Adapun batasan masalah pada penelitian skripsi ini adalah :
1. Kapasitas panas material evaporator dan kondensor diabaikan
2. Temperatur pada masing-masing komponen adalah seragam atau tidak ada
variasi temperatur di evaporator dan kondensor.
3. Sumber panas menggunakan pemanas listrik agar suplai panas ke
evaporator merata dan tidak mengganggu perhitungan konfigurasi
evaporator dan kondensor
4. Pemilihan material stainless-steel tipe 304 dalam evaporator sebagai
logam yang akan dianalisis dalam proses terjadinya korosi.
5. Kondisi luar (lingkungan) evaporator diabaikan.
6. Kadar timbunan sisa garam (brine) yang tertinggal dalam evaporator
diabaikan.
7. Laju korosi dalam evaporator dianggap linear (uniform corrosion)
8. Aliran fluida dalam sistem diasumsikan laminar karena kecepatan fluida
kerja baik dalam alat penukar kalor, evaporator dan kondensor sangat kecil
1.5 Metodologi Penulisan
1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan
tulisan-tulisan yang terkait.
2. Browsing internet, berupa studi jurnal – jurnal, artikel ilmiah, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang
berhubungan.
3. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh