• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana Dengan PT. Buma Niaga Perkasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana Dengan PT. Buma Niaga Perkasa"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TERHADAP KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA

DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA

A. Kecakapan Bertindak dan Kewenangan Hukum Subyek Perjanjian.

Sebagai badan usaha yang didirikan melalui Akta Pendirian Perseroan

Terbatas nomor 23 yang diperbuat di hadapan Notaris Nani Fitriya, Sarjana Hukum,

Magister Kenotariatan, di Batam dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri

Hukum dan Hak Azasi Manusia melalui Surat Keputusan nomor

AHU-0004247.AH.01.09 TH 2011 tertanggal 18 Agustus 2011, maka dengan demikian PT.

Prayasa Indomitra Sarana secara sempurna dapat digolongkan sebagai Badan

Hukum, yakni sebagai pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam

hubungan-hubungan hukum.55 Hal ini sejalan dengan doktrin mengenai Badan Hukum yang mensyaratkan beberapa unsur untuk suatu badan usaha dapat

digolongkan sebagai Badan Hukum, dan PT Prayasa Indomitra Sarana memang

didirikan dengan memenuhi unsur-unsur tersebut yang antara lain : adanya harta

kekayaan yang terpisah; mempunyai tujuan tertentu; mempunyai kepentingan sendiri;

dan adanya organisasi yang teratur.56

Pada dasarnya ketika PT Prayasa Indomitra Sarana didirikan sebagai badan

usaha, pada saat yang sama telah terpenuhi dengan serta merta syarat mengenai

55

Jimly Asshiddiqie, Badan Hukum, (http://www.jimly.com/pemikiran.view/14, 6 Juni 2012). 56

(2)

kecakapan hukum sebagai subyek perjanjian. Konklusi ini didasarkan pada dua hal,

yang pertama adalah karena Badan Hukum dalam melakukan tindakannya

memerlukan perantaraan natuurlijke persoon yang bertindak untuk dan atas

pertanggungan-gugat badan hukum tersebut.57

Hal yang kedua adalah, sebagaimana yang dinyatakan di dalam Pasal 7 ayat

(1) Undang Undang nomor 40 Tahun 2007 bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua)

orang atau lebih dengan akta notaris, maka pada prinsipnya Perseroan Terbatas

dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk kesepakatan yang mengikat antara dua subyek

hukum yang pada umumnya adalah dari golongan natuurlijkpersoon. Ketentuan

dalam pasal tersebut menegaskan prinsip yang berlaku di dalam Perseroan Terbatas

bahwa pada dasarnya Perseroan Terbatas adalah sebagai badan hukum yang didirikan

berdasarkan perjanjian, oleh karenanya memiliki lebih dari satu orang pemegang

saham.58

Keberadaan Perseroan Terbatas yang lahir dari sebuah perjanjian dan

bertindak melalui perantaraan para natuurlijkepersoon pada kelanjutannya dapat

dikorelasikan dengan kuat terhadap syarat kecakapan hukum sebagai subyek

perjanjian, dalam arti jika Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

mensyaratkan kecakapan hukum bagi subyek hukum natuurlijkepersoon untuk

membuat perjanjian, maka dengan demikian syarat ini secara tidak langsung juga

57 _________, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Penerbit PT. Alumni Bandung, 2004), hlm. 15

58Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham., (Jakarta : Penerbit

(3)

harus dipenuhi oleh subyek hukum rechtspersoon tersebut di atas melalui para

pihak yang mendirikannya ataupun yang mewakilinya, yang dengan demikian

dapat juga dinyatakan bahwa syarat kecakapan hukum bagi subyek perjanjian secara

umum adalah serupa, yakni sebagaimana yang diisyaratkan oleh Pasal 1329 dan Pasal

1330 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

Berbeda dengan kecakapan bertindak, tentang kewenangan hukum di

dalamnya terdapat hal yang bersifat khusus yang berlaku terhadap subyek hukum

yang bergantung kepada obyek perjanjian. Obyek perjanjian akan menentukan

kapasitas dari subyek hukum untuk dapat secara sempurna membuat suatu perjanjian.

Jika kecakapan hukum berkaitan dengan kedewasaan dari subyek hukum yang

melakukan perbuatan hukum, masalah kewenangan hukum terkait erat dengan

kapasitas subyek hukum tersebut yang bertindak dalam hukum.59

Ketidakwenangan hukum lebih merujuk kepada ketidakmampuan khusus

(bijzondere ongeschiktheid),60 yakni suatu keadaan dimana undang undang menentukan, bahwa subyek hukum tertentu tidak wenang untuk melakukan tindakan

hukum tertentu, meskipun pada azasnya mereka adalah subyek hukum yang cakap

bertindak, tetapi untuk hal-hal khusus tertentu mereka dinyatakan tidak wenang.61 Paparan tersebut di atas lebih lanjut dapat diperjelas dengan tegas bahwa tidak

cakap adalah mereka yang pada umumnya tidak boleh menutup perjanjian, dan

59Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta :

Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm. 127.

60Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti),

hlm. 113.

(4)

sebaliknya tidak wenang dapat dipahami sebagai, mereka yang oleh undang-undang

dilarang menutup perjanjian-perjanjian tertentu.62Sehingga dengan demikian secaraa contrario dapat dinyatakan, ketika PT. Prayasa Indomitra Sarana akan membuat

perjanjian jual beli bahan bakar minyak, maka selaku subyek hukum harus mampu

untuk menempatkan dirinya pada keadaan yang dapat dinyatakan wenang secara

hukum, yakni dengan tunduk kepada ketentuan perundang-undangan tentang

perniagaan minyak dan gas bumi dengan memenuhi segala sesuatu yang menjadi

persyaratannya.

1. Syarat Kewenangan Hukum Menurut Regulasi Perniagaan Bahan Bakar Minyak.

Pemberlakuan Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi pada dasarnya adalah suatu penggambaran mengenai keadaan yang disebut

sebagaibijzondere ongeschiktheid. Sebagaimana dinyatakan di dalam undang undang

tersebut bahwa kegiatan usaha pembelian, penjualan, ekspor, dan impor minyak

bumi dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik

swasta, koperasi, usaha kecil dan badan usaha swasta setelah mendapatkan izin usaha

dari pemerintah.63

Selanjutnya di dalam hirarki peraturan berikutnya, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan

Gas Bumi juga menegaskan mengenai suatu pembatasan-pembatasan kewenangan

62Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia,Op. Cit. hlm. 112

(5)

hukum terhadap badan usaha yang mana dinyatakan bahwa Badan usaha yang akan

melaksanakan kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak,

bahan bakar gas, bahan bakar lain dan/atau hasil olahan wajib memiliki ijin usaha

niaga dari menteri.64

Demikian pula dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber

Daya Alam Nomor 7 Tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin

Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, secara garis besar

menentukan beberapa persyaratan administrasi dan tehnis bagi suatu badan usaha

untuk memperoleh kewenangan hukum yang dimaksud.

Pada proses berikutnya, ketentuan mengenai prosedur permohonan izin usaha

niaga umum berserta persyaratannya tersebut di atas mempertautkan beberapa

ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang lain diantaranya

peraturan-peraturan di bidang lingkungan hidup, perdagangan dan industri, yang kesemuanya

tersebut terangkai dalam suatu tahapan prosedur yang harus dilewati ketika suatu

badan usaha akan mendapatkan kewenangan hukum dalam bentuk izin niaga umum

bahan bakar minyak.

2. Prosedur Pemberian Izin Usaha Perniagaan Bahan Bakar Minyak

Seperti yang menjadi ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Energi dan Sumber

daya Mineral Nomor 7 Tahun 2005, setiap permohonan izin usaha niaga umum

bahan bakar minyak terlebih dahulu harus diperlengkapi dengan syarat-syarat

64Pasal 43, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan

(6)

administratif yang salah satunya adalah adanya persetujuan prinsip dari

Pemerintah Daerah mengenai lokasi untuk pembangunan fasilitas dan sarana

kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut secara praktis proses pengurusan izin usaha

niaga umum bahan bakar minyak dari awal hingga izin usaha diberikan adalah

melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut :65 a. Persetujuan Prinsip dari Pemerintah Kota Batam.

Tahap awal dari proses penerbitan izin usaha ini adalah pengajuan

permohonan persetujuan prinsip pemerintah daerah setempat yang dalam hal ini

adalah Pemerintahan Kota Batam.

Di dalam pengajuannya dilampirkan beberapa salinan dokumen berikut ini :

Akta Pendirian Badan Usaha bersama-sama dengan Surat Keputusan Pengesahan dari

Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia; SIUP dan TDP; beserta Domisili Badan

Usaha dan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Permohonan tersebut kemudian diajukan kepada Walikota Batam dengan

melalui Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Kota Batam.66

Terhadap permohonan tersebut kemudian diterbitkan Surat Izin Prinsip

Perdagangan Bahan Bakar Minyak, surat izin mana digunakan sebagai dasar untuk

pengurusan izin-izin berikutnya.67

65Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.

Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

66Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.

Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

67Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.

(7)

b. Tanda Daftar Gudang.

Sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36

Tahun 2004, bahwa setiap Badan Usaha pemegang izin usaha niaga umum wajib

memiliki dan/atau menguasai fasilitas dan sarana penyimpanan bahan bakar

minyak,68 maka dengan demikian berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1965 tentang Pergudangan, Badan Usaha juga mempunyai kewajiban untuk

mendaftarkan fasilitas dan sarana penyimpanan bahan bakar minyak yang dikuasai /

dimiliki tersebut kepada Pemerintah Daerah setempat.69

Selain kelengkapan syarat-syarat adminsitratif yang harus dipenuhi seperti

yang diatur dalam Pasal 5 juncto Pasal 11 Peraturan Menteri Energi dan Sumber daya

Mineral Nomor 07 Tahun 2005, setiap Badan Usaha yang akan mengajukan

permohonan izin usaha niaga umum wajib memiliki Tanda Daftar Gudang,

yakni surat izin untuk digunakan sebagai penyimpanan / penimbunan barang di ruang

tertutup atau gudang.70

Permohonan pendaftaran gudang disampaikan kepada Kepala Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam, dan setelah terbitnya Surat Tanda

Gudang tersebut, melekat kewajiban Badan Usaha yang memilikinya untuk

menyelenggarakan administrasi pergudangan dan melaporkannya kepada Kepala

68Pasal 47, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan

Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

69Pasal 2, Undang Undang tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang nomor 5

Tahun 1962 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan menjadi Undang Undang Penetapan, juncto Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 14 Tahun 2001.

70 Pasal 1 angka 11 Keputusan Walikota Batam Nomor 10 Tahun 2001 Tentang Tata cara

(8)

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam, selain surat tersebut dipergunakan

sebagai prasyarat administratif penerbitan izin niaga umum.71 c. Angka Pengenal Importir.

Seperti yang diketahui, kegiatan usaha niaga umum beberapa di antaranya

adalah menjalankan kegiatan usaha penjualan, pembelian, ekspor dan impor bahan

bakar minyak,72 maka dengan demikian untuk mendapatkan izin usaha atas kegiatan bisnis yang demikian tersebut, khususnya dalam menjalankan kegiatan

impor bahan bakar minyak, badan usaha yang bersangkutan harus memiliki Angka

Pengenal Importir, sebagaimana yang menjadi ketentuan di dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 junctoPeraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/7/2011. Angka

Pengenal Importir ini diperlukan untuk melakukan penataan tertib impor dalam

rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor.73

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, badan usaha yang akan mengajukan

permohonan izin usaha niaga umum terlebih dahulu harus mengajukan

permohonan penerbitan Angka Pengenal Importir Umum kepada Badan Pengusahaan

Kawasan Batam.74

71

Pasal 5 angka 11 Keputusan Walikota Batam Nomor 10 Tahun 2001 Tentang Tata cara Permintaan Surat Tanda Daftar Gudang.

72

Pasal 1 angka 16, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

73

Konsiderans menimbang huruf (a), Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Angka Pengenal Impotir.

74

(9)

d. Izin Lingkungan.

Sebagai salah satu perusahaan yang karena aktivitas bisnisnya dikategorikan

sebagai perusahaan yang wajib memiliki UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), maka dengan demikian

sebelumnya PT. Prasaya Indomitra Sarana wajib untuk memperoleh Izin

Lingkungan.75

Seperti yang telah menjadi ketentuan, maka izin lingkungan tersebut beserta

upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang terdampak oleh aktivitas

bisnis badan usaha diberikan dengan bersandarkan pada rekomendasi UKL-UPL,76 dan juga didasarkan pada ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup seperti yang dimaksudkan oleh peraturan

perundang undangan.77

Baku mutu lingkungan hidup tersebut di atas adalah seperti yang

dimaksudkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.

e. Izin Gangguan.

Sebagai badan usaha yang dalam menjalankan aktivitas bisnisnya adalah

dengan mendirikan tempat-tempat untuk melakukan usaha yang dijalankan secara

75 Pasal 36 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

76 Pasal 8 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 Tentang

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

77 Pasal 24 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pengendalian

(10)

teratur dalam suatu bidang usaha tertentu,78 yakni bangunan-bangunan tempat usaha mana yang dapat mengakibatkan bahaya, kerugian dan gangguan,79serta tempat dan aktivitas usaha yang berbahaya bagi kesehatan, ledakan, kebakaran dan keselamatan

kerja dan gangguan terhadap lingkungan, diantaranya gangguan fungsi tanah, air

tanah, laut dan udara maupun gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau

kebisingan dan/atau kebauan,80maka dengan demikian PT. Prayasa Indomitra Sarana wajib memperoleh Izin Gangguan.

Izin Gangguan tersebut diterbitkan oleh Kepala Bapedal Batam berdasarkan

beberapa parameter yang dimaksudkan dalam peruntukan lokasi kegiatan seperti

tercantum di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam. Pertama adalah

indeks lokasi yakni dimana tempat usaha tersebut didirikan, yang kedua adalah

indeks lingkungan, yaitu di kawasan mana tempat usaha tersebut berada yakni

kawasan-kawasan yang sesuai, terakhir adalah Indeks Gangguan yang timbul yang

ditentukan oleh besar kecilnya potensi gangguan/resiko yang muncul dari usaha yang

dijalankan.81Atas penerbitan izin tersebut, badan usaha wajib membayar retribusi yang besarnya didasarkan pada ketiga parameter tersebut di atas. Parameter Indeks

Gangguan dalam pengukurannya berdasarkan berikut ini :

78

Pasal 1 huruf (e) Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987 Tentang Penertiban Pungutan-Pungutan dan Jangka Waktu Terhadap Pemberian Izin Undang Undang Gangguan.

79

Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Gangguan Staatsblad 1926 nomor 226. 80

Pasal 2 ayat 1, Peraturan Walikota Batam Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Gangguan dan Izin Pembuangan Air Limbah.

81

(11)

1) Bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan dan digunakan dalam kegiatan

usahanya.

2) Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari aktivitas usaha badan usaha, yang

harus memenuhi batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan

dibuang ke lingkungan sekitarnya.82

3) Tingkat getaran yang dihasilkan dari aktivitas usaha badan usaha, yang harus

memenuhi batas maksimal tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dari

usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan

terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan.83

4) Tingkat Kebauan yang dihasilkan dari aktivitas usaha dari badan usaha yang

bersangkutan harus memenuhi batas maksimal bau dalam udara yang

diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan

lingkungan.84

f. Izin Usaha Niaga Umum Sementara.

Setelah beberapa izin dan persetujuan tersebut di atas didapatkan, maka

tahapan berikutnya adalah pengajuan permohonan penerbitan izin usaha niaga umum.

Pengajuan permohonan tersebut diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal

82Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku

Tingkat Kebisingan.

83 Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 Tentang

Baku Tingkat Getaran.

84 Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 Tentang

(12)

Minyak dan Gas Bumi dengan dilengkapi oleh beberapa persyaratan administratif dan

tehnis.85

Persyaratan administratif yang diminta adalah berupa pemenuhan kelengkapan

beberapa dokumen dan surat sebagai berikut :

1) Dokumen-dokumen yang menyangkut legalitas PT. Prayasa Indomitra Sarana

sebagai badan hukum dan badan usaha yang antara lain :86

a) Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang telah mendapatkan

pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik

Indonesia.

b) Profil Perusahaan (Company Profile).

c) Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan (NPWP).

d) Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

e) Surat Keterangan Domisili Perusahaan.

2) Surat Pernyataan tertulis di atas materai mengenai beberapa hal sebagai

berikut :87

a) Surat Pernyataan tentang kesanggupan memenuhi aspek K3

b) Surat Pernyataan Kesanggupan Pengembangan Masyarakat Setempat.

c) Surat Pernyataan Kesanggupan Memenuhi Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

85

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006.

86

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006.

87

(13)

d) Surat Pernyataan Kesanggupan Memenuhi Kewajiban Badan Usaha.

e) Surat Pernyataan Kesediaan Dilakukan Inspeksi Lapangan.

f) Surat Pernyataan Kesanggupan Menerima Penunjukkan dan Penugasan

dari Menteri Untuk Menyediakan Cadangan Bahan Bakar Minyak

Nasional dan pemenuhan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.

g) Surat Pernyataan tentang Keterangan Fasilitas Niaga yang digunakan

pada kegiatan usaha, baik lokasi usaha yang berada di darat, maupun

lokasi yang berada di laut.

h) Surat Pernyataan Tentang kebenaran dari dokumen dan surat pernyataan

dalam persyaratan administratif dan tehnis.

3) Dokumen dan surat yang menjadi bukti atas beberapa perizinan yang

disyaratkan harus telah ada dan disertakan di dalam pengajuan izin usaha

niaga umum sementara, yang antara lain :

a) Surat izin Prinsip Perdagangan Bahan Bakar Minyak.

b) Surat Tanda Daftar Gudang

c) Angka Pengenal Importir Umum

d) Surat Izin Lingkungan

e) Surat Izin Gangguan

Untuk selanjutnya Persyaratan Tehnis yang harus dipenuhi adalah sebagai

berikut :88

88

(14)

1) Study Kelayakan Pendahuluan (Preliminary Feasibility Study)

2) Surat Jaminan Dukungan Pendanaan dari Bank.

3) Rencana Sarana Pengelolaan Limbah.

4) Rencana Studi Lingkungan.

5) Rencana pembangunan fasilitas dan sarana niaga dan tehnologi yang

digunakan dengan jangka waktu pembangunan paling lama 3 (tiga) tahun

(Standard Tehnis Operasi yang Digunakan).

6) Kesepakatan Jaminan Pasokan Komoditas Yang diniagakan.

7) Rencana Standard dan Mutu Komoditas yang diniagakan.

8) Rencana Merk Dagang komoditas yang akan diniagakan.

9) Rencana Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak (Rencana Penjualan,

Pembelian, Ekspor dan Impor Bahan Bakar Minyak).

Dirjen Migas kemudian melakukan penelitian dan evaluasi terhadap seluruh

data dan dokumen yang menjadi persyaratan tersebut, dan untuk keperluan klarifikasi

kesesuaian data-data dengan kinerja perusahaan, maka Badan Usaha diminta untuk

mempresentasikan pengelolaan usahanya termasuk program kerja terkait data dan

dokumen dalam proses perizinan tersebut maupun pengembangan usaha niaga umum

yang akan dijalankan.89

Proses berikutnya adalah dilaksanakan peninjauan lokasi oleh Dirjen Migas

bagi keperluan pemeriksaan kesesuaian data dan informasi mengenai kegiatan badan

89

(15)

usaha yang bersangkutan,90 dan setelah penelitian dan evaluasi terhadap data administratif dan tehnis dituntaskan, maka Dirjen Migas dengan mengatasnamakan

Menteri akan menerbitkan izin usaha niaga umum sementara kepada badan usaha

yang bersangkutan.91 Izin usaha sementara tersebut diberikan untuk masa pemberlakuan paling lama 3 (tiga) tahun,92 dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu maksimal selama 2 (dua) tahun.93

Pada prinsipnya izin usaha sementara tersebut diberikan dengan maksud untuk

memberikan kesempatan kepada badan usaha yang bersangkutan memulai

menjalankan usahanya dengan tetap melakukan pengurusan izin-izin yang terkait

berikutnya sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya.94Adapun beberapa perizinan yang harus didapatkan terkait dengan hal tersebut di atas adalah sebagai berikut :

g. Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan dan Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPP – SKPI).

Sebagaimana diatur di dalam Pasal 40 ayat (1), (2) dan ayat (6) Undang Undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, bahwa PT.

Prayasa Indomitra Sarana di dalam menjalankan usahanya memiliki kewajiban

untuk antara lain :

1) Menjamin standard dan mutu kaidah ketehnikan dan menerapkan kaidah

ketehnikan tersebut dengan baik.

90

Pasal 12 ayat 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 91

Pasal 13 ayat 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 92

Pasal 13 ayat 4 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 93

Pasal 13 ayat 5 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 94

(16)

2) Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja.

3) Menaati segala ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur

perihal keselamatan dan kesehatan pekerja, kondisi dan persyaratan tempat

dan lingkungan kerja, dan standard instalasi dan peralatan.

Kewajiban tersebut di atas kemudian diperjelas dan diatur melalui Peraturan

Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06 P/0746/M. PE/1991 tentang

Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Tehnik yang

dipergunakan dakam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumber

Daya Panas Bumi.

Di dalam peraturan menteri tersebut ditentukan bahwa terhadap instalasi,

peralatan dan tehnik yang dipergunakan dalam kegiatan yang dilakukan di lokasi

operasi pengangkutan bahan bakar minyak, di lokasi pelabuhan khusus bahan bakar

minyak, di lokasi penjualan dan instalasi / depot pengisian bahan bakar minyak, wajib

dilaksanakan pemeriksaan keselamatan kerja.95

Dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri tersebut, proses pemeriksaan

keselamatan tersebut dijalankan oleh PT. Biro Klasifikasi Indonesia sebagai

perusahaan jasa inspeksi & sertifikasi di bidang migas yang telah mendapatkan surat

penunjukkan dari Dirjen Migas sebagai pihak ketiga untuk sertifikasi peralatan dan

instalasi.

Setelah pemeriksaan keselamatan kerja selesai dijalankan, maka berdasarkan

rekomendasi dari PT. Biro Klasifikasi Indonesia, Dirjen Migas akan menerbitkan

95

(17)

Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan dan Sertifikat Kelayakan Penggunaan

Instalasi (SKPP – SKPI) bagi badan usaha yang bersangkutan.96

Selain hal tersebut di atas ditegaskan pula bahwa segala fasilitas dan sarana

perniagaan umum bahan bakar minyak hanya boleh dioperasikan setelah

mendapatkan Surat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI) dan Surat Kelayakan

Penggunaan Peralatan (SKPP) dari Dirjen Migas sebagaimana tersebut di atas.97 h. Nomor Induk Kepabeanan (NIK).

PT. Prayasa Indomitra Sarana dalam memenuhi persediaan bahan bakar

minyak yang diperdagangkan akan lebih banyak melakukan pembelian

minyak secara impor, dengan demikian segala sesuatunya tidak terlepas dari

kegiatan kepabeanan. Untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PT. Prayasa

Indomitra Sarana berkewajiban untuk melakukan registrasi kepabeaanan, yakni

menjalankan kegiatan pendaftaran ke Dirjen Bea dan Cukai sebagai pengguna jasa

kepabeanan, untuk mendapatkan nomor indentitas kepabeanan.98

Nomor induk kepabeanan adalah nomor identitas yang harus dipergunakan

ketika mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan, baik yang

menggunakan tehnologi informasi maupun secara manual, dan untuk memperolehnya

badan usaha yang bersangkutan mengajukan permohonan dan registrasinya melalui

Dirjen Bea dan Cukai.

i. Persetujuan Impor Minyak dan Gas Bumi

96

Pasal 6 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06 P/0746/M. PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Tehnik yang Dipergunakan dakam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi.

97Pasal 40 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 98Pasal 1 angka (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 Tentang Registrasi

(18)

Dalam rangka untuk memberikan dukungan kepada penyediaan bahan bakar

minyak,99 serta mempertimbangkan kondisi pasokan dan kebutuhan bahan bakar minyak di dalam negeri,100 maka setiap badan usaha yang akan melakukan impor bahan bakar minyak wajib mendapat persetujuan impor dari Menteri Perdagangan.101

Sebelum penerbitan surat persetujuan impor tersebut, badan usaha harus

mendapatkan surat rekomendasi dari Dirjen Migas mengenai jenis dan jumlah bahan

bakar minyak yang dapat dilakukan impor.102 Untuk mendapatkan rekomendasi, badan usaha tersebut mengajukan permohonan kepada Dirjen Migas dengan

melampirkan bukti legalitas badan usaha dan informasi mengenai rencana kwantitas

bahan bakar minyak yang akan diimpor termasuk jenis dan harga bahan bakar minyak

yang akan diimpor tersebut.103

Surat persetujuan impor akan diterbitkan oleh Menteri Perdagangan melalui

Dirjen Perdagangan Luar Negeri, setelah badan usaha yang bersangkutan

mengajukan permohonan persetujuan dengan melampirkan salinan bukti Nomor

Pokok Wajib Pajak, Angka Pengenal Importir, Nomor Identitas Kepabeanan dan

Surat Rekomendasi Impor Bahan Bakar Minyak dari Dirjen Migas.104 j. Izin Pelabuhan Khusus

99

Konsiderans Menimbang huruf (b) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi.

100 Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi.

101 Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi.

102 Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi Juncto Pasal 38 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006.

103 Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan

PT. Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

104 Pasal 4 ayat 6 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

(19)

Izin pelabuhan khusus dibutuhkan kepada badan usaha yang memiliki atau

menguasai fasilitas pelabuhan khusus, yakni pelabuhan yang dikelola untuk

kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu yang berupa kegiatan

perniagaan bahan bakar minyak,105 yang dalam hal pelabuhan tersebut telah siap dipergunakan maka dengan demikian Izin Pelabuhan Khusus ini adalah dalam

bentuk izin pengoperasian pelabuhan khusus.

Izin pengoperasian tersebut diberikan melalui Menteri Perhubungan dengan

persyaratan sebagai berikut :106

1) Kemampuan menjalankan keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran.

2) Pengelolaan lingkungan

3) Memiliki sistem dan prosedur pelayanan / penangananloading /unloading. 4) Tersedianya sumber daya manusia di bidang tehnis pengoperasian pelabuhan

yang memiliki kualifikasi dan sertifikasi tertentu.

k. Regristasi dan Izin Usaha di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Mengingat aktivitas usaha dari PT. Prayasa Indomitra Sarana berpusat di

pulau Batam, sedangkan pulau Batam adalah bagian dari kawasan perdagangan dan

pelabuhan bebas yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Batam, maka

sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta

Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di

105Pasal 1 huruf (5) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhan.

(20)

Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas, maka badan usaha yang bersangkutan tersebut wajib untuk melakukan

regristasi perusahaan dan izin usaha kepada Badan Pengusahaan Batam sebelum

melakukan aktivitas perniagaan bahan bakar minyak di kawasan Batam.

Sejumlah salinan dokumen menyangkut eksistensi dari badan usaha wajib

dilampirkan di dalam surat permohonan regristasi perusahaan dan izin usaha tersebut

di atas, yang antara lain : SIUP, TDP, TDG, API, NPWP, NIK, Bidang Usaha, Jenis

barang yang diperniagakan, domisili perusahaan, hingga informasi mengenai jumlah

tenaga kerja.107

Selain beberapa hal tersebut di atas, badan usaha yang bersangkutan juga

mempunyai kewajiban untuk melaporkan di dalam lampiran permohonan

mengenai Rencana Impor Barang yang dibutuhkan selama setahun, yang di dalamnya

mencantumkan uraian dan spesifikasi barang, jumlahnya dan diimpor melalui

pelabuhan mana.108

l. Izin Niaga Umum Tetap.

Izin usaha niaga umum yang bersifat tetap dalam prosesnya diajukan sebagai

usulan oleh Dirjen Migas kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,

setelah semua yang menjadi persyaratan dan kewajiban sebagaimana tercantum

dalam izin usaha sementara telah tuntas terpenuhi.109

107

Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT. Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

108

Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT. Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

109

(21)

Berikutnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral akan menerbitkan izin

usaha niaga umum tetap dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja

setelah diterimanya usulan dari Dirjen Migas tersebut di atas,110izin usaha mana akan berlaku sampai selama 20 (dua puluh) tahun.111

Izin usaha niaga umum tetap sedikitnya memuat tentang nama badan usaha,

jenis usaha yang diberikan dan beberapa kewajiban badan usaha sebagaimana

yang telah dilampirkan di dalam pengajuan izin usaha sementara dengan

ditambah kewajiban-kewajiban sebagai berikut :112

1) Jaminan dan tanggung jawab atas keakuratan dan sistem alat ukur yang

digunakan.

2) Jaminan standard mutu hasil produksi sesuai dengan yang ditetapkan oleh

Menteri untuk pemasaran dalam negeri.

3) Pelaporan kepada Menteri melalui Dirjen Migas mengenai perubahan fasilitas

dan sarana niaga umum yang mengakibatkan penambahan sampai 30% (tiga

puluh prosen) dari kapasitas awal dan / atau terjadi diversifikasi produk.

4) Pengajuan permohonan izin perluasan usaha untuk penambahan kapasitas

lebih dari 30% (tiga puluh prosen) dari kapasitas awal.

5) Pengajuan permohonan wilayah distribusi niaga kepada Badan Pengatur

dalam hal penjualan jenis bahan bakar minyak tertentu.

Setelah semua tahapan proses perijinan tersebut di atas tuntas dijalankan,

maka melalui penerbitan Izin Usaha Niaga Umum Nomor 05.NW.03.19.00.029

110

Pasal 17 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 111

Pasal 20 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 112

(22)

tertanggal 11 Mei 2011 yang diterbitkan oleh Dirjen Migas, PT. Prayasa Indomitra

Sarana telah memiliki legalitas untuk dapat menjalankan usaha di bidang perniagaan

bahan bakar minyak, dan telah sempurna sebagai subyek perjanjian yang cakap dan

wenang secara hukum untuk melakukan perbuatan hukum dalam bentuk membuat

perjanjian tentang jual beli bahan bakar minyak.

3. Tujuan Ditetapkannya Syarat Kecakapan Bertindak dan Kewenangan Hukum Dalam Perjanjian.

Menetapkan syarat kecakapan dan kewenangan bertindak menurut hukum

sebagai syarat dalam keabsahan sebuah perjanjian, memiliki tujuan-tujuan yang

berdimensi publik dan privat. Dalam arti terdapat maksud untuk memberikan

perlindungan hukum terhadap subyek perjanjian maupun perlindungan kepentingan

masyarakat secara umum ketika kecakapan dan kewenangan tersebut dinyatakan

sebagaimana hukum mewajibkan.

Kecakapan bertindak menurut hukum ditetapkan sebagai syarat perjanjian

disaat orang-orang tertentu tidak atau belum dapat menyatakan kehendaknya dengan

sempurna, dalam pengertian orang-orang tersebut belum dapat menyadari

sepenuhmya akibat hukum yang muncul dari pernyataan kehendak yang berlanjut

kepada keterikatan dalam perjanjian.113

Syarat kecakapan bertindak menurut hukum diadakan demi untuk melindungi

kepentingan si tidak cakap dari kemungkinan akan kerugian yang timbul dari

113

(23)

tindakan mereka sendiri,114 suatu perlindungan yang berdimensi privat yang dapat diberikan oleh undang-undang kepada person-person tertentu.

Terkhusus mengenai tujuan penetapan syarat kewenangan hukum di dalam

Perjanjian tersebut di atas pada prinsipnya terwakili dari tujuan pembentukan

beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur

permohonan ijin usaha niaga umum, yang apabila secara hirarki perundang-undangan

ditarik lebih ke atas maka terdapat tujuan yang lebih besar dan strategis yang ingin

dicapai, sebagaimana dinyatakan secara tegas di dalam Pasal 33 Undang Undang

Dasar 1945.

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas Bumi,

memiliki tujuan untuk mengendalikan pemanfaatan minyak dan gas bumi sebagai

sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital,115 dengan menjamin penyediaan cadangan strategis minyak bumi bagi kesinambungan

penyediaan bahan bakar minyak dalam negeri,116 beserta kelancaran pendistribusiannya di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia, dengan

memposisikan bahan bakar minyak tersebut sebagai komoditas vital yang menguasai

hajad hidup orang banyak.117

114

Ibid, hlm. 291

115 Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas

Bumi.

116 Pasal 8 ayat 1, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang

Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

117 Pasal 8 ayat 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang

(24)

Selain tentang pemanfaatan dan distribusi bahan bakar minyak, undang

undang tentang Migas tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara

dan memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, serta

mengembangkan dan memperkuat industri dan perdagangan Indonesia,118yang pada kelanjutannya mampu memberikan andil bagi terciptanya lapangan kerja, perbaikan

lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.119

Sejalan dengan tujuan tersebut di atas, Undang Undang Nomor 11 tahun 1965

tentang Pergudangan juga memiliki tujuan yang berbasis pada perlindungan

kepentingan umum, sebagaimana yang tersirat pada ketentuan di dalamnya yang

melarang menyimpan barang-barang penting dalam gudang lebih lama dari pada

jangka waktu yang ditetapkan oleh menteri perdagangan demi kelancaran arus

distribusi barang-barang. Sebagaimana diketahui, salah satu modus untuk

mendapatkan keuntungan yang berlipat dalam perdagangan adalah menimbun

sejumlah barang tertentu ketika barang-barang tersebut diperkirakan akan

mengalami kenaikan harga, atau sebagai salah satu cara untuk mempermainkan harga

bagi kepentingan segelintir pelaku usaha dan para spekulan.

Melalui ketentuan dan pembatasan tersebut di atas, maka akan memberikan

dampak yang positif terhadap proteksi kepentingan umum masyarakat akan tata niaga

yang adil dan wajar, seperti yang menjadi pertimbangan dari diberlakukannya

Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 14 Tahun 2001 tentang Penataan dan

118 Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas

Bumi.

(25)

Pembinaan Pergudangan Kota Batam, bahwa dalam rangka tertib niaga dan

kelancaran distribusi barang dan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen, maka

perlu penataan dan pembinaan pergudangan.

Demikian pula yang menjadi tujuan dari ketentuan tentang izin lingkungan

bagi pelaku usaha niaga umum, semuanya berpangkal dari keyakinan bahwa

lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak azasi setiap warga negara,

sehingga dengan demikian sangat memiliki dasar yang kuat jika kemudian

undang-undang memberikan perlindungan terhadap kemungkinan degradasi kualitas

lingkungan hidup yang mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan

mahluk hidup lainnya.120

Pada intinya semua tujuan dari peraturan perundang-undangan tersebut saling

mengisi dan berkorelasi, dan merupakan upaya untuk memberikan perlindungan

terhadap apa yang disebut sebagai “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”,121dan terhadap semua kewenangan hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada PT. Prayasa Indomitra Sarana adalah sebagaian upaya untuk

melindungi kepentingan umum yang dalam hal ini adalah kepentingan untuk

mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ketika ijin usaha niaga umum diterbitkan, maka dengan serta merta

perlindungan terhadap kepentingan umum mendapatkan jaminan hukum yang

120Konsiderans Menimbang Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009.

(26)

setimpal, karena pada saat yang sama hukum mewajibkan kepada badan usaha

pemegang ijin usaha niaga umum untuk menjalankan beberapa kewajiban yang lahir

sebagai perwujudan dari tujuan pembentukan undang-undang, yang di antaranya

adalah :122

a) Kewajiban untuk menjamin ketersediaan bahan bakar minyak secara

berkesinambungan pada jaringan distribusi niaganya, dan menjamin harga

jual bahan bakar minyak pada tingkat yang wajar.

b) Kewajiban untuk menjalankan penugasan / penunjukkan dari Menteri untuk

menyediakan cadangan bahan bakar minyak nasional dan pemenuhan

kebutuhan bahan bakar minyak di dalam negeri.

c) Kewajiban untuk menjamin penyediaan fasilitas dan sarana kegiatan usaha

niaga bahan bakar minyak yang memadai dan bertanggung jawab atas

penggunaan peralatan, keakuratan dan sistem alat ukur yang digunakan yang

memenuhi standard sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

d) Kewajiban untuk menjamin dan bertanggung jawab sampai ke tingkat

penyalur atas standard mutu bahan bakar minyak sesuai dengan yang

ditetapkan oleh menteri, dan mempunyai serta menggunakan merek dagang

tertentu yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.

e) Kewajiban untuk menunjuk penyalur bahan bakar minyak dengan

mengutamakan koperasi, usaha kecil dan / atau badan usaha swasta nasional,

serta menjalankan kegiatan penyaluran bahan bakar minyak secara langsung

122

(27)

maksimal 20 % dari kapasitas perniagaan, dan sisanya harus disalurkan

melalui para agen penyalur.

f) Kewajiban untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dan

pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.

g) Kewajiban sebagai bentuk realisasi fungsi pengaturan dan pengawasan

pemerintah dengan menjalankan beberapa kewajiban sebagai berikut :

1) Menyampaikan laporan kepada menteri melalui Dirjen Migas mengenai

pelaksanaan aktivitas usaha untuk sedikitnya setiap 3 (tiga) bulan sekali.

2) Melaporkan kepada menteri melalui Dirjen Migas mengenai perubahan

fasilitas dan sarana kegiatan usaha yang mengakibatkan penambahan

sampai 30 % (tiga puluh prosen) kapasitas awal.

3) Mengajukan permohonan penyesuaian izin usaha niaga untuk

penambahan kapasitas lebih dari 30 % (tiga puluh prosen) dari kapasitas

awal.

Sehingga dengan demikian, sebagai perjanjian yang lahir dari kewenangan

khusus untuk memperjual belikan suatu komoditi yang strategis dan mempunyai andil

yang sangat besar terhadap hajad hidup orang banyak, maka perjanjian jual beli

tersebut belum cukup hanya ditimbang dari sudut pandang hak-hak dan kewajiban

yang bersifat privat. Pada prinsipnya di dalamnya juga menyangkut hak-hak publik

dan kewajiban untuk mewujudkan hak-hak publik tersebut. Perwujudan dari hak-hak

publik itulah yang sebenarnya menjadi salah satu manfaat dan mashlahat dari

(28)

sebuah sintesa yang kuat ketika mencermati dari proses lahirnya perjanjian maupun

pada akibat hukum terhadap pelanggaran kewajiban-kewajiban untuk mewujudkan

hak publik tersebut.

Perjanjian tersebut di atas secara proses dilahirkan dari legalisasi kewenangan

hukum para pihak, kewenangan mana kemudian menghalalkan barang yang menjadi

obyek perjanjian sebagai “hal tertentu” dalam perjanjian dan sekaligus memberikan

muatan hukum berupa “kausa yang halal” pada perjanjian yang disepakati tersebut.

Apabila kewajiban-kewajiban untuk mewujudkan hak-hak publik tersebut tidak

terpenuhi maka dengan serta merta tak akan ada kewenangan hukum yang membawa

akibat tak akan pernah ada perjanjian tentang jual beli bahan bakar minyak.

Hal yang kurang lebih sama akan terjadi jika pihak yang membuat perjanjian

tersebut melakukan pelanggaran terhadap kewajiban untuk mewujudkan hak-hak

publik. Pelanggaran-pelanggaran tersebut akan membawa akibat hukum berupa

pencabutan izin usaha, yang pada kelanjutannya akan membawa akibat batalnya

perjanjian demi hukum oleh karena hilangnya kausa yang halal dalam perjanjian.

Pada akhirnya dapat dilihat suatu keterkaitan yang konkrit antara ketentuan

dan prosedur birokratis dengan hak dan kewajiban subyek perjanjian yang bersifat

privat, dan terhadap pandangan yang disampaikan oleh Herlien Budiono yang

menyatakan :123

tujuan dari pernyataan ketidakcakapan ialah perlindungan dari pihak yang tidak cakap, pernyataan yang tidak wenang terutama ditujukan terhadap orang yang tidak wenang dan tujuan darinya ialah perlindungan pihak lainnya atau kepentingan umum;

123

(29)

Maka dapat dimaknai dengan korelatif terhadap paparan tersebut di atas.

4. Pencabutan Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak.

Pencabutan izin usaha dapat dilakukan terhadap badan usaha dengan izin

usaha niaga umum tetap yang melakukan beberapa pelanggaran, yakni tidak

dipenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku,

maupun tidak ditaatinya petunjuk tekhnis dari Dirjen Migas atau intansi yang

berwenang sesuai peraturan perundang undangan.124

Tindakan pencabutan izin usaha pada prinsipnya akan dilakukan ketika badan

usaha yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban

di dalam undang-undang terkait, dan untuk sampai kepada sanksi pencabutan izin

usaha, sebelumnya Menteri akan memberikan kesempatan kepada badan usaha yang

bersangkutan untuk memperbaiki kinerja dan kepatuhannya terhadap kewajiban yang

seharusnya dipenuhi sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku.125

Kesempatan yang diberikan tersebut dalam bentuk toleransi terhadap

pelanggaran, dengan memberikan sanksi administratif secara bertahap kepada badan

usaha yang melanggar, yakni tindakan teguran tertulis, penangguhan kegiatan usaha

dan berikutnya adalah pembekuan kegiatan usaha, yang terhadap tiap-tiap tahapan

tersebut badan usaha yang bersangkutan akan diberikan kesempatan untuk mematuhi

kewajiban yang dilanggar.126

124

Pasal 43 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006. 125

Pasal 44 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 126

(30)

Pencabutan izin usaha niaga umum akan dilakukan oleh menteri jika dalam

tempo enam puluh hari setelah tindakan pembekuan usaha, badan usaha yang

bersangkutan tetap tidak berupaya meniadakan pelanggaran dan memenuhi

persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh perundang-undangan yang

berlaku.127Pencabutan tersebut adalah permanent, artinya badan usaha yang dicabut izin usahanya untuk selamanya tidak akan pernah bisa mendapatkan izin usaha niaga

umum, meskipun kembali diajukan proses permohonan izin dari awal,128 dan terhadap segala kerugian yang timbul oleh tindakan-tindakan administratif

tersebut hingga pencabutan izin usaha adalah menjadi beban dan tanggung jawab

badan usaha yang bersangkutan.129

B. Kesepakatan Dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak.

Sebagai perusahaan niaga umum yang mempunyai visi mengembangkan

kegiatan bisnis untuk memberikan dan meningkatkan profit usaha, yakni dengan

menjalankan misi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak pada dunia

industri,130maka dalam menjalankan usahanya tersebut PT. Prayasa Indomitra Sarana menerapkan strategi marketing yang ekspansif, salah satunya adalah dengan

menjaring pelanggan baru, baik yang dilakukan secara head to head positioning

maupun dengan cara differentiated positioning, sehingga dengan demikian dalam

127 Ibid 128

Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT. Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

129

Pasal 46 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006 130

(31)

pelaksanaannya secara aktif dilakukan kegiatan pemasaran produk kepada beberapa

perusahaan, dan salah satunya adalah PT. Buma Niaga Perkasa.131

Setelah melalui beberapa kali pembicaraan melalui sarana telepon, pada

kelanjutannya PT. Buma Niaga Perkasa menunjukkan minat atas produk yang

ditawarkan tersebut, dan terhadap hal tersebut kemudian kedua belah pihak

menindaklanjutinya dengan mengagendakan pertemuan yang akan dilaksanakan di

Kantor Pusat Putra Kelana Makmur Group pada tanggal 18 Juli 2011.

Pada tanggal tersebut di atas kedua belah pihak kemudian saling bertemu

untuk membicarakan beberapa hal pokok tentang rencana jual beli bahan bakar

minyak dengan jenis High Speed Diesel, dengan mana hadir mewakili pihak penjual antara lain, Imaldi selaku Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, Terek

Adenan selaku Direktur Operasional PT. Putra Kelana Makmur Group dan Zikri

Kudsi selaku Direktur Business and Development PT. Putra Kelana Makmur

Group,132 sedangkan yang hadir mewakili pihak pembeli adalah, Gandhi Irawan selaku Direktur Utama PT. Buma Niaga Perkasa, Arief selakuGeneral Manager PT. Buma Niaga Perkasa, dan Agus selakuFinance Consultant.133

131

Hasil wawancara dengan Imaldi, Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, pada tanggal 15 – 16 Juni 2012.

132

PT. Putra Kelana Makmur Group adalah perusahaan group yang secara kolektif memiliki bisnis di bidang oil bunkering, shipping agency, marine transportation, logistic service provider, pengoperasian SPBU dan SPBE hingga niaga umum bahan bakar minyak, yang dalam pelaksanaannya berbagai macam bisnis tersebut secara khusus dijalankan oleh beberapa anak perusahaan yang di antaranya adalah PT. Cahaya Perdana Transsalam, PT. Cahaya Nanga Galang Mustika, PT. Putra Kelana Selaras Permai dan seterusnya, yang terhadap perusahaan-perusahaan tersebut PT. Putra Kelana Makmur adalah sebagai mayoritas pemegang saham perseroan, termasuk terhadap PT. Prayasa Indomitra Sarana yang secara khusus menjalankan bisnis perniagaan umum bahan bakar minyak.

133

(32)

Pada hari yang sama kedua belah pihak kemudian melakukan on site inspection di lokasi pelabuhan khusus yang dikelola oleh PT. Prayasa Indomitra

Sarana, dimana terletakMini Tanker,Fixed Storage, Floating Storagemaupun segala perlengkapan pendukung tehnis operasional lainnya.134

Pada akhirnya setelah tercapainya kesepakatan mengenai hak ikhwal jual beli

barang tersebut di atas, antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga

Perkasa kemudian saling bersepakat untuk membuat Perjanjian Jual Beli Bahan

Bakar Minyak Nomor : 01-01/SP-DIR/PRAYASA-BNP/VIII/2011, yang baru selesai

dibuat dan ditanda tangani pada tanggal 28 Juli 2011.

1. Lahirnya Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Oleh Kesepakatan

Para Pihak.

Berdasarkan paparan tersebut di atas pada prinsipnya telah tercapai suatu

kesepakatan mengenai perjanjian, baik dari sudut pandang kronologi lahirnya

kesepakatan tersebut maupun dari sudut pandang kesepakatan tertulis yang dibuat

oleh kedua belah pihak.

Jika kita bersandar pada beberapa teori yang dianut dan norma yang berlaku,

penentuan saat lahirnya perjanjian dapat ditelisik dari detail-detail tertentu di dalam

proses terwujudnya kesepakatan untuk membuat suatu perjanjian. Penentuan saat

lahirnya perjanjian sangatlah penting untuk kepentingan penentuan resiko,

134

(33)

kesempatan penarikan kembali penawaran, untuk menentukan saat mulai dihitungnya

jangka waktu kadaluwarsa dan menentukan tempat terjadinya perjanjian,135

Terjadinya kesepakatan lahir dari suatu proses saling bertautnya pernyataan

kehendak para pihak sebagaimana disampaikan satu pihak pada pihak lainnya

secara bertimbal balik, dan ketika para pihak tersebut saling bersepakat maka

kemudian perjanjian terbentuk.136 Namun demikian yang menjadi persoalan berikutnya adalah kapan bisa dinyatakan bahwa masing-masing pernyataan

kehendak tersebut saling bertemu dalam persesuaian kehendak

(wilsovereenstemming), dan untuk bisa menjawabnya adalah dengan menilisik

bagaimana kronologi proses bertemunya pernyataan kehendak tersebut hingga

melahirkan sebuah kesepakatan dengan bersandarkan pada Teori Penerimaan.137 Di dalam Teori Penerimaan diyakini bahwatoestemingterjadi pada saat pihak

yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan,138 jika diilustrasikan dengan urutan yang lengkap dari awal hingga akhir, maka lahirnya

perjanjian bukan pada saat pihak yang lain menyatakan akseptasinya, dan bukan pula

saat pihak yang lain tersebut mengirimkan akseptasinya, namun adalah pada saat

135

J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 180 136

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op. Cit. hlm. 93.

137

Teori Penerimaan pada prinsipnya adalah pengembangan dari teori-teori sebelumnya yang memang memiliki beberapa kelemahan terkhusus ketika penerapannya dibenturkan dengan perkembangan tehnologi informasi saat ini. Teori-teori sepertiuitingstheoriedanverzendtheoriepada perkembangannya dikesampingkan, dengan pertimbangan kedua teori tersebut tidak memenuhi asas kepatutan dan kepantasan, dan sebaliknya ontvangsttheorie adalah teori yang dianggap paling memenuhi asas kepatutan dan kepantasan sekalipun tetap memiliki kelemahan.Ibid, hlm. 95-96

138

(34)

pernyataan akseptasi tersebut diterima oleh pihak yang memberikan penawaran,139 sehingga dapat dikatakan akan cukup mudah untuk menganalisa kapan sebenarnya

sebuah perjanjian lahir jika proses yang mengawalinya terdokumentasi melalui

aktivitas korespondensi.

Akan tetapi persoalannya adalah, proses yang mengawali terjadinya

wilsovereenstemmingtersebut dilakukan melalui komunikasi secara lisan dan melalui beberapa pertemuan termasuk on site inspection yang tidak tercatat di dalam notulen, atau dengan kata lain tak ada dokumentasi yang tangible, pernyataan kehendak berupa penawaran maupun akseptasi yang terkonstruksi bersifat

intangible. Hal ini menimbulkan sebuah keraguan apakah cara-cara mengekspresikan pernyataan kehendak tanpa melalui proses korespondensi yang

terdokumentasi dapat dipergunakan untuk menilai apakah telah lahir sebuah

perjanjian.

Jika merujuk kepada asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian, maka

pada dasarnya timbulnya suatu perjanjian tak pernah disyaratkan tentang formalitas

tertentu, sebagaimana dipahami tentang asas konsensualisme yang mengandung

makna, bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup

dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.140

Pemahaman asas konsensualisme pada kelanjutannya mendapatkan

penegasan ketika mencermati pandangan yang disampaikan oleh Subekti

sebagaimana berikut :141

139

J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 181-183. 140

Salim H.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Op. Cit. hlm. 157.

(35)

Artinya asas konsensualitas ialah bahwa pada asasnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya sepakat. Dengan perkataan lain perjanjian itu sudah sah apabila tercapai sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan sesuatu formalitas.

Pemahaman yang demikian tersebut menggarisbawahi tentang dinafikannya

suatu formalitas, dalam pengertian perjanjian telah dapat dianggap tuntas karena

persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata, jadi dalam hal ini yang

ditekankan adalah adanyameeting of mindsebagai inti dari hukum perjanjian.142 Maka dengan demikian, pernyataan kehendak yang mengawali proses

terbangunnya meeting of mindsecara bertimbal balik, pada prinsipnya tidak

digantungkan pada bentuk tertentu, pernyataan suatu penawaran dan pernyataan

penerimaannya dapat disampaikan melalui ragam sarana, sebagaimana yang

biasa digunakan dan dimengerti dalam lalu lintas pergaulan masyarakat.143 Cukuplah persesuaian kehendak tersebut telah ada tanpa mempersoalkan

bagaimana cara penyampaiannya, sama halnya ketika PT. Prayasa Indomitra Sarana

menyampaikan penawarannya dengan menggunakan sarana telepon dan PT. Buma

Niaga Perkasa menyampaikan akseptasinya secara lisan di dalam suatu pertemuan

dengan pihak yang memberikan penawaran, telah dapat dinyatakan setimbang dengan

penawaran dan akseptasi yang disampaikan dengan mempergunakan korespondensi

tertulis.

142Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 121-122

143 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

(36)

Kembali kepada pembahasan tentang tahapan proses terwujudnya perjanjian

atas dasar pandangan Teori Penerimaan, maka dapat diyakini kesepakatan

telah terwujud ketika PT. Prayasa Indomitra Sarana menerima pernyataan akseptasi

dari PT. Buma Niaga Perkasa, terlebih lagi pernyataan akseptasi dan penyampaian

akseptasi oleh PT. Buma Niaga Perkasa, maupun diterimanya pernyataan akseptasi

tersebut oleh PT. Prayasa Indomitra Sarana terjadi dalam satu kerangka momentum

yang sama. Sehingga dengan demikian tanpa suatu keraguan dapat disimpulkan

bahwa lahirnya perjanjian adalah pada saat kesepakatan antara kedua belah pihak

telah tercapai tentang hal ikhwal yang diperjanjikan yakni pada tanggal 18 Juli 2011.

2. Tanggal Mulai Berlakunya Perjanjian Sebagai Momentum Lahirnya

Perjanjian.

Keyakinan tentang lahirnya perjanjian tersebut di atas berlainan dengan apa

yang tertulis di dalam perjanjian jual beli, terdapat selisih waktu selama sepuluh hari

antara tanggal terjadinya kesepakatan dengan tanggal mulai berlakunya perjanjian

menurut perjanjian tertulis tersebut.

Merujuk pada apa yang dicantumkan di dalam Perjanjian Jual Beli Bahan

Bakar Minyak tersebut di atas, yakni di dalam Pasal 2 ayat 1 Perjanjian Jual Beli

Bahan Bakar Minyak Nomor : 01-01/SP-DIR/PRAYASA-BNP/VIII/2011 dinyatakan

bahwa : “Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak

tanggal ditandatanganinya perjanjian ini sampai dengan tanggal 28 February 2012

dan dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan peninjauan kembali”, dan

(37)

ditandatangani pada tanggal 28 Juli 2011, tanggal penandatanganan mana disepakati

oleh para pihak sebagai saat lahirnya perjanjian tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka untuk menentukan lahirnya perjanjian

cukuplah didasarkan pada ketentuan tertulis di dalam perjanjian. Suatu pandangan

yang mempunyai dasar jika mengingat hukum perjanjian sangat bersifat terbuka,

segala hal apapun halal untuk diperjanjikan sepanjang dibuat dengan memenuhi

syarat-syarat sahnya perjanjian, termasuk tentang kesepakatan tanggal mulai

berlakunya perjanjian. Hal tersebut terilustrasikan di Pasal 1338 ayat (1) Kitab

Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Terdapat tiga hal pokok di dalam isi pasal tersebut terkait dengan hal tersebut

di atas yakni :144

a. Terletak pada kalimat “semua perjanjian yang dibuat secara sah” yang

menunjukkan asas kebebasan berkontrak, yakni kebebasan untuk menentukan

isi yang diperjanjikan termasuk mengenai tanggal mulai berlakunya

perjanjian.

b. Terletak pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” yang menunjukkan

asas kekuatan yang mengikat atau yang disebut asaspacta sunt servanda,

yang dengan demikian terdapat kewajiban untuk tunduk dengan apa yang

diperjanjikan.

144

(38)

c. Terletak pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” yang menunjukkan

asas personalitas.

Pemaknaan dari Pasal 1338 ayat (1) tersebut di atas memberikan sandaran

legalitas kepada keyakinan bahwa Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak antara

PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa lahir dan memang

mulai berlaku pada tanggal 28 Juli 2011.

Namun demikian akan menjadi berbeda jika sesaat sebelum penandatanganan

perjanjian salah satu pihak menyatakan membatalkan kesepakatan dengan alasan

perjanjian belumlah ada dan mengikat, atau atas dasar kepentingan tertentu salah satu

pihak tidak mengakui perjanjian tertulis tersebut sebagai perjanjian yang mengikat

dirinya secara hukum. Ketika terjadi penyangkalan terhadap kesepakatan tertulis,

maka teori, norma dan azas yang melatar belakangi keyakinan tentang “perjanjian

telah lahir saat akseptasi telah diterima oleh pihak yang memberikan penawaran”

akan menemukan pembenarannya.

Seperti yang menjadi keputusan Hoger Raad 21 Desember 1933, NJ 1934,

atas sengketa perdata antara Bosch dengan Maren yang di dalam pertimbangannya

menyatakan :145 maka dapatlah dipahami jika kemudian pihak yang dirugikan atas penyangkalan kesepakatan tersebut cukup memiliki alas hak untuk menyatakan

145Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 169

(39)

bahwa ikatan perjanjian telah ada semenjak tanggal 18 Juli 2011, meskipun untuk itu

tetap harus melalui proses pembuktian di muka hakim.

Demikian pula saat salah satu pihak melakukan penyangkalan terhadap

perjanjian tertulis yang telah ditandatangani, maka kondisi tersebut dapat mulai

dijelaskan dengan mencermati pengertian akta di bawah tangan. Adapun akta di

bawah tangan dapat diartikan sebagai tulisan-tulisan tangan yang dianggap akta, akta

yang ditanda tangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan

rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaran pejabat umum.146 Ketika membaca makna akta di bawah tangan tersebut di atas, dan setelah

mencermati bentuk, isi dan bagaimana proses terbentuknya perjanjian jual beli bahan

bakar minyak antara kedua belah pihak, maka perjanjian tentang jual beli tersebut

dapat digolongkan sebagai akta di bawah tangan, dan sebagaimana diketahui sebagai

akta dibawah tangan, perjanjian tersebut berpotensi memiliki kekuatan pembuktian

yang lemah.

Hal tersebut disebabkan para pihak terhadap siapa akta di bawah tangan itu

digunakan, diwajibkan membenarkan atau memungkiri tanda tangannya,147 dan oleh karenanya tanda tangan pada akta di bawah tangan kemungkinannya masih dapat

dipungkiri, sehingga akta di bawah tangan itu tidak lagi memiliki kekuatan

146

MU. Sembiring,Tehnik Pembuatan Akta, (Medan : Penerbit Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997), hlm. 8

147

(40)

pembuktian lahir, bahkan jika diperluas dalam sudut pandang pembuktian formil dan

materiil.148

Terdapat sebuah konswekuensi tertentu jika salah satu pihak melakukan

penyangkalan terhadap perjanjian tersebut, beban pembuktian diserahkan

kepada pihak yang menyangkal akta (= perjanjian jual beli) tersebut, dan penilaian

penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.149

Ketika proses pembuktian tersebut dilakukan maka peristiwa-peristiwa

konkrit yang terkait dengan sengketa ataupun yang mengkonstruksi lahirnya

perjanjian pasti akan dirangkai dan dikonstatir oleh hakim, dan kemudian untuk

menemukan hukum atas peristiwa-peristiwa tersebut hakim akan bersandar kepada

perundang-undangan, hukum tak tertulis, putusan desa, yurisprodensi dan ilmu

pengetahuan,150 sumber-sumber penemuan hukum mana di dalamnya terkandung tentang teori, norma dan azas yang melatar belakangi keyakinan tentang perjanjian

telah lahir saat tercapai kesepakatan.

Pada akhirnya adalah sebuah keniscayaan jika kemudian hakim memutuskan

bahwa perjanjian tersebut telah ada dan lahir ketika kesepakatan telah tercapai

antara kedua belah pihak, yakni saat akseptasi telah diterima oleh pihak yang

memberikan penawaran.

148Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Liberty,

1988), hlm. 126

149Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia : Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan, (Bandung : Penerbit PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 121.

(41)

Pembahasan tentang lahirnya perjanjian tersebut di atas membawa pada satu

konklusi sementara yang menyatakan apabila tak ada suatu penyangkalan dan

pengingkaran terhadap perjanjian jual beli tersebut, maka momentum lahirnya

perjanjian tak lain adalah pada tanggal mulai berlakunya perjanjian. Akan tetapi

konklusi tersebut harus dikaji kembali dengan lebih mendalam, khususnya apabila

dikaitkan dengan unsur-unsur di dalam perjanjian.

C. Unsur Essentialia Dalam Perjanjian Jual Beli.

Di dalam perjanjian terkandung unsur-unsur essensilia, naturalia, dan unsur

accidentalia. Dari ketiga unsur tersebut unsur essentialia paling memiliki andil yang

tak tergantikan, karena unsur essentialia adalah merupakan sifat yang harus ada di

dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta

(constructieve oordeel), seperti halnya persetujuan antara pihak dan obyek

perjanjian.151

Pengertian unsur essentialia di atas cenderung memberikan pemahaman

bahwa syarat keabsahan perjanjian adalah identik dengan unsur essensilia secara

keseluruhan apabila mengingat syarat-syarat tersebut mutlak harus dipenuhi dalam

membuat perjanjian. Namun ketika mencermati kecakapan hanyalah sebagai

pengertian yuridis tehnis yang tidak menyebabkan perjanjian tak dapat dilakukan oleh

orang yang tidak cakap oleh karena adanya lembaga perwakilan, dan ketika

mengingat kausa yang halal mempunyai fungsi negatif yang baru akan dituntut

151Mariam Darus Badrulzaman, KUH. Perdata Buku III : Hukum Perikatan dengan

(42)

ada setelah perjanjian terbentuk,152maka praktis unsur essentialia hanya diidentikkan dengan syarat adanya kesepakatan dan hal tertentu dalam perjanjian.

1. Pemahaman Syarat Hal Tertentu Dalam Perjanjian.

Mengenai syarat kesepakatan dalam perjanjian telah cukup jelas

keterkaitannya dengan unsur essentialia di dalam perjanjian. Demikian pula

dengan adanya hal tertentu dalam perjanjian sebagai syarat, keberadaannya pada

intinya membicarakan masalah obyek perjanjian, akan menjadi mustahil apabila suatu

perjanjian tak memiliki obyek perjanjian, sehingga kemudian mudah untuk dipahami

jika selain kata sepakat adanya hal tertentu adalah juga sebagai unsur essentialia

dalam perjanjian.

Wirjono Prodjodikoro memaknai hal atau obyek tertentu sebagai berikut :153 “maka object dalam suatu perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlakukan oleh subyek itu berupa suatu hal yang penting dalam tujuan yang dimaksudkan dengan membentuk suatu perjanjian, Oleh karena itu, obyek dalam perhubungan hukum perihal perjanjian ialah : hal yang diwajibkan kepada pihak berwajib (debitur), dan hal, terhadap mana pihak-berhak (kreditur) mempunyai hak”.

Dengan mana terhadap hal yang penting tersebut yang terhadapnya

digantungkan tujuan dari perjanjian dibuat adalah mengenai sebuah kebendaan atau

harta benda. Lebih lanjut mengenai hal atau obyek tertentu tersebut dapat dirujuk

dari substansi Pasal 1332, 1333, 1334 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.154

152Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Op. Cit. hlm. 68.

153 Wirjono Prodjodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Sumur

Bandung, 1973), hlm. 21

(43)

Pemahaman hal tertentu dalam perjanjian menurut substansi pasal-pasal

tersebut adalah sebagai berikut :155

a) Obyek yang dapat dijadikan pokok perjanjian adalah barang-barang yang

bisa diperdagangkan, dan terhadap benda-benda di luar perdagangan

(buiten de handel) adalah benda-benda yang dipergunakan untuk kepentingan

umum.

b) Obyek yang dapat menjadi pokok perjanjian adalah barang yang haruslah

tertentu dan paling sedikit tentang jenisnya, mengenai jumlahnya tak perlu

ditentukan terlebih dahulu asal saja kemudian dapat ditentukan.

c) Obyek yang dapat dijadikan pokok perjanjian adalah juga barang-barang yang

baru akan ada, baik yang bersifat absolut yakni barang-barang milik penjual

yang baru akan ada, maupun yang bersifat relatif yakni barang-barang yang

menjadi milik orang lain dan akan jatuh di tangan si penjual.

Berdasarkan pemahaman tersebut di atas dapat diambil suatu pandangan

bahwa, unsur essensilia disamping menyangkut kesepakatan mengenai perjanjian

juga mengandung pengertian sebagai pokok perjanjian yang berupa barang-barang

yang dapat diperjualbelikan yakni barang-barang yang telah ada maupun yang akan

ada yang terhadapnya harus dapat ditentukan jenis dan jumlahnya, dan pandangan

yang menyatakan bahwa unsur essensilia yang berupa pemenuhan syarat hal tertentu

di dalam perjanjian juga berkontribusi penting bagi keabsahan perjanjian yang

bersangkutan.

(44)

2. Pemahaman Perjanjian Jual Beli.

Untuk memahami hal ikhwal tentang perjanjian jual beli dapat merujuk

kepada pengertian perjanjian jual beli sebagai suatu persetujuan dimana suatu pihak

mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain berwajib

membayar harga yang dimufakati mereka berdua.156

Selain dari pada itu, perjanjian jual beli dapat juga dimaknai sebagai suatu

kesepakatan dimana pihak yang satu yakni penjual mengikatkan dirinya kepada pihak

yang lain yakni pembeli untuk memindahtangankan suatu benda dalam eigendom

dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu

berwujud uang.157

Batasan pengertian yang dipaparkan di atas sesuai dengan yang dimaksudkan

di dalam Pasal 1457 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Di dalam

definisi perjanjian jual beli tersebut pada intinya mengandung beberapa hal

pokok yang sangat penting menyangkut perjanjian jual beli yakni sebagai berikut :

a) Kesepakatan para pihak mengenai barang dan harga;

b) Kewajiban salah satu pihak untuk menyerahkan barang;

c) Kewajiban pihak yang lain untuk membayar harga barang;

d) Pengalihan hak milik atas barang yang diperjual belikan.

Mengenai kesepakatan para pihak, terkhusus yang dikaitkan dengan

Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana

Dengan PT. Buma Niaga Perkasa telah diulas dengan cukup terperinci di atas, namun

156

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perdata Tentang Persetujuan Persetujuan Tertentu, (Bandung, 1991), hlm. 17

157

Referensi

Dokumen terkait

 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan

Gambaran kualitas hidup lansia di PSTW Budi Luhur dan Kelurahan Paal V adalah sama yaitu sebagian besar lansia di PSTW Budi Luhur memiliki kualitas hidup kurang

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi/Pengertian Perancangan Pusat Kerajinan Songkok dan Sarung Tenun di Kampung Kemasan Gresik 2.1.1 Definisi/Pengertian Pusat Kerajinan Songkok dan

Dengan metode pengikatan ke muka untuk survey hidrografi dapat dilakukan penentuan posisi kapal yang memanfaatkan pengukuran jarak dan sudut dari dua buah titik yang telah

Objek penelitian tindakan kelas ini adalah menggunakan metode outdoor study yang akan dibelajarkan pada tema 9 lingkungan sahabat kita subtema 1 manusia dan

Pengelola hotel, pengelola Mall/Super Mall/Plaza, pengelola Toko Modern, penyelenggara pameran dan/atau pengelola Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,

Namun, hasil penelitian tersebut tidak berarti bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan akuntansi pemilik/staf akuntansi pada UMKM terhadap praktik akuntansi di UMKM,