• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian, Sifat dan Fungsi Pajak

Banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli perpajakan, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Definisi pajak tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Pajak menurut Rachmat Soemitro seperti yang dikutip Yusdianto Prabowo (2002:1):

Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak adalah :

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan

akan berakibat adanya sanksi.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan.

(2)

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

Menurut S.I. Djajadiningrat sebagaimana dikutip oleh Rimsky K. Judisseno (2001:10):

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

Simpulan definisi di atas adalah sebagai berikut:

1. Pajak dipungut disebabkan karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

2. Berdasarkan kekuatan undang-undang dan aturan pelaksanaannya, pemerintah pusat maupun daerah berhak memungut pajak dari masyarakat.

Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Mohammad Zain (2005:10-11): Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeiuaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari definisi Adriani ini terlihat bahwa definisi tersebut lebih menekankan pada fungsi budgetair daripada pajak, sementara pajak sebenarnya masih mempunyai fungsi lain yang juga sangat penting, yaitu rungsi mengatur. Dalam definisinya, Adriani juga mengatakan bahwa "tidak mendapat prestasi kembali dari negara", sebenarnya adalah prestasi khusus yang mempunyai hubungan erat

(3)

dengan pembayaran "iuran". Bentuk prestasi dari negara adalah adanya hak untuk menggunakan sarana dan prasarana umum, misalnya: jalan, jembatan, dan

perlindungan keamanan.

Pada umumnya pajak mempunyai dua fungsi utama, yakni fungsi budgetair (anggaran/penerimaan) dan fUngsi regulerend (mengatur).

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sejak tahun anggaran 1992/1993, penerimaan dari sektor pajak meningkat dari tahun ke tahun, bahkan telah mencapai 50% dari volume penerimaan APBN, sebelumnya penerimaan lebih banyak bertumpu pada sektor migas.

2. Fungsi Mengatur (Regitler)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. Dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga pengkonsumsi minuman keras dapat ditekan jumlahnya. Demikian pula terhadap barang mewah dan rokok.

Dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu pajak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok :

(4)

1. Menurut Golongan

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Suatu pajak dapat dikatakan sebagai pajak langsung jika dipungut secara berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut.

Contohnya adalah Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Suatu pajak dapat dikatakan sebagai pajak tidak langsung jika tidak dipungut secara berulang-ulang. Contohnya adalah Bea

Meterai dan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Si fat

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya atau Wajib Pajaknya (diri orang/badan). Pajak subjektif dimulai dengan menetapkan orangnya dan selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajak.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal atau berdasarkan pada objek yang dikenai pajak, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Pajak objektif dimulai dengan melihat objeknya yang selain benda dapat juga berupa keadaan, peristiwa atau perbuatan yang menimbulkan kewajiban untuk membayar, dan selanjutnya baru dicari subjeknya (orang atau badan) tanpa memperhatikan apakah subjek itu berada di Indonesia atau di luar Indonesia.

(5)

3. Menurut Lembaga Pemungut

a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, contohnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Meterai, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya adalah Pajak Hiburan dan Pajak Reklame.

Dalam pajak dikenal beberapa macam tarif. Macam-macam tarif pajak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Proporsional (sebanding/sepadan), yaitu berupa persentase tetap yang dikenakan terhadap semua objek pajak berapapun nilainya yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contohnya adalah : Pajak Pertambahan Nilai, tarif

pajaknya adalah 10%.

2. Tarif Pajak Tetap, yaitu berupa suatu jumlah yang tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pajak terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Jadi, besamya pajak yang terutang adalah tetap.

Contohnya adalah Tarif Bea Meterai.

3. Tarif Pajak Progresif (persentase meningkat), yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin meningkat jika jumlah yang dikenai pajak meningkat. 4. Tarif Pajak Degresif (persentase menurun), yaitu berupa tarif pajak yang

(6)

Adapun tarif untuk Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) DiatasRp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah)

Tarif Pajak 10% (sepuluh persen)

15%

(lima belas persen)

30% (tiga puluh persen)

Sumber: UU Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000

B. Sistem Pemungutan Pajak

Secara utnum sistem pemungutan pajak yang berlaku ada tiga cara, yaitu: 1. Official Assessment System, dalam sistem ini wewenang pemungutan pajak

ada pada fiscus. Fiscus berhak menentukan besarnya pajak terutang baik wajib pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak yang merupakan bukti timbulnya suatu hutang pajak. Sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 1967.

2, Semi Self Assessment and With Holding System, yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada pihak ketiga, bukan Wajib Pajak (WP) dan juga Fiscus. Sistem ini dilaksanakan pada tahun 1968-1983.

(7)

3. Full Self Assessment, yaitu sistem pemungutan pajak dimana WP boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Sistem ini berlaku dari tahun 1984 sampai dengan sekarang.

C. Tata Cara Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak berdasarkan stelsel dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Stelsel nyata (riil stelsel), yaitu pengenaan pajaknya didasarkan pada

keadaan nyata dari objek pajaknya. Oleh karena itu pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah terlambatnya uang pajak masuk ke dalam kas negara.

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel), yaitu pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan hukum {fictive) tertentu. Contohnya adalah dengan menganggap bahwa penghasilan yang diterima oleh setiap Wajib Pajak sama besarnya untuk setiap tahun. Kelebihannya adalah pajak dapat dibayar pada tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

3. Stelsel campuran, yaitu perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Utang pajak akan dihitung dengan stelsel anggapan pada awal

tahun kemudian pada akhir tahun akan dikoreksi berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Jika besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar

(8)

daripada menurut pajak anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya, tetapi jika lebih kecil, maka kelebihan akan diterima kembali. Kelebihannya adalah pada awal tahun pajak sudah dapat masuk ke kas negara, sedangkan kelemahannya adalah adanya ketetapan yang

dilakukan dua kali selama masa pajak.

Indonesia menerapkan sistem stelsel nyata yang diterapkan oleh Wajib pajak atas penghasilan yang dimiliki dan tanggung jawab untuk menghitung,

menyetor atau melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

D. Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang atau badan menurut undang-undang perpajakan memiliki kewajiban pajak dalam satu tahun pajak. Pajak Penghasilan seperti yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, yang menjadi subjek pajak adalah :

1. a. Orang pribadi;

b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan,

menggantikan yang berhak; 2. badan;

3. bentuk usaha tetap.

Subjek pajak berdasarkan lokasi geografisnya dibedakan menjadi dua, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 seperti yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (3), yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri adalah :

(9)

3. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dan 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

4. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; 5. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan

yang berhak.

Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) adalah :

1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(10)

Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undanj Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 Pasal 2 adalah:

1. Badan perwakilan negara asing;

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplotnatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan

memberikan perlakuan timbal balik;

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan dengan syarat:

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran

para anggota.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaaan lain untuk memperoleh penghasilan di

(11)

E. Pengertian Penghasilan Menurut Akuntansi dan Ketentuan Perpajakan 1. Penghasilan Menurut Akuntansi dan Ketentuan Perpajakan

Penghasilan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004 : 18):

Penghasilan adalah peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Pendapatan menurut menurut undang-undang PPh pasal 4 ayat 1 UU PPh No. 17Tahun2000:

Penghasilan (income) adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apa pun.

2. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau pajak Negara, sehingga beban pajak langsung tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

F. Pengertian Beban Menurut Akuntansi dan Ketentuan Perpajakan

Definisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa misalnya beban pokok penjuaian,

(12)

gaji, penyusutan, dan Iain-lain. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas (dan setara kas), persediaan dan aktiva tetap.

Adapun definisi beban menurut Ikatan Akuntan (2004 : 18):

Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Menurut ketentuan perpajakan, pada dasarnya biaya terbagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (deductible expenses/costs) dari penghasilan bruto dalam rangka menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap menurut pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000

tentang pengurang penghasilan bruto adalah sebagai berikut:

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tujangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11 A.

(13)

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan. e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia.

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial.

2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (UPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang

bersangkutan.

3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus 4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur Iebih lanjut dengan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak.

(14)

2. Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan (non dediictable expenses/ costs) dari penghasilan bruto dalam rangka menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap menurut pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 tentang pengurang penghasilan bruto adalah sebagai

berikut:

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa. asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali

(15)

penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh Pemerintah; h. Pajak Penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi

pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(16)

G. Laporan Keuangan Ditinjau dari Akuntansi

Laporan keuangan ditinjau dari sudut akuntansi adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan No 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 2004 disebutkan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Posisi Keuangan (yang dapat disajikan dengan berbagai cara, seperti sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang

merupakan bagian integral laporan keuangan.

Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, setiap laporan keuangan harus dapat memberikan gambaran nyata mengenai aktivitas perusahaan agar tidak

menyesatkan para pemakai laporan keuangan tersebut.

Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum dikenal sebagai Laporan Keuangan Komersial. Laporan Keuangan Komersial yang baik harus memiliki karakteristik kualitatif dalam menyampaikan informasinya, diantaranya yaitu:

1. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai.

(17)

2. Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.

3. Keandalan

Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

4. Dapat diperbandingkan

Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja

serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

H. Laporan Keuangan Ditinjau dari Perpajakan

Laporan keuangan ditinjau dari sudut perpajakan adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku. Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua aturan perpajakan, maka laporan itu dinamakan laporan keuangan fiskal. Menurut undang-undang perpajakan, laporan tersebut harus

(18)

dilampirkan pada akhir tahun pajak bersama Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

dan Surat Setoran Pajak (SSP).

ApabiJa Wajib Pajak berkeinginan untuk menyusun laporan keuangan

fiskal maka hal-hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri

dari:

1. Laporan Laba Rugi Fiskal

Laporan Laba Rugi Fiskal adalah laporan yang menggambarkan hasil

usaha atau pekerjaan wajib pajak selama I tahun pajak, yang disusun dari

pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan

diadakan koreksi-koreksi fiskal terhadap penghasilan yang tidak

termasuk objek pajak dan biaya yang tidak dapat dikurangkan, sehingga menghasilkan laporan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam Laporan Laba Rugi fiskal terdapat hal-hal penting yang perlu

menjadi perhatian dalam rangka koreksi fiskal yaitu :

a. Penghasilan (income)

I). Taxable income, yaitu penghasilan yang merupakan obyek Pajak

Penghasilan;

2). Non taxable income, yaitu penghasilan yang bukan merupakan

obyek Pajak Penghasilan. b. Biaya (expense)

1). Deductible expense, yaitu pengeluaran atau beban atau biaya yang boleh dibiayakan atau dikurangkan atas penghasilan.

(19)

2). Non deductible expense, yaitu pengeluaran atau beban atau

biaya yang tidak boleh dibiayakan atau dikurangkan atas

penghasilan.

c Perhitungan penyusutan

Ketentuan-ketentuan mengenai penghasilan, biaya, perhitungan

penyusutan menurut fiskal, diatur dalam peraturan

perundangan-undangan perpajakan. Tarif untuk menghitung Penyusutan atas harta

berwujud dan kelompoknya dapat dilihat seperti tabel 2. Ketentuan

lain yang mengatur tentang penyusutan yaitu Keputusan Menteri

Keuangan No. 520/KMK.04/2000 sebagaimana yang diubah terakhir

dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 pada

lampiran 1-4 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam

Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan

Penyusutan.

Tabel 2

Kelompok Harta Berwujud dan Tarifnva 1 Kelompok liana Bt'rwujud — I. Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II.Bangunan Permanen Tidak Permanen Masa Manfaal _ _ 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 20 tahun 10tahun

Sumber: UU Pajak Penghasiian No. 1 7 Tahun 200(7

Tnrit'penyusutai sebagaimana dimaksud dalam ayat(l) 25% 12,5% 6,25 % 5% 5% 10%

!

"I aril

penyusutan scbagaimana dimuksud dalam aval (2) 50% 25% 12,5% 10%

(20)

2. Penjelasan atas laporan keuangan fiskal

Penjelasan atas laporan keuangan fiskal adalah penjelasan setiap pos-pos

yang ada dalam neraca fiskal dan laporan Iaba rugi fiskal yang

penjelasannya bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

3. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal

Adalah rekonsiliasi yang dilakukan akibat adanya perbedaan-perbedaan

laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal yang

diantaranya terjadi karena perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya.

4. Ikhtisar kewajiban pajak

Ikhtisar kewajiban pajak adalah ikhtisar yang berisikan

kewajiban-kewajiban pajak yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak.

I. Koreksi Fiskal

Sebelum membuat laporan keuangan fiskal terlebih dahulu harus dilakukan

penyesuaian dengan melakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal biasanya

dilakukan oleh pengusaha sebagai Wajib Pajak untuk menyesuaikan dengan

ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

Ada dua jenis koreksi fiskal yaitu :

1. Koreksi fiskal positif yaitu koreksi yang bersifat menambah besarnya

Iaba perusahaan sehingga memperbesar jumlah kewajiban perpajakan.

Koreksi ini umumnya terjadi bila ada pos-pos yang secara komersial dikurangkan dari penghasilan tapi secara pajak tidak diperkenankan.

(21)

2. Koreksi fiskal negatif yaitu koreksi yang bersifat mengurangi besarnya

laba perusahaan sehingga memperkecil jumlah kewajiban perpajakan.

Koreksi ini umumnya terjadi bila ada pos-pos yang secara komersial

dibebankan terlalu kecil sedangkan menurut ketentuan perpajakan harus

lebih besar.

Koreksi fiskal mengakibatkan laba yang berbeda antara laporan keuangan

komersial dan fiskal. Perbedaan tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1. Beda Waktu (Temporary/Timing Difference)

Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban

menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dan ketentuan perpajakan.

Perbedaan ini mengakibatkan penggeseran pengakuan penghasilan dan

biaya antara satu Tahun Pajak ke Tahun Pajak lainnya.

Beda waktu dapat digolongkan menjadi:

a. Pendapatan atau keuntungan yang diakui lebih dahulu oleh pajak

daripada akuntansi.

Contoh: penghasilan untuk beberapa tahun yang diperoleh sekaligus yang meliputi pendapatan diterima dimuka, keuntungan penjualan akibat sales & lease back diakui pajak pada tanggal penjualan, sedangkan menurut akuntansi pengakuannya ditangguhkan selama umur aktiva tersebut.

b. Biaya atau kerugian yang diakui lebih dahulu olch pajak daripada

(22)

Contoh: biaya pendirian dan perluasan modal menurut pajak

dibebankan sekaligus, sedangkan menurut

akuntansi

ditangguhkan.

c Pendapatan atau keuntungan yang diakui lebih dahulu oleh akuntansi

daripada pajak.

Contoh: penjualan aktiva tetap oleh karena sebab biasa dengan

harga diatas nilai buku, menurut pajak diakui sebagai

pendapatan sedangkan menurut akuntansi jika nilai buku saldonya negatif, maka hasil penjualan aktiva langsung

dikurangkan dari nilai buku.

d. Biaya atau kerugian yang diakui lebih dahulu oleh akuntansi

daripada pajak.

Contoh: penyisihan piutang diragukan pelunasannya menurut akuntansi telah menjadi beban pada saat diperkirakan tidak tertagih tapi menurut pajak diakui pada saat piutang benar-benar dihapuskan.

2. Beda Tetap (Permanent Different)

Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya

berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip

akuntansi yang sifatnya permanen. Dengan arti lain suatu penghasilan

atau biaya tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung

Penghasilan Kena Pajak, seperti: a. Pemberian kenikmatan atau natura;

(23)

b. Biaya jamu tamu, kecuali jika perusahaan membuat daftar nominatif;

c. Sumbangan;

d. PPh pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi hasil;

e. Pendapatan bunga; f. Hibah dan warisan;

g. Bunga dan dividen.

Dasar hukum atas penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah :

1. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

2. PP No. 131 Tahun 2000 tentang Bunga deposito dan tabungan serta

diskonto sertifika Bank Indonesia

3. KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pasal

21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan

Orang Pribadi

4. KEP-220/PJ/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya

Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan 5. Ketentuan dan Peraturan pelaksana lainnya yang berkaitan:

a. Penghasilan bunga bank

Pendapatan bunga deposito dari bank merupakan salah satu unsur penghasilan di luar usaha dalam Laporan Laba Rugi. Menurut akuntansi pada akhir periode harus disajikan dalam Laporan Laba Rugi pada rekening pendapatan di luar usaha. Sedangkan menurut perpajakan, penghasilan bunga deposito tidak dimasukkan sebagai

(24)

unsur pendapatan, karena atas penghasilan bunga deposito telah

dikenakan pajak yang bersifat final,

b. Penghasilan dividen

Menurut akuntansi, jika dividen tunai harus diakui jika hak

pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.

Sedangkan menurut pajak dividen dengan nama dan dalam bentuk

apapun termasuk objek pajak penghasilan, kecuali untuk dividen atau Iaba yang diterima oleh PT dalam negara, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan

bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari

cadangan Iaba yang ditahan; dan bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen kepemilikan saham pada badan yang memberi dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

c. Biaya sumbangan, kenikmatan dalam bentuk natura, denda, dan

bunga pajak.

Biaya sumbangan, kenikmatan dalam bentuk natura, denda, dan bunga pajak merupakan arus keluar yang setiap periode harus dibebankan pada penghasilan. Sedangkan menurut pajak tidak semua

biaya yang dikeluarkan dapat dibebankan pada penghasilan dalam

(25)

d. Biaya entertainment

Biaya ini merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto sepanjang ada hubungan dengan kegiatan Wajib Pajak yang

harus dilengkapi dengan daftar nominatifnya, jika tidak maka biaya

ini tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.

J. Pembukuan

1. Tujuan Pembukuan

Tujuan pembukuan sesuai penjelasan Pasal 14 UU PPh No. 17 tahun 2000

adalah untuk mendapatkan Informasi yang benar dan lengkap tentang

penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak.

2. Pelaksanaan Pembukuan

Pelaksanaan pembukuan dalam akuntansi pajak berdasarkan pasal 28 UU

KUP harus mengikuti ketentuan - ketentuan sebagai berikut:

a. Diselenggarakan

dengan

memperhatikan

itikad

baik

dan

mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

b. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka

arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam mata uang selain rupiah (dollar Amerika Serikat) dan

bahasa asing (bahasa Inggris) yang diizinkan oleh Menteri Keuangan,

seperti yang diatur dalam KMK No. 609/KMK.04/1994 sebagaimana

(26)

c Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual

atau stelsel campuran.

d. Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,

modal penghasilan dan biaya serta penjualan dan pembelian.

e. Diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di

Indonesia. Misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK),

dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku.

Pembukuan wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak yang berbentuk

badan usaha seperti PT, CV, Firma, Yayasan atau Koperasi. Adapun

Wajib Pajak perorangan yang mempunyai peredaran usaha sampai dengan

Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) setahun dapat memilih

menggunakan pembukuan atau catatan.

Bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan catatan, perhitungan

penghasilan neto dihitung atas dasar Norma Perhitungan Penghasilan

Neto, dengan cara besarnya peredaran usaha dalam satu tahun dikalikan

dengan besarnya persentase tertentu yang telah ditentukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak. Biaya yang timbul atas kegiatan Wajib Pajak yang

Referensi

Dokumen terkait

Contoh lain dari komitmen FedEx dalam inovasi dan teknologi yaitu solusi wirelessnya, pertama dalam industri tersebut, yang memungkinkan kurirnya

Nantinya, penerbitan obligasi tersebut merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) Rp 12 triliun, dimana sebelumnya telah diterbitkan sebesar Rp 7 triliun pada tahap

Mengajar pertemuan I kelas 4 SD Negeri Tlogo sebagai kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran NHT dengan materi kegiatan yang ada dalam koperasi

Intensitas serangan hama lalat buah di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 dan 2016 menunjukkan intensitas rata-rata serangan sebanyak 66,7%, untuk mengetahui

Banyak terjadi kontradiksi dan kontroversi dalam mewujudkan tata hukum nasional, karena tidak seluruhnya bersandar kepada hukum adat dan hukum Islam serta

2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Baitussalam yang dibelajarkan dengan model pembelajaran.. Picture and Picture dan media audio visual pada

Hal ini mempunyai daya tarik tersendiri untuk diteliti karena PT Asuransi Jiwa Syariah Al-Amin Cabang Medan tidak memiliki manajer risiko dan underwriter di Kantor

1. Dampak negatif narkoba dalam jangka panjang. Peningkatan angka kematian rata-rata akibat penyakit penyerta sebagai dampak buruk penyalahgunaan narkoba seperti TB,