• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran terhadap norma itu sendiri adalah merupakan perbuatan bersifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran terhadap norma itu sendiri adalah merupakan perbuatan bersifat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai kejahatan atau tindak pidana memang tidak mengenal penyebab tunggal dari menurun dan meningkatnya kriminalitas: kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan kependudukan, struktur masyarakat serta perubahan nilai sosial dan budaya ikut mempengaruhi dan memberikan dampak tersendiri terhadap motif, sifat, bentuk, intensitas maupun modus

operandi kejahatan.1 Kejahatan secara sederhana dapat diartikan sebagai

pelanggaran terhadap norma itu sendiri adalah merupakan perbuatan bersifat tindak (gendrogsregels) dan peraturan-peraturan hidup (leefregels) yang harus

dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh setiap orang dan masyarakat.2

Dari sekian banyak kejahatan yang terdapat dalam kehidupan, sebagian dari kejahatan yang terjadi dalam masyarakat itu adalah kejahatan tehadap tubuh dan nyawa, artinya kejahatan terhadap nyawa berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum atas nyawa manusia. Dalam KUHP ada dua kejahatan yaitu :

1. Bab XX untuk kejahatan terhadap tubuh yang dilaksanakan secara sengaja

dan Bab XXI (khusus pasal 360 bila dilakukan tanpa kesengajaan atau karena kelalaian)

1Tubagus Ronny Rahman Nitibaskoro, Ketika Kejahatan Berdaulat (Sebuah Pendekatan

Kriminologi, Hukum dan Sicial) Peradaban, Jakarta, 2001, hal 168.

2Zamhari Abidin, Pengertian Azas Hukum Pidana Dalam Schema (bagan ) dan Sypnosis

(2)

2. Bab XIX untuk kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan secara sengaja dan Bab XXI (khusus pasal 359 bila dilakukan tanpa kesengajaan atau

karena kelalaian.3

Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan ataupun apa yang dibolehkan dan apa yang tidak dibolehkan. Hukum dapat mengkualifikasikan sesuatu perbuatan sesuai dengan hukum atau sebagai melawan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah. Karena yang menjadi masalah dan perlu diperhatikan adalah perbuatan melanggar hukum. Perhatian dan penggarapan itulah yang merupakan

penegakan hukum terhadap perbuatan yang melawan hukum tersedia sanksi.4

Hubungan antara aparat penegak hukum khususnya pihak kepolisian dengan terjadinya tindak pidana adalah erat antara satu dengan yang lain. Kepolisian adalah instansi terdepan yang berhadapan langsung dengan para pelanggar hukum. Pihak kepolisian mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi preventive atau pencegahan

2. Fungsi pre-emtif

3. Fungsi represif atau penindak.

Fungsi preventif tidak hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum tapi dilakukan oleh seluruh masyarakat, yakni untuk mencegah terjadinya tindak pidana dan perbuatan lain yang negatif atau yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban umum. Jadi fungsi preventif bukan dimaksudkan dalam kompetensi pengadilan dan pemidanaan. Fungsi pre-emtif adalah suatu bentuk tindakan untuk

3Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa Biro Konsultan dan Bantuan

Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 1999, hal 4.

(3)

menciptakan suatu kondisi sehingga tidak menimbulkan ancaman yang bersifat aktual, dan fungsi represif adalah tugas kehakiman guna memberantas perbuatan-perbuatan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana, melalui pihak kepolisian dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, serta penahanan terhadap pelaku yang melakukan perbuatan tersebut serta menyerahkan berkas perkara pada penuntut umum, merupakan bagian dari fungsi represif yang dimiliki

oleh pihak kepolisian.5

Seperti yang dinyatakan dalam KUHAP terdapat pada Pasal 1 ayat (1), yang menyebutkan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. POLRI dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penyidikan harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus (special rule) yang diatur oleh Hukum Acara Pidana (criminal prosedure) yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana nomor 8

tahun 1981 (KUHAP).6

Unit Olah Tempat Kejadian Perkara sebagai salah satu bagian dari keorganisasian polisi mempunyai fungsi teknis untuk mengamankan tempat kejadian perkara, untuk mencegah hilang atau kaburnya fakta atau bahan yang diperlukan dalam mengungkapkan tindak pidana, tidak hanya itu unit olah tempat kejadian perkara juga melakukan pengolahan tempat kejadian perkara untuk menemukan dan mengumpulkan barang bukti atau jejak yang harus dicari dan ditemukan di Tempat Kejadian Perkara sehingga dapat menentukan pelaku,

5Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian pada pasal 13.

(4)

korban, saksi, barang bukti, modus operandi, alat yang digunakan dalam tindak pidana dan semua itu dilakukan untuk mengungkap suatu tindak pidana. Misalnya saja pada contoh kasus peristiwa pembunuhan yang terjadi di wilayah Jombang pada tahun 2015 yakni kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mohamad Rosyid, 18 tahun terhadap korban yang bernama Afifudin Amirullah merupakan pelajar dan teman dekat dari tersangka. Korban ditemukan tewas di dekat jembatan desa Banjardowo Jombang. Pelaku pembunuhan ini membunuh korban dengan cara menusuk perut korban, tersangka menggorok leher korban dan menghujamkan pisau berulang kali ke punggung korban. Untuk motifnya saat ini kami belum bisa disimpulkan. Namun, dari rekonstruksi terlihat tersangka ingin memiliki motor, handphone, dan barang milik korban," kata Kasat Reskrim Polres Jombang AKP

Harianto Rantesalu”.7

Setelah mencermati kasus diatas, maka pengolahan TKP yang dilakukan oleh penyidik Polres Jombang ini sangat penting karena dengan dilakukannya pengolahan TKP tersebut dapat ditemukan interaksi antara pelaku kejahatan, korban, barang bukti, serta motif yang mendasari seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan. Dengan kata lain pengolahan TKP ini sangat menentukan berhasil atau tidaknya dalam mengungkap suatu tindak pidana pembunuhan.

Karena itu tidak jarang proses pengolahan TKP terkendala oleh antipati warga masyarakat untuk menjadi saksi kejahatan tersebut. Seperti kebanyakan warga takut menjadi saksi tindak kriminalitas sehingga sering menjadi kendala dalam pengungkapan kasus. Begitu pula keaslian TKP, sering menjadi

7Ishomudhin. Polisi Tangkap Pembunuh Sadis Pelajar di Jombang, http://nasional.tempo.co.

(5)

penghambat jajaran penyidik Polres setempat mengidentifikasi pelaku kejahatan. Seperti terkadang TKP sudah dipenuhi masyarakat sehingga pendeteksian pelaku sering sulit dilakukan karena sidik jari warga sudah banyak di TKP. Dengan demikian petugas TKP harus memiliki teknologi pendeteksian sidik jari.

Adapun dasar hukum kegiatan-kegiatan dalam pengolahan TKP itu meliputi (Pasal 24 huruf a Perkapolri 14/2012): mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; dan memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi; Ketentuan lain yang mengatur tentang Pengolahan TKP adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dari peraturan ini diketahui bahwa pihak yang berwenang melakukan pengolahan TKP

bukan hanya Polri melainkan juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).8

Mengingat pentingnya peran unit olah tempat kejadian perkara dalam mengungkap tindak pidana tidak lepas dari hasil penanganan dan pengolahan tempat kejadian perkara dalam penanganan dan pengolahan tersebut dilakukan tindakan pencarian dan pengumpulan barang bukti, sehingga menjadi titik terang bagi penyidik untuk menemukan siapa pelaku yang akan bertanggung jawab dalam pembunuhan tersebut serta mengungkap motivasi pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Oleh karena itu Unit Olah Tempat Kejadian harus ada dalam setiap kesatuan kepolisian baik dari Polsek sampai Mabes POLRI.

8Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang

(6)

Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Begitu juga dengan Kepolisian Resort Kabupaten Jombang merupakan sebuah lembaga atau institusi yang mempunyai tugas dan wewenang untuk menjaga serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya untuk masyarakat Kabupaten Jombang yang berada di bawah komando Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim), dan berada di bawah komando Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Markas Polres Jombang terletak di jalan Wachid Hasyim yang merupakan letak strategis yang berada di pusat Kabupaten Jombang sehingga dapat menunjang segala aktifitasnya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan kondisi dinamis masyarakat.

Hal tersebut merupakan salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang kendala yang terjadi pada Pores Jombang dalam melakukan pengolahan TKP, maka penulis merasa tertarik

(7)

untuk mengangkat judul: ANALISIS TENTANG KENDALA DALAM MELAKUKAN PENGOLAHAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA OLEH KEPOLISIAN DALAM KASUS PEMBUNUHAN (Studi di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis perlu mengemukakan dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pengolahan TKP yang dilakukan oleh Polres

Kabupaten Jombang dalam kasus pembunuhan?

2. Apa saja kendala internal dan eksternal yang biasanya terjadi dalam

melakukan pengolahan TKP dalam kasus pembunuhan?

3. Bagaimana upaya untuk menanggulangi kendala internal dan eksternal

tersebut? C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan pengolahan TKP

yang dilakukan oleh Polres Kabupaten Jombang dalam kasus pembunuhan.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kendala internal dan eksternal

yang biasanya terjadi dalam melakukan pengolahan TKP.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan upaya untuk menanggulangi

(8)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sumbang pemikiran untuk ilmu hukum khususnya hukum acara pidana

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pihak Polres, penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu

konstribusi dalam proses penanganan tempat kejadian perkara

b. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat memberi masukan atau gambaran

tentang keadaan tempat kejadian perkara.

c. Bagi Penulis, untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

gelar kesarjanaan strata 1 (satu) di Fakultas Hukum UMM. E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum, khususnya Unit Olah TKP yang ada dalam setiap kesatuan kepolisian. F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini metode pendekatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Metode yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap kenyataan yang ada di masyarakat dengan tujuan untuk menemukan fakta, kemudian menuju

kepada identifikasi masalah dan akhirnya menuju penyelesaian masalah.9

9Soemitro Hanitijo Ronny, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta :

(9)

Adapun pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan dari aspek hukum dalam hal pengolahan TKP, dimana polisi sebagai salah satu penyidik mempunyai tugas yang sangat penting yaitu dalam mengungkap suatu

tindak pidana pembunuhan. Dalam mengungkap tindak pidana

pembunuhan, penyidik harus mencari pelakunya dengan menemukan barang bukti di Tempat Kejadian Perkara atau disebut juga dengan olah TKP. Tempat Kejadian Perkara adalah tempat suatu perbuatan tindak pidana telah terjadi. Sedangkan pendekatan sosiologis adalah suatu pendekatan sosial tentang pelaksanaan dan kendala yang terjadi di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang dalam melakukan pengolahan TKP sekaligus upaya untuk menaggulangi internal dan eksternal.

2. Lokasi Penelitian

Penulis memilih lokasi penelitian di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang, hal ini terkait dengan teknik pengolahan Tempat Kejadian Perkara yang dilakukan di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang, yaitu antara lain:

a. Mapolres Jombang terletak di jalan K.H. Wachid Hasyim No.62

Jombang

b. Lokasi-lokasi yang menjadi TKP, yaitu:

1. TKP kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mohammad Rosyid

terhadap korban yaitu Afifudin Amirullah di Dusun Sumber Winong Desa Banjardowo

(10)

2. TKP kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ikhsan Pratama terhadap korban yaitu Delta Fitriani, Rifan Hernanda, dan Yoga Saputra di Perumahan Sambong Permai Jombang.

3. TKP kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Enjun Juhari,

terhadap korban yaitu Mohammad Nur di Dusun Balong Rejo Desa Pundong Kecamatan Diwek

4. TKP kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Prawoto alias

Prengky terhadap korban yaitu Kuswati di Dusun Plumpang Desa Daditunggal Kecamatan Ploso

Adapun alasan yang menjadi dasar bagi penulis untuk melakukanya di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang karena ingin mengetahui kemampuan dari pihak kepolisian khususnya Unit Olah Tempat Kejadian Perkara di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang dalam mengatasi atau mengurangi kendala dalam menemukan dan mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap tindak pidana pembunuhan.

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini ada dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung, diamati, dicatat oleh peneliti mulai bulan Juli sampai Agustus 2015. Dalam hal ini data yang diperoleh langsung dari subyek yang diminta data atau keterangan di lokasi penelitian dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan

(11)

pelaksanaan olah TKP sekaligus permasalahan yang sedang diteliti yaitu pelaksanaan dan kendala internal dan eksternal yang terjadi di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang dalam melakukan pengolahan Tempat Kejadian Perkara yang terjadi selama Bulan Januari sampai Desember 2015.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang ada didalam penelitian ini merupakan cakupan dari hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari norma dasar peraturan dan perundang-undangan terkait, serta peraturan-peraturan yang lain. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan

penjelasan bahan hukum primer. Dengan demikian penulis

mengumpulkan data sekunder dengan jalan mengumpulkan sejumlah data atau fakta melalui buku-buku, dokumen-dokumen, mengenai pelaksanaan dan kendala serta upaya menanggulangi olah TKP yang terjadi di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang dalam melakukan pengolahan Tempat Kejadian Perkara oleh kepolisian.

4. Teknik Pengumpulan Data A. Wawancara

Data penelitiaan ini menggunakan teknik wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini peneliti mengadakan wawancara terhadap responden yang terkait dengan pengelolahan TKP, terutama

(12)

bagian Reskrim yang terkait dengan pengelolahan TKP dalam melakukan pengolahan Tempat Kejadian Perkara. Pemilihan informan penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling yaitu sample yang dipilih

berdasarkan pertimbangan atau penelitian, jadi dalam hal ini penelitian menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili

populasi.10 Sehingga yang menjadi subyek penulis adalah sebagian dari

polisi yang menjadi anggota unit olah tempat kejadian perkara di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang.

Dalam hal ini penulis mewawancarai Kesatuan Reskrim polres Kabupaten Jombang dan responden yang terkait dengan pengelolahan Tempat Kejadian Perkara dalam Kasus Pembunuhan. Penulis memilih responden dari kesatuan Reskrim Polres Kabupaten Jombang karena mereka adalah pelaksana dari fungsi penyelidik dan penyidik serta penindakan atau represif terhadap kejahatan di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang, adalah sebagai berikut:

1. Akp. Harianto Rantaselu (Kasat Reskrim)

2. Anggota Unit olah Tempat kejadian Perkara yang secara langsung

menangani dan mengolah tempat kejadian perkara, yaitu Aiptu Niswan dan Ipda Sarwiaji.

Mereka adalah pelaksana penyelenggaraan kegiatan komando polisi yang secara eksternal termasuk pengolahan data yang masuk ke di Wilayah Hukum Polres Kabupaten Jombang yang salah satunya laporan tentang

(13)

adanya tindak pidana dalam kasus pembunuhan. Sedangkan responden yang terkait dengan Tempat Kejadian Perkara, sebagai berikut:

1. Masyarakat yang melihat langsung TKP :

a. Faris Andriansyah adalah masyarakat yang melihat langsung TKP

kasus pembunuhan di Dusun Sumber Winong Desa Banjardowo

b. Anas adalah masyarakat yang melihat langsung TKP kasus

pembunuhan di Perumahan Sambong Permai Jombang

c. Rizal adalah masyarakat yang melihat langsung TKP kasus

pembunuhan di Dusun Balongrejo Desa Pundong Kecamatan Diwek

d. Yudan adalah masyarakat yang melihat langsung TKP kasus

pembunuhan di Dusun Plumpang Desa Daditunggal Kecamatan Ploso

2. Masyarakat di sekitar TKP :

a. Wily adalah masyarakat di sekitar TKP di Dusun Sumber Winong

Desa Banjardowo

b. Aryo adalah masyarakat di sekitar TKP di Perumahan Sambong

Permai Jombang

c. Bagus Kuntet adalah masyarakat di sekitar TKP di Dusun

Balongrejo Desa Pundong Kecamatan Diwek

d. Charis adalah masyarakat di sekitar TKP di Dusun Plumpang Desa

(14)

B. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi

Studi kepustakaan dan dokumentasi yaitu dengan mencari data yang pernah ditulis oleh peneliti sebelumnya dan literatur serta berkas atau dokumen, dimana ada hubunganya dengan penelitian ini. Adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek peneliti. Pengumpulan data dengan jalan mencatat dokumen dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan dengan analisis

permasalahan berdasarkan teori yang ada di buku pedoman.11

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh disusun secara sistematis untuk mendapatkan gambaran umum yang jelas mengenai obyek penelitian. Di sini digunakan metode analisis deskriptif, dengan cara memaparkan data yang diperoleh di lapangan berupa apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis maupun secara lisan dan pelaku-pelaku nyata, untuk selanjutnya ditafsirkan, disusun, dijabarkan serta di analisa untuk memperoleh jawaban maupun kesimpulan atas masalah yang diajukan secara logis serta dapat memberikan suatu pemecahan terhadap persoalan yang menyangkut obyek penelitian. Maka dengan demikian diberikan gambaran secara jelas dan sistematis mengenai fakta-fakta tentang tindak pidana yang diungkap oleh penyidik dengan menggunakan pengolahan Tempat Kejadian Perkara dalam kasus pembunuhan.

(15)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis akan membagi dalam 4 bab dan masing-masing bab terdiri sub bab, adapun bab-bab sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang pengertian dan masalah yang berkaitan dengan pengolahan Tempat Kejadian Perkara yang mencakup pengertian tindak pidana, fungsi polisi, pengertian penyelidikan dan penyidikan, pengertian Tempat Kejadian Perkara dan pembuktian dalam Hukum Pidana.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III ini berisi gambaran umum lokasi penelitian, penulis akan memberikan data tentang jenis dan jumlah tindak pidana di wilayah hukum Polres Kabupaten Jombang, pelaksanaan pengolahan TKP dan kendala yang dihadapai oleh unit olah tempat kejadian perkara sekaligus upaya untuk menanggulangi kendala tersebut agar dapat mengungkapkan tindak pidana. BAB IV PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan yang telah diteliti dari karya ilmiah ini dan juga mengenai saran yang diberikan oleh penulis sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca penelitian mengenai Kendala dalam melakukan Pengolahan Tempat Kejadian Perkara oleh Kepolisian.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel tersebut terlihat untuk jeroan paru kandungan bakteri aerob tertinggi didapatkan dari lokasi Cikarang-Bekasi yaitu 3,2 x 10 8 cfu/g, sedang yang berasal dari

Tuturan yang menggunakan ungkapan penghalus di atas, mengakibatkan respon yang baik bahkan respon yang merendahkan diri sendiri oleh mitra tutur (Kholes). Hal itu

‐  Kapasitas  pembangkit,  transmisi  dan  distribusi  yang  dibangun  lebih  banyak  dari  pada  yang  dibutuhkan.Pembangkit  dioperasikan  pada  CF  rendah, 

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) berbahasa Inggris yang berorientasi pemetaan pikiran

Data dari masing – masing objek sampel ditabulasikan kemudian data yang berhubungan pemaknaan sebuah bangunan atau objek arsitektural dikelompokkan berdasarkan variabel

Stemmer memasukkannya kedalam output “stemmed word” karena seluruh kata yang root nya berhasil ditemukan cocok dengan dataset kamus akar kata dan processing yang dilakukan oleh

Dari tabel presentase kesalahan siswa diperoleh bahwa soal nomor 1 aspek menganalisis, jenis kesalahan yang dilakukan siswa yaitu siswa tidak memahami informasi apa yang

Adapun tahapan dalam membuat media pembelajaran ini adalah: (1) Melihat potensi dan masalah berupa kemampuan guru ketika menyajikan materi kepada siswa, (2)