• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA (Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA (Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN

PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN

TERAPI CAIRAN INTRAVENA

(Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil)

SEVIKA DWI ANGGITA 14 321 0141

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(2)

ii SKRIPSI

ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN

TERAPI CAIRAN INTRAVENA

(DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL- PASURUAN )

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Studi S1 Ilmu Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Insan Cendekia Medika Jombang

SEVIKA DWI ANGGITA 143210141

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SEVIKA DWI ANGGITA

NIM : 143210141

Jenjang : Sarjana

Institusi : Prodi S1 Keperawatan STIKes ICME Jombang

Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang di rujuk dari sumbernya.

Jombang, 14 September 2018

Saya yang menyatakan

(4)
(5)

v

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP KEJADIAN

PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA

Nama Mahasiswa : Sevika Dwi Anggita

NIM : 143210141

TELAH DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING PADA TANGGAL 14 SEPTEMBER 2018

Pembimbing Utama

Harnanik Nawangsari, SST.,M.Keb NIK.02.03.013

Pembimbing Anggota

Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes NIK.01.13.700

Mengetahui

Ketua STIKES ICME

H. Imam Fatoni, S.KM.,MM NIK.03.04.022

Ketua Program Studi

(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama Mahasiswa : Sevika Dwi Anggita

NIM : 143210141

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Judul : ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP

KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG

MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA

Telah berhasil dipertahankan dan diuji di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Komisi Dewan Penguji,

Ketua Dewan Penguji : Dr. H.M. Zainul Arifin, Drs., M.Kes. ( )

Penguji 1 : Harnanik Nawangsari, SST.,M.Keb. ( )

Penguji 2 : Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes. ( )

Ditetapkan di : JOMBANG

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis ini dilahirkan di Lumajang pada tanggal 09 September 1995 dengan jenis kelamin Perempuan.

Riwayat pendidikan, Tahun 2008 penulis lulus dari SDN Pasirian 02 Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang, kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 02 Pasirian lulus tahun 2011 Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Setelah itu menempuh pendidikan SMK di SMK Negeri Pasirian condro Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang tamat tahun 2014.

Tahun 2014 sampai sekarang. penulis mengikuti pendidikan Prodi S1 Keperawatan di STIKES ICME Jombang.

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya

Jombang,14 September 2018 Penulis

(8)

viii MOTTO

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Seiring doa dan puji syukur aku persembahkan skripsi ini untuk :

1. Allah SWT, karena atas ijin dan karunia-Nya maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya.

2. Bapak dan ibuku tersayang, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya.

3. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya.

4. Teman sehidup, semati, seperjuangan, sependeritaan (S1 Ilmu Keperawatan kelas 8C), dan sahabat-sahabatku tersayang tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak akan mungkin sampai disini, terimakasih untuk canda, tawa, tangis dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang telah mengukir perjuangan selama kurang lebih 3,5 tahun ini. Sukses buat kita semua dan semoga apa yang kita inginkan dapat segera terwujud semua. Semangat !!!

5. Buat semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(10)

x ABSTRAK

ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN

INTRAVENA

(Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil) Oleh

SEVIKA DWI ANGGITA 14 321 0141

Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering diberikan pada pasien yang menjalani rawat inap, prosedur pemasangan yang kurang tepat, posisi yang salah, serta kegagalan dalam menembus vena, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan.

Desain penelitian ini deskriptif-analitik dengan metode penelitian Cross

sectional. Sampel penelitian ini adalah pasien yang diberikan terapi intravena yang dirawat di Ruang Melati RSUD Bangil. Teknik sampling secara purposive

sampling dengan responden sebanyak 43 responden yang memenuhi kriteria insklusi.Variabel jenis cairan, lokasi pemasangan infuse, lama pemasangan infus dan variabel dependen phlebitis. Data dikumpulkan dengan menggunakan Check List. Cara menganalisanya dengan menggunakan “Chi-Square Test” dan T-test” dengan tingkat signifikan ρ < 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan perhitungan data jenis cairan dengan kejadian plebitis dengan menggunakan uji statistik uji statistik T-test didapatkan nilai p=0,003, pada data tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis menggunakan uji Chi-Square Test didapatkan nilai p=0,00, pada data lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis menggunakan Chi-Square Test didapatkan nilai p=0,002, dimana semua hasil nilai p <0,05. Hasil penelitian dapat disimpukan bahwa terdapat hubungan antara jenis cairan, tempat pemasangan infus dan lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil

Oleh karena itu disarankan kepada perawat yang melakukan prawatan untuk memperhatikan dengan cermat tentang pemasangan infus pada pasien agar terjadinya plebitis bisa dihindari, sehingga kenyamanan pasien bisa terjaga.

(11)

xi ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS ON PLEBITIC EVENTS IN PATIENTS WHO GET INTRAVENOUS FLUID THERAPY

(In the Melati Room of the Bangil Regional General Hospital) By

SEVIKA DWI ANGGITA 14 321 0141

Infusion therapy is one of the actions most often given to patients undergoing hospitalization, improper installation procedures, wrong positions, and failure to penetrate the vein, can cause discomfort to the patient. The purpose of this study was to analyze the factors for the incidence of plebitis in patients who received intravenous fluid therapy in the Melati Room of Bangil Pasuruan Regional General Hospital.

The design of this study descriptive-analytic with Cross sectional research method. The sample of this study were patients given intravenous therapy who were treated in the Melati Room of Bangil Hospital. The sampling technique was purposive sampling with as many as 43 respondents who met the inclusion criteria.Variable type of fluid, location of infusion installation, duration of infusion and dependent variable plebiti. Data is collected using Check List. How to analyze it using "Chi-Square Test" and "T-test" with a significant level ρ <0.05.

The results showed the calculation of fluid type data with the incidence of plebitis using a statistical test T-test statistic obtained p = 0.003, the data on the place of infusion with the incidence of plebitis using Chi-Square Test obtained p value = 0.000, the old infusion data with the incidence of plebitis using Chi-Square Test obtained p value = 0.002, where all the results of p <0.05. The results of study can be concluded that there is a relationship between the types of fluids, the place of infusion and the length of infusion with the incidence of plebitis in the room of Jasmine Bangil Regional General Hospital.

Therefore it is recommended to nurses who perform treatment to pay close attention to the infusion of patients so that the occurrence of plebitis can be avoided, so that the patient's comfort can be maintained

(12)

xii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di Rumah Sakit Umum Daerah Bangil- Pasuruan” ini dengan sebaik-baiknya.

(13)

xiii

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan penelitian ini.

Jombang,14 September 2018

(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1Kerangka Konseptual... 31

3.2Hipotesis Penelitiann ... 32

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 33

(15)

xv

4.3Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

4.4Populasi, Sampel dan Sampling ... 37

4.5Jalannya Penelitian (Kerangka Kerja) ... 38

4.6Identifikasi Variabel ... 38

4.7Definisi Operasional ... 39

4.8Etika penelitian ... 40

4.9Pengumpulan Data dan Analisa Data... 42

4.10 Instrumen Penelitian ... 42

4.11 Prosedur Penelitian ... 43

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ... 45

5.2Pembahasan ... 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 58

6.2Saran ... 58

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 4.1 Definisi Operasional... 39 Tabel 5.1 Karakteristik Resonden Berdasarkan Usia Di ruang Melati

RSUD Bangil………... 46 Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang

Melati RSUD Bangil……… 46 Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta Di

Ruang Melati RSUD Bangil……… 46

Tabel 5.4 Karakteristik Respondem Berdasarkan Pendidikan Di Ruang

Melati RSUD Bangil……… 47

Tabel 5.5 Karakteristik Respondem Berdasarkan Jenis Cairan Di Ruang

Melati RSUD Bangil……… 47

Tabel 5.6 Karakterisktik responden Berdasarkan Tempat Pemasangan

Infus Di Ruang Melati RSUD Bangil………. 48 Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pemasangan Infus

Di Ruang Melati RSUD Bangil………... 48 Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Plebitis

Di Ruang Melati RSUD Bangil……… 48

Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hubungan Jarak Antara Jenis Cairan Dengan

Kejadian Plebitis……… 49

Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hubungan Antara Tempat Pemasangan Infus

(17)

xvii

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Antara Lama Pemasangan Infus

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Daftar Gambar Halaman

3.1 Kerangka Konseptual……….. 31

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN 1. .. Lembar Permohonan Menjadi Responden

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 3. Kuisoner

4. Lembar Pernyataan Dari Perpustakanan 5. Lembar Surat Studi Pendahulua

6. Lembar Surat Balasan Studi Pendahuluan 7. Lembar Surat Izin Penelitian

8. Lembar Konsultasi 9. Tabulasi Data Umum 10.Tabulasi kejadian Plebitis 11.Tabulasi Cairan Plebitis

12.Tabulasi Tempat Pemasangan Infus 13.Tabulasi Lama Pemasangan Infus 14.Crostabulasi Tempat Pemasangan Infus 15.Lembar T-Test

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

1. H1/Ha : hipotesis alternatif

2. % : prosentase

(20)

xx 5. < : lebih kecil

6. ∑ : jumlah

7. F : Frekuensi

8. IV : Intravena DAFTAR SINGKATAN

STIKes : Sekolah Tinggi IlmuKesehatan

ICMe : Insan Cendekia Medika

WHO : World Health Organization

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia

(21)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering diberikan pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi intravena (IV), pemberian obat, cairan, dan pemberian produk darah, atau sampling darah (Alexander, Corigan, Gorski, Hankins, & Perucca, 2010). Oleh karena itu, terapi ini umumnya diberikan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, dimana pasien-pasien tersebut akan mendapatkan akses vaskuler di beberapa tahap pengobatannya (Peterson 2002 dalam Royal College of Nursing (RCN), 2015). Saat ini, infus tidak hanya untuk pasien rawat inap, namun sudah dapat diberikan pada setting perawatan dirumah. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway, Hedrick, dan Perdue (2011) mengatakan bahwa terapi ini telah berkembang dari suatu tindakan yang dianggap ekstrim, dimana hanya digunakan pada kondisi kritis, menjadi terapi yang digunakan pada hampir 90% pasien yang menjalani rawat inap.

(22)

kondisi pasien, memiliki implikasi yang besar terhadap praktek keperawatan. Perawat diharuskan memiliki pengetahuan dan kompetensi klinis yang tinggi sehingga pemberian terapi infus akan lebih terjamin (Alexander, et al., 2016).

(23)

3

plebitis berkisar antara 20 sampai 80%. Dari data di Rumah Sakit Umum daerah tahun 2017 terdapat 524 kasus plebitis. Berdasarkan data studi pendahuluan pada tanggal 20 maret 2018 terdapat 229 kasus plebitis.

Terapi infus memberikan banyak manfaat bagi sebagian besar pasien. Namun akibat prosedur pemasangan yang kurang tepat, posisi yang salah, serta kegagalan dalam menenbus vena, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Meningkatkatkan kenyamanan pasien merupakan tujuan keperawatan yang harus terpelihara, dan didalam banyak kasus seharusnya mampu memberikan perbaikan dibanding status atau kondisi sebelumnya. Kenyamanan dihasilkan dari intervensi fisik, salah satunya yaitu pemberian terapi infus. Kenyamanan fisik menjadi salah satu dari banyak strategi dalam meningkatkan kesehatan dan sekunder untuk tujuan-tujuan lain, misalnya pencegahan komplikasi (Kolcaba dalam Peterson & Bredow, 2014). Selain memberikan respon ketidaknyamanan, pemberian terapi infus juga dapat menimbulkan komplikasi, baik komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal terdiri dari plebitis, infiltrasi, dan ekstravasasi; sementara komplikasi sistemik antara lain emboli udara, kelebihan cairan, reaksi alergi dan sepsis (Gabriel, 2017; Perdue dalam Hankins, et al, 2011).

(24)

regimen pengobatan. Pemindahan lokasi penusukan dengan terencana setiap48 jam secara signifikan mengurangi insiden plebitis infus. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk pemindahan lokasi pemasangan yang tepat sehingga angka kejadian plebitis dapat dikurangi.

Oleh karena itu peneliti tertarik unuk melakukan penelitian tentang “Analisa faktor-faktor kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan

terapi cairan melalui intravena di RSUD Bangil.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Apakah ada pengaruh Faktor-faktor

terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena di RSUD Bangil?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Pelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisa faktor-faktor kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena di RSUD Bangil.

1.3.2.Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengidentifikasi jenis cairan yang digunakan pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

(25)

5

1.3.2.3. Mengidentifikasi lama pemasangan infus pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

1.3.2.4. Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

1.3.2.5. Menganalisa jenis cairan dengan kejadian plebitis pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

1.3.2.6. Menganalisa lokasi pemasangan infus dengan kejadian plebitis pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

1.3.2.7. Menganalisa lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1.Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyebab, proses tejadinya dan upaya-upaya pecegahan plebitis dalam pemasangan infus. Hasil penelitian juga dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya terutama terkait kejadian plebitis dalam pemasangan infus.

1.4.2.Praktis

1. Bagi profesi keperawatan

(26)

2. Bagi penulis

Mengetahui dan menambah wawasan peneliti khusunya tentang analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di ruang melati RSUD Bangil sehingga dapat mempersiapkan diri dalam praktik keperawatan di Rumah Sakit.

3. Bagi institusi pelayanan kesehatan RSUD Bangil

(27)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Phlebitis

2.1.1. Pengertian ,karakteristik dan bahaya phlebitis

Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Phlebitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah (vena) yang dapat terjadi karena adanya injury misalnya oleh faktor (trauma) mekanikdan factor kimiawi,yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada endothelium dinding pembuluh darah khususnya vena.

(28)

dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat atrio ventikular secara mendadak dan menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan Phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas di samping Phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Hidayat,2006).

2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi Phlebitis.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis, diantaranya adalah faktor internal dan eksternal (Nurjanah,dkk,2011).

2.1.2.1. Faktor Internal Phlebitis: 1. Usia

Pada pasien yang berusia sangat muda atau lansia memiliki vena yang rapuh, perawat harus menghindari vena yang dengan mudah bergeser atau rapuh seperti vena dipermukaan dorsal tangan.

2. Status nutrisi (status gizi)

Status gizi adalah suatu kondisi di dalam tubuh yang dapat dipengaruhi oleh komsumsi makanan seseorang setiap hari ( Amalia, Dachlan, & Santoso, 2014).

Tabel 1. Kategori status gizi berdasarkan IMT

IMT Status Gizi

<18,5 kg/m2 Gizi Kurang

18,5-25 kg/m2 Gizi Normal

>25 kg/m2 Obesitas

(29)

9

3. Stres

Tubuh berespon terhadap stres dan emosi atau fisik melalui adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-anak,konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana anak-anak yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan akan merasa lebih takut terhadap nyeri dan cenderung menghindari perawatan medis, dengan menghindari pelaksanaan pemasangan infus/berontak saat dipasang bisa mengakibatkan plebitis karena pemasangan yang berulang dan respon imun yang menurun.

Respons stres juga timbul pada pasien bedah, respons stres adrenokortikal, reaksi hormonal tersebut akan menyebabkan retensi air dan natrium serta kehilangankalium dalam 2-5 hari pertama

setelah pembedahan. Stres mempengaruhi tingkat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.Semakin luas area pembedahan maka semakin berat stres.

4. Keadaan vena

Kondisi vena yang kecil dan vena yang sering terpasang infus mudah mengalami phlebitis. (Lyda Zoraya Rojas-Sánchez, et al,

2015).

2.1.2.2 Faktor Eksternal Phlebitis

(30)

2.1.2.2.1 Faktor Kimiawi 1.Jenis cairan

Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+lebig rendah dibandingkan serum), sehingga larutdalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan

sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju.Digunakan padakeadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya

pada pasien cuci darah, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolapskardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.( NaCl/ salin 0,45% , salin 0,33 % dan Dekstrosa 2,5%).

(31)

11

gagal jantung kongestif dan hipertensi. (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik.Misalnya Dextrose 5% + salin 0,45% , salin 3%, Dextrose 5%+Ringer- Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin (Perry & Potter, 2005).

Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan ataujumlah partikel yang larut dalam suatu larutan.Pada orang sehat,konsentrasi plasma manusia adalah 285 ± 10 mOsm/kg H20.Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonikatau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan tersebutdisbandingdengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah larutanyang memiliki osmolalitas total sebesar 280 – 310 mOsm/L, larutanyang memiliki osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik,sedangkan yang melebihi disebut larutan hipertonik.

2. Jenis obat yang dimasukan melalui infus

(32)

melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna dalam pencampuran juga merupakan factor kontribusi terhadap Phlebitis.Jadi,jika diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter sampai 5 µ m.

Jenis obat–obatan yang bisa di berikan melalui infuse antara lain seperti: Golongan antibiotic (Ampicicilin, amoxcicilin, clorampenicol,dll) ,antidiuretic (furosemid,lasixdll)antihistamin atau setingkatnya(Adrenalin,dexamethasone,dypenhydramin). Karena kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus.

Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

(33)

13

serbuk antibiotic. Bilapen campuran obat terlalu pekat maka aliran dalam infuset terhambat dan dapat menyebabkan Phlebitis (Hankins,2000).

2.1.2.2.2 Faktor Mekanik 1. Lokasi pemasangan infuse

Penempatan kanula pada venaproksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infuse dengan osmolaritas >500mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl0, 9%, produk darah, dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut,karena akan menganggu kemandirian lansia.( wayunah, 2011).

2.1.2.2.3 Faktor bakterial

Faktor- faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis akibat faktor bacterial antara lain: teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan, pemasangan yang terlalu lama, pembungkusan yang bocor atau robek dapat mengandung bakteri, tempat penyuntikan yang jarang diinspeksi visual ( INS,2005), faktor yang lain adalah frekuensi ganti balutan.

1. Lama infuse terpasang

(34)

2.1.3. Skala Phlebitis

Menurut Dougherty, dkk (2010),skala Phlebitis dibagi menjadi enam seperti terlihat dalam table2.1:

Tabel2.1Visual Infusion Phlebitis score

Sumber:Dougherty,dkk (2010)

Skor Visual Phlebitis VIP Score Visual Infusion Phlebitis score

Tempat suntikan tampak sehat 0 Tidak ada tanda Phlebitis Observasi kanula

Salah satu dari berikut jelas:

1. Nyeri pada tempat suntikan

2. Eritema pada tempat suntikan

1 Mungkin tanda dini Phlebitis: Observasi kanula

Dua dari berikut jelas: 1. Nyeri

2. Eritema 3. Pembengkakan

2 Stadium dini Phlebitis: Ganti tempat kanula

Menurut Darmawan (2008), pencegahan Phlebitis adalah:

a.Mencegah Phlebitis bakterial : Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infuse sertaan tisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan Chlorhexidine 2%, Tinctura Yodium,

Iodofor atau alcohol 70% juga bisa digunakan.

b.Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik: Stopcock

(35)

15

IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh. Pencemaran stopcocklazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian.

c. Rotasi kanula : Mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontra lateral setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas Phlebitis. Namun, dalam uji kontrol acak kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontra indikasi. The Center for Disease Controland Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.

d. Aseptic dressing : Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah Phlebitis. Kasa steril diganti setiap 24 jam.

(36)

dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat,bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral

f.Titratable acidity : Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam kejadian Phlebitis. Titratableacidity

mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi Phlebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titratable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4,0 larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena

titratable acidity sangat rendah (0,16mEq/L). Dengan demikian makin rendah titratebleacidity larutan infus semakin rendah risiko Phlebitisnya. g. Heparin dan hidrikortison: Heparin sodium,bila ditambahkan cairan infus sampai kadar akhir 1 unitt/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko Phlebitis yang berhubungan. Dengan pemberian cairan tertentu (misal: Kalium Klorida, Lidocaine, dan

(37)

17

h. In-line Filter: In-line Filter dapat mengurangi kekerapan Phlebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravascular dan system infus.

2.2. Terapi Intra Vena 2.2.1. Pengertian

Terapi Intravena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan,2008). Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah memasukkan jarum atau kanula kedalam vena ( pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus /pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atauobat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu..

Merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit sertaasam basa.

2.2.2. Tujuan utama terapi intravena

(38)

2.2.3. Keuntungan dan Kerugian

Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah:

a. Keuntungan

Keuntungan terapi intravena antara lain: Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat,, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intra muskular atau sub kutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.

b. Kerugian

Kerugian terapi intravena adalah: tidak bias dilakukan “drugrecall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko

toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speedshock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya Phlebitis kimia, dan inkom pabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. 2.2.4. Lokasi Pemasangan Terapi intravena

(39)

19

super visial atau perifer kutan terletak di dalam fasia sub cutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, venasefalika, vena kubital median,vena median lengan bawah,dan vena radialis),permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).

Gambar 2.1 menunjukan lokasi tempat pemasangan infus Gambar 2.2.4 Lokasi Pemasangan Infus

(40)

Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravena mempertimbangkan beberapa factor yaitu:

a. Umur pasien: misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir. b. Prosedur yang diantisipasi: misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun. c. Aktivitas pasien: misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak,

perubahan tingkat kesadaran.

d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya: hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer). e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan

pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi fungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai ditangan dan pindah kelengan).

f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting; jika sedikit vena pengganti.

(41)

21

h. Pembedahan sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter.

i. Sakit sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke.

j. Kesukaan pasien: jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi.

2.2.5. Jenis cairan intravena

Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3,yaitu:

a. Cairan bersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus beradadi dalam pembuluh darah.Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL),dannormal saline/larutan garam fisiologis (NaCl0,9%).

b. Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan

(42)

berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci

darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolap kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

c. Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ringer- Lactate.

2.2.6. Standar Operasional Prosedur Pemasangan Terapi Intravena (Infus) Menurut Perry dan Potter (2005), pemasangan infus yang benar dapat mengurangi Phlebitis. Prosedur pemasangan terapi intravena yaitu:

(43)

23

b. Lakukan tindakan aseptic dan antiseptic.

c. Lencangkan kulit dengan memegang tangan/ kaki dengan tangan kiri, siapkan intravena kateter ditangan kanan.

d. Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan lubang jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah jarum sejajar arah vena, lalu dorong.

e. Bila jarum masuk kedalam pembuluh vena, darah akan tampak masuk kedalam bagian reservoir jarum.

f. Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena secara perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk. g. Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar

dari kanul, tahan bagian kanul dengan ibu jari kiri.

h. Hubungkan kanula dengan transfusion set. Buka saluran infus perhatikan apakah tetesan lancar. Perhatikan apakah lokasi penusukan membengkak, menandakan elestravasasi cairan sehingga penusukan harus diulang dari awal.

i. Bila tetesan lancar, tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan plester dan pada bayi/balita diperkuat dengan spalk.

j. Kompres dengan kasa betadine pada lokasi penusukan. k. Atur tetesan infuse sesuai instruksi.

(44)

ruangan. Bila sudah tidak diperlukan lagi, pemasangan infuse dihentikan.

2.2.7. Perawatan Intravena (Infus)

Perawatan infuse merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengganti balutan/plester pada area insersi infuse (PerrydanPotter,2005). Frekuensi penggantian balutanditentukan oleh kebijakan institusi. Dahulu penggantian balutan dilakukan setiap hari, tapi saat ini telah dikurangi menjadi setiap 48 sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah pemasangan IV (Gardner,2006). Tujuan perawatan infus yaitu mempertahankan tehnik steril, mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah, pencegahan/ meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau area insersi. Menurut Perry dan Potter (2005), prosedur perawatan infuse yaitu:

a. Pakai hand scoon sekali pakai.

b. Lepaskan balutan trasparan searah dengan arah pertumbuhan rambut klien atau lepaskan plester dan kasa balutan yang lama selapis demi selapis. Untuk kedua balutan trasparan dan balutan kasa, biarkan plester memfiksasi jarum IV atau kateter tetap ditempat.

(45)

25

d. Apabila infuse mengalir dengan baik, lepaskan plester yang memfiksasi jarum dan kateter. Stabilkan jarum dengan satu tangan

e. Gunakan pinset dan kasa untuk membersihkan dan mengangkat sisa plester.

f. Bersihkan tempt insersi dengan gerakan memutar dari dalam kearah luar dengan menggunakan yodium povidon.

g. Pasang plester untuk fiksasi.

h. Oleskan salep atau yodium povidon ditempat insersi infus. i. Letakkan kasa kecil diatas salep/ yodium povidon.

j.Tutup kasa dengan plester.

k. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan l. Bereskan alat-alat yang telah digunakan m. Lepas sarung tangan dan cuci tangan n. Kaji kembali fungsi dan kepatenan infus o. Kaji respon klien

p.Dokumentasikan waktu penggantian balutan, tipe balutan, kepatenan system IV, kondisi daerah vena, respon klien.

2.2.8. Komplikasi Pemasangan Terapi Intravena

(46)

a. Phlebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat disekitar daerah insersi/ penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rassa lunak pada area insersi atau sepanjang vena,dan pembengkakan.

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang sub kutan di sekeliling tempat fungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan dijaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun)di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar dari pada tempat yang sama diekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infuse tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltasi. c. Iritasi vena

(47)

27

osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin,dan nafcillin).

d. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar areainsersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

e. Trombo Phlebitis.

Trombo Phlebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik trombo Phlebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan

pembengkakan, kecepatan aliran yang

tersendat,demam,malaise,dan leukositosis f. Trombosis

(48)

g. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah diselang infus,dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi.

Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama. h. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena,kulit pucatdi sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat Atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

i. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bias disebabkan oleh nyeri atau kecemasan

j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament

(49)

29

2.2.9. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.

Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu: a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan infuset baru. b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24- 48 jam dan evaluasi

tanda infeksi.

c. Observasi tanda/ reaksi alergi terhadap infuse atau komplikasi lain.

d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.

e. Kencangkan klem infuse sehingga tidak mengalir.

f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infuse perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus.

g. Bersihkan lokasi penusukan dengan antiseptik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alcohol atau bensin (jikaperlu).

h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus.

i. Hindarkan memasanginfus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil.

(50)
(51)

31 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan menjadi pedoman dalam proses pelaksanakan penelitian. Kerangka konsep merupakan konsep penelitian yang menggambarkan kerangka hubungan antara konsep- konsep yang akan dilakukan penelitian (Imron & Munif, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependent).

Keterangan : Diteliti

Tidak Diteliti

Gambar 3.1 .Kerangka konseptual penelitian tentang Analisa Faktor-faktor Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Yang Mendapatkan Terapi Cairan Intravena di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.

(52)

3.2. Hipotesis Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H1 : Terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil H1 : Terdapat hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan

kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil

(53)

33 BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Pada penelitian dengan judul analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi cairan intravena di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil, Pasuruan. Dan pada bab ini akan di uraikan tentang rancangan penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel, dan sampling, jalannya penelitian (kerangka kerja), identitas variabel, definisi operasional, pengumpulan data dan analisa data, etika penelitian.

4.1. Jenis Rencana Penelitian

Rancangan penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi validiti suatu hasil (Nursalam, 2013).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam populasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yaitu sebuah penelitian yang mendalam mengenai suatu aspek lingkungan social termasuk manusia di dalamnya yang di lakukan dengan sedemikian rupa sampai menghasilkan gambaran yang tertata dengan lengkap dan baik.(Notoadmodjo, 2012).

(54)

terpasang infus.

4.2.Waktu Dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan mulai dari perencanaan (penyusunan proposal) pada bulan Februari sampai dengan Juli 2018. Pengambilan data pada bulan Maret 2018 dilakukan di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bnagil- Pasuruan.

4.3.Populasi Dan Sampel 4.3.1. Populasi

Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti disebut populasi penelitian (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitan ini adalah semua pasien remaja dan dewasa yang dilakukan pemasangan kanula intravena dan yang dirawat diruang Melati RSUD Bangil .Rata-rata per bulan pasien remaja dan dewasa yang dirawat diruang tersebut dari bulan Januari-Maret berjumlah 229 pasien. Dalam penelitian ini peneliti mengambil populasi rata-rata perbulan yang dirawat di ruang melati sejumalah 76 pasien.

4.3.2. Sampel

(55)

35

cairan intravena dengan kejadian plebitis diruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil dengan 43 Respondem.

Besaran sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus dari Slovin .Dalam penelitian ini sampel yang diambil dengan error 10%,(Notoatmodjo, 2010:115), sebagai berikut:

Keterangan n= banyak sampel N= banyak populasi

ɑ = persentase kesalahan yang diinginkan/ditolerir (10% / 0,1) Maka

besar sampel dapat dihitung sebagai berikut : n = 76

1+(76x(0,1)²) = 76 1+(76x0,01) = 76

1,76 = 43

4.3.3. Sampling

(56)

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Peneliti sengaja mengambil atau memilih kasus/ responden (Notoatmodjo,2012).

Dalam menentukan populasi penelitian ini menggunakan kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu kriteria/ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien yang bersediah menjadi respondem 2. Pasien yang terpasang infuse

3. Pasien yang mendapatkan hanya 1 suntikan antibiotik

Sedangkan kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi dalam penelitian adalah :

1. Pasien yang tidak bersediah berpartisipasi dalam penelitian dengan alasan tertentu

(57)

37

4.4. Jalannya penelitian (Kerangka kerja)

Gambar 4.4 kerangka kerja analisa faktor-faktor terhadap kejadian phlebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di ruang melati RSUD Bangil

Pengajuan proposal

Populasi

Seluruh Pasien diberikan terapi intravena yang dirawat di RSUD Bangil Bangil adalah 76 orang

Sampel

Pasien yang diberikan terapi intravena yang dirawat di RSUD Bangil adalah

43 orang

Teknik sempling

purposive sampling

Pengumpulan data

Pengelolaan data

Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa data

Chi quare test

Penyajian data

Kesimpulan

(58)

4.5. Variabel Penelitian

Variabel- variable dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Variabel Independen

Menurut Sugiyono (2016) variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen pada penelitian ini yaitu, jenis cairan, lokasi pemasangan infuse, lama pemasangan infus.

2. Variabel dependen

Variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2016).

Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil .

4.6. Defenisi Operasional

(59)

39

Tabel 4.6 Definisi operasional penelitian hubungan analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi cairan intravena di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan

Variabel Definisi

Observasi Nominal terjadi plebitis =1

Observasi Ordinal Ya Tidak

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang menggunakan metode ilmiah, dimana terdapat aspek etis di dalamnya. Kebenaran adalah inti sari etika dalam ilmu pengetahuan. Tujuan penerapan etik dalam penelitian untuk melindungi hak subjek dan peneliti selama kegiatan penelitian. Etika yang sangat penting dalam penelitian adalah:

(60)

2. Keseimbangan antara manfaat dan risiko 3. Menyertakan informed consent

Mengumpulkan proposal penelitian sebagai pertimbangan institusi (Burn & Grove,2001).

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin kepihak STIKES Insan Cendekia Medika Jombang untuk melakukan penelitian di Melati RSUD Bangil Setelah itu peneliti mengajukan surat izin ke Ruang Melati RSUD Bangil dan melakukan penelitian di waktu yang ditentukan rumah sakit dan didampingi oleh perawat.

4.8. Pengumpulan Dan Analisis Data

4.8.1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sitematis (Arikunto, 2010).

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan kejadian plebitis, pedoman observasi. Laporan kejadian phlebitis digunakan untuk mengetahui kejadian phlebitis per bulannya di ruang Melati .Untuk mengetahui pasien, jenis cairan, dilakukan dengan melihat buku laporan keperawatan di masing- masing ruangan. Sedangkan lokasi pemasangan infuse, lama pemasangan infuse dan kejadian phlebitis dilakukan dengan cara observasi pada pasien.

(61)

41

tanda gejala seperti kemerahan, pembengkakan disekitar area insersi, nyeri dan terasa panas/hangat.

4.8.2. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karesteristik subyek yang di lakukan dalam suatu penelitian (Nursalam,2013).

Prosedur pengumpulan data dengan beberapa tahapan. Berikut ini merupakan tahapan – tahapan yang dilalui oleh peneliti, diantaranya sebagai berikut :

Langkah – langkah yang ditempuh dan tekhnik yang digunakan untuk mengumpulkan data (prosedur penelitian).

4.8.1.1. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data dan penelitian dari Program Studi S1 Keperawatan STIKES Insan Cendekia medika Jombang,

4.8.1.2. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data dan penelitian RSUD Bangil.

4.8.1.3. Data diperolehdari RSUD Bangil di bagian rekam medik dan perawat.

4.8.1.4. Peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang Melati RSUD Bangil ,

4.8.1.5. Peneliti menyamakan persepsi dengan rekan-rekan yang membantu penelitian terkait cara pengobservasian,

(62)

4.8.1.7. Proses pengambilan data dimulai dari mengamati kesterilan tindakan perawat, ukuran kanula, dan lokasi terpasangnya kateter intavena yang dilakukan di IGD, serta untuk jenis cairan, penggantian balutan, umur dan penyakit dilakukan pengamatan di ruangan rawat inap,

4.8.1.8. Penilaian kejadian phlebitis dilakukan mulai dari hari pertama pemasangan kateter intravena sampai dengan hari ketiga pada saat pasien berada di ruangan rawat inap,

4.8.1.9.Penelitian dilakukan sampai batas waktu yang ditentukan

4.9. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012) kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi :

1. Editing (pemeriksaan data)

Pada tahap ini dilakukan pengecekan untuk memastikan kelengkapan jawaban, kejelasan, dan relevansi hasil observasi. 2. Coding (memberikan kode)

Untuk memudahkan memasukan data pada saat dilakukan perhitungan maka dilakukan coding yaitu dengan mengganti data yang ada dalam lembar observasi kedalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data.

(63)

43

4. Tabulating yaitu kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuisoner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan kedalam tabel.

Data tentang karakteristik umum responden dirubah dalam bentuk prosentase dengan rumus :

f

P = x 100%

N

Keterangan: P = Persentase

F = Frekuensi Variabel

N = Jumlah jawaban yang dikumpulkan

4.11. Analisis Data

4.12.1.Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap variable (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yaitu jenis cairan, lokasi pemasangan, lama pemasangan infus dan kejadian plebitis.

4.12.2.Analisis Bivariat

(64)

kejadian plebitis, hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian phlebitis, hubungan antara lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis. Uji yang dipakaia dalah chi-square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara

membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut :

(65)

45 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi cairan intravena di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil, Pasuruan

Hasil penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Dalam data umum memuat karakteristik responden berdasarkanusia, jenis kelamin, penyakit penyerta dan pendidikan responden. Sedangkan data khusus meliputi jenis cairan, tempat pemasangan infus, lama infus terpasang dan kejadian plebitis.

5.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian

(66)

5.1.2 Data Umum Responden

Data umum menggambarkan karakteristik responden a. Usia responden

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden berusia >41 tahun dengan jumlah 30responden (70%).

b. Jenis kelamin

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis kelamindi Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 29 responden (67%).

c. Penyaki penyerta

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan penyakit penyerta di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

(67)

47

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai penyakit penyerta penyakit lain dengan jumlah 25 responden (58%).

d. Pendidikan

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden adalah berpendidikan menengah dengan jumlah 26 responden (60%).

5.1.3 Data Khusus 1. Jenis cairan

Tabel 5.5Karakteristik Responden Berdasarkan jenis cairan di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

Sumber : Data Primer 2018

(68)

2.Tempat pemasangan infus

Tabel 5.6Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat pemasangan infus di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

No Tempat pemasangan F Presntase 1 Vena metarcapal 21 49% 2 Vena sefalika 22 51%

Total 43 100%

Sumber : Data Primer 2018

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden terpasang infus pada Vena sefalika sebanyak 22 responden (51%).

3.Lama infus terpasang

Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan lama infus terpasang di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

No Lama Pemasangan F Presntase

1 ≤3 hari 27 63%

2 >3 hari 16 37%

Total 43 100%

Sumber : Data Primer 2018

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden terpasang infus selama ≤3 hari sebanyak 27 responden

(63%).

4.Kejadian Plebitis

Tabel 5.8Karakteristik Responden Berdasarkan kejadian plebitis di Ruang Melati RSUD Bangil tahun 2018.

No Kejadian Plebitis F Presntase

1 Terjadi 22 51%

2 Tidak Terjadi 21 49%

Total 43 100%

Sumber : Data Primer 2018

(69)

49

5.Distribusi Frekuensi hubungan antara Jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Tabel 5.9 Tabulasi Silang hubungan antara jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Jenis cairan IV

Sumber : Data Primer 2018

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwah responden responden yang menggunakan jenis cairan isotonik lebih banyak tidak terjadi plebitis yaitu sebesar 19 responden (44%), dan terjadi plebitis sebesar 8 responden (19%) sedangkan yang menggunakan hipotonik 2 responden (5%) tidak terjadi plebitis dan 9 responden (21%) terjadi plebitis dan pada jenis cairan Hipertonik seluruhnya terjadi plebitis sejumlah 5 responden (12%).

(70)

6.Distribusi Frekuensi hubungan antara Tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Tabel 5.10 Tabulasi Silang hubungan antara tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Tempat Sumber : Data Primer 2018

Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwah responden yang terpasang infus pada vena metacarpal 16 responden (37%) terjadi plebitis dan 5 responden (12%) tidak terjadi plebitis, sedang pada responden yang terpasang pada Vena sefika 16 responden (37%) tidak terjadi plebitis dan 6 responden (14%) terjadi plebitis.

(71)

51

7.Distribusi Frekuensi hubungan antara lama terpasang infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Tabel 5.11 Tabulasi Silang hubungan antara lama terpasang infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Lama Pemasangan Sumber : Data Primer 2018

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwah responden yang terpasang infus selama ≤3 hari 18 responden (42%) tidak terjadi plebitis

dan 9 responden (21%) terjadi plebitis, sedang responden yang terpasang infus >3 hari 3 responden (7%) tidak terjadi plebitis dan 13 responden (30%) terjadi plebitis.

Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi-Square Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,002 hasil dimana p<0,05 yaitu 0,002<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan antara lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil

5.2Pembahasan 5.2.1Jenis cairan

(72)

Cairan isotonik merupakan cairan yang secara fisiologis sesuai dengan cairan tubuh, cairan ini di gunakan untuk mengganti serta mempertahankan cairan tubuh. Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi.

Cairan yang diklasifikasikanisotonis mempunyai osmolalitas totalyang mendekati cairan ekstraseluler dantidak menyebabkan sel darah merahmengkerut atau membengkak. Hal inimenunjukkan bahwa jenis cairan isotonislebih aman digunakan karena osmolalitastotalnya hampir sama dengan osmolalitas darah (Smeltzer dan Bare, 2001)

5.2.2 Tempat pemasangan infus

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden terpasang infus pada Vena sefalika sebanyak 22 responden (51%).

Pada vena yang lebih besar dan sedikit cabang akan memudahkan dalam pemasangan cairan infus, menghindari resiko pecahnya pembuluh darah dan trauma/injury.

(73)

53

5.2.3 Lamanya infus terpasang

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden terpasang infus selama ≤3 hari sebanyak 27 responden (63%).

Infus yang terpasang dalam waktu lama akan memicu terjadinya reaksi alergi ataupun reaksi plebitis. Hal ini bisa terjadi karena terpapar oleh agen infeksi ataupun karena faktor lainya.

The center for disease control and prevention telah menyusun penggantian infus tidak boleh lebih dari 72 jam, kecuali untuk penanganan darah dan lipid emulsi diganti tiap 24 jam (Perry & Potter, 2005).

5.2.4 Kejadian plebitis

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden terjadi plebitis sebanyak 22 responden (51%).

Plebitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah (vena) yang dapat terjadi karena adanya injury misalnya oleh faktor (trauma)mekanik dan faktor kimiawi yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada endothelium dinding pembuluh darah khususnya vena.

(74)

5.2.5 Hubungan antara Jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwah responden responden yang menggunakan jenis cairan isotonik lebih banyak tidak terjadi plebitis yaitu sebesar 19 responden (44%), dan terjadi plebitis sebesar 8 responden (19%) sedangkan yang menggunakan hipotonik 2 responden (5%) tidak terjadi plebitis dan 9 responden (21%) terjadi plebitis dan pada jenis cairan Hipertonik seluruhnya terjadi plebitis sejumlah 5 responden (12%).

Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik T-test didapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,003 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,003<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.

Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar cairan tubuh yang hilang.

Menurut Perry & Potter (2006) pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh masuk ke pembuluh darah vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairandan elektrolit, darah, maupun nutrisi.

(75)

55

cairan tersebut masuk selendotelial sehingga terjadi ruptur. Iritasi dapat jugaterjadi ketika cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% dicampurkan dengan air yang dimasukan dalamterapi intravena. Cairan hipertonik seperti D5% dalam NaCl dan D5% dalam RL dapat menyebabkan phlebitis dengan sel endotelial terjadi kerusakan yaitu membran pembuluh darah menyusut dan terbuka. Kedua cairan (hipotonik dan hipertonik) dapat mengakibatkan iritasi pada pembuluh darah (Wahyunah, 2011). 5.2.6 Hubungan antara Tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis

di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwah responden yang terpasang infus pada vena metacarpal 16 responden (37%) terjadi plebitis dan 5 responden (12%) tidak terjadi plebitis, sedang pada responden yang terpasang pada Vena sefika 16 responden (37%) tidak terjadi plebitis dan 6 responden (14%) terjadi plebitis.

Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi-Square Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,001 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,001<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan antara tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.

(76)

injur yatau plebitis lebih besar.Penelitian Yasir (2014) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian plebitis.

Nurjanah (2004) menyatakan bahwa lokasi atau penempatan kateter intravena pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian flebitis, oleh karena saat ekstremitas digerakkan kateter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Pemilihan vena yang terlalu dekat dengan pergelangan tangan yang memudahkan untuk terjadinya aliran balik balik darah sehingga terjadi flebitis.

Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa posis iekstremitas yang berubah, khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah. Pemasangan infus pada vena sefalika lebih baik digunakan.

5.2.7 Hubungan antara lama terpasang infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwah responden yang terpasang infus selama ≤3 hari 18 responden (42%) tidak terjadi plebitis

dan 9 responden (21%) terjadi plebitis, sedang responden yang terpasang infus >3 hari 3 responden (7%) tidak terjadi plebitis dan 13 responden (30%) terjadi plebitis.

Gambar

Tabel 1. Kategori status gizi  berdasarkan IMT
Gambar 2.2.4 Lokasi Pemasangan Infus
Gambar 3.1 .Kerangka konseptual penelitian tentang Analisa Faktor-faktor Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Yang Mendapatkan Terapi Cairan Intravena di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah  Bangil
Gambar 4.4 kerangka kerja analisa faktor-faktor terhadap kejadian phlebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di ruang melati RSUD Bangil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fase perkecambahan dan pertumbuhan semaian adalah fase kritis terhadap cekaman salinitas bagi sebagian besar tanaman, termasuk kedelai ( Glycine max L. ) dan kacang hijau (

Indikator Program dan Kinerja Program pada Th awal Unit Kerja SKPD.. Sasaran Kegiatan ( Outcome ) dan

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan

Gambar 4.21 Tampilan Layar Capital Constraint-Input 100 Gambar 4.22 Tampilan Layar Capital Constraint-Input Detail 101 Gambar 4.23 Tampilan Layar Capital Constraint-Decision 102

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sistem mobile robot yang embedded dalam hal pengendalian maupun pengenalan gambar arah anak panah, juga mobile robot

psychological capital yang dimiliki wirausaha generasi Y di Indonesia. Ketika individu wirausaha memiliki psychological capital

Baik jalan Mataram (jalan MT Haryono) atau jalan Pekojan adalah sebuah kawasan yang awalnya dibuat sebagai kawasan rumah toko yang cukup lamadi kota Semarang.

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to