• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami para remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono tahun 2 dan implikasinya terhadap penyusunan topik program manajemen konflik TA.20-/2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami para remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono tahun 2 dan implikasinya terhadap penyusunan topik program manajemen konflik TA.20-/2011 - USD Repository"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI KONFLIK INTERPERSONAL

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN YANG DIALAMI PARA REMAJA DI ASRAMA STELLA DUCE 2 TRENGGONO TAHUN II

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN TOPIK PROGRAM MANAJEMEN KONFLIK T.A 2010/2011

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Seprianus Kiding

NIM: 041114043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

DESKRIPSI KONFLIK INTERPERSONAL

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN YANG DIALAMI PARA REMAJA DI ASRAMA STELLA DUCE 2 TRENGGONO TAHUN II

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN TOPIK PROGRAM MANAJEMEN KONFLIK T.A 2010/2011

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Seprianus Kiding

NIM: 041114043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)

iii

(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“aku adalah pelayan biasa yang tidak berguna; aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan”

“aku memandangnya,

aku memperhatikannya, aku melihatnya,

dan dari padanya aku menarik suatu pelajaran”

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk

 Ibuku tercinta, Cornelia Sanda, di surga

 Keluargaku di Mangkutana

(6)
(7)
(8)

vii ABSTRAK

DESKRIPSI KONFLIK INTERPERSONAL

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN YANG DIALAMI PARA REMAJA DI ASRAMA STELLA DUCE 2 TRENGGONO TAHUN II

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN TOPIK PROGRAM MANAJEMEN KONFLIK T.A 2010/2011

Seprianus Kiding Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2011

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk : (1) mengungkap tingkat konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami oleh para remaja penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta pada tahun II tahun ajaran 2010/2011 dan (2) mengungkap kebutuhan apa sajakah, yang dalam pemenuhannya, para remaja yang tinggal di asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta tahun II tahun ajaran 2010/2011 sangat potensial untuk mengalami konflik interpesonal.

Subjek penelitian ini adalah para remaja penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta pada tahun II tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 37 orang. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Konflik Interpersonal Dalam Pemenuhan Kebutuhan yang disusun oleh peneliti. Kuesioer dengan reliabilitas

rxx = 0,926 tersebut memiliki 46 item pertanyaan dengan 4 alternatif jawaban yaitu: amat sering, sering, jarang, dan amat jarang.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah pengkategorisasian yang disusun berdasarkan model distribusi normal yang terdiri dari lima jenjang yaitu kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Azwar, 1990:108).

(9)

viii ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF INTERPERSONAL CONFLICTS

IN FULFILLING THE NEEDS UNDERGONE BY THE SECOND-YEAR RESIDENTS OF THE STELLA DUCE 2 TRENGGONO DORMITORY AND ITS IMPLICATIONS FOR CONFLICT MANAGEMENT PROGRAM

TOPICS DEVELOPMENT IN SCHOOL YEAR 2010/2011

Seprianus Kiding Sanata Dharma University

Yogyakarta 2011

This descriptive study aimed at finding out the following: (1) the level of interpersonal conflict in fulfilling the needs undergone by the second-year residents of the Stella Duce 2 Trenggono Dormitory Yogyakarta in School Year 2010/2011 and (2) to know the needs of these adolescents which in their fulfillment were potential to arise interpersonal conflicts in the School Year 2010/2011.

The subjects of this research were 37 second-year residents of the Stella Duce 2 Trenggono Dormitory Yogyakarta, School Year 2010/2011. The instrument used was Interpersonal Conflict in Needs Fulfillment Questionnaire which was constructed by the researcher. The questionnaire reliability index was 0.926 and consisted of 46 items with four alternative answers, namely, very frequently, frequently, rarely, and very rarely.

Data analysis was conducted through data categorisation based on the normal distribution model. The data was categorized into five levels, namely,

very low, low, medium, high, and very high (Azwar, 1990:108).

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan penyelenggaraanNya dalam kehidupan penulis, sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Berbagai pengalaman yang luar biasa telah penulis alami sejak memulai dan mengakhiri penelitian ini bersama Tuhan dan bersama orang-orang yang Ia kirim untuk menemani lankah hidup penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang sekaligus menjadi dosen pembimbing, yang telah memberikan izin untuk penelitian dan memberikan bimbingan, perhatian, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pemulisan skripsi ini; Ibu Dra. M.J. Retno Priyani. M.Si., Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi. Psi., M.A., Bapak Drs. R.H. Dj. Sinurat, M.A., Bapak Drs. Gendon Barus, M.Si., Br. Y. Triyono, S.J, S.S, M.Sc., Bapak Drs T.A. Prapancha Hari, M.Si., dan (Alm.) Bapak Drs. Wens Tanlain, M.Pd. atas segala bantuan ide, masukan, dan dukungan semangat yang telah diberikan kepada penulis sepanjang proses penulisan skipsi ini.

(11)

x

Terima kasih untuk segenap karyawan Universitas Sanata Dharma: Mas Moko, Mas Anton, Mas Agus dan Mbak Agnes yang telah membantu pengurusan segala keperluan administrasi penulis. Terima kasih juga untuk para penghuni Pascasarjana USD: Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, Bapak Dr. St. Sunardi, Ibu Devi Ardhiani, M.Hum., Bapak Drs. F.X. Mukarto, M.S., Ph.D., Bapak Dr. B.B. Dwijatmoko, M.A., Ibu Dr. Sri Novita Dewi, M.S., M.A., Romo Baskara S.J., Romo G. Budi Subanar S.J, Mbak Hengky, Mbak Lely, Mas Mul, Mbak Lia, Eska, Nindnya, beserta para mahasiswa S2 IRB dan KBI atas kebersamaan dan berbagai pengalaman berharga yang penulis boleh alami selama berkarya di ruang workstation Pascasarjana USD.

Terima kasih juga penulis ucapkan untuk teman-teman angkatan BK 2005 kebawah yang telah memberikan dukungan dan semangat: Putri Ndut, Oki, Iwit, Satrio, Aurel, Puri, Judith, Marcella, Nisa, Novi, Bul-Bul, Ryan, Ike, Heni, Br. Cahyo, para Suster-Suster BK, dan siapa saja. Terima kasih atas sapaan, dukungan dan seyuman yang penulis terima dari kalian semua. saya yakin semua sudah dicatat di atas sana.

Untuk teman-teman angkatan BK 2004 ke atas: Asep, Bismo, Kris, Sigit, Siska, Ria, Dwi, Pitra, Putri, Ayuk, Erna, Angga, Maria, Dita, Tio, Natalia, Mbk Ratna, Hana, Br. Yulius, dan lain-lain. Terima kasih karena telah menemani penulis di tahun terakhir: Bagi yang belum lulus, maaf penulis harus mendahului. Penulis sudah berusaha semampunya untuk menemani kalian semua.

(12)

xi

S.J, Rm. Ardian. Pr., Maria, Winda, Dhidi, Cik Laura, Vena, Indira, Fr. Rudi, dan lain-lain atas segala doanya. Terima kasih pula untuk Geng Ifo: Ana, Dian, Ayuk, Adven, Putri, Sanggo, dan Ika; atas segala canda tawa dan sharing pengalaman yang sungguh menguatkan hati, atas kesediaan mendengarkan atas setiap keluhan penulis. Penulis sangat bahagia pernah mengenal kalian semua.

Terima kasih untuk para teman seperjalanan dari Sulawesi sekaligus sebagai pendoaku di Seminari Anging Mammiri: Fr. Oslan Lewi, Fr. Hendrik Palimbo, Fr. Junarto Timbang, Fr. Octovianus Tandilolo, Fr. Petrus Rimba, dan Yoseph Andriat. Terima kasih untuk segala doa dan dukungan kalian semua khususnya disaat-saat terakhir.

Terima kasih juga untuk saudara-saudari tercintaku, Rinus, Tio, Adi, Fitri, MbakyuQ Trias Prias Hayu, Irene Mixtiani, Mbak Priski, Yeni, Novi, Sinok Tyas, Nino, Diah Resti, Sulis, Anni, Mitha, Asti, Brigitta, Mitchelle, Ta’bi, Poppy, Gabby, Icha, Dipra, Cisil, Arum dan Ebby yang selalu menghibur penulis dengan seribu satu macam cara yang unik.

Terima kasih spesial untuk, gadis pencinta baju kotak-kotak, Lucya Ratna Panditasari. Terima kasih untuk atas kehadiran dan cintamu disaat-saat terakhir yang membuat penulis enggan untuk meninggalkan kampus USD tercinta ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih, Tuhan memberkati.

Yogyakarta, 31 Maret 2011

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN……… iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………. vi

ABSTRAK………. vii

ABSTRACT ………. viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI……….. xii

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR LAMPIRAN………. xvii

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian……….. 7

D. Manfaat Penelitian……… 8

E. Batasan Istilah………... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA………... 11

A. Konflik Interpersonal……… 11

(14)

xiii

2. Latar belakang tumbuhnya konflik interpersonal……….. 11

3. Unsur-unsur yang terdapat dalam Konflik Interpersonal…….. 12

B. Kebutuhan (Needs)………. 17

1. Pengertian kebutuhan………. 17

2. Macam-macam kebutuhan menurut Murray………. 18

3. Pengaruh kebutuhan dalam munculnya konflik interpersonal... 25

C. Langkah-Langkah Pemecahan Konflik Interpersonal……….. 28

1. Assessment (Penafsiran)………. 29

2. Acknowledgement (Pengakuan)……… 29

3. Attitude (Sikap)………. 29

4. Action (Aksi)………. 30

D. Remaja……….. 33

1. Pengertian remaja……….. 33

2. Tugas perkembangan………. 34

3. Konflik remaja dalam pemenuhan kebutuhannya………. 35

E. Asrama……….. 40

1. Pengertian asrama……….. 40

2. Asrama Stella Duce 2 Trenggono……….. 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 46

A. Jenis Penelitian………. 46

B. Variabel Penelitian ……….. 47

C. Subjek Penelitian……….. 47

(15)

xiv

1. Jenis alat ukur……….. 48

2. Format pernyataan………... 48

3. Penentuan skor……… 48

4. Kisi-kisi………... 49

5. Uji coba alat ukur……… 50

6. Pertanggungjawaban mutu kuesioner ………. 52

E. Teknik Analisis Data...……….……… 59

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 65

A. Pengumpulan Data……… 65

B. Kategorisasi Secara Umum Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan yang Dialami Para Remaja di Asrama Stella Duce 2 Trenggono Tahun II T.A 2010/2011………... 65

C. Kategorisasi Item yang Berpotensi Menyebabkan Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan……… 66 D. Pembahasan……….. 69

BAB V. USULAN TOPIK MATERI UNTUK PROGRAM MANAJEMEN KONFLIK BAGI PARA REMAJA DI ASRAMA STELLA DUCE 2 TRENGGONO TAHUN II T.A. 2010/2011 ….………. 90

BAB VI. PENUTUP………. 95

A. Ringkasan………. 95

B. Kesimpulan………... 98

C. Saran-saran………... 99

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Jadwal Rutin/Harian Asrama Stella Duce 2 Trenggono… 43 Tabel 2 Pembinaan Terpadu Asrama Stella Duce………... 44 Tabel 3 Kisi-kisi Kuesioner Konflik Interpersonal dalam

Pemenuhan Kebutuhan pada Remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 Sebelum Uji

Coba………. 49

Tabel 4 Item yang Gugur Setelah Uji Coba……….. 54

Tabel 5 Item yang Direvisi……….. 55

Tabel 6 Distribusi item Kuesioner Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan pada Remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 Setelah Uji

Coba………... 57

Tabel 7 Kategorisasi Tingkat Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan Pada Remaja di Asrama Stella

Duce II Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 ..…….……. 61 Tabel 8 Pengkategorisasian Potensi Timbulnya Konflik

Interpersonal dari Skor Kuesioner Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan pada Para Remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono tahun II T.A.

(17)

xvi

Tabel 9 Pengkategorisasian Tingkat Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan yang dialami Para Remaja di

Asrama Stella Duce 2 Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 65 Tabel 10 Pengkategorisasian Item-item yang Berpotesi

Menyebabkan Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan yang Dialami Para Remaja di Asrama Stella

Duce 2 Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 ………….. 67 Tabel 11 Pengkategorisasian Item-item yang Berpotesi

Menyebabkan Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan yang Dialami Para Remaja di Asrama Stella

Duce 2 Trenggono tahun II T.A. 2010/2011 ..………….. 67 Tabel 12 Aspek-aspek Kebutuhan Para Remaja di Asrama Stella

Duce 2 Trenggono Tahun II T.A. 2010/2011 yang Tergolong Tinggi Potensinya dalam Menimbulkan

Konflik Interpersonal Dalam Pemenuhan Kebutuhan…… 68 Tabel 13 Usulan Topik Materi untuk Program Manajemen Konflik

bagi Para Remaja di Asrama Stella Duce 2 Trenggono

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Skala Konflik dalam Pemenuhan Kebutuhan…… 112 Lampiran 2 Reliabilitas dan Penghitungan Koefisien Korelasi

Ujicoba Kuesioner ………. 118

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Konflik bukan merupakan suatu hal yang asing dalam hidup manusia. Konflik juga bukan hal yang baru timbul karena peradaban modern. Sejak zaman dahulu, konflik telah hadir dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dalam mitologi Yunani, Romawi, India, Mesir, atau Jawa, digambarkan berbagai konflik yang terjadi baik ditengah dewa-dewa, mahluk-mahluk yang bukan manusia, maupun diantara mereka dengan manusia. Hal ini dapat ditemukan dalam cerita Mahabarata, kisah-kisah tentang para dewa rakyat Yunani di Olympus, dan berbagai cerita lainnya. Semua ini mau menunjukkan bahwa konflik adalah suatu gejala yang tidak terpisahkan dari hidup manusia.

(20)

diubah kedalam bentuk lain yang lebih bermanfaat. Secara personal seluruh manusia mengalami konflik di dalam lingkup keluarga. Dalam tingkatan yang lebih luas, konflik terjadi dalam hubungan sosial, seperti tawuran pelajar, konflik industri dalam bidang ekonomi, konflik antar etnis, hingga konflik antar negara.

Kehidupan masa remaja sendiri senantiasa menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada di dalam kehidupan masa remaja. Ibarat sebuah rumah, jika kehidupan masa anak adalah pondasi yang menentukan masa depan selanjutnya, maka pada masa remaja, individu bagai rumah yang sudah terbentuk dan pada masa dewasa, rumah tidak lagi mengalami perubahan yang mendasar. Masa transisi antara masa anak dan masa dewasa inilah yang seringkali menimbulkan kegelisahan. Pada masa peralihan ini akan timbul banyak kesulitan yang akan dialami oleh remaja berkaitan dengan penyesuaian terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya.

(21)

mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosialnya. Kondisi tersebut sejalan dengan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja yaitu memperluas hubungan interpersonal dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya baik pria maupun wanita (Hurlock, 2004:10).

Akan tetapi, adanya interaksi tersebut menyebabkan remaja juga mengalami persoalan-persoalan dalam hubungannya dengan orang lain hingga pada akhirnya menimbulkan suatu konflik interpersonal dengan individu lain. Sebagai contoh, persoalan-persoalan yang dapat memicu timbulnya konflik antara lain:

1. ketika individu berinteraksi dengan individu lain yang berbeda kebutuhan dan tidak saling melengkapi (misalnya, seseorang yang memiliki kebutuhan akan otonomi yang tinggi, berinteraksi dengan orang lain yang memiliki kebutuhan untuk mendominasi yang tinggi pula)

2. ketika individu berintraksi dengan individu lain yang juga memiliki kebutuhan yang sama namun sesuatu yang menjadi pemuas kebutuhan terbatas (misalnya, ketika ada beberapa orang pria yang sama-sama menyukai seorang wanita yang sama),

(22)

berinteraksi dengan individu lain yang sangat tinggi kebutuhan akan pembelaan dirinya).

Selain contoh di atas, masih banyak persoalan lain yang dapat memicu terjadinya konflik pada remaja ketika berinteraksi, antara lain, adanya silang pendapat, gaya berbicara yang bisa saja disalah artikan maksudnya oleh pihak yang berasal dari daerah lain, dan lain sebagainya. Hal ini mungkin terjadi mengingat masa remaja masih merupakan masa yang labil, suatu masa dimana remaja masih berusaha untuk menemukan jati diri sesungguhnya (Alwisol, 2009:98).

(23)

memberikan sumbangan saran berupa topik materi yang dapat dipakai pada saat pelaksanaan Program Manajemen Konflik.

Sebagian besar dari penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono merupakan anak remaja yang berasal luar kota Yogyakarta, dan bahkan ada juga yang berasal dari luar pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Asal penghuni asrama yang beragam ini, pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap munculnya keberagaman di lingkungan asrama, mulai dari keberagaman suku, keberagaman bahasa, keberagaman budaya, serta karakteristik kepribadian masing-masing. Meski munculnya keberagaman bukanlah satu-satunya tolak ukur dari munculnya suatu konflik interpersonal, namun dapat ditarik suatu opini bahwa dengan adanya keberagaman tersebut dapat ikut berpengaruh terhadap terciptanya suatu konflik interpersonal antar sesama penghuni asrama. Adanya perbedaan nilai-nilai yang dianut yang kemudian menjadi acuan perilaku dari masing-masing individu dalam berinteraksi dapat ikut memberikan kontribusi dari terciptanya suatu konflik.

(24)

masing-masing. Hal seperti dia atas juga berpotensi untuk menimbulkan konflik interpersonal antara penghuni dengan pemilik/pengelola asrama.

Jika ingin dicermati secara lebih seksama, konflik interpersonal, khususnya yang dialami oleh para remaja sebenarnya bisa menjadi salah satu sarana untuk menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan relasi antar pribadi. Konflik intrapersonal bisa dipandang sebagai suatu dinamika dalam hidup bersama. Konflik (terlebih dalam hubungan yang akrab) dapat membantu seseorang lebih maju dalam berpikir secara kritis, lebih maju dalam wawasan, lebih maju dalam wacana dan bisa belajar untuk menghargai akan adanya beda pendapat; adanya konflik interpersonal dalam kasus tertentu misalnya adu pendapat, akan sangat membantu untuk menemukan suatu pemikiran yang lebih baik dan lebih tersaring mutunya.

Hanya saja yang menjadi masalahnya yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk mengelola konflik sering tidak dimiliki oleh para remaja yang terlibat dalam konflik. Akibatnya konflik tidak hanya tidak berhasil dikelola, malah sebaliknya, usaha yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan konflik malah memperparah konflik yang ada.

(25)

untuk mengatasi konflik yang tengah terjadi atau dapat pula berupa pembekalan kepada remaja tentang bagaimana memanajemen suatu konflik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tingkat konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami oleh para remaja yang tinggal di asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta tahun II T.A. 2010/2011 ? 2. Kebutuhan apa sajakah yang dalam pemenuhannya, para remaja

yang tinggal di asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta tahun II T.A. 2010/2011 sangat potensial untuk mengalami konflik interpesonal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengungkap tingkat konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami oleh para remaja penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta pada tahun II T.A. 2010/2011. 2. Mengungkap kebutuhan apa sajakah, yang dalam pemenuhannya,

(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami oleh remaja penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta pada tahun II T.A. 2010/2011.

2. Manfaat praktis

a. Pihak pemilik/pengelola asrama

Penelitian ini akan mendeskripsikan kondisi nyata tentang konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan yang dialami oleh remaja yang tinggal di asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta tahun II T.A. 2010/2011. Dengan demikian, pemilik/pengelola asrama akan memperoleh informasi berkaitan dengan konflik interpersonal yang dialami oleh para remaja yang tinggal di asrama dan kemudian dapat dimasukkan sebagai bagian dari program bimbingan manajemen konflik kepada para remaja yang tinggal di asrama.

b. Pihak peneliti

(27)

E. Batasan Istilah

1. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antar dua individu atau lebih yang mana individu-individu tersebut berlawanan satu sama lain terkait dengan nilai (sesuatu yang dianggap penting), tujuan (sesuatu yang ingin dicapai) dan keyakinan (sesuatu yang dianggap benar).

2. Kebutuhan

Kebutuhan merupakan suatu daya di dalam benak manusia yang mempengaruhi seseorang untuk mempersepsi dan bertindak sedemikian rupa untuk mengubah situasi yang tidak memuaskan menjadi situasi yang menyenangkan.

3. Program Manajemen Konflik

Program manajemen konflik merupakan serangkaian kegiatan terencana, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu yang bertujuan membantu individu (dalam hal ini remaja penghuni asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta) untuk mengatasi konflik yang dialami dalam kehidupan bersama di asrama.

4. Remaja di Asrama Stella Duce 2 Trenggono Yogyakarta

(28)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan disajikan mengenai beberapa hal yaitu mengenai konflik interpersonal, siswi sebagai remaja, dan program manajemen konflik di asrama Stella Duce Trenggono Yogyakarta.

A. Konflik Interpersonal

1. Pengertian Konflik Interpersonal

Konflik merupakan hal umum yang terjadi dalam kehidupan sosial. Setiap interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain yang memiliki perbedaan individual (individual differences) pasti akan mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Borchers (http://www.abacon.com/commstudies/interperso- nal/inconflict.html) mendefinisikan konflik (interpesonal) sebagai berikut:

“Conflict has been defined as an expressed struggle between at least two interdependent parties who perceive incompatible goals, scarce resources, and interference from the other party in achieving their goals.”

(29)

Dalam situs New World Encyclopedia (http://www.newworld- encyclopedia.org/entry/Conflict), secara sangat ringkas ditulis: “Conflict is a state of disagreement between two or more parties”. Konflik adalah suatu ketidaksepakatan antara dua pihak atau lebih. Batasan itu mengungkapkan bahwa suatu konflik interpersonal akan selalu melibatkan lebih dari satu orang.

Pada hakikatnya, konflik interpersonal memang selalu melibatkan kehadiran orang lain. Berkaitan dengan hal di atas, Johnson (Sinurat, ____:161) mendefinisikan konflik interpersonal sebagai suatu situasi di mana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain.

2. Latar Belakang Timbulnya Konflik Interpersonal

(30)

Menurut Watkins (Chandra, 1992:20), konflik dapat terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik dapat terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menghambat; dan secara praktis/operasional dalam arti bahwa kemampuan yang tadi dimiliki tersebut dapat diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa:

Pertama, apabila kedua belah pihak tidak dapat saling menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi, dan

Kedua, konflik dapat terjadi bila ada suatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak namun hanya salah satu pihak yang mungkin akan mencapainya.

3. Unsur-unsur yang Terdapat dalam Konflik Interpersonal

(31)

pihak dapat menghalangi pihak lain dalam mencapai tujuannya, serta adanya saling ketergantungan satu sama lain. Secara lebih terperinci akan diuraikan pada bagian berikut ini.

a. Ketegangan yang diekspresikan.

Jandt (Chandra, 1992:31), berpendapat bahwa konflik terjadi bila pihak-pihak yang terlibat melihat kehadiran sikap/tindakan di dalam hubungan mereka yang bisa dianggap sebagai “tindakan konflik”. Littlejohn (Chandra, 1992:42) juga mengemukakan bahwa konflik terjadi bila ada wujud dan ekspresinya di dalam komunikasi.

Kedua pendapat di atas ingin memahami konflik dalam arti operasional dimana konflik terjadi bila terdapat pengungkapannya atau dapat disebut sebagai ketegangan yang diekspresikan. Operasional artinya konflik ini dapat diamati, dikendalikan, dan diarahkan. Misalnya, ada seorang anak asrama tidak menyukai perilaku teman kamarnya yang sering membuang sampah sembarangan. Ketika anak tersebut hanya memendam rasa tidak sukanya di dalam hatinya dan tidak mengungkapkan kepada anak yang bersangkutan, maka tidak akan terjadi suatu konflik interpersonal.

(32)

dipakai. Pengungkapan konflik secara tertulis sering terlihat dalam tulisan-tulisan yang dicoretkan pada media tulis seperti buku, papan tulis, atau bahkan pada tempat yang tidak seharusnya seperti bangku, meja atau dinding. Tempat lain yang saat ini sering dipakai untuk mengekspresikan konflik dalam bentuk tulisan yaitu pada situs jejaring sosial seperti facebook, friendster, my space, 12frenz, gmail buzz, dan berbagai situs jejaring sosial lainnya. Sedangkan pengungkapan konflik melalui gerak/isyarat merupakan pengungkapan konflik melalui wujud non-verbal seperti air muka, gesture tubuh, gerak-gerik atau gerak tangan yang secara umum mengungkapkan sikap konflik.

b. Sasaran/pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda.

(33)

Secara sepintas, terdapat empat kemungkinan yang terjadi di dalam situasi konflik dan pengaruh sasaran para pelaku konflik di dalamnya yaitu:

(1) Kebutuhan/sasaran dilihat berbeda, (2) Kebutuhan/sasaran benar berbeda,

(3) Kebutuhan/sasaran masing-masing tersamar atau tidak jelas,

(4) Kebutuhan/sasaran salah satu pihak tersembunyi atau tidak jelas.

Suatu hal penting yang menarik untuk diingat, ialah kenyataan bahwa pihak-pihak atau individu-individu yang memiliki perbedaan tujuan atau kebutuhan, setelah kebutuhan dan tujuan tersebut diberi kerangka baru, mereka seringkali mampu menyelesaikan konflik mereka.

c. Terbatasnya kemungkinan pemenuhan kebutuhan.

(34)

d. Penghambat

Menurut Jandt (Chandra, 1992:31), pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang bekerja sama, meskipun memiliki kebutuhan yang berbeda dan kemungkinan pemenuhan yang terbatas, belum tentu akan terlibat konflik. Namun, konflik akan muncul bila salah satu pihak menghambat pihak lain dalam mencapai tujuannya. Lebih tinggi tingkat saling ketergantungan, lebih besar kemungkinan terjadinya penghambatan.

e. Saling bergantung

Unsur terakhir yang dikemukakan oleh Jandt (Chandra, 1992:31), yaitu bahwa pihak yang terlibat konflik pada umumnya dapat menghambat pihak lainnya karena mereka saling tergantung. Ketergantugan ini dipahami sebagai suatu keadaan dimana masing-masing pihak dapat mengakibatkan sesuatu terjadi pada pihak lain.

(35)

yang merasa saling bergantung harus menentukan bagaimana mereka berhubungan dan dipengaruhi atau mempengaruhi pihak lain. Bagi pihak yang merasa tidak saling bergantung satu sama lain, lalu akan memberikan lebih terorientasi pada bagaimana agar pihaknya menjadi lebih unggul.

B. Kebutuhan (Needs) 1. Pengertian Kebutuhan

Murray (Alwisol, 2009:184), mengartikan kebutuhan (need)

sebagai konstruk mengenai kekuatan di bagian otak yang mengorganisir berbagai proses yang ada seperti persepsi, berpikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. Need bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering dirangsang oleh faktor lingkungan. Biasanya, need dibarengi dengan perasaan dan emosi tertentu dan masing-masing memiliki cara khusus untuk mengekspresikannya dalam mencari pemecahannya.

Ada enam kriteria yang dapat dipakai untuk menyimpulkan adanya suatu kebutuhan (Alwisol, 2009:184) yaitu:

a. Hasil akhir dari tingkah laku, b. Pola-pola khusus dari tingkah laku,

c. Perhatian dan respon yang terjadi terhadap kelompok stimuli tertentu,

d. Ekspresi terhadap suasana emosi tertentu,

(36)

f. Ungkapan atau laporan subjektif mengenai perasaan, maksud, dan tujuan.

Dengan memakai kriteria tersebut, Henry Murray meneliti sekelompok kecil subjek secara intensif. Setelah melakukan berbagai penelitian tentang kebutuhan bersama dengan staffnya dalam kurun waktu yang panjang, Murray akhirnya menemukan 20 kategori kebutuhan yang dimiliki setiap orang dalam komposisi derajat kekuatan dan kelemahan yang berbeda-beda. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terlepas satu sama lain, bahkan sering kali beberapa diantaranya saling tumpang tindih, terbaur, dan menimbulkan perilaku tertentu.

2. Macam-Macam Kebutuhan Menurut Murray

Murray memandang kebutuhan (need disingkat: n) sebagai daya pendorong/motivasi dari manusia. Murray mendefinisikan kebutuhan sebagai suatu daya di dalam benak manusia yang mempengaruhi seseorang untuk mempresepsi dan bertindak sedemikian rupa untuk mengubah situasi yang tidak memuaskan menjadi situasi yang menyenangkan. Kebutuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh rangsangan atau stimulus internal dan eksternal, sehingga kebutuhan yang ada dapat menjadi lebih kuat atau menjadi lemah pada saat tertentu.

(37)

a. n. Abasement.

n. Abasement ( kebutuhan untuk merendah) merupakan kebutuhan untuk tuduk secara pasifkepada kekuatan/kuasa eksternal; kesediaan untuk menerima kritik atau hukuman; menerima adanya inferioritas, fitnahan, kesalahan atau kekalahan; dan menyalahkan diri sendiri apa bila orang lain melakukan kesalahan.

b. n. Achievement.

n. achievement (kebutuhan untuk berprestasi) merupakan kebutuhan untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit, mengatasi rintangan, dan mencapai standar yang tinggi. Untuk bersaing/ berkompetisi dan mengungguli orang lain.

c. n. Affiliaton

n. affiliation (kebutuhan untuk bergabung) merupakan kebutuhan untuk menjadikan diri dekat dan menyenangi kerjasama dengan orang lain, mendapati kasih sayang dari orang yang disenangi, menjadi teman bagi orang lain, dan berbuat sesuatu bersama orang lain.

d. n. Agression

(38)

mengumpat atau memfitnah serta mengejek dan menertawakan orang lain, kebutuhan untuk mempermainkan orang lain .

e. n. Autonomy

n. autonomi (kebutuhan untuk mandiri) merupakan kebutuhan untuk melawan suatu pemaksaan dan pembatasan. Keinginan untuk menjadi bebas dalam bertindak berdasarkan apa yang dirasakan dan mengabaikan kebiasaan-kebiasaan kelompok. Menghindari kekuasaan orang lain, menolak untuk tidak terikat dan menentang kebiasaan-kebiasaan yang terlah berlaku, berdiri sendiri dalam mengambil keputusan dan menghindari urusan dan campur tangan orang lain.

f. n. Counteraction

n. counteraction (kebutuhan untuk mengimbangi) merupakan kebutuhan untuk menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berusaha lagi. Suatu kebutuhan untuk menghilangkan penghinaan yang pernah diterima dengan melakukan tindakan yang baru, mengatasi kelemahan, menekan rasa takut, serta mengembalikan nama baik dan mempertahankan harga diri.

g. n. Dependence

(39)

menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, menyembunyikan kegagalan.

h. n. Deferance

n. deference (kebutuhan untuk menghormati) merupakan kebutuhan untuk mengagumi atau mendukung keunggulan orang lain. Keinginan untuk memuji dan menghormati. Menyuruh orang lain untuk memutuskan sesuatu tentang dirinya, menyesuaikan diri dengan harapan orang lain, berbuat lebih baik dari contohnya.

i. n. Dominance

n. dominance (kebutuhan untuk menguasai) merupakan kebutuhan untuk mengontrol lingkungan orang lain. Kebutuhan untuk mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lain dengan sugesti, bujukan, persuasi, atau perintah. Membuat orang lain mengerjakan apa yang disuruhnya. Kebutuhan untuk diperlakukan sebagai pemimpin.

j. n. Exhibition

(40)

Menjadi pusat perhatian, menonjolkan prestasi dan menyatakan keberhasilan.

k. n. Harm avoidance

n. avoidance (kebutuhan untuk menghindari bahaya) merupakan kebutuhan menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Suatu kebutuhan untuk melarikan diri dari situasi yang berbahaya sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi diri sendiri tanpa mengadakan perlawanan.

l. n. Inavoidance

n. inavoidance (kebutuhan untuk menghindari rasa hina) merupakan kebutuhan untuk menghindari luka dan sakit hati. Kebutuhan untuk keluar dari situasi yang memalukan atau menghindari kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan, serta kebutuhan untuk menahan diri dalam bertindak karena takut akan kegagalan.

m. n.Nurturance

(41)

menghibur, melindungi, memberikan rasa nyaman, merawat, atau menyembuhkan orang lain).

n. n.Order

n. order (kebutuhan akan keteraturan) merupakan kebutuhan untuk membuat segala sesuatunya secara teratur dengan perencanaan yang cermat sebelumnya. Suatu kebutuhan untuk menjaga kebersihan, membuat suatu penyusunan dan pengorganisasian, secara seimbang, rapi, dan teliti.

o. n. Play

n. play (kebutuhan untuk bermain) melakukan tindakan bersenang-senang tanpa tujuan lebih lanjut. Suatu kebutuhan untuk tertawa dan membuat lelucon terhadap apapun. Kebutuhan untuk berelaksi dari stres dengan menyediakan waktu luang untuk berolahraga, menari, minum-minum, berpesta, atau bermain kartu.

p. n. Rejection

(42)

q. n. Sentience

n sentience (kebutuhan akan rasa haru/keharuan) merupakan kebutuhan untuk mencari dan menikmati kesan dan kenikmatan yang dapat ditangkap pancaindera, yang dapat menyentuh perasaan

r. n. Sex

n. sex (kebutuhan akan seks) merupakan kebutuhan untuk membangun dan meningkatkan hubungan yang erotik. Kebutuhan untuk melakukan hubungan seksual, serta kebutuhan untuk memperoleh rangsangan fisik dan psikologis.

s. n. Succorance

n. succorance (kebutuhan untuk memperoleh rasa iba/ membuat orang lain merasa iba) merupakan kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dengan memperoleh simpatik orang lain. Suatu kebutuhan untuk selalu mempunyai pendukung. Kebutuhan untuk dirawat, dilindungi, dimaafkan, atau dinasehati oleh orang lain.

t. n. Understanding

(43)

3. Pengaruh Kebutuhan dalam Munculnya Konflik

Semua kebutuhan yang ditemukan oleh Murray seperti yang ada di atas saling berhubungan satu sama lain. Terkadang ada kebutuhan tertentu yang membutuhkan kepuasan sebelum kebutuhan lainnya terpenuhi, misalnya sebelum memuaskan kebutuhan memahami atau bermain, maka terlebih dahulu orang itu harus terbebas dari rasa sakit, lapar dan haus.

Ada pula kebutuhan yang saling berlawanan dengan kebutuhan lainnya, misalnya kebutuhan otonomi berlawanan dengan kebutuhan afiliasi. Ada juga kebutuhan yang cenderung bergabung dengan kebutuhan lain, misalnya kebutuhan agresi bergabung dengan kebutuhan dominan. Bentuk lain yang kadang terjadi yaitu adanya kebutuhan yang sekaligus menjadi bagian dari kebutuhan yang lain, dimana kebutuhan tersebut muncul hanya untuk memudahkan kebutuhan lainnya, misalnya kebutuhan untuk merendah mungkin muncul untuk melayani kebutuhan afiliasi.

(44)

dikagumi oleh orang lain (n. exhibition). Keduanya belum tentu terlibat ke dalam suatu konflik bila cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diterima satu sama lain. Bila anak yang satu berusaha memenuhi kebutuhannya dengan memasang tatto pada bagian tertentu di tubuhnya sedangkan remaja yang lainnya berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan pakaian yang gemerlapan dan aksesoris yang mahal, maka konflik pun belum tentu terjadi. Akan tetapi, apabila keduanya mencoba memenuhi kebutuhan mereka dengan saling menjelek-jelekkan satu sama lain serta menyombongkan diri, maka dengan mudah konflik dapat timbul.

Konflik juga dapat terjadi apabila ada dua individu (atau lebih) yang memiliki kebutuhan yang berbeda namun dalam pemenuhannya menghasilkan tindakan yang saling mengganggu.

(45)

Skema hubungan kebutuhan dan perilaku ditampilkan sebagai berikut:

Skema Hubungan Kebutuhan dan Perilaku (Chandra, 1992:28)

Ketika seorang individu sadar akan kebutuhannya, individu akan mencari dan akan menemukan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Individu akan memilih salah satu dari berbagai alternatif yang akan diambil untuk memenuhi kebutuhannya. Ketika kebutuhan tersebut telah terpenuhi, maka individu akan menemukan bahwa ada kebutuhan lain yang perlu ia penuhi lagi. Siklus ini terjadi terus dan berulang-ulang. Konflik akan muncul ketika seorang individu mencoba untuk memenuhi kebutuhannya dengan perilaku yang tidak dapat diterima oleh orang lain.

Kebutuhan

Kesadaran akan kebutuhan Pencarian data Perumusan alternatif

Pemilihan tindakan Pemenuhan kebutuhan

(46)

C. Langkah-Langkah Pemecahan Konflik Interpersonal

Pemecahan masalah menunjuk pada proses perilaku yang bersifat secara nyata maupun secara kognitif. Disebut demikian karena pemecahan masalah merupakan proses atau teknik individu dalam mencoba menemukan suatu solusi terhadap masalah yang dihadapinya.

Tujuan dari pemecahan masalah adalah untuk merangsang perilaku yang kemungkinan menghasilkan akibat positif dan menghindari akibat negatif. Individu belajar tentang perilaku-perilaku yang kemungkinan menimbulkan akibat positif dan negatif. Individu belajar untuk mengontrol perilakunya, sehingga segala perilaku yang muncul akan berdampak positif baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pemecahan masalah adalah proses pada individu untuk menetapkan solusi dari masalah yang dihadapinya untuk menghasilkan dampak yang positif melalui proses belajar dan penyeleksian atas alternatif-alternatif yang memungkinkan.

(47)

1. Assessment (Penafsiran)

Tahap ini merupakan tahap untuk mengintrospeksi diri yang sekaligus sebagai tahap awal untuk evaluasi situasi konflik yang ada. Sekaligus untuk melihat, bagaimana cara kita biasanya dalam menghadapi suatu konflik interpersonal? Gaya apa yang biasanya digunakan? Serta apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan yang kita miliki.

2. Acknowledgement (Pengakuan)

Dalam memecahkan suatu konflik interpersonal, sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang pihak-pihak mana saja yang terlibat. Kita perlu mendengarkan, mengidentifikasi dan memahami kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan untuk sukses dalam memecahkan suatu konflik interpersonal semakin besar jika konflik yang terjadi dilihat dari semua sudut pandang yang ada. 3. Attitude (Sikap)

(48)

4. Action (Aksi)

Setelah kita dapat mengidentifikasi dengan jelas konflik yang ada, maka yang perlu dilakukan yaitu menentukan aksi yang akan diambil kemudian. Winardi (1994:18) dan Isenhart dan Spangle (2000:26) menjelaskan bahwa setidaknya ada lima bentuk aksi yang sering dilakukan manusia untuk menangani suatu konflik yang dialaminya. Aksi ini termanifestasikan dalam suatu bentuk perilaku atau sikap, yaitu:

a. Avoiding (Menghindari)

(49)

b. Accommodation (Akomodasi)

Accomodation merupakan sikap mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan diri sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Sikap ini merupakan sikap yang kooperatif namun tidak asertif. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama dalam pengambilan keputusan.

c. Compromising (Kompromis)

Perilaku ini dilakukan ketika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Tindakan ini cukup kooperatif dan asertif namun tidak sampai pada tingkat yang ekstrim. Ini disebabkan karena masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution). d. Competitive (Kompetisi)

(50)

pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

e. Collaborative (Kolaborasi)

(51)

dalam menangani konflik, ditinjau dari sudut tercapainya tujuan-tujuan pribadi kita maupun terpeliharanya hubungan baik dengan orang lain.

D. Remaja

1. Pengertian Remaja

Ada banyak tokoh dan ahli yang berusaha untuk membahas secara jelas pengertian dari “remaja”. Peneliti hanya akan mengambil dua pengertian yaitu menurut Piaget dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) atau WHO.

Secara umum, masa remaja dapat dikatakan sebagai masa peralihan dari masa anak ke dewasa. Piaget (Hurlock, 2004:206) mengatakan bahwa:

“Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak…. Termasuk pula

perubahan intelektual yang mencolok…. Transformasi

intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan

anak. ”

(52)

(Sarwono, 2005:9) secara lengkap menuliskan definisi remaja menurut WHO sebagai suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual;

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa;

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada peralihan yang relatif lebih mandiri.

Dari berbagai pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa dengan segala perubahan-perubahan yang dialami meliputi perubahan intelegensi (kognitif), fisik, sosial, emosional dan mental, termasuk perubahan dalam hubungan keluarga dan cita-cita mereka menuju ke arah kehidupan yang mandiri.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Sebagai salah satu periode tertentu dalam rentang masa kehidupan, masa remaja juga mempunyai tugas perkembangan tertentu yang membedakannya dengan masa periode lainnya. Menurut Harvighurst (Hurlock, 2004:10) yang termasuk dalam tugas perkembangan remaja antara lain:

(53)

b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Tugas-tugas perkembangan ini mempunyai tiga macam tujuan yang sangat berguna. Pertama, sebagai petunjuk bagi remaja untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu. Kedua, untuk memberikan motivasi kepada setiap remaja untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka. Dan ketiga, menunjukkan kepada setiap remaja tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan selanjutnya (Hurlock, 2004 : 9).

3. Konflik Remaja Dalam Pemenuhan Kebutuhannya

(54)

2002:31; Mönks, A.M.P Knoers, & S.R Haditono, 2006:259). Merunut pada fase perkembangan, maka remaja sudah tidak lagi termasuk ke dalam golongan anak-anak, akan tetapi di sisi lain, remaja belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Posisi remaja yang berada diantara anak dan orang dewasa ini dikenal juga dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai” (Ali & Asrori, 2004:9).

Fase “mencari jati diri” dalam arti bahwa pada masa ini, remaja

sedang berusaha untuk menemukan identitas diri dan arah tujuan hidupnya yang sesungguhnya. Disebut juga fase “topan dan badai” karena usaha untuk menemukan identitas dan arah tujuan hidupnya bukanlah masa yang mudah, dan di masa yang sulit ini akan menjadi bertambah sulit oleh adanya kontradiksi dalam masyarakat (T. P. Siagian dalam Ali & Asrori, 2004:97). Dalam usahanya ini, remaja akan menghadapi berbagai konflik, baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri ataupun dari pihak-pihak luar seperti keluarga, teman sebaya dan masyarakat.

Beberapa kemungkinan konflik yang dapat dialami oleh remajadalam pemenuhan kebutuhannya antara lain:

(55)

berada di luar diri remaja (masyarakat) bersikap tidak konsisten terhadap remaja. Meski telah dianggap mulai beranjak dewasa, namun dalam berbagai kesempatan mereka tidak diberi peran penuh sebagaimana layaknya orang dewasa karena remaja masih dianggap masih kecil dan belum mampu. Sebagai akibatnya akan menimbulkan kekecewaan dan kejengkelan pada diri remaja yang mungkin akan memunculkan kebutuhan lain seperti kebutuhan untuk menyerang, membela diri, menghindari rasa hina, dan penolakan.

b. Masa remaja merupakan masa di mana remaja memiliki banyak angan-angan serta pemikiran yang idealis. Berbagai keinginan hendak diwujudkan (kebutuhan untuk beprestasi, mandiri, menguasai, dan penonjolan diri). Namun disisi lain, tidak jarang remaja takut untuk menghadapi konsekuensi dan resiko yang mungkin akan dihadapi (kebutuhan untuk membela diri, menghidari bahaya dan rasa hina). Ketidakmampuan untuk mengolah kebutuhan-kebutuhan tersebut secara baik berpotensi untuk menimbulkan perilaku yang dapat menimbulkan konflik dengan orang lain.

(56)

teman sebayanya dan memenuhi peran sosialnya sebagai pria atau wanita. Di dalam tugas perkembangan ini, terdapat sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi antara lain kebutuhan akan prestasi, afiliasi, memelihara, dan seks. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut melalui perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dapat berpotensi untuk menimbulkan konflik dengan orang lain.

d. Dengan bertambahnya umur, hormon-hormon yang ada dalam tubuh juga ikut mengalami perubahan. Pengaruh hormonal pada tubuh biologis mengakibatkan perubahan perubahan fisik dan seksual semakin nampak pada diri remaja. Dari segi psikologis, remaja pun mulai mengalami perubahan sikap dan minat. Pada masa ini, kebutuhan remaja akan penonjolan diri, menghindari rasa hina, memperoleh rasa haru dan kebutuhan akan seks cenderung mendominasi. Jika pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang tidak dapat diterima oleh orang lain, maka juga berpotensi untuk menjadi sumber konflik.

(57)

tinggi nilai-nilai masyarakat yang berlaku (Ali & Asrori, 2004:168). Pada masa ini, muncul kebutuhan akan pemahaman, keteraturan, menghormati, dan merendah. Akan tetapi, seringkali remaja melihat ketidak konsistenan pada nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Apabila remaja tidak diberikan suatu pemahaman yang jelas, maka ada kemungkinan remaja akan melakukan suatu perilaku yang dapat menimbulkan konflik, sebagai protes dari adanya ketidak konsistenan yang terjadi.

f. Secara umum, remaja diharapkan mampu melepaskan masa kanak-kanak dan mulai bersikap lebih dewasa. Akan tetapi seperti yang terlihat pada umumnya, para remaja cenderung masih memiliki kebutuhan bermain dan membuat orang lain merasa iba masih cukup tinggi. Ada kebutuhan yang tinggi untuk bersenang-senang dengan teman sebaya, melakukan kegiatan yang sifatnya untuk menyenangkan hati. Ketidakmampuan remaja untuk mengatur kebutuhan bermain ini juga dapat menjadi potensi timbulnya suatu konflik.

(58)

serta emosi yang berkobar-kobar; akan tetapi pengendalian atau kontrol diri yang dimiliki remaja belumlah seluruhnya sempurna. Belum lagi ditambah dengan perasaan-perasaan tidak aman, tidak tenang, dan kekhawatiran akan kesepian yang seringkali dialami oleh remaja pada umumnya (Ali & Asrori, 2004:67), serta berbagai kebutuhan yang harus mereka penuhi. Jika remaja tidak mampu mengolah semua hal di atas dengan baik, maka akan memunculkan suatu perilaku yang berpotensi untuk menjadi sumber konflik dengan orang lain.

E. Asrama

1. Pengertian Asrama

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Poerwardarminta, 1996:62) istilah “asrama” sendiri memiliki tiga pengertian: 1) rumah pemondokan

bagi para siswa/siswi, pegawai, dan sebagainya; 2) rumah kediaman prajurit seperti polisi atau ABRI, dan 3) rumah, kediaman para rahib atau pertapa. Pengertian yang hampir sama juga diungkapkan dalam Thesaurus Bahasa Indonesia (Endarmoko, 2006:201) yang mengartikan asrama sebagai internat, mes, pondokan, pesantren, barak atau tangsi.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Salim, 1991:100), istilah asrama sendiri ditujukan pada bangunan tempat tinggal dari kumpulan tertentu, seperti murid sekolah, tentara, mahasiswa, dan sebagainya.

(59)

sekolah atau yayasan tertentu dan memiliki suatu tujuan tertentu (Slameto, 1990). Oleh karena itu, orang yang diterima dalam suatu asrama biasanya merupakan kelompok tertentu yang memenuhi syarat tertentu pula misalnya syarat yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu, jenis kelamin tertentu dan agama atau suku tertentu.

2. Asrama Stella Duce II Trenggono

Asrama Stella Duce Trenggono sebagai suatu asrama juga memiliki persyaratan tertentu. Anak yang diperbolehkan tinggal di asrama tersebut adalah adalah pelajar SMA Stella Duce Yogyakarta dan bersedia memenuhi dan mematuhi segala persyaratan untuk masuk menjadi warga asrama.

Asrama Putri Stella Duce Trenggono adalah asrama pelajar SMA Stella Duce Yogyakarta, yang dikelola oleh Yayasan Syantikara, yang didirikan oleh suster-suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus (CB) dengan dasar pendidikan katolik. Asrama Putri Stella Duce Trenggono adalah salah satu unit asrama Putri Stella Duce yang beralamat di Trenggono, Yogyakarta. Tiga unit yang lain adalah asrama Stella Duce Supadi, asrama Stella Duce Samirono, dan asrama Stella Duce Bantul.

Tujuan Asrama Putri Stella Duce (dalam buku “Tata Kehidupan

Asrama Putri Stella Duce Yogyakarta”) adalah:

(60)

martabat pribadi manusia, mandiri serta tanggap terhadap kebutuhan sesama dan lingkungan sekitarnya.

b. Menyediakan tempat yang layak dan suasana belajar yang teratur dan tenang kepada warganya, agar dapat belajar dengan baik, serta menjalankan kegiatan kemasyarakatan.

(61)

Tabel 1

Jadwal Rutin/Harian Asrama Putri Stella Duce 2 Trenggono

Waktu Kegiatan

04.30-05.30 Bangun, Mandi, Berhias

Menyiapkan makan pagi (bagi yang bertugas),

Misa ke Gereja (tidak diwajibkan namun disarankan)

05.30-06.45 Doa dan Makan pagi bersama

Keperluan pribadi, mengembalikan sisa makanan bagi yang bertugas

06.45 Semua anak sudah harus berangkat ke sekolah

06.45-13.30 Berada di sekolah

13.30-14.30 Makan siang (bebas disesuaikan dengan waktu dan kebutuhan masing-masing) 14.30-16.00 Istirahat (waktu tenang)

16.00-17.00 Bangun, Mandi, Berhias (bagi yang akan bepergian)

17.00-18.00 Belajar I (tenang) 18.00-19.00 Doa makan bersama

Menyiapkan makan malam (bagi yang bertugas)

Makan malam bersama

Mengembalikan sisa makanan bagi yang bertugas

Keperluan pribadi 19.00-21.00 Belajar II (tenang)

21.00-22.00 Rekreasi/keperluan pribadi (boleh nonton TV)

(62)

Selain kegiatan-kegiatan harian di atas, di asrama juga dilakukan kegiatan lain yang sifatnya rutin berkala seperti Welcome party, Perayaan 17 Agustus, Spiritualitas, Perayaan Ekaristi, Kerja Bakti, Rekoleksi, Pendidikan Seksualitas, Pola Hidup Sehat, Konseling Pribadi dan Kelompok, Valentine’s Day, Pengakuan Dosa, Community Meeting, Sunday Morning-Basket-Senam, Rekreasi, Latihan Kepemimpinan, Malam Budaya, Pembinaan Keputrian, Aksi Sosial Lingkung, serta perayaan-perayaan besar seperti Natal, Paskah, Carolus Day, dan Tahun Ajaran Baru.

Di asrama Stella Duce Trenggono juga terdapat program pembinaan terpadu. Pembinaan terpadu berarti pembinaan yang diadakan bersama-sama dengan asrama asrama lain yang berada di bawah naungan Yayasan Syantikara. Program pembinaan terpadu tersebut terbagi sebagai berikut:

Tabel 2

Pembinaan Terpadu Asrama Putri Stella Duce

No. Kelas Kegiatan pembinaan

1 X

 Out Bound

 Minggu Keakraban

 Time Management

 Pengenalan Diri

 Rekoleksi

2 XI

 Analisa Sosial

 Manajemen Konflik

 Rekoleksi

3 XII  Pilihan Hidup

(63)

Program tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan program bimbingan di sekolah agar tidak terjadi tumpang tindih dan overlap.

(64)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian alat ukur, pertanggungjawaban mutu alat ukur, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Jenis Penelitian

(65)

B. Variabel Penelitian

Istilah variabel dapat diartikan bermacam-macam. Davis (Sarwono, 2006:53) mengatakan bahwa variabel “is simply symbol or a concept that can assume any one of a set of values”. Variabel didefinisikan sebagai simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Dalam penelitian deskriptif, variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian (Suryabrata, 2008:25). Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah variabel tunggal yaitu konflik interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh remaja penghuni asrama Stella Duce II Trenggono di Jl. Dr. Sutomo No. 22B Yogyakarta tahun II T.A 2010/2011. Deskripsi mengenai remaja penghuni asrama Stella Duce II Trenggono Yogyakarta tahun II T.A 2010/2011 adalah sebagai berikut:

1. Remaja penghuni asrama Stella Duce II Trenggono Yogyakarta tahun II T.A 2010/2011 adalah para siswi di SMA Stella Duce 2 Trenggono, dengan rentangan usia antara 16-18 tahun serta berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

(66)

D. Instrumen Penelitian/Alat Ukur 1. Jenis Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang terdiri dari 64 item pertanyaan. Hal yang diukur dalam kuesioner ini yaitu sering tidaknya konflik dialami oleh seseorang dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Kuesioner ini dirancang oleh peneliti dalam bentuk item tertutup, dengan 4 alternatif jawaban yaitu: “Amat Sering” (AS), “Sering” (S), “Jarang” (J) dan ”Amat Jarang” (AJ). Penyajian alternatif jawaban dengan empat pilihan dimaksudkan untuk menghindari

central tendencey effect yaitu kecenderungan responden untuk memilih pilihan tengah.

2. Format Pernyataan

Seluruh item dalam kuesioner penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang bersifat favorable (pernyataan positif). Tidak ada pernyataan yang bersifat unfavourable (pernyataan negatif) karena bila diikutsertakan, maka pernyataan tersebut secara otomatis akan mengukur hal yang berbeda dengan tujuan peneliti.

3. Penentuan Skor

Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah : “Amat Sering” (AS) diberi skor 4, “Sering” (S) diberi skor 3, “Jarang” (J) diberi skor 2, dan “Amat Jarang” (AJ) diberi skor 1.

(67)

memberikan tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban. Setelah jawaban-jawaban tersebut diberi skor, skor-skor yang diperoleh pada setiap jawaban pernyataan diakumulasikan guna mengungkap apa yang hendak diteliti. Semakin tinggi skor total pada masing-masing item, maka semakin sering muncul konflik dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut.

4. Kisi-kisi

Struktur kisi-kisi kuesioner Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan yang dialami oleh para remaja di asrama Stella Duce II Trenggono sebelum uji coba adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Kisi-kisi Kuesioner Konflik Interpersonal dalam Pemenuhan Kebutuhan Para Remaja di Asrama Stella Duce II Trenggono

Tahun II T.A 2010/2011 Sebelum Uji Coba

No Aspek Komponen Item No Item Jumlah 1 Abasement

(kebutuhan untuk merendah) 1-6 6 2 Achievement

(kebutuhan untuk berprestasi) 7-9 3 3 Affiliaton

(kebutuhan untuk bergabung) 10-12 3 4 Agression

(kebutuhan untuk menyerang) 13-17 5 5 Autonomy

(kebutuhan untuk mandiri) 18-23 6 6 Counteraction

(kebutuhan untuk mengimbangi) 24-27 4 7 Dependence

(kebutuhan untuk membela diri) 28-31 4 8 Deferance

(68)

9 Dominance

(kebutuhan untuk menguasai 36-37 2 10 Exhibition

(kebutuhan untuk menonjolkan diri)

38-39 2

11 Harm avoidance

(kebutuhan untuk menghindari bahaya)

40-42 3

12 Inavoidance

(kebutuhan untuk menghindari rasa hina)

43-44 2

13 Nurturance

(kebutuhan untuk merawat/ memelihara)

45-47 3

14 Order

(kebutuhan untuk keteraturan) 48-49 2 15 Play

(kebutuhan untuk bermain) 50-51 2 16 Rejection

(kebutuhan untuk menolak) 52-53 2 17 Sentience

(kebutuhan untuk akan rasa haru/keharuan)

54-55 2

18 Sex

(kebutuhan untuk akan seks) 56-58 3 19 Succorance

(kebutuhan untuk untuk memperoleh rasa iba/ membuat orang lain merasa iba)

59-63 5

20 Understanding

(kebutuhan untuk memahami) 64-65 2

5. Uji Coba Alat Ukur

(69)

Uji coba alat dilaksanakan di asrama Stella Duce Samirono Yogyakarta. Uji coba dimulai tanggal 18 September 2010 sampai dengan 26 September 2010. Jumlah item pernyataan dalam ujicoba ini adalah 64 item seturut dengan kisi-kisi. Peneliti menyebarkan kuesioner uji coba sebanyak 55 eksemplar namun yang kembali hanya 50 eksemplar.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan uji coba alat adalah sebagai berikut:

a. Meminta surat izin kepada Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling guna melaksanakan uji coba kuesioner di asrama Stella Duce Samirono Yogyakarta.

b. Meminta ijin kepada pimpinan asrama Stella Duce Samirono Yogyakarta untuk melaksanakan uji coba.

c. Karena kesulitan mencari waktu yang cocok untuk mengumpulkan responden, maka pihak asrama yang menyebarkan kuesioner tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia.

d. Setelah kuesioner selesai diisi oleh reponden, pihak asrama menghubungi peneliti untuk mengambil kuesioner tersebut. e. Peneliti mengecek kembali kelengkapan kuesioner.

(70)

lolos uji daya beda selanjutnya disusun menjadi kuesioner final. Langkah selanjutnya adalah menguji reliabilitas skala dengan menggunakan koefisien alpha(α) Cronbach.

6. Pertanggungjawaban Mutu Kuesioner a. Validitas alat ukur/kuesioner

Validitas skala ukur merupakan hal yang penting dan harus dimiliki oleh sebuah skala psikologis. Validitas alat ukur didefinisikan ”sejauh mana instrumen itu merekam/mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam/diukur” (Suryabrata, 2008:60). Menurut Furchan (2004:293) validitas berarti sejauh mana alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Azwar (2007: 5-6) mengemukakan bahwa validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan demikian, suatu instrumen pengukur dapat dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

(71)

untuk merekam/mengukur hal yang sama atau dikenal juga dengan istilah validitas berdasarkan kriteria (Suryabrata, 2008:61).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diperoleh melalui pengujian terhadap alat ukur dengan analisis rasional yang memerlukan pertimbangan para pakar (professional judgement) (Suryabrata, 2008:61). Untuk itu, dalam proses penyusunan alat ukur, peneliti meminta pertimbangan dari Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si. sebagai dosen pembimbing peneliti.

b. Uji daya diskriminasi/daya beda

Dalam seleksi item skala psikologi yang mengukur atribut afektif, parameter yang paling penting adalah daya beda atau disebut juga daya diskriminasi item (Azwar, 2007: 58). Artinya adalah kemampuan item untuk membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dengan yang tidak. Pengujian daya diskriminasi item ini dilakukan dengan melakukan melalui komputasi koefisien korelasi antara skor-skor item dengan skor-skor skala, sehingga akan menghasilkan koefisien korelasi item total (riX). Adapun rumus yang

digunakan untuk mencari riX, adalah dengan menggunakan formula

Pearson (Azwar, 2007: 60) yaitu:

(72)

X : skor total

n : banyaknya subjek

Untuk mengoptimalkan fungsi skala, maka pemilihan item-itemnya didasarkan pada besarnya koefisien korelasi yang mendekati angka 1,00, hal itu menunjukkan bahwa daya diskriminasi item baik. Adapun kriteria pemilihan item berdasar korelasi item-total, biasanya digunakan batasan riX ≥ 0,30. Bila koefisien korelasi item dibawah

0,30, maka item dinyatakan gugur, artinya bahwa item tersebut tidak mampu membedakan antara subjek yang mengharapkan atribut yang diukur dengan yang tidak. Sedangkan nilai item diatas 0,30 dianggap baik atau layak.

Dari hasil hasil perhitungan komputasi dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 17, diketahui bahwa dari 65 item yang diujicobakan, terdapat 21 item pernyataan yang gugur karena tidak memenuhi syarat riX ≥ 0,30.

Tabel 4

Item yang Gugur Setelah Uji Coba No Item riX ≥ 0,30 No Item riX ≥ 0,30

1 0.197 31 0.134

5 0.253 34 0.286

6 0.018 35 0.214

13 0.218 43 0.253

14 -0.039 46 0.266

15 0.163 47 0.287

16 0.221 48 0.207

18 0.274 49 0.150

28 -0.019 62 0.110

29 0.226 63 0.284

Gambar

Tabel
Tabel 11 Pengkategorisasian Item-item yang Berpotesi
Tabel 1
Pembinaan Terpadu  Asrama Putri Stella DuceTabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015 adalah

Pada pengujian menggunakan format MusicXML, program mampu mendeteksi nada A5 yang terlalu tinggi untuk dinyanyikan?. Program akan melakukan penurunan nada dasar menjadi

Untuk mempercepat adopsi teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Departemen Pertanian, maka sejak tahun 2009 telah ditandatngani nota kesepahaman antara Badan

Karo tepatnya sebelum simpang tiga, Desa Payung, Kec.Payung, Kab.Karo dari arah belakang satu orang temannya dan langsung menghambat saksi korban Nusantara Tarigan

1) Mendukung konsep materi dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Mudah dan aman digunakan baik oleh siswa maupun guru. 3) Sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 4) Mendukung

Pelaksanaan pengajaran membaca memiliki beberapa prinsip yang terdiri atas: 1) belajar membaca merupakan suatu proses yang sangat rumit dan peka terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik agregat kasar buatan dari limbah kantong plastik jenis HDPE (High Density PolyEthylene) yang dibuat simpul, dan

Untuk meringankan atau membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di MIN Demangan Kota Madiun dengan dibuatnya perancangan sistem peminjaman buku, yang kedepannya