i
ASUHAN KEPERARAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN: THERMOREGULASI
DENGAN THYPOID PADA Nn. N DI RUANG INAYAH RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif
Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh :
Ahamad Bangun
A01301712
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
iv PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
KTI, 2 Agustus 2016
Ahamad Bangun 1, Bambang Utoyo, S.Kep,Ns.M.kep 2
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
DAN PERLINDUNGAN : THERMOREGULASI DENGAN HIPERTERMI
PADA Nn.N DI RUANG INAYAH RS PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG
Latar belakang: Data yang diperoleh dari profil kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pasien demam thypoid dan parathypoid di kamar pasien adalah 41.081 kasus. Ada 276 pasien diantaranya meninggal. Demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan utama di kabupaten Kebumen.
Tujuan: Untuk menggambarkan pelayanan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan aman dan perlindungan (termoregulasi) kepada Nn. N di ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah Gombong. Diskusi: Diagnosa keperawatan hipertermia dan kurangnya pengetahuan. Intervensi dan implementasi dengan memantau suhu setiap 3 jam sekali, memberikan kompres hangat pada dahi dan ketiak, memberikan obat antipiretik paracetamol infuse 500 mg, pemberian obat ceftriaxone 1 g, memantau tanda-tanda vital.
Hasil: evaluasi yang dilakukan selama tiga hari menunjukkan bahwa hipertermia dan kurangnya pengetahuan teratasi.
Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Hipertermi, Termoregulasi
1. Mahasiswa Prodi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong
v DIPLOMA III OF NURSING PROGRAM
MUHAMMADIYAH HEALTH SCIENCE INSTITUTE OF GOMBONG Scientific Paper, 2 August 2016
Ahmad Bangun¹, Bambang Utoyo²,S.kep.Ns.M.Kep
ABSTRACT
NURSING CARE OF FUL FILLING SECURE AND PROTECTION
NEEDS (THERMOREGULATION) TO Miss N IN INAYAH WARD, PKU
MUHAMMADIYAH HOSPITAL OF GOMBONG
Background: Data obtained from Indonesia Health Profile (2010) show edthat the number of typhoid and paratyphoid fever patients atin patient room was 41081 cases. There were276 patients of them died. Thypoid fever is still a major health problem in Kebumen.
Objective: to describe nursing care of ful filling secure and protection needs (thermoregulation) to Miss N in Inayah ward, PKU Muhammadiyah Hospital of Gombong.
Discussion: The nursing diagnoses were hyperthermia, and lack of knowledge. Interventions and implementations were monitoring the temperature every 3 hours, giving a warm compress on the fore head and armpit, giving antipyretic drugs paracetamol 500 mg, giving antibiotic drugs ceftriaxone 1 g, monitoring vital signs.
Results: the evaluations conducted during three days showed that hyperthermia and the lack of knowledge were resolved.
Keywords: Nursing Care, Hyperthermia, Thermoregulation
1. Student Diploma III Of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “ASUHAN
KEPERARAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN
PERLINDUNGAN: THERMOREGULASI DENGAN THYPOID PADA Nn. N DI RUANG INAYAH RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG “.
Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan
untuk mendapatkan gelar pendidikan ahli madya keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Madkhan Anis, S. Kep.Ns selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong
2. Bapak Sawiji, S.Kep.Ns, M.Sc selaku ketua program studi D III
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
3. Bapak Bambang Utoyo M.Kep selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
4. Segenap petugas dan ibu Sri Untari, S.kep.Ns selaku kepala ruang Inayah
RS PKU Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing kami dalam
melewati ujian akhir klinik.
5. Kedua orang tua Ibu Sri Surti Lastuti dan Alm. Bapak Suprijono yang
senantiasa member semangat, doa dan senantiasa berjuang hingga gelar
AMK ini saya bisa raih.
6. Saudara-saudara saya terkasih, Ari Iswati S.pd, Indah Purnami M.pd,
Hermi Ratna Kurniasih M.pd, Ayu Sekar Tunjungsari yang senantiasa
vii
7. Kepada teman-teman Komunitas Fotografer, teman-teman dari Elmira
Photo and Art, teman-teman Komunitas Scooter, teman-teman Komunitas
Kicau Mania, dan teman-teman mahasiwa STIKES Muhammadiyah
Gombong yang saya sayangi, khususnya kelas 3A Arif Purnomo, Arief
Dwi Kurniawan, Bambang Dedi Setiawan, yang telah memberikan
dukungan, semangat, bantuan dan canda tawanya sehingga karya tulis
ilmiyah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis dan penulis masih dalam tahap
belajar. Meskipun demikian, penulis berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat
bagi pembaca.
Gombong, 2 Agustus 2016
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 3
C. Manfaat ... 4
BAB II KONSEP DASAR ... 5
A. Konsep pemenuhan kebutuhan termoregulasi ... 5
1. Definisi ... 5
2. Jenis-jenis ... 6
3. Macam-macam ... 6
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh ... 6
5. Akibat peningkatan suhu tubuh ... 8
B. Fisiologi termoregulasi ... 10
1. Mekanisme penurunan suhu ... 10
2. Mekanisme peningkatan suhu ... 10
3. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Termoregulasi ... 11
4. Penatalaksanaan Pada Pasien Demam ... 14
ix
BAB III RESUME KEPERAWATAN ... 19
A. Pengkajian ... 19
1. Identitas pasien ... 19
2. Identitas penanggung jawab ... 19
3. Riwayat kesehatan sekarang ... 19
4. Riwayat kesehatan dahulu ... 19
5. Riwayat Penyakit Keluarga ... 20
6. Fokus Pengkajian ... 20
B. Analisa Data ... 23
C. Intrvensi, Implementasi, dan Evaluasi ... 23
1. Hipertermi Berhubungan Dengan Proses Penyakit ... 23
2. Kurangnya Pengetahuan Tentang Thypoid Berhubungan Dengan Kurangnya Informasi. ... 24
BAB IV PEMBAHASAN ... 28
1. Pembahasan tentang diagnosa keperawatan dan implementasi ... 28
A. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ... 28
1) Definisi ... 28
2) Batasan Karakteristik ... 28
3) Patofisiologi ... 29
4) Faktor Yang Berhubungan (Peningkatan Laju Metabolisme) ... 29
5) Tindakan Untuk Mengatasi Hipertermi ... 30
6) Analisis Hasil Implementasi ... 30
7) Evaluasi ... 33
B. Kurang Pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang Informasi ... 33
1) Definisi ... 33
2) Batasan Karakteristik ... 34
3) Patofisiologi ... 34
4) Faktor Yang Berhubungan (Kurang Informasi) ... 35
5) Tindakan Untuk Mengatasi Kurang Pengetahuan... 35
6) Analisis Hasil Implementasi ... 36
x
2. Analisa Inovasi Tindakan ... 39
BAB V PENUTUP ... 41
A. Kesimpulan ... 41
B. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam merupakan kondisi dimana otak mematok suhu di atas
setting normal yaitu di atas 380C. Namun demikian, panas yang
sesungguhnya adalah bila suhu>38.50C. Akibat tuntutan peningkatan
tersebut tubuh akan memproduksi panas. Ketika ada infeksi atau
masuknya jasad renik (mikro organisme atau mahluk hidup yg sangat kecil
yang umumnya tidak dapat dilihat dengan mata) ke tubuh kita. Masuknya
mikro organisme tersebut belum tentu menyebabkan kita jatuh sakit,
tergantung banyak hal antara lain tergantung seberapa kuat daya tahan
tubuh kita. Bila sistem imun kita kuat, mungkin kita tidak jatuh sakit atau
kalaupun sakit, ringan saja sakitnya, bahkan tubuh kita selanjutnya
membentuk zat kekebalan (antibodi). Mikro organisme atau jasad renik
tersebut bisa kuman bakteri,bisa virus, jamur. Pada Anak yang mengalami
infeksi tanda panas tubuh yang meninggi seringkali muncul (Maryunani,
2010).
Sudah terbukti bahwa demam sengaja dibuat oleh tubuh kita
sebagai upaya membantu tubuh menyingkirkan infeksi. Pada saat
terserang infeksi, maka tentunya tubuh harus membasmi infeksi tersebut.
Caranya, dengan mengerahkan sistem imun. Pasukan komando untuk
melawan infeksi adalah sel darah putih dan dalam melaksanakan tugasnya
agar efektif dan tepat sasaran, sel darah putih tidak bisa sendirian,
diperlukan dukungan banyak pihak termasuk pirogen. Pirogen mempunyai
peranan yang kompleks terhadap mekanisme pengaturan yang ada dalam
tubuh manusia (Maryunani, 2010).
Menurut Maryunani (2010), demam (hipertermi) adalah suatu keadaan
2
suatu penyakit. Sebagian besar demam berhubungan dengan infeksi yang
dapat berupa infeksi local atau sistemik. Paling sering demam disebabkan
oleh penyakit infeksi saluran pernafasan bawah, gastroinstinal dan
sebagainya. Ada beberapa kasus penyakit infeksi yang menyerang system
gastrointestinal pada anak-anak, salah satunya adalah Thypoid
Abdominalis atau dikenal dengan istilah Thypoid.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar
16-33 juta kasus demam thypoid diseluruh dunia denga kejadian 500-600
ribu perkasus kematian tiap tahun (R, Aden, 2010). Di Indonesia, demam
thypoid masih merupakan penyakit endemic dan menjadi kesehatan yang
serius.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah
kejadian demam thypoid dan parathypoid di rumah sakit adalah 80.850
kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia.
Sedangkan pada tahun 2010 penderita demam thypoid dan parathypoid
sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien
meninggal dunia sebanyak 276 jiwa (Depkes RI, 2010:57).
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 demam
thypoid termasuk dalam kejadian luar biasa (KLB) dengan attack rate
sebesar 0,37% yang menyerang 4 kecamatan dengan jumlah 4 desa dan
jumlah penderita 51 jiwa. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah
penderita thypoid sebesar 150 jiwa yang menyerang 3 kecamatan dari
jumlah 3 desa dengan attack rate sebesar 2,69%. Tahun 2010 kasus KLB
demam thypoid kembali terjadi dengan attack rate sebesar 1,36% yang
meneyrang 1 kecamatan dengan 1 desa dan jumlah penderita 26 jiwa
(Dinkes Prop Jateng, 2010).
Demam thypoid juga masih menjadi masalah kesehatan utama di
Kabupaten Kebumen. Hal ini bias dilihat pada kasus KLB Kabupaten
Kebumen, data 10 besar penyakit dan peningkatan kasus demam thypoid
3
Kabupaten Kebuemen, Kejadian Luar Biasa (KLB) demam thypoid terjadi
pada tahun 2007 samapai 2010.
Demam merupakan salah satu tanda dan gejala dari thypoid.
Apabila demam tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan
dehidrasi, penurunan kesadaran, kejang, pedarahan usus, perforasi usus,
peritonitis dan menimbulkan akibat buruk untuk proses kesembuhan
pasien. Bahkan hal yang terburuk yaitu dapat mengakibatkan kematian.
Menurunkan atau tepatnya mengendalikan dan mengontrol
demam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan ramuan kunyit. Kunyit merupakan salah satu tanaman herbal yang
dapat digunakan sebagai antipiretik dalam pengobatan demam. Salah satu
kandungan senyawa kunyit yang diduga dapat digunakan sebagai
pengobatan demam adalah senyawa flavonoid. Selain untuk menurunkan
panas kunyit juga dapat digunakan untuk, membersihkan, mempengaruhi
bagian perut khususnya pada lambung, merangsang, melepaskan lebihan
gas di usus, menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan
darah, sebagai obat anti gatal, anti septik dan anti kejang.
Mengingat hal tersebut, maka penulis memandang bahan
termoregulasi pada anak pasien demam sangat penting sehingga penulis
tertarik untuk memberikan “Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Keamanan dan Perlindungan: Thermoregulasi Dengan
Thypoid pada Nn. N Di Ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah
Gombong”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk
mendeskripsikan asuhan keperawatan Nn.N di ruang Inayah RS PKU
Muhammadiyah Gombong.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan gangguan
4
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien gangguan
termoregulasi pada Nn.N
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan
kebutuhan termoregulasi pada Nn.N
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan
termoregulasi pada Nn.N
e. Mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pemenuhan
kebutuhan termoregulasi pada Nn.N
f. Mendeskripsikan analisa tindakan kompres hangat pada Nn.N
C. Manfaat
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Sebagai media informasi tentang thypoid dan cara penanganan pada
pasien demam.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan tindakan
preventif dalam menangani pasien thypoid
3. Bagi Institusi
Menjadi wacana dan bahan masukan dalam proses belajar mengajar
terhadap pemebrian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
44
DAFTAR PUSTAKA
Depkes Ri. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinkes Jateng. (2010). Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Dochter, J. M., Dan Bulechek, G. M. (2009). Nursing Intervention Clasification (NIC) Fourth Edition
Dorland. (2006). Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
Feribiology. 2007. Teknik Pengenalan, Penyiapan Dan Penggunaan Alat
Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta: Erlangga.
Fatmawati, Mohamad. (2011). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien Typoid Di Rsud Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gorontalo. Forum Penelitian. 33, 52-57,60.
Heardman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnosis Definitions And Clasification 2012-2014, Sumarwati, Made, & Subekti, Nike Budhi (Alih Bahasa). Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Kunyit. https://id.wikipedia.org/wiki/kunyit. (Diakses 20 Juli 2016)
Maryuni, Anik. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Tim Moorhead, M. Jhonson, M.(2009). Nursing Outcome Clasification (NOC).
Mosby, Piladhepia
Neha Et Al. (2009). EfekAntipiretik Ekstrak Daun Pare(Momorcica Charantia L.) PadaTikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Notoatmodjo , S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan.. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Price, A.S & Wilson M.I (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Alih Bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC
Potter. P A Perry, A. G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses Dan Praktik. Jakarta : EGC
45
Sodikin.2012.Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Suriadi, Dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada AnakEdisi 2. Jakarta : Sagung
Seto
Tamsuri, Anas. (2006). Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta EGC
46
407 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X
Perbandingan Efektifitas Antipiretik antara Ekstrak Etanol Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Rosc) dengan Parasetamol pada Tikus Model Demam
1Muhammad Prasetyo Putra, 2Santun Bhekti Rahmah, 3Mia Kusmiati
1,2,3Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116
e-mail: 1Muhammadfrasetheo@yahoo.com,
Abstract: White turmeric (Curcuma zedoaria Rosc) is a herb from Indonesia which useful to
treat fever. There is compound called flavonoid inside the turmeric which useful to treat fever. The purpose of this research is comparing the effectiveness of antipyretic effect from paracetamol and white turmeric extract (Curcuma zedoaria Rosc) against feverish rat. Experimental research with post test only control group design. Animal studies using male wistar strain rats. Totaling 25 individuals and divided into 5 groups. Called negative group that is given aquadest, positive group that is given 10 mg paracetamol, white turmeric extract dose 1 (4.5 mg/250 g BW/2ml), white turmeric extract dose 2 (9 mg/250 g BW/2 ml), and white turmeric extract dose 3 (13,5 mg/250 g BW/2ml).The result has obtained using Anove test divided into to minutes 60, 120, and 180 obtained value α = 0.000 sebsequently in Tukey test showed that α = 0.000 shows there is a significant rectal temperature differential between the groups.The Conclusion white turmeric extract (Curcuma zedoaria Rosc) has an antipyretic effects but it is not lower than paracetamol.
Key Words: White Tumeric, Paracetamol, Effectiveness, Flavonoids, Terpenoids, Antipiretic
Abstrak: Kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc) merupakan tanaman herbal khas Indonesia
yang berguna sebagai penurun demam. Terdapat zat aktif yang terdapat dalam kunyit putih yang berfungsi sebagai penurun demam adalah flavonoid dan terpenoid. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk dapat membandingkan efektifitas antipiretik dari parasetamol dan ekstrak kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc) dengan berbagai dosis pada tikus demam. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental post test only control group design. Hewan coba penelitian menggunakan tikus galur wistar jantan. Berjumlah 25 ekor dan terbagi kedalam 5 kelompok, kelompok negatif yang diberikan aquadest, kelompok positif diberikan parasetamol 10 mg, kelompok yang diberi ekstrak kunyit putih dosis 1 (4,5 mg/250 g BB/2 ml), ekstrak kunyit putih dosis 2 (9 mg/250 g BB/2 ml), dan ekstrak kunyit putih dosis 3 (13,5 mg/250 g BB/2 ml).Hasil yang didapatkan dengan uji anova yang terbagi dalam menit ke 60, 120, dan 180 didapatkan nilai α = 0.00 selanjutnya dilakukan uji Tukey bahwa α = 0.000 menunjukan ada perbedaan suhu rektal yang bermakna antar kelompok.Kesimpulannya bahwa ektrak etanol kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc) memiliki efektifitas antipiretik yang sama dengan parasetamol pada dosis 9 mg/ 200 g BB tikus.
Kata Kunci : Kunyit Putih, Parasetamol, Efektifitas, Flavonoid, Terpenoid, Antipiretik A. Pendahuluan
Demam atau pireksia disebabkan oleh aksi sekunder dari adanya suatu penyebab dapat berupa agen infeksi, kerusakan jaringan, peradangan, keganasan dan penyakit lainnya. Demam juga merupakan proses pertahanan alami yang dimiliki oleh tubuh dimana agen infeksi dan jaringan yang sudah rusak tidak bisa bertahan.1,2
mempengaruhi dari neuron termosensitif yang terletak di preoptik hipotalamus, dapat mengontrol regulasi panas dan kehilangan panas. Pada keadaan set point yang meningkat. Suhu akan mengikuti arus darah yang berada di sekitar Hipothalamus. Jenis pirogen endogen yang berperan paling penting yaitu IL – 1, IL – 6 dan TNF - 1 mereka diproduksi oleh monosit, dan makrofag, bisa juga oleh sel endotel dan astrosit. Interferon yang menampilkan peranan aktivitas pirogenik. Hipotalamus yang memainkan peran terpenting dalam mekanisme terjadinya demam.2
Demam merupakan suatu respon normal dari tubuh dan tidak berbahaya untuk melawan infeksi / peradangan, sangat membantu dalam sistem kekebalan tubuh. Demam itu sendiri dapat menjadi suatu tanda dari penyakit serius dan harus sesegera mungkin berkonsultasi dengan dokter. Hal yang paling penting untuk segera datang ke dokter seperti, bila demam gagal diperbaiki selama 3 hari, gejala yang mulai memburuk, kejang demam, kebingungan, lesu, mengantuk, suhu sangat meningkat mencapai 40°C (usia anak 0-3 bulan dengan suhu mencapai 38°C dan untuk anak usia 3-6 bulan suhu mencapai 39°C), sakit kepala yang parah, muntah, leher yang mengalami kekakuan, ruam – ruam di kulit.3,4
Pada saat terjadi demam parasetamol merupakan obat antipiretik yang banyak disarankan oleh dokter atau apoteker. Keuntungan lain dari parasetamol tidak menimbulkan efek yang mengiritasi lambung, gangguan pernapasan, dan gangguan keseimbangan asam basa. Kerugian penggunaan dari parasetamol jangka panjang dapat menimbulkan efek toksik sehingga berakibat terhadap kerusakan hepar.4
Obat antipiretik dapat menginhibisi laju ekspresi dari siklooksigenase -2 (COX - 2) dan Biosintesis PGE2 untuk mengurangi suhu tubuh. Terdapat agen – agen sintesis ireversibel yang merupakan inhibitor siklooksigenase -2 (COX-2) dengan selektifitas yang begitu tinggi akan tetapi dapat menimbulkan efek racun bagi sel – sel hati, glomeruli, korteks otak dan otot jantung. Akan tetapi natural siklooksigenase -2 (COX- 2) inhibitor memiliki selekstifitas yang lebih rendah dengan kemungkinan timbulnya efek samping yang lebih sedikit. Untuk menghambat pengeluaran dari pro-inflammatory mediator sejumlah tanaman ekstraksi sudah di teliti memiliki tujuan untuk memodulasi jalur siklooksigenasi yang akan menginhibisi leukotriene dan sintesis prostaglandin oleh inhibisi siklooksigenase -1 (COX-1) dan siklooksigenase -2 (COX-2).1
Dari penelitian sebelumnya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azam Gholam mengenai efektifitas dibuktikan bahwa Curcuma zedoaria Rosc memiliki efek yang signifikan terhadap antipiretik. Curcuma zedoaria Rosc dengan nama yang lebih dikenal sebagai zedoaria atau kunyit putih merupakan herbaceous dan tanaman rhizomatous tahunan. Tanaman ini berasal dari Bangladesh, Sri Lanka, India dan Indonesia serta tanaman ini sekarang banyak di budidayakan oleh negara Cina, Jepang, Brazil, Nepal dan Thailand. 1 Rimpang dari Curcuma zedoaria Rosc banyak dilaporkan dapat berkhasiat sebagai antimikroba, hepatoprotektif, anti-inflamasi, analgesik, antioksidan, sitotoksik. Zat aktif utama dari tanaman ini adalah terpenoid. Hasil yang ditunjukan oleh screening fitokimia menunjukan adanya terpenoid dalam konsentrasi tinggi dan senyawa lain seperti flavonoid. Senyawa terpenoid ini memiliki tiga turunan struktur kimia yaitu diterpenoids, triterpenoid, dan sesquterpene lactones. Mekanismenya berbeda-beda yakni diterpenoid bekerja menghambat LTB4, LTC4, serta COX-1 pada jalur pengeluaran PGE2, triterpenoid merupakan inhibitor yang bekerja terhadap asam arakhidonat , dan sesquterpene lactones merupakan inhibitor terhadap produksi NO dan aktifitas NF-κB.28 Sedangkan senyawa flavonoid akan menempel di sel imunitas dan akan segera Perbandingan Efektifitas Antipiretik Ekstrak Etanol Kunyit Putih dengan Parasetamol... | 409
memberikan suatu sinyal intraseluler serta mengaktivasi kerja Senyawa flavonoid akan menghambat dari asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran akan terjadi pemblokiran jalur siklooksigenase serta jalur lipoksigenase yang berefek pada penurunan sejumlah kadar prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Kedua senyawa ini akan menghambat prostaglandin yang mengakibatkan penurunan suhu tubuh.25 Kunyit putih telah menjadi obat tradisional yang dapat mengobati gangguan menstruasi, dispepsia, muntah, hepatitis, radang , diare dan demam.1
Hewan coba yang di ujikan dalam penelitian menggunakan induksi fever oleh Brewer’s yeast. Dalam metode penelitian sebelumnya mengenai efektifitas antipiretik yang dikemukakan oleh Golam Azam bahwa ditemukan ekstak etanol rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc) terdapat pengurangan efek yang signifikan terhadap fever yang menggunakan induksi oleh Brewers yeast. Dari hasil screening fitokimia menunjukan terdapatnya suatu konsentrasi tinggi dari terpenoid dalam ekstrak etanol. Memberikan efek yang sebanding dengan parasetamol. Curcuma zedoaria dilaporkan bahwa senyawa terpenoid dapat digunakan sebagai anti inflamasi agen yang akan mengurangi prostaglandin E2 (PGE2). Temuan sebelumnya diadapatkan bahwa efek Curcuma zedoaria mampu mengurangi sintesis prostaglandin melalui penghambatan jalur Siklooksigenase. Hasilnya bahwa ekstrak Curcuma zedoaria mampu mengurangi suhu tubuh.1
Dikarenakan belum banyaknya laporan pengetahuan ilmiah yang mendukung aktifitas antipiretik dari Curcuma zedoaria sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan ektrak etanol kunyit putih dan parasetamol.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah ekperimental dengan rancangan post test only control group design. yang dilakukan pada. 25 ekor tikus yang sudah dibagi kedalam 5 kelompok. Bahan penelitian ini berupa Brewer’s Yeast sebagai induksi demam, aquades sebagai kontrol negatif, parasetamol sebagai kontrol positif serta ektrak etanol kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc) dengan dosis 4,5, 9 dan 13,5 mg/200 g BB yang diberikan kepada tikus percobaan.
Penelitian dilakukan terhadap 25 ekor tikus berumur 2-3 bulan yang sudah di hitung dengan menggunakan rumus Freeder diukur suhu tubuh awal dengan nilai suhu normal tubuh tikus 34-35,5°C berkelamin jantan dan tidak dalam keadaan sakit atau dengan suhu tubuh di atas normal.
Penelitian ini dilakukan selama 2 hari. Setiap subjek penelitian akan di ukur suhu normal tubuh menggunakan termometer rektal serta diberikan induksi berupa Brewer’s Yeast dan ditunggu selama 18 jam sehingga timbul respon demam lalu diukur kembali suhu tubuh tikus setelah itu diberikan 5 perlakuan. Perlakuan pertama berupa pemberian aquades terhadap tikus kelompok pertama. Perlakuan kedua dengan memberikan parasetamol 10 mg/200 mg BB tikus, perlakuan ketiga dengan memberikan ekstrak etanol kunyit putih 4,5 mg/ 200 g BB tikus, perlakuan keempat diberikan . ekstrak etanol kunyit putih 9 mg/ 200 g BB tikus, dan perlakuan kelima diberikan ekstrak etanol kunyit putih 13,5 mg/ 200 g BB tikus.
Analisis data yang digunakan adalah uji Annova untuk melihat perbedaan suhu rektal pada kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey untuk memastikan perbedaan tersebut. 410
| Muhammad Prasetyo Putra, et al.
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian tentang perbandingan efektifitas ekstrak etanol kunyit putih dengan parasetamol terhadap tikus galur wistar yang berjumlah 25 ekor setelah diberikan brewer’s yeast. Terbagi kedalam 5 kelompok perlakuan kelompok 1 kontrol negatif (aquadest), kelompok 2 (parasetamol), kelompok 3 ekstrak kunyit putih 4,5 mg/ 200g BB, kelompok 4 9 mg/ 200 mg BB, dan 13,5 mg/ 200 g BB. Setiap kelompok tikus yang telah diberikan induksi brewer’s yeast akan menimbulkan reaksi demam karena adanya respon inflamasi. Suhu rektal akan diukur kembali dengan menggunakan termometer digital setelah menit ke 60, 120, dan 180 dengan 1 kali pengukuran. Berdasarkan hasil yang didapatkan tikus mengalami penurunan ±1°C setelah pemberian parasetamol dan ektrak etanol kunyit putih terjadi penurunan suhu selama 180 menit.
Untuk melihat hasil perbandingan suhu rektal yang telah diukur pada setiap kelompoknya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Rata-rata Suhu Rektal Tikus Pada Seluruh Kelompok
Perlakuan
Suhu rektal tikus °C
Suhu awal 0 menit 60 menit 120 menit 180 menit Kelompok
1 kontrol negatif (aquadest)
34,5 36,5 36,7 37 37
Kelompok 2 kontrol positif (parasetam ol)
34,5 37,5 36,5 36 35,6
Kelompok 3 ekstrak etanol kunyit putih 4,5 mg/ 200 g BB
34,5 36,8 36,2 35,8 35,6
Kelompok 4 ekstrak etanol kunyit putih 9 mg/ 200 g BB
34,7 36,7 35,9 35,5 35,2
Kelompok 5 ekstrak etanol kunyit putih 13,5 mg/ 200 g BB
www.veterinaryworld.org Veterinary World Vol.2, No.8, August 2009
Analgesic and antipyretic activities of Curcuma longa rhizome
extracts in Wister Rats
S. Neha*, G.D. Ranvir and C.R.Jangade
Department of Veterinary Pharmacology & Toxicology
Postgraduate Institute of Veterinary & Animal Sciences, Krishinagar, Akola
* Corresponding author
Abstract
The study was carried out to ascertain analgesic and antipyretic activities of rhizome extracts of Curcuma longa in Wister rats. Both aqueous and alcoholic extracts at 100 and 200 mg/kg by oral, single dose treatment for seven days revealed significant difference (P<0.05, 0.01) in reaction time in terms of analgesic activity before and after treatments which was comparable to analgin (10 mg/kg b wt.) and were ineffective in reversal of brewers yeast induced pyrexia. Solvent yield of these extracts was 20 percent and color dark brown and reddish brown with solid and semisolid consistency respectively.
Key words: Curcuma longa (rhizome) extracts, yield, analgesic, antipyretic, rats, oral.
Introduction
The rhizome of Curcuma longa Linn. (Family: Zingiberceae) has esteemed medicinal properties and
uses referred in Ayurveda. It is one of the important ingredient of food recipes in Indian cuisine under spices
and condiments and sacredly used by Hindu women.
Rhizome is useful in the treatment of diabetics, hemorrhoids, anemia, jaundice, cough, asthma, wound
healing, colic, gout, renal calculi, poisoning, freckles,
skin and neurological disorders (Kirtikar and Basu, 1967). Folklore claims to relieve pain sensation and cure bruises by external application (Sharma, 2003).
The decoction is valuable in disorders of blood internally, fresh juice in purulent conjunctivitis, catarrh,
reliving pain. Leaves are considered as antipyretic (Chopra et al., 2002). C. longa is being used in cosmetic
herbal formulation viz. Vico turmeric, JCICM-6 and
many others. Wide therapeutic applications, medicinal
properties and uses of C. longa were considered to find out physicochemical properties of rhizome extracts
for analgesic, antipyretic activities in wister rats.
Materials and methods
Plant materials: Rhizome of Curcuma longa was
procured from local market. It was shade dried and authenticated by the botanist of Dr. Punjabrao Deshmukh Krishi Vidyapeeth, Akola. Shade dried rhizome were powdered with help of electric grinder
and subsequently used for alcoholic hot extraction
using soxhelt’s apparatus. Aqueous hot extract was
obtained after boiling the contents in one liter chloroform water (0.1% v/v) on heating mentle. The
solvent was evaporated under laminar air flow. Percent
extractability was found to be 20 respectively.
Chemicals and drugs: Ethanol (99% v/v), analgin (10
mg/ml) and acetoaminophen (50 mg/ml) were standard
quality chemical and drugs used in this study.
Experimental animals: Thirty six wistar rats of either
sex, weighing approximately 150-200 g were procured
from Department of Biochemistry Laxminarayan Institute of Technology College, Nagpur University,
Nagpur (M.S.) were maintained on pellet diet at room
temperature in the department of veterinary Pharmacology, Nagpur Veterinary College, Nagpur.
comprised of six rats of either sex. Prier to start of the
experiment these animals were fasted and employed
in this study. The experimental protocol was approved
from institutional animal ethics committee of postgraduate institute of veterinary & animal sciences,
Akola.
Screening of analgesic activity: Groups I was received normal saline in equivalent doses as that of
treatment group was served as untreated control. Group II received analgin @10mg/kg dose was kept
as positive control for comparison. Group III, IV, and V
suspension in 3 % gum acacia (@ 1 ml/200 gm body
weight) orally and served as treatment groups. Tail Veterinary World, Vol.2(8):304-306 RESEARCH 304
www.veterinaryworld.org Veterinary World Vol.2, No.8, August 2009
immersion method described by Ghosh (1984) was followed for screening analgesic activity. Increase in
mean reaction time in seconds at every 30, 60 and 90
minutes intervals before and after treatment was considered as analgesic activity of the extracts.
Screening of antipyretic activity: For screening antipyretic activity same groups of animals and their
respective treatments were followed, where group II
animals was received Paracetamol (10mg/kg) instead
of analgin was served as positive control for comparison. Experimental pyrexia induced with 15%
suspension of brewers yeast in 2 % gum acacia in normal saline was given 0.25 ml/100gm dose as per the method described by Bhalla et al. (1971). The rectal
temperature before and after treatment was recorded
with the help of digital clinical thermometer at every
hour up to three hours was compared with control.
Statistical analysis: The data of this study was statistically analyzed using FRBD and was considered
as significant at 5% and 1% level (Snedecor and Cochran, 1967).
Results and Discussion
Analgesic activity: The mean reaction time before (2.93 ± 0.22 minutes) and after treatment (3.26 ± 0.25
to 3.95 ± 0.24 minutes) were highly significant (P< 0.05,
0.01) there was dose and time dependent increase in
reaction time (Table 1). The aqueous extract at 200 mg/kg dose was showed increase in mean reaction time which was significantly higher compared to other
extracts. Increase in mean reaction time by analgin in
group T2 was significantly higher (4.31 ± 0.43 minutes)
than both aqueous and alcoholic extracts and its activity
was comparable to aqueous extract at above dose level. The alcoholic extract at 100 and 200 mg/kg were
showed similar increased in reaction. Increase in mean
reaction time by both extracts were highly significant
compared to control showing analgesic activity of these
extracts where analgin (10 mg/kg) was found to be most
potent and effective than aqueous and alcoholic extracts might be due suppression of prostaglandins (Hajare et al., 2000). Dose dependent analgesic activity
of curcuminols following intra-peritoneal administration
in writhing and capsaicin and formalin rat model has
been reported by Navarro et al. (2002). Prolonged reaction time to radiant heat stimulation and reduced
number of writhing episode following JCICM-6 (polyherbal formulation containing Curcuma longa) in
mice was reported by Zhou et al. (2006). The analgesic
activity C. longa rhizome powder extract in human was
observed by Jaiswal et al. (2004). Above reports are
in agreement with our findings.
Antipyretic activity: Average normal (98.46 ± 0.17)
and pyretic (101.82 ± 0.06) rectal temperature of was
significantly different (P<0.05, 0.01). Initial rise of temperature after 18 hrs of yeast injection (2.96 0F to
3.78 0F), was reported by Hajare et al. (2000) which
corresponds to the findings observed in our study. The
mean pyretic rectal temperature following treatment
with aqueous at 100 and 200 mg/kg by single oral treatment in group T3 and T4 groups were non significant where as in group T2, T5 and T6 were significantly different from untreated control group (T1).The alcoholic extract at same dose level as above
in group T5 and T6 were significant (P<0.05,0.01) than
untreated control. Antipyretic activity of the above extracts were significant in group T4 and T6 where it
was non significant in group T3 and T5 compared to
paracitamol reference standard drug (Group T2) but pyretic rectal temperature did not appeared to be normal at 0 hours showing non significant antipyretic
difference between initial pyretic rectal temperature (0hrs) and subsequent time intervals where
paracetamol appears to be more potent in reversal of
pyrexia.
Percent yield of aqueous and alcoholic extract was found to be 20 each. The extracts were dark brown
and reddish brown with solid and semisolid in consistency respectively.
Conclusion
The present study concluded that Curcuma longa (rhizome) extracts at 100 and 200 mg/kg by single oral
dose treatment had analgesic effect but no antipyretic
effect. In support to folklore claims for cure of wound,
inflammation, pain and associated conditions where
“Haldi” is used could be justifiable.
References
1. Bhalla, T.N., M.B., Gupta, and K.P. Bhargava (1971):
Antipyretic, analgesic activity of some natural products,
pharmacology, 2nd Edn., Scientific Book Agency, Calcutta, PP. 144.
4. Gupta, M.B., T.K. Palit, N. Singh, and K.P. Bhargava
(1971): Pharmacological studies to isolates the active
constituents from Cyprus rotundus possessing antiinflammatory,
antipyretic and analgesic activities. Indian J. Med. Res. 59:76-82.
5. Hajare, S.W., S. Chandra, S.K. Tandan, J. Sarma, J.
Lal, and A.G. Telang (2000): Analgesic and antipyretic
activities of Dalbergia sissoo leaves, Indian J. Pharmacol, 32:357-60.
6. Jaiswal, S., S.V. Singh., B. Singh and H.N. Singh
(2004): Plant used for tissue healing of animals.Natural
Product Radiance. Vol. 3(4):142.
7. Kirtikar, K.R. and B. D. Basu (1935): Indian medicinal
Analgesic and antipyretic activities of Curcuma longa rhizome extracts in Wister Rats
305
www.veterinaryworld.org Veterinary World Vol.2, No.8, August 2009
plants, Vol. IV, 2nd Edn., Periodical Experts Books Agency , Delhi, 2423-36.
8. Navarro D. de F., M.M. De Souza, R.A. Neto, V. Golin,
R. Niero, R.A. Yunes, F. DelleMonache and V. CechinelFilho (2002): Phytochemical analysis and analgesic properties of Curcuma. Phytomedicine. 9(5):427-32.
9. Sharma, R. (2003): Medicinal Plants of India: An
Encyclopedia, Daya publishing House, Delhi, P 76-77.
Table-1.Antipyretic activity of rhizome extracts of Curcuma longa L. in wistar rats.
Tr.Gr. Treatment and dose Rectal Temperature (0F) 0.04 ** 101.39±0.04 ** 101.43±0.03**
Value are mean ± SE, n=6, *,a =non-significant, **,b=Significant For Treatment df (5,20) (P< 0.05, 01) F (cal) 4.08
(2.71, 4.1), CD: 0.25 For period: df (4,20) (P< 0.05, 01) F (cal) 321.74 (2.87, 4.43), CD: 0.23
Table-2. Analgesic activity of rhizome extracts of Curcuma longa L. in wistar rats.
Total 2.93 ± 0.23 3.26**,a ± 0.24 3.64**,a ± 0.25 3.95**,a ± 0.24
Value are mean ± SE, n=6, **,a, b highly significant For Treatment: df (5,15) (P< 0.05, 01) F (cal) 36.85584 (2.9,
4.56), CD: 0.273557, For Blocks: df (3,15) (P< 0.05, 01) F (cal) 35.66921(3.49, 5.42), CD: 0.223358
10. Snedecor, G.W. and W.G. Cochran (1976): Statistical
methods, Indian 6th reprint Edn. Oxford and IBH Publishing Co. Calcutta, 124-126.
11. Zhou, H., Y.F. Wong, X. Cai, Z.Q. Liu, Z.H. Jilan, Z.X.
Bian, H.X. Xu, and L. Liu (2006): Suppressive effects
of JCICM-6, the extract of anti-arthritic herbal formulation on the experimental inflammatory and nociceptive models in rodents, Biol. Pharma. Bull. 29(2):253-60.
Analgesic and antipyretic activities of Curcuma longa rhizome extracts in Wister Rats
********
Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG
Kusuma Dewi, Ni Kadek., dr. Made Jawi, M.Kes. (1), Ns. Dian Adriana, S.Kep (2)
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstract. Turmeric rhizome is one of the herbal plant which can use for antipyretic. One of the chemical content inside turmeric rhizome which can use for fever
treatment is flavonoid. Use of dekok
extraction method already use for processing turmeric rhizome as antipyretic. Considering that flavonoid compound can't stand
with heat, then it necessary to do Tumeric rhizome processing with maceration method. This study aims for know the differences in effect turmeric rhizome extract
with maceration method and dekok to decrease white rat body temperature which given DPT vaccine. This study is
experimental study with completely randomized
design. The treatment group consists of turmeric rhizome extract maceration method dose 126 mg, dose 252, dose 378 mg, dekok method at dose of 2.4 gr/200 grBB and control negative are give aquades
(3cc/200grBB).. Data Analysis with One Way
Anova test shown significant differences (p:0.001 < α:0,05) between treatment groups before and after the intervention. The results of the analysis with post hoc test show not significant difference between treatment groups (p:0.095 - 0.947 > α:0,05).
Key words : Turmeric Rhizome Extract, Antipyretic, Maceration, Dekok, DPT vaccine
PENDAHULUAN
Vaksin DPT merupakan salah satu program wajib dari pemerintah (Dirjen P2PL, 2011). Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian vaksin DPT berupa reaksi lokal seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus (Depkes, 2009). Demam yang ditimbulkan vaksin DPT lebih tinggi daripada vaksin-vaksin yang lain (Syarifah, 2010).
Pengobatan demam sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu pengobatan non
farmakologi adalah dengan
memanfaatkan terapi herbal yang juga berfungsi sebagai antipiretik salah satunya yaitu pemanfaatan tanaman rimpang kunyit (Kohli et al., 2005). Rimpang kunyit merupakan
salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai antipiretik dalam pengobatan demam. Salah satu kandungan senyawa kunyit yang diduga dapat digunakan sebagai pengobatan demam adalah senyawa flavonoid (Neha et al., 2009). Berbagai metode ekstraksi pengolahan rimpang kunyit telah banyak digunakan untuk mengefektifkan kandungan kimianya. Pengolahan rimpang kunyit sebagai antipiretik telah diolah dengan metode dekok serta infusa. Pengolahan dengan cara tersebut tidak efektif untuk mengaktifkan senyawa flavonoid
1
Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt karena senyawa flavonoid tidak tahan panas serta mudah teroksidasi pada suhu yang terlalu tinggi (Adithya et al., 2010).
Maserasi merupakan proses
mengaktifkan senyawa flavonoid dalam rimpang kunyit, mengingat senyawa tersebut tidak tahan panas. Senyawa metanol walaupun dapat digunakan sebagai pelarut, namun senyawa ini sangat tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan makanan karena bersifat toksik. Air merupakan salah satu pelarut polar yang mudah diperoleh namun, air merupakan tempat tumbuh bagi kuman serta dapat melarutkan enzim
Berdasarkan fakta tersebut, maka diperlukan terobosan terbaru dalam pengolahan rimpang kunyit sehingga diharapkan dapat menghasilkan kualitas yang lebih bagus dari
sebelumnya serta dapat diaplikasikan dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai uji pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit (curcuma domestica Val) terhadap penurunan suhu tubuh pada tikus putih (Rattus Norvegicus) yang diberi vaksin DPT.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen murni atau percobaan. Menurut Hanafiah (2010), percobaan atau experimental design dengan rancangan acak lengkap (completely randomized designed).
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Peneliti mengambil sampel berjumlah 25 ekor tikus yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengambilan sampel disini dilakukan dengan cara completely randomized designed.
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran suhu tubuh rektal tikus putih yang dihitung dari nilai rata-rata suhu tubuh tikus putih tiap 15 menit sampai pengukuran pada menit ke-90 dengan menggunakan termometer digital dengan skala data interval
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Dari sampel yang terpilih,
peneliti melakukan pengelompokkan khusus yaitu untuk perlakuan
pemberian ekstrak rimpang kunyit metode maserasi terdiri dari 3 perlakuan yaitu dosis 1 (126 mg/200grBB), dosis 2 (252 mg/200grBB), dan dosis 3 (378 mg/200grBB). Sedangkan untuk kelompok perlakuan yang
mendapatkan ekstrak rimpang kunyit metode dekok terdiri dari 1 kelompok dosis yaitu 2,4 gr/200grBB sesuai dengan dosis paling efektif pada penelitian sebelumnya.
Setelah data terkumpulkan
maka data di deskripsikan rata-rata suhu tubuh sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing kelompok. Selanjutnya ditabulasikan, Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt data dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi dan diintepretasikan.
Sebelum dilakukan analisis uji parametric, maka data akan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiiro-Wilk dan uji homogenitas (Levene-test). Untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit terhadap penurunan suhu tubuh akan dilakukan uji Anova dan untuk melihat apakah terdapat perbedaan penurunan suhu tubuh yang signifikan pada kelompok perlakuan akan dilakukan uji Post Hoc dengan tingkat
signifikansi p ≤ 0.05 dan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil Penelitian
Distribusi karakteristik sampel berdasarkan usia dari pengumpulan data didapatkan, tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini berusia 2 bulan dengan rata-rata berat badan tikus berkisar antara 100-200 gram BB.
mengalami perubahan. Setelah diberikan vaksin, suhu tubuh pada masing-masing kelompok sampel mengalami peningkatan (dalam kondisi demam). Rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak rimpang kunyit hingga menit ke 90 sebesar 35,2-35,9 C sedangkan rata-rata suhu tubuh pada kelompok kontrol yang diberikan aquadest sebesar 36,6C.
Rata-rata suhu rektal pada
kelompok maserasi dosis 1, dosis 2, dosis 3, dan dekok pada beberapa titik waktu menunjukkan penurunan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol (aquadest) dari hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi kenaikan suhu rektal rata-rata tikus putih setelah menit ke-15 hingga menit ke-30, kemudian turun hingga menit ke-60 dan mengalami sedikit peningkatan lagi pada menit ke-75.
Menurut hasil uji statistic
pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit terhadap penurunan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT dengan menggunakan uji Anova didapatkan hasil p : 0.001 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima atau pemberian ekstrak rimpang kunyit metode maserasi dan dekok pada kelompok perlakuan dan aquadest pada kelompok kontrol dapat menurunkan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT.
Dari perhitungan statistic uji Post Hoc sumber variasi kelompok perlakuan dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa perbandingan antar kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak rimpang kunyit metode maserasi dan dekok
menunjukkan nilai p>0,05 yaitu Ha ditolak atau tidak ada perbedaan pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) metode maserasi dan dekok terhadap penurunan suhu tubuh tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi vaksin DPT.
PEMBAHASAN
Tikus putih dalam penelitian ini dibuat demam dengan memberikan zat pirogen yang disuntikkan pada
tubuhnya secara intra peritoneal. Salah satu zat pirogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin DPT-Hib. Demam yang ditimbulkan oleh vaksin Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt DPT lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin-vaksin lain (Syarifah, 2010). Rata-rata suhu tubuh kelompok sampel sebelum diberikan vaksin DPT sebesar 35,96oC, sedangkan setelah
diberikan vaksin, rata-rata suhu tubuh meningkat menjadi 39,07oC.
Peningkatan suhu tubuh tersebut menunjukkan bahwa semua sampel pada penelitian ini berada dalam kondisi demam. Besarnya kenaikan suhu bervariasi untuk setiap tikus. Tinggi rendahnya kenaikan suhu menunjukkan derajat demam yang dialami masing-masing tikus. Dilihat dari hasil uji One Way Anova yang dilakukan antara
kelompok sampel pada penelitian ini didapatkan hasil p = 0,001 < α (0,05). Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu suhu T0 (15 menit setelah diberikan vaksin DPT) dan suhu T90 (90 menit setelah diberikan ekstrak rimpang kunyit pada kelompok
perlakuan dan aquadest pada kelompok kontrol. Dari hasil di atas dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak rimpang kunyit dapat menurunkan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT.
Terjadinya penurunan suhu
merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat aldoreduktase, proteinkinase, monoaminoksidase, DNA polymerase dan siklooksigenase (Kohli etal., 2005). Penghambatan pada enzim siklooksigenase terutama siklooksigenase-2 (COX-2) dapat memberikan pengaruh lebih luas oleh karena mekanisme penghambatan enzim siklooksige merupakan langkah awal untuk menuju jalur hormon eikosanoid yang merupakan zat aktif biologik yang bersasal dari asam arakhidonat seperti tromboksan dan prostaglandin (Indah, 2004). Mekanisme penghambatan pada prostaglandin, akan menurunkan titik thermostat tubuh di hipotalamus sehingga demam menjadi turun (Rakayudha, 2010).
Menurut Daniele (2008)
senyawa flavonoid juga berfungsi sebagai antioksidan yang bekerja sebagai inhibitor biosintesis prostaglandin. Senyawa flavonoid bekerja pada endothelium
mikrovaskular untuk menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur
siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar
prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Indah, 2004). Hasil uji Post Hoc antara
kelompok maserasi dengan dekok menunjukkan terjadi penurunan suhu tubuh yang tidak bermakna dimana nilai p>0.05 antara menit ke-15 sampai menit ke-90. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan penurunan suhu rektal antara kelompok yang dibandingkan. Walaupun tidak terdapat perbedaan selisih penurunan suhu tubuh secara bermakna, tetapi dilihat dari nilai rata-rata perbedaan suhu rektalnya, didapatkan bahwa kelompok maserasi dosis 2 merupakan dosis yang Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt
paling baik karena memiliki rata-rata penurunan suhu paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok maserasi dosis 1, maserasi dosis 3 dan dekok. Hal tersebut terjadi karena maserasi dosis 2 berada dalam konsentrasi terbaik untuk berikatan dengan reseptor sehingga reseptor dapat berikatan dengan obat dalam durasi yang lebih lama. Intensitas efek obat dikatakan berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang didudukinya atau diikatnya, dan intensitas efek mencapai titik maksimal apabila seluruh reseptor ditempati oleh obat (Ganiswara, 2003). Penurunan suhu rektal tikus
bervariasi pada penelitian ini, meskipun terdapat dalam kelompok perlakuan yang sama. Menurut Ganiswara (2003), perbedaan penurunan suhu rektal tersebut kemungkinan juga dipengaruhi oleh factor lain seperti factor psikologis (stress oleh karena dilakukannya pengukuran suhu rektal yang berulangulang),
factor endogen tikus
(sensitifitas terhadap zat yang diberikan, keadaan lambung tikus, serta kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi obat) yang bersifat individual terhadap agen antipiretik dan agen pencetus demam, dari factor lingkungan dan factor patologik yang bisa menyebabkan obat menurun atau meningkat. Penurunan efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan yang jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau
peningkatan ekskresi melalui ginjal (Fauziah, 2010).
Efek antipiretik yang terjadi pada ekstrak rimpang kunyit ini kemungkinan dikarenakan oleh kandungan fenol, salah satunya yaitu senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak. Senyawa flavonoid dalam kandungan rimpang kunyit akan menempel pada sel imun dan
baik (Agus Kardinan, dan Fauzi Rahmat Kusuma. 2004; 11). Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur
lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Fakkihah & Kurniawan, 2014). Mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh (Andriana, 2007). Mekanisme penghambatan inilah yang menerangkan efek antipiretik dari flavonoid. Menurut Rakayudha (2010) flavonoid juga berfungsi sebagai zat antioksidan yang akan bekerja sebagai inhibitor
biosintesis prostaglandin. Hasil tersebut berbanding lurus dengan penelitian
Chatttopadhyay et.al (2004) yang mengatakan bahwa salah satu kandungan senyawa aktif dalam curcumin yang dapat menurunkan panas adalah senyawa flavonoid. Beberapa penelitian lain yang juga meneliti tentang kandungan senyawa flavonoid dalam suatu bahan berfungsi sebagai antipiretik adalah penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2010) dimana didapatkan nilai α=0,001 didapatkan bahwa salah satu kandungan senyawa aktif dalam
Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt ekstrak daun pare yaitu senyawa flavonoid memiliki efek antipiretik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Suhu tubuh tikus putih
sebelum dan setelah diberikan vaksin DPT 1 cc intra peritoneal mengalami peningkatan, dengan nilai rata-rata pada kelompok maserasi (39,06oC),
dekok (39,02oC) dan kontrol
(39,16oC). Rata-rata suhu tubuh tikus
putih setelah diberikan ekstrak
rimpang kunyit metode maserasi pada
kelompok perlakuan sebesar 35,62C, ekstrak rimpang kunyit metode dekok pada kelompok perlakuan sebesar 35,82C, dan aquadest pada kelompok kontrol sebesar 36,69C
Terdapat pengaruh pemberian
ekstrak rimpang kunyit terhadap suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT. Dilihat dari nilai deskriptif, penurunan terbesar terjadi pada kelompok maserasi dosis 2 yaitu sebesar 2,33oC dan tidak terdapat
perbedaan nilai rata-rata penurunan suhu tubuh antar kelompok perlakuan (maserasi dosis 1, maserasi dosis 2, maserasi dosis 3 dan dekok). Berdasarkan hasil penelitian
di atas, maka dapat disarankan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat tentang rimpang kunyit dan khasiatnya dalam pemilihan terapi alternative untuk menurunkan suhu tubuh sebelumnya ekstrak rimpang kunyit harus dilakukan uji toksisitas terlebih dahulu dan untuk penelitian lainnya diharapkan agar melakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan penggunaan agen pirogen yang lebih bagus dan
menggunakan metode yang lebih baik untuk menyempurnakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Dian. 2007. Uji Efek Analgesik Perasan Daun Biduri (Calotropis gigantea) Pada Mencit Dengan Metode Geliat (Writhing refleks). Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Chattopadhyay I., Biswas K., Bandyopadhyay U. and Banerjee R.K. 2004. Turmeric And Curcumin: Biological Actions And Medicinal
Applications. Current Science. 87: 44-53.
Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:
Penyelenggaraan Imunisasi
Fakkihah Mooduto, Fiki & Kurniawan Busa, Andi. 2014. Flavonoid.
(online)
http://www.scribd.com/doc/191 715199/Flavonoid (diakses, 2 Mei 2014)
Fauziah, Ermawati. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momorcica charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ganiswara SG. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 4 Cetak Ulang 2003. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan
Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt Kedokteran Universitas
Indonesia, 2003:10-16. Hanafiah, Kemas Ali. 2010. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers
Indah, Mutiara. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Fakultas
Kedokteran Bagian Biokimia Universitas Sumatera Utara.
Kardinan, A., dan Rahmat K., Fauzi. 2004. Mengenal Meniran
Dalam: Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Cet. 1. Jakarta: Agro Media Pustaka. H:10-11
Kohli, K., Ali, J., Ansari, M.J., dan Raheman, Z. 2005. Curcumin: A Natural Anti Inflammatory Agent, Indian J. Pharmacol., 7: 141–147 Rakayudha, Tofan. 2010. Efek Antipiretik Air Rebusan Kelopak Bungan Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Simoni, Daniele., et all. 2008. Antitumor Effects of Curcumin and Structurally β-diketone Modified Analogs on Multidrug
Resistant Cancer Cell, www.sciencedirect.com, Bioorganic and Medicinal Chemistry Letters18 (2008) 845–849.
Syarifah, Luthfiana. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dengan Demam Yang Diinduksi Vaksin Dpt. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
IJRBAT, Special Issue-(6), October 2015 ISSN 2347 – 517X (Online)
SEVADAL MAHILA MAHAVIDYALAYA, NAGPUR 298 Material Science – NCRTS 2015
TURMERIC FROM HOME TOWARDS HEALTH: A REVIEW
S B GURUBAXANI1* AND S H GANATRA2
1,2Department of Chemistry, Institute of Science, Nagpur-440001, Maharashtra (India) *Corresponding Author e-mail:
sevakgurubaxani@gmail.com Abstract:
Ancient scriptures, Ayurveda, Unani medicine documented the use of turmeric in peptic ulcer treatment, wound
treatment and its active principles as an anti-inflammatory agent. In the last two decades modern scientists
endeavored to study systematically its numerous pharmacological properties as therapeutically potential candidate
to be used in the prevention and treatment of chronic diseases such as cancer and HIV. The present article
highlights the medicinal properties of turmeric studied previously towards its application as a promising multi
targeted future herbal drug.
Key Words: Turmeric, pharmacology, herbal drug. INTRODUCTION:
Turmeric, the rhizome of Curcuma longa L. is widely used as dietary spice and colouring agent belonging to ginger family Zingiberaceae.
C. longa is also known as Indian saffron, Indian gold due to its colour. It is widely distributed, a native of tropical South Asia and requires an average rainfall of 1000 and 2000mm a year. The plant grows to a height of 0.9 meters and has long stemmed leaves with pale yellow flowers and requires loamy soil. C. longa is known by different names in various Indian languages namely, Haldi (Hindi), Halad (Marathi), Harita and Haridra (Sanskrit), Manjal (Tamil), Pasupu (Telugu), Lidar (Kashmiri), Holud (Bengali) [1].
Turmeric constitutes 5% essential oils and up to 5% curcumin, a polyphenol. The
phytochemicals of turmeric is of main interest to researchers which could serve as newer leads for modern drug design. The present review aims to signify the therapeutic
properties of C. longa and its future prospects for further scientific investigation to develop novel drugs with improved efficacy [2].
MEDICINAL PROPERTIES OF CURCUMA
LONGA:
Curcuma longa is an important medicinal plant and in recent studies it is reported for array of biological activities.
ANTI-INFLAMMATORY ACTIVITY
The crude methanol extracts of C. longa
administered on mice showed a potential antiinflammatory
activity with a significance value
o.ooo1 at a dose of 500 mg/kg of body weight and in 250 mg/kg of the P value 0.0003 [3]. With specific lipoxygenase and
cyclooxygenase-2 inhibiting properties it is highly anti-inflammatory. In vitro and in vivo
studies suggest that it decreases both acute and chronic inflammation [4, 5].
Its anti-inflammatory properties are due to its ability to inhibit both biosynthesis of
inflammatory prostaglandins, arachidonic acid and neutrophil function during inflammatory states [6].
ANTIOXIDANT ACTIVITY
Antioxidant activity of turmeric is shown by water and fat soluble extracts. In vitro
analyses
on endothelial heme oxygenase-1, an inducible stress protein was conducted utilizing
endothelial cells. Cellular resistance was observed to oxidative damage on incubation with curcumin [7, 8].
ANTIFUNGAL ACTIVITY
Ar-turmerone, a major component in turmeric oil has effective antifungal activity against dermatophytes [9].
Fresh juice of rhizome of C. longa is antiparasitic
in many skin infections [10].
Turmeric mixed with cow’s urine is taken internally in itching and dermatitis [11].
ANTIFERTILITY ACTIVITY
Aqueous extracts of rhizome of C. longa on the seminal parameters of Swiss Albino male mice causes infertility [12].
Alcoholic and aqueous extracts of turmeric is antispermatogenic and is confirmed by reduction in spermatogenia, spermatocytes and spermatids [13].
Antioestrogenic property of curcumin blocks the oestrogen metabolism receptors or
diminishes oestrogen synthesis due to reduced metabolism or both [14].
ANTIPYRETIC EFFECTS
Methanolic extract of C. longa showed
significant antipyretic activity when compared to reference paracetamol. In mice, yeast was administered which increased the rectal temperature 18 hours after yeast injection. The extract showed better pyrexia inhibition than the reference drug at 6th hour [15].
ANTIDIABETIC EFFECTS
Study of the effect of C. longa freeze dried rhizome powder with milk in streptozotocin induced mice revealed that the hypolipidemic
IJRBAT, Special Issue-(6), October 2015 ISSN 2347 – 517X (Online)
SEVADAL MAHILA MAHAVIDYALAYA, NAGPUR 299 Material Science – NCRTS 2015
and hepatoprotective effects of turmeric could be used as an effective and safe antidiabetic dietary supplement [16].
CARDIOVASCULAR EFFECTS
Prevention of coronary and heart problems is possible with turmeric as it reduces the uptake of cholesterol from the gut thus increases high-density lipids (HDL) and decreases low-density lipids (LDL).It also inhibit the peroxidation of serum LDL which leads to antherosclerotic lesions [19].
The ingestion of curcumin-containing spices in diet rich in fat could have a lipid-lowering effect [18].
ANTI-CARCINOGENIC EFFECTS
An extract of C. longa and ointment containing
curcumin produces marked symptomatic relief in patients with external cancerous lesions [19].
Turmeric and curcumin can inhibit cancer at the initiation, promotion and propagation stages of TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13- acetate)-induced tumor promotion in mouse skin [20].
Curcuminoids have the anti-cancerous property due to their radical-scavenging property [21].
ANTI-HIV EFFECTS
Curcumin was found to inhibit HIV-1 and HIV- 2 protease with IC of 100 μM and 250 μM respectively [22],
The clinical trial of clear liquid soap containing 0.5% w/v ethanol extract of C. longa rhizome on HIV patients reduced the wound infections and 100% decrease in itching symptom and it also affected the abscess to convert to dryness scabs(78.6%) within 2 weeks [23].
ALZHEIMER’S DISEASE
A neurodegenerative condition in which insoluble plaques, death of brain cells in patient’s brain was observed and its fibrils was thought to compose of beta-amyloid (Aβ) peptide which clump together to form plaques that disturb normal brain cells. Curcumin is found to possess an ability to destabilize Aβ plaque formation with phagocytosis of Aβ [24].
Curcumin deduced the amount of plaque deposition when administered to aged mice with advanced plaque deposits as in the case of Alzheimer’s disease [25].
Regular use of turmeric in diet increases the Quality of Life (QOL) and Activities of daily living (ADL) of patients suffering from Alzheimer’s disease. It impairs cognitive function and safe to use for the treatment of the behavioral and psychological symptoms of the dementia (BPSD) [26].
CONCLUSION:
Turmeric is used as folk medicine in many parts of the world and considered as spice of life for old age diseases with age old solution. Diet rich in turmeric keep the disease away. It is traditional anti-inflammatory, antiseptic and herbal skin tonic. Also a home based remedy for gastrointestinal upset and arthritis. Its phytochemicals has a profound effect on many
dreadful diseases. Preliminary studies are not sufficient for the development of the bioactive components of turmeric as pharmaceutical drug. Due to low bioavailability and low solubility of its main component curcumin, limits its use to be administered clinically. Exploratory researches with deep insight only can assure enhancement in its activity along with safety with multi target and multi spectrum of uses. Hence further scientific investigations, intensive preclinical trials and extensive clinical studies are needed to evaluate the efficacy and toxicity of these naturally inspired products so as to reach from kitchen shelf to clinic cupboard.
ACKNOWLEDGMENT:
We deeply acknowledge Head, Department of Environmental sciences, Department of Chemistry and Director Institute of science, Nagpur for providing necessary facilities. A Special thanks to Rashtrasant Tukadoji Maharaj Nagpur University for the fund support.
REFERENCES:
1. www.epgp.inflibnet.ac.in 2. www.indianspice.com
3. Khan BM, Md. Atai Rabby, et al. (2013): Investigation of anti-inflammatory activity of Curcuma longa, Int J Pharm Sci Res, 4(3):Pp.1105-1109.
4. Mukhopadhyay A, Basu N, Ghatak N, et al. (1982): Anti-inflammatory and irritant activities of curcumin analogues in rats, Agents Actions, 12:Pp.508-515.
5. Arora R, Basu N, Kapoor V, et al. (1971): Anti-inflammatory studies on Curcuma longa (turmeric), Indian J Med Res, 59:Pp.1289-1295
6. Chandra D, Gupta S. (1972): Antiinflammatory
and anti-arthritic activity of
volatile oil of Curcuma longa (Haldi), Indian J Med Res, 60:Pp.138-142.
IJRBAT, Special Issue-(6), October 2015 ISSN 2347 – 517X (Online)
SEVADAL MAHILA MAHAVIDYALAYA, NAGPUR 300 Material Science – NCRTS 2015
7. Mortellini R, Foresti R, Bassi R, Green CJ. (2000): Curcumin, an antioxidant and anti-inflammatory agent, induces heme oxygenase-1 and protects endothelial cells against oxidative stress, Free Radic Biol Med, 28:Pp.1303-1312.
8. Menon VP, Sudheer AR (2007): Antioxidant and anti-inflammatory
properties of curcumin, Adv Exp Med Biol, 595:Pp.105-125.
9. Mukda Jankasem, Mansuang Wuthiudomlert,
Wandee Gritsanapa (2011):
Antidermatophytic properties of artermerone, turmeric oil and Curcuma longa
preparations, ISRN Dermatology,14(1):Pp.3-6.