• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2030 (Sumber : Bappenas, BPS, UNPF, 2013) November 2014, pukul 13.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2030 (Sumber : Bappenas, BPS, UNPF, 2013) November 2014, pukul 13."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Bonus Demografi dan Dampaknya Bagi Masa Depan Indonesia

Istilah demografi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah mengenai kependudukan (Kominfo, 2014). Di Indonesia, salah satu lembaga pemerintah yang kredibel dan memiliki tanggung jawab yang erat dengan isu kependudukan adalah BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). BKKBN mendefinisikan bonus demografi (demographic dividend) sebagai “bonus atau peluang yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya.”1

Diagram 1.1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2030

(Sumber : Bappenas, BPS, UNPF, 2013)

Diagram 1.1. menunjukkan piramida kependudukan Indonesia pada tahun 2030. Berdasarkan prediksi para pakar, saat itu Indonesia akan berada masa puncak bonus demografi. Struktur piramida yang menggembung di tengah seperti pada diagram diklaim menguntungkan, karena berarti jumlah penduduk yang berada dalam usia kerja atau produktif (berada dalam kotak merah) lebih banyak dibandingkan penduduk di luar usia 1BKKBN,Bonus Demografi, http://www.bkkbn.go.id/ViewSekapurSirih.aspx?SekapurSirihID=23, diakses 19

(2)

kerja (nonproduktif) (BKKBN, 2013). Hal tersebut berarti beban ekonomi yang ditanggung penduduk usia kerja (produktif) untuk menopang penduduk nonproduktif menjadi lebih ringan.

Diagram 1.2. Keadaan Demografi Umur Penduduk Indonesia

(Sumber : MP3EI, 2011)

Komposisi demografi yang menguntungkan bisa tercapai berkat konsistensi penggalakan program KB selama puluhan tahun yang telah berhasil menekan angka kelahiran. Disebutkan oleh Siti Nur’aini (2008), hal tersebut yang kemudian membawa Indonesia mengalami penurunan rasio ketergantungan (dependency ratio), yang membentuk keadaan ideal yang menghasilkan potensi terjadinya bonus demografi tersebut. Diagram 1.2. menunjukkan Indonesia sebenarnya sudah memasuki era bonus demografi sejak tahun 2012 dan akan berakhir tahun 2035. Puncak bonus demografi Indonesia diperkirakan hanya akan berlangsung dalam durasi 4 tahun, yaitu periode tahun 2028-2031, dengan rasio ketergantungan 47 per 100, yang berarti setiap 100 orang berusia kerja akan menanggung beban 47 orang usia nonproduktif (Kominfo, 2014).

Fase bonus demografi kerap disebut sebagai the window of opportunity (jendela kesempatan). Namun jika Indonesia tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik, maka hal tersebut justru bisa mengakibatkan keterpurukan negara dan justru menjadi beban demografi (demographic burden) yang disebabkan jika penduduk usia kerja tidak produktif dan malah menjadi beban ekonomi (Kominfo, 2014). Namun apabila Indonesia

(3)

dapat memanfaatkan momentum ini dengan baik, maka pada tahun 2030, Indonesia diprediksikan akan berada dalam puncak kejayaannya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketujuh di dunia (Mckinsey Global Institute, 2012), yang kemudian akan menduduki posisi keempat pada 2050 (Chairul Tanjung, 2014).

Sonny Harmadi (2008) mengatakan bahwa momentum bonus demografi hanya akan terjadi satu kali. Apabila akan terulang, itupun dibutuhkan waktu ratusan tahun yang akan datang. Ada beberapa negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi sehingga berhasil membawa bangsanya pada kejayaan seperti Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan Singapura. Namun tidak sedikit juga yang gagal, contohnya Afrika Selatan dan Brazil (Kominfo, 2014). Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia agar secara serius mempersiapkan penduduknya untuk memasuki window of opportunity tersebut.

1.1.2. Pendidikan Sebagai Kunci Peningkatan Kualitas Usia Produktif

Menurut BKKBN, pada era bonus demografi, penduduk usia produktif akan mengisi 70% dari komposisi penduduk Indonesia. Hal tersebut berarti Indonesia akan mendapat ledakan suplai tenaga kerja yang mengakibatkan persaingan yang ketat. Persaingan dalam isu tenaga kerja akan semakin meningkat seiring dengan pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) per 1 Januari 2015. Kondisi tersebut menyebabkan penduduk produktif Indonesia harus bersaing tidak hanya dengan sesama anak negeri, tetapi juga dengan pekerja dari negara ASEAN. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia, agar dapat bersaing di kancah nasional, regional, maupun internasional (Kominfo, 2014).

Diagram 1.3. Human Development Index (HDI) Indonesia 2012

(4)

Saat ini, kualitas penduduk Indonesia masih rendah, yang ditandai dengan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 2012 yang berada pada angka 0,629 (Diagram 1.3.), di bawah rata-rata dunia 0,694 (Kominfo, 2014). Hal ini menunjukkan Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan kualitas para penduduknya. Salah satu kesamaan antara Tiongkok, Korea Selatan, dan Singapura dalam meningkatkan kualitas penduduknya adalah menjadikan investasi pada bidang pendidikan sebagai kunci utamanya (Kominfo, 2014). Secara fungsional, pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang memiliki peranan strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas (Arifuddin M.Arif, 2012).

1.1.3. Pentingnya Pemerataan Usia Produktif di Indonesia

Saat ini, perekonomian Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa, khususnya di wilayah perkotaan. Menurut data BPS, kegiatan ekonomi di Pulau Jawa memberikan kontribusi Penerimaan Domestik Bruto (PDB) Nasional 2013 mencapai 57,99%. Secara umum penduduk yang bekerja tersebut adalah penduduk usia produktif. Para penduduk produktif berbondong-bondong meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan beberapa daerah sulit mengambil keuntungan dari bonus demografi dikarenakan kekurangan penduduk produktif. Ada enam provinsi yang diprediksikan tidak akan mendapat bonus demografi sampai tahun 2035 dikarenakan kekurangan usia produktif, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Gambar 1.1. Dependency Ratio di Setiap Propinsi 2013

(5)

Gambar 1.1. menunjukkan pada tahun 2013 hanya beberapa daerah di Indonesia yang memiliki rasio ketergantungan di bawah 50, yang artinya ada urgensi untuk segera mendorong pemerataan penduduk untuk mencapai pemerataan ekonomi. Namun hingga saat ini, kampung halaman, desa, daerah, dianggap tidak menarik oleh mayoritas generasi muda saat ini. Padahal daerah Indonesia dengan beragam aset dan keunikannya masing-masing menyediakan peluang yang besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, negara mendorong para usia produktif untuk kembali ke kampung halamannya dan memajukan daerah melalui potensinya masing-masing (Kominfo, 2014).

1.1.4. Remaja Sebagai Fase Awal Usia Produktif

Dalam hidup, manusia mengalami beberapa tahap kehidupan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Fase remaja atau youth disebut sebagai fase kritis dimana seseorang mendapat banyak mendapat pengalaman hidup yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya (UNFPA, 2010). Periode remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana seseorang akan menjadi bagian dari komunitas. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkategorikan youth sebagi orang yang berusia 15-24 tahun. Dalam struktur kependudukan berdasarkan usia kerja, penduduk produktif berada dalam rentang 15-64 tahun (LP FEUI, 2004 dalam Siti Nur’aini, 2008). Dengan demikian berarti, fase youth adalah fase dimana seseorang baru mulai memasuki usia produktifnya. Fase ini perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan tahap dimana pemikiran manusia masih sangat terbuka untuk menyerap segala pengetahuan, kemampuan belajar, dan nilai-nilai kehidupan (Inonge Kamungoma, 2010).

1.1.5. Kebutuhan Youth Center di Kabupaten/Kota Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas dan Pemerataan Usia Produktif

Dalam konteks menyambut bonus demografi, pendidikan penting bagi remaja,. Menurut UU No.20 Tahun 2003, salah satu jalur pendidikan adalah nonformal. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (UU No.20, 2003). Disebutkan pula salah satu bentuk pendidikan nonformal adalah gelanggang remaja (youth center).

(6)

Kehadiran gelanggang remaja diharapkan mampu menjadi tempat yang dapat mewadahi aktivitas remaja selepas pelaksanaan pendidikan formal atau informal. Selain itu, bagi remaja yang mungkin sudah tidak menempuh pendidikan formal atau informal, youth center juga dapat menjadi solusi pendekatan untuk tetap membina mereka agar tidak kalah saing pada era tersebut.

Syamsuddin Haris (2007) berpendapat bahwa fasilitas seperti gelanggang remaja perlu dikembangkan sebagai agen sosialisasi untuk tujuan desentralisasi. Di samping menjalankan fungsi pendidikan, youth center dirasa efektif menjalankan fungsi sosialisasi, khususnya sosialisasi potensi lokal daerahnya kepada para remaja, sehingga diharapkan dapat menarik minat para remaja agar kelak mengembangkan potensi yang dimiliki daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, youth center sangat dibutuhkan baik di kota besar maupun di daerah yang masih berkembang, yang kemudian saling terintegrasi satu dengan yang lain agar mencapai tujuan pemerataan penduduk dan informasi.

Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng (2009) menuturkan pembangunan sarana youth center atau gelanggang remaja di semua daerah di Indonesia sebagai target utama dalam penyusunan Rencana Strategis 2010-2014. Penempatan youth center di setiap kabupaten/kota dinilai efisien dan efektif dengan pertimbangan jarak tempuh, daya tampung, dsb. Di samping itu, Menteri Bappenas, Andrinof Chaniago (2014) menyatakan target sampai dengan tahun 2019 akan terbangun techno park di seluruh kabupaten/kota. Disebutkan juga bahwa perkembangan teknologi pada setiap techno park akan diarahkan ke sektor yang menjadi andalan daerah terkait. Techno park yang bergerak di bidang teknologi dan inovasi sangat erat kaitannya dengan youth center yang bergerak di bidang pendidikan, sehingga dapat saling menunjang dan menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi.

Hingga saat ini keberadaan youth center masih sulit dijumpai. Adapun jumlah youth center tidak cukup untuk memfasilitasi usia remaja Indonesia yang berjumlah lebih dari 60 juta jiwa (BKKBN, 2013). Sebagai perbandingan, Korea Selatan pada tahun 2010, memiliki 700 youth center yang saling terkoneksi, dengan jumlah pemuda hanya 10% dari pemuda yang ada di Indonesia (Baban Sarbana, 2010). Oleh karena itu, ada urgensi

(7)

pembangunan youth center yang terkoneksi pada setiap daerah dalam rangka meningkatkan kualitas dan pemerataan usia produktif.

1.1.6. Pentingnya Penekanan Multifungsionalitas Arsitektur Dalam Perancangan

Youth Center

Dalam konteks youth center kali ini, ada tuntutan untuk menyelesaikan suatu kompleksitas permasalahan yang terkait banyak bidang, seperti pendidikan, ekonomi kultur, lingkungan, dsb. Untuk menanggapi isu ekonomi, kecenderungannya menggunakan ilmu ekonomi saja, untuk menanggapi isu lingkungan, kecenderungannya menggunakan ilmu lingkungan saja, dst. Namun ternyata, tidak banyak yang menyoroti bahwa ilmu arsitektur pun sebenarnya memiliki kemampuan untuk berkontribusi dalam penyelesaian masalah bidang lain. Di Indonesia, kemampuan arsitektur masih dianaktirikan kontribusinya.

Di sisi lain, ironisnya, sang perancang pun tidak menyadari bahwa karya yang dihasilkannya seharusnya dapat menjalankan banyak fungsi, di luar fungsi perwadahan kegiatan. Pola pikir sang perancang terkadang hanya berkutat pada bentuk bangunan yang mengesankan saja tanpa memikirkan faktor lingkungan, memikirkan fungsi spasial interior saja tanpa memikirkan bentuk bangunan, atau hanya memikirkan bentuk bangunan yang indah saja tanpa memikirkan budaya masyarakat setempat. Pemikiran yang sempit dari sang desainer berujung pada karya arsitektur yang tidak utuh dan tidak berkualitas. Maka tidak heran persepsi masyarakat terhadap arsitektur pun menurun, sehingga tidak heran pula masyarakat meragukan kemampuan ilmu arsitektur sebagai solusi. Oleh karena itu, pada perancangan youth center kali ini, pencapaian multifungsionalitas arsitektur dirasa sangat penting sebagai pedoman perancangan karya arsitektur yang utuh dan berkualitas.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Permasalahan Umum

1. Tingginya jumlah remaja yang akan dan sudah memasuki usia produktif, namun masih dengan kualitas manusia yang rendah disertai ketidakmerataan persebaran penduduk, dapat menjadi ancaman bagi Indonesia dalam menjalani era bonus demografi 2012-2035.

(8)

2. Minimnya keberadaan fasilitas pendidikan nonformal berupa youth center yang dapat meningkatkan kualitas dan mendorong pemerataan remaja di Indonesia.

1.2.2. Permasalahan Khusus

1. Merancang youth center yang aman dan nyaman dalam mewadahi aktivitas pendidikan nonformal remaja.

2. Menciptakan youth center yang menyenangkan dan mengundang daya tarik remaja setempat.

3. Merancang youth center yang dapat meningkatkan kreativitas dan kecintaan remaja terhadap potensi daerah setempat.

4. Merancang youth center yang dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitar melalui penerapan multifungsionalitas arsitektur.

1.3. Tujuan

Merumuskan konsep perencanaan dan perancangan youth center yang mampu meningkatkan kualitas remaja dan kecintaan remaja terhadap daerahnya dalam rangka mensukseskan bonus demografi Indonesia, serta berkontribusi positif secara fisik dan nonfisik terhadap lingkungan setempat melalui penekanan multifungsionalitas arsitektur.

1.4. Sasaran

Mendesain youth center dengan:

1. Pemahaman mengenai prinsip perencanaan dan perancangan youth center 2. Pemahaman mengenai potensi dan kondisi site

3. Perumusan youth center dengan penekanan multifungsionalitas arsitektur

1.5. Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan berada dalam disiplin ilmu arsitektur berupa perancangan fasilitas youth center berdasarkan prinsip, acuan, dan standar perancangan terkait, sesuai tujuan dan sasaran pembahasan.

(9)

1.6. Metodologi

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dengan mencari data, teori, preseden, dan standar yang terkait dengan perancangan youth center dan lokasi site, melalui buku, jurnal, artikel, dsb.

b. Observasi Lapangan

Observasi langsung dilakukan ke bangunan dengan tipologi youth center serta observasi ke lokasi site.

c. Analisa

Menganalisa studi dan observasi yang telah dilakukan untuk memperoleh solusi pada proses perancangan.

d. Sintesis

Sintesis didasarkan pada hasil analisa dengan maksud untuk menemukan solusi desain perancangan dengan pendekatan multifungsionalitas arsitektur.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, lingkup pembahasan, metodologi, sistematika penulisan, keaslian penulisan, dan kerangka berpikir yang menguraikan garis besar substansi pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi tentang tinjauan mengenai pengertian dan prinsip multifungsionalitas arsitektur, pengertian youth, dan tipologi youth center.

BAB III STUDI KASUS

Studi kasus tipologi bangunan youth center yang ada di dalam dan luar negeri, serta analisisnya terhadap pencapaian multifungsionalitas arsitektur.

BAB IV TINJAUAN DAN ANALISIS PENENTUAN TAPAK

Penentuan tapak yang dianalisis mulai dari skala provinsi, kabupaten, dan kecamatan, serta analisis tapak terpilih.

(10)

BAB V PENDEKATAN KONSEP

Pendekatan konsep berisi tentang proses pembentukan konsep melalui analisis makro, messo, dan mikro terhadap tapak, ruang dalam, dan ruang luar melalui berbagai alternatif yang dipertimbangkan.

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

Pembahasan mengenai penerapan konsep perancangan arsitektur untuk youth center dengan penekanan pada multifungsionalitas arsitektur.

1.8. Keaslian Penulisan

Selama penulisan Tugas Akhir yang ada di JurusanTeknik Arsitektur UGM, tidak ditemukan adanya penulisan yang secara spesifik mengenai youth center di Bantul dengan pendekatan multifungsionalisme arsitektur. Adapun beberapa referensi Pra Tugas Akhir Teknik Arsitektur UGM terkait dengan tipologi youth center yang berlokasi di Provinsi D.I.Y. adalah:

1. Judul : Gelanggang Remaja di Depok Sleman Penulis : Yarika Sekarningrum (1998)

Latar belakang : Kebutuhan akan wadah kegiatan nonformal bagi remaja Penekanan : Tinjauan khusus pada karakteristik remaja

2. Judul : Gelanggang Remaja di Yogyakarta Penulis : Setiawan Ardyanto (2000)

Latar belakang : Pengisian waktu luang remaja dengan kegiatan positif Penekanan : Hubungan antara aspek fisik, fungsi, dan perilaku

3. Judul : Gelanggang Remaja : Wadah Kegiatan Rekreatif dan Edukatif di Yogyakarta

Penulis : Eksi Prasetyaningrum (2010)

Latar belakang : Kurangnya tempat berkegiatan bagi remaja di Yogyakarta

(11)

4. Judul : Gelanggang Remaja di Yogyakarta dengan Pendekatan

Versabilitas Ruang untuk Menciptakan Interaksi Pengguna Ruang Penulis : Mutiara Cininta (2012)

Latar belakang : Pemanfaatan waktu luang di kalangan remaja Penekanan : Versabilitas ruang

5. Judul : Gelanggang Remaja di Kawasan Embung Tambakboyo dengan Pendekatan Desain Bangunan Ekologis

Penulis : Arista Nur Andhikawati (2013)

Latar belakang : Meningkatnya kasus kenakalan remaja di Kabupaten Sleman Tapak berada di kawasan embung sebagai konservasi air Penekanan : Prinsip desain ekologis

6. Judul : Youth Development Center di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Metode Cross-Programming

Penulis : Hendro Prasetyo (2013)

Latar belakang : Youth center sebagai solusi permasalahan pemuda Youth center sebagai sarana pengembangan pemuda Penekanan : Metode Cross-Programming

7. Judul : Youth Community Center di Yogyakarta dengan Penekanan Ruang Pemicu Interaksi Sosial

Penulis : Herdito Prasetyaji (2013) Latar belakang :

:

Kebutuhan akan fasilitas kepemudaan di Yogyakarta Menurunnya interaksi sosial pada kalangan remaja Penekanan : Ruang pemicu interaksi sosial

(12)

1.9. Kerangka Berpikir

Diagram 1.4. Kerangka Berpikir

Gambar

Diagram 1.1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2030
Diagram 1.2. Keadaan Demografi Umur Penduduk Indonesia
Diagram 1.3. Human Development Index (HDI) Indonesia 2012
Gambar 1.1. Dependency Ratio di Setiap Propinsi 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 9 terlihat bahwa kelembapan udara rata–rata harian yang tercatat di Stasiun Meteorologi Susilo Sintang pada bulan November 2020 berkisar antara 84% – 97% dengan

Berdasarka Tabel 6, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana di Kabupaten Tulang Bawang sudah cukup baik terlihat dari tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang untuk

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda pada masing - masing variabel diketahui bahwa dari beberapa faktor yang diuji yaitu variabel status sosial yang

Pada Gambar 1 menunjukkan rerata berat janin pada tikus Wistar bunting normal (kontrol negatif), tikus Wistar bunting preeklamsia (kontrol positif), dan 3 kelompok tikus

Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang berbasiskan pada 4 subtansi kajian yakni Pancasila,

Sedangkan tujuan dari mata kuliah kewirausahaan dalam salah satu kontrak kuliah yang penulis dapatkan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan menyebutkan bahwa tujuannya

Subyek yang sebelumnya masih tergolong masih ”asing” dengan penelitian, sehingga peneliti merasa lebih tertantang untuk ”belajar” sebanyak mungkin dari subyek yang

Pihak Bank berhak untuk meminda Fasal ini dari semasa ke semasa mengikut budi bicara mutlaknya dan hendaklah memberikan notis 21 hari terlebih dahulu kepada Ahli Kad secara