1
STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNANGEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Nama Mahasiswa : Rachmawaty Asri
NRP : 3109 106 044
Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS
Dosen Pembimbing : 1. Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D 2. Ir. Isdarmanu, M.Sc
Abstrak
Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan tarik. Banyak kasus balok cukup terkekang secara lateral, sehingga masalah stabilitas tidak perlu mendapat penekanan lebih karena balok terkekang baik dalam arah sumbu kuat maupun sumbu lemahnya.
Tugas Akhir ini menganalisa perilaku elemen struktur balok baja pada bangunan gedung. Bentuk profil pada balok baja adalah profil I yang direncanakan pada sebuah bangunan 30x22 m2 (jarak antar bentang memanjang 5 m, jarak antar bentang melintang 6 m dan 8 m) dan 2 lantai dengan tinggi bangunan 10 m (tinggi antar lantai 5 m). Pada analisa ini balok diberikan beban gravitasi dan variasi beban lateral sehingga balok mengalami defleksi. Hal tersebut dianalisis dengan menggunakan program Abaqus 6.7 dan untuk analisa kapasitas penampang menggunakan program Xtract versi 2.6.2.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, didapatkan balok mengalami tekuk torsi lateral dari hasil analisa dengan rumus empiris, dan pada struktur portal diperoleh balok mengalami perubahan tegangan hingga 593 MPa pada arah Z, regangan maksimum sebesar -0,00778 dan defleksi maksimum pada arah Y sebesar 8,377 mm. Selain itu didapatkan selisih antara momen nominal untuk kapasitas penampang balok menggunakan program Xtract v2.6.2 dengan rumus empiris sebesar 4,14%.
Kata kunci : Balok Profil I, Tekuk torsi lateral, Xtract versi 2.6.2, Abaqus 6.7
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam perencanaan struktur, hampir semua balok hanya dirancang memikul momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja, sedangkan dalam arah minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak diperhitungkan. Jika dalam kenyataannya perlu perencanaan lentur dalam arah minor (penampang bi-aksial) maka disainer harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi. Sebagian besar beban torsi terabaikan karena dianggap jarang sekali terjadi dan tidak penting. Sulitnya memprediksi pengaruh torsi yang terjadi sehingga efek dari torsi sering diabaikan oleh disainer dalam merencanakan struktur padahal torsi harus direncanakan untuk menjamin struktur itu kuat. Namun, perkembangan program komputer dengan analisa tiga dimensi telah mengingatkan disainer untuk merencanakan struktur bangunan yang dapat menerima torsi (Trahair dan Pi 1997).
Terjadinya torsi pada tepi balok akibat beban lateral yang tidak seimbang
mengakibatkan tekuk semakin besar. Fenomena tekuk biasanya disebabkan oleh balok baja yang sangat tipis sehingga mudah mengalami tekuk oleh karena itu dibutuhkan perhitungan analisa struktur pada profil baja yang mampu menerima beban torsi.
Dalam Tugas Akhir ini direncanakan sebuah bangunan gedung dengan dimensi bangunan 30x22 m (jarak antar bentang memanjang 5 m, jarak antar bentang melintang 6 m dan 8 m) dan 2 lantai dengan tinggi bangunan 10 m (tinggi antar lantai 5 m). Gedung didesain terletak di daerah zona gempa kuat berdasarkan RSNI2 03-1726-201x. Secara keseluruhan, perencanaan struktur gedung ini dibuat dari struktur baja. Analisa struktur secara umum menggunakan program SAP2000 versi 14. Sedangkan untuk analisa penampang dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2 dan untuk melihat perilaku elemen struktur menggunakan program Abaqus 6.7.
Tugas Akhir difokuskan untuk mempelajari perilaku struktur bangunan gedung khususnya elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral karena dalam
2
perencanaan struktur, terjadinya tekuk dapat mengurangi kapasitas dari balok sehingga balok berdeformasi dan mengalami tekuk. Untuk desain profil menggunakan profil Wide Flange (WF) karena pada perencanan struktur bangunan baja, desain struktur utamanya lebih banyak menggunakan profil WF dibandingkan profil yang lain, selain itu profil WF cenderung lebih menekuk pada bagian badan dibandingkan sayapnya akibat lenturan pada balok baja.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam studi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menganalisa struktur bangunan baja khususnya pada elemen struktur balok dengan menggunakan program SAP2000 versi 14?
2. Bagaimana menganalisa elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan rumus empiris?
3. Bagaimana menganalisa penampang balok dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2?
4. Bagaimana mengetahui perilaku yang terjadi pada elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan menggunakan program Abaqus 6.7?
5. Bagaimana membandingkan perilaku struktur portal khususnya pada balok dengan variasi beban lateral?
1.3 Tujuan
Dari permasalahan yang ada diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah:
1. Dapat menganalisa struktur bangunan baja khususnya pada elemen struktur balok dengan menggunakan program SAP2000 versi 14.
2. Dapat menganalisa elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan rumus empiris.
3. Dapat menganalisa penampang balok dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2.
4. Dapat mengetahui perilaku yang terjadi pada elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan menggunakan program Abaqus 6.7.
5. Dapat membandingkan perilaku elemen struktur balok dengan variasi beban lateral.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam studi ini adalah: 1. Hanya mempelajari perilaku elemen
struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral saja.
2. Tidak membahas rencana anggaran biaya dan metode pelaksanaan.
3. Tidak membahas struktur bangunan bawah (pondasi).
4. Analisa struktur menggunakan program SAP2000 versi 14, dan untuk minor
analysis menggunakan program Xtract
versi 2.6.2 dan Abaqus 6.7. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum
Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang penting. Sifat-sifatnya yang terutama penting dalam penggunaan kontruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan terhadap setiap bahan lain yang tersedia, dan sifat keliatannya. Keliatan (ductility) adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan (Bowles 1984). Salah satu kegagalan yang terjadi pada struktur balok yaitu kegagalan akibat terjadinya tekuk torsi lateral.
2.2 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan pembebanan yang berlaku, sedangkan masalah kombinasi dari beban-beban yang bekerja telah diatur dalam SNI 03-1729-2002 Pasal 6.2.2. Beberapa jenis beban yang ada yaitu:
2.2.1 Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung atau bangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing. Beberapa contoh berat dari beberapa komponen bangunan penting yang sering digunakan untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedung/bangunan diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini:
3
Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan dankomponen gedung
(Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983)
2.2.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya dan timbul akibat penggunaannya suatu gedung. Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan ditampilkan dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Beban hidup merata maksimum, Lo dan beban hidup terpusat minimum
Fungsi Bangunan Merata (kg/m2) Beban terpusat kg Toko Eceran Lantai pertama Lantai diatasnya Grosir, semua lantai
488,28 365,95 611,62 453,62 453,62 453,62 (Sumber: Tata cara perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung RSNI 03-1727-1989)
Reduksi beban hidup : 𝐿 = 𝐿𝑜 0,25 + 4,57
𝐾𝐿𝐿×𝐴𝑇
dimana :
L = Beban hidup desain tereduksi (kg/m2) yang ditumpu oleh komponen struktur. Lo = Beban hidup desain belum direduksi
(kg/m2) yang ditumpu oleh komponen struktur (Tabel 2.2)
KLL= Faktor elemen beban hidup (Tabel 2.3). AT = Luas tributary (m
2 )
Tabel 2.3 Faktor elemen beban hidup, KLL
Elemen KLL
Kolom-kolom dalam 4
Kolom-kolom luar tapa pelat kantilever 4
Kolom-kolom tepi dengan pelat pelat kantilever 3
Kolom-kolom sudut dengan pelat kantilever, 2
Balok-balok tepi tanpa pelat kantilever, 2
Balok-balok dalam 2
Semua komponen struktur yang tidak tercantum diatas :
Balok-balok tepi dengan pelat kantilever, Balok-balok kantilever, Pelat-pelat satu arah, Pelat-pelat dua arah, Komponen struktur tanpa Pelat-pelat dua arah, Komponen struktur tanpa ketentuan-ketentuan untuk penyaluran geser menerus tegak lurus terhadap bentangnya.
1
(Sumber: Tata cara perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung RSNI 03-1727-1989)
2.2.3 Beban Angin
Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi ketinggian dari struktur. Besarnya tiupan diambil minimum sebesar 25 kg/m2. 2.2.4 Beban gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertikal maupun horizontal. Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x, peluang dilampauinya beban dalam kurun waktu umur bangunan 50 tahun adalah 2% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana (dengan periode ulang 2500 tahun). Nilai faktor modifikasi respon struktur dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan.
Koefisien respon seismic, Cs harus ditentukan sesuai dengan :
Cs = SDS R Ie
dimana:
SDS = parameter percepatan spektrum respons disain dalam rentang periode pendek seperti ditentukan dari RSNI2 03-1726-201x pasal 6.3
R = faktor modifikasi respon RSNI2 03-1726-201x Tabel 9
Ie = faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai dengan RSNI2 03-1726-201x pada tabel berikut:
Bahan Bangunan Berat
Baja 7850 kg/m3
Beton 2200 kg/m3
Beton bertulang 2400 kg/m3 Kayu (kelas 1) 1000 kg/m3 Pasir (kering udara) 1600 kg/m3 Komponen Gedung
Spesi dari semen, per cm tebal
21 kg/m2 Dinding bata merah ½ batu 250 kg/m2 Penutup atap genteng 50 kg/m2 Penutup lantai ubin semen
per cm tebal
4
Tabel 2.4 Faktor keutamaan gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
(Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x)
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan
RSNI2 03-1726-201x tidak perlu melebihi berikut ini:
Cs = SD 1
T×IeR
Cs harus tidak kurang dari:
Cs = 0,044 × SDS × Ie ≥ 0,01 Periode struktur fundamental, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Sebagai alternative pada pelaksanaan analisis untuk menentukan periode fundamental, T, diijinkan secara langsung menggunakan periode bangunan pendekatan, (Ta) dalam detik, yang ditentukan dari
persamaan berikut: 𝑇𝑎 = 𝐶𝑡× h𝑛𝑥
dimana hn adalah ketinggian struktur, dalam m,diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan berdasarkan
Table 2.5.
Tabel 2.5 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan X
Tipe Struktur Ct X
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 % gaya seismik yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8 Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9 Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
tekuk
0,0731 0,75 Semua system struktur lainnya 0,0488 0,75 (Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x)
Tabel 2.6 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
Parame te r pe rce patan re spon spe ctral disain pada 1 de tik SD1
Koe fisie n Cu
(Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x)
gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di
semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut: 𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 × 𝑉 dan 𝑉 = 𝐶𝑠× 𝑊 ; 𝐶𝑣𝑥 = 𝑊𝑥×h𝑛 𝑘 𝑊𝑖×h𝑖𝑘 𝑛 𝑖=1 dimana:
V = gaya lateral disain total atau geser didasar struktur(kN)
Cs = koefisien respon seismik yang
ditentukan sesuai dengan RSNI2 03-1726-201x Pasal 7.8.1
W = berat seismik efektif menurut
RSNI2 03-1726-201xpasal 7.7.2. Cvx = faktor distribusi vertikal
Widan wx = bagian berat seismik efektif total
struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan padatingkat i atau x hidan hx= tinggi (m) dari dasar sampai tingkat
padatingkat i atau x
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sbagai berikut:
untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang, k = 1
Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2
untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5 detik, k = 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
geser tingkat disain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari
persamaan berikut: 𝑉𝑥 = 𝐹𝑖
𝑛 𝑖=𝑥
Dimana Fi adalah bagian dari geser dasar
5
Gambar 2.3 Spektrum respon disain2.3 Kuat Nominal Lentur Penampang Pengaruh Tekuk Lokal
2.3.1 Tekuk Lokal Sayap
Kelangsingan dari sayap untuk profil I adalah:
= 𝑏
𝑡𝑓 =
𝑏
2𝑡𝑓
Untuk profil I batas antara kompak dan tidak kompak pada SNI 03-1729-2002 (Tabel 7.5-1) adalah:
𝑝= 𝑓170
𝑦
dan batas antara tidak kompak dan balok langsing adalah :
𝑟 = 𝑓370
𝑦−𝑓𝑟
dimana :
λ = kelangsingan penampang
λp = batas maksimum untuk penampang
kompak
λr = batas maksimum untuk penampang
tidak kompak
fy = tegangan leleh baja (MPa)
fr = tegangan residu (tegangan sisa) pada
pelat sayap, untuk penampang buatan pabrik sebesar 70 MPa dan penampang buatan las sebesar 115 MPa
Pada zona plastis, momen nominal adalah: 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦 dimana :
Mn = tahanan momen nominal
Mp = tahanan momen plastis
Zx = modulus plastis penampang
Batas antara zona tidak kompak dan langsing, akibat adanya tegangan residu tahanan momen elastis maksimum, Mr sebagai
berikut:
𝑀𝑟 = 𝑆𝑥 𝑓𝑦− 𝑓𝑟
dimana:
Mr = kuat nominal yang tersedia untuk beban
layan ketika serat terluar penampang
mencapai tegangan 𝑓𝑦 (termasuk
tegangan residu)
Sx = modulus penampang
2.3.2 Tekuk Lokal Badan
Kelangsingan dari badan untuk profil I adalah:
=
𝑡𝑤
Untuk profil I, batas dari plastis (penampang kompak) SNI 03-1729-2002
(Tabel 7.5-1) adalah: 𝑝 =1680
𝑓𝑦
dan batas untuk daerah inelastis (penampang tidak kompak):
𝑟 =2550
𝑓𝑦
Pada batas antara inelastis dan perilaku elastis, momen nominal adalah:
𝑀𝑛 = 𝑀𝑟 = 𝑆𝑥 × 𝑓𝑦
Untuk tekuk sayap maupun badan, hubungan antara dan Mn dalam daerah
inelastis adalah linear, sehingga Mn dapat
didefinisikan sebagai berikut:
𝑝<≤𝑟→ 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝− 𝑀𝑝− 𝑀𝑟
−𝑝 𝑟−𝑝
2.4 Kuat Nominal Lentur Penampang Pengaruh Tekuk Lateral
Setiap komponen struktur yang memikul momen lentur, harus memenuhi persyaratan:
∅𝑏× 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 dimana:
b = faktor reduksi untuk lentur pada
komponen balok adalah 0,90
Mn = kuat nominal momen lentur dari
penampang
Mu = beban momen lentur terfaktor
Besarnya kuat nominal momen lentur dari penampang ditentukan sebagai berikut: 2.4.1 Analisa Plastis
Agar penampang dapat mencapai kuat nominal Mn = Mp, maka penampang harus
kompak untuk mencegah terjadinya tekuk lokal. Syarat penampang kompak ditentukan sesuai dengan SNI 03-1729-2002 (Tabel 7.5-1)
2.4.2 Perilaku Inelastis
Kuat momen lentur nominal dalam kasus ini ditentukan dalam SNI 03-1729-2002 (pasal 8.3.4).
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 𝑀𝑟+ 𝑀𝑝− 𝑀𝑟
𝐿𝑟− 𝐿
6
Untuk panjang Lr diperoleh dari persamaan
berikut: 𝐿𝑟 =𝑋𝑓1𝑟𝑦 𝐿 1 + 1 + 𝑋2𝑓𝐿 2
dengan:
𝑓𝐿 = 𝑓𝑦− 𝑓𝑟 𝑋1=𝑆𝜋 𝑥 𝐸𝐺𝐽𝐴 2 𝑋2 = 4 𝑆𝑥 𝐺𝐽 2 𝐶𝑤 𝐼𝑦 dimana :X1 = koefisien untuk perhitungan momen
tekuk torsi lateral (MPa)
X2 = koefisien untuk perhitungan momen
tekuk torsi lateral (1/MPa)2
Untuk momen lentur nominal harus dihitung berdasarkan keadaan yang paling kritis dari tekuk lokal flens, tekuk lokal web, serta tekuk torsi lateral. Untuk membatasi terhadap tekuk lokal flens serta tekuk lokal web, SNI 03-1729-2002 (pasal 8.2.4). Sedangkan kondisi batas untuk tekuk torsi lateral
ditentukan
dalam SNI 03-1729-2002 (pasal 8.3.4).. Dengan faktor pengali momen Cb, ditentukan olehpersamaan Kirby and Nethercot (Galambos dan Surovek 2008) sebagai berikut:
𝐶𝑏 =2.5𝑀 12.5 𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑚𝑎𝑥+3𝑀𝐴+4𝑀𝐵+3𝑀𝐶 ≤ 2,3
dimana :
Cb = koefisien momen lentur
Mmax = momen maksimum sepanjang bentang
yang ditinjau
MA = momen pada ¼ bentang tak terkekang
MB = momen pada tengah bentang tak
terkekang
MC = momen pada ¾ bentang tak terkekang
2.4.3 Perilaku Elastis
Kasus ini terjadi bila L > Lr dan
kelangsingan dari flens serta web tak melebihi 𝑟 (penampang kompak). Kuat nominal momen
lentur dalam kondisi ini ditentukan sebagai berikut: 𝑀𝑛 = 𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏.𝜋𝐿 𝐸. 𝐼𝑦. 𝐺. 𝐽 + 𝜋.𝐸𝐿 2 𝐼𝑦. 𝐶𝑤 dengan: 𝐶𝑤 = 𝐼𝑦2 4 𝐽 = 1 3 𝑛 𝑖=1 × 𝑏 × 𝑡3 dimana :
Mcr = momen kritis terhadap tekuk torsi
lateral (N-mm)
E = modulus elastisitas (200000 MPa)
Iy = momen inersia arah y (mm
4 )
G = modulus geser (80000 MPa)
J = konstanta puntir torsi (mm4)
Cw = konstanta puntir lengkung (mm
6 ) 2.6 Defleksi Pada Balok
Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur, maka balok pasti akan mengalami defleksi atau lendutan seperti pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Defleksi pada balok terbagi merata pada dua perletakan sederhana
SNI 03-1729-2002 pasal 6.4.3 membatasi besarnya lendutan yang timbul pada balok. Dalam pasal ini disyaratkan lendutan maksimum untuk balok pemikul dinding atau
finishing yang getas adalah sebesar L/360, sedangkan untuk balok biasa lendutan tidak boleh lebih dari L/240. Pembatasan ini dimaksudkan agar balok memberikan kemampuan layanan yang baik. Beberapa perumusan defleksi dari balok ditunjukkan sebagai berikut:
a. Untuk menghitung defleksi balok, beban kerja yang dipakai dalam perhitungan bukan beban berfaktor.
b. Untuk balok diatas dua perletakan sederhana, untuk menghitung defleksi maksimum dapat dipakai perumusan:
untuk beban terbagi rata q penuh pada balok
𝑌𝑚𝑎𝑥 =5×𝑞𝐿384 𝐸𝐼4
untuk beban terpusat P ditengah bentang
𝑌𝑚𝑎𝑥 =𝑃×𝐿48 𝐸𝐼3
c. Untuk balok diatas beberapa tumpuan/balok statis tak tentu, rumus pendekatan ini dapat dipakai :
𝑌𝑚𝑎𝑥 =5×𝐿
2
48 𝐸𝐼 𝑀𝑠− 0,1 𝑀𝑎+ 𝑀𝑏
dimana:
𝑀𝑎, 𝑀𝑏 = momen tumpuan
𝑀𝑠 = momen ditengah lapangan
L
q
7
2.7 Tegangan Geser Pada BalokKuat geser balok tergantung perbandingan antara tinggi bersih pelat badan (h) dengan tebal pelat badan (tw).
Untuk balok tanpa pengaku vertikal pelat badan (kn = 5). Dengan memakai nilai E=200000 MPa, maka perumusan diatas menjadi lebih sederhana:
a. Plastis 𝑡𝑤 ≤ 1100 𝑓𝑦 → 𝑉𝑛 = 0,6 × 𝑓𝑦 × 𝐴𝑤 b. Inelastis 1100 𝑓𝑦 < 𝑡𝑤 ≤ 1370 𝑓𝑦 → 𝑉𝑛 = 0,6 × 𝑓𝑦× 𝐴𝑤 ×1100×𝑡𝑤 𝑓𝑦 c. Elastis 𝑡𝑤 > 1370 𝑓𝑦 → 𝑉𝑛 = 900000 ×𝐴𝑤 𝑡𝑤 2
dan kuat geser rencana harus memenuhi persamaan :
Vu< φ Vnφ = 0,90
3. METODE PENYELESAIAN 3.1 Preliminary Desain
Direncanakan bangunan gedung (30x22)m dengan jarak bentang memanjang 5m, untuk jarak bentang melintang 6m dan 8m. tinggi gedung 10m (terdiri dari 2 lantai masing-masing lantai tingginya 5m). Desain penampang balok dan kolom menggunakan profil I dengan mutu baja yang digunakan yaitu BJ41.
Gambar 3.2 Tampak atas bangunan
Gambar 3.3 Potongan Melintang
Gambar 3.4 Potongan Memanjang 3.2 Pembebanan Struktur
a. Beban mati
Beban mati diambil menurut PPIUG 1983
Tabel 2.1. b. Beban hidup
Beban hidup yang digunakan pada struktur bangunan pertokoan berdasarkan RSNI 03-1727-1989 dipakai sebesar 365,95 kg/m2 dan untuk pelat atap dipakai sebesar 97,86 kg/m2. c. Beban Angin
Direncanakan lokasi bangunan jauh dari pantai, sehingga tekanan tiup cukup sebesar 25 kg/m2. Pada dinding bangunan beban angin tekan yang dipakai adalah 0.9 W dan beban angin isap sebesar 0.4 W.
d. Beban Gempa
Perencanaan dan perhitungan struktur terhadap gempa dilakukan berdasarkan RSNI2
03-1726-201x yang direncanakan gempa
dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2% dimanajenis tanah yang dipakai yaitu tanah lunak, dengan faktor keutamaan (I) adalah 1,25 dan faktor reduksi (R) adalah 8.
+10,00 +5,00 +0,00 -+0,00 +5,00 +10,00
8
Gambar 3.5 Peta respon spektra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) di batuan
dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
Gambar 3.6 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 1 detik (Ss) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
e. Kombinasi Pembebanan
Peraturan pembebanan menggunakan
RSNI2 03-1726-201x dengan kombinasi
pembebanan sebagai berikut: COMB 1 : 1,4 D
COMB 2 : 1,2 D + 1,6 L
COMB 3 : 1,2 D + 0,5 L ± 1,3 W COMB 4 : 1,2 D + 1 L ± 1 E COMB 5 : 0,9 D ± 1E dimana : D = Beban Mati
L = Beban Hidup W = Beban Angin E = Beban Gempa 3.3 Analisa Struktur
Pada tahap ini dilakukan pemodelan dan analisa linier struktur dengan menggunakan SAP2000 versi 14 berdasarkan preliminary desain dan pembebanan yang telah direncanakan.
3.4 Kontrol Penampang
Selanjutnya dilakukan pengontrolan agar penampang atau dimensi yang telah direncanakan sudah sesuai dengan peraturan
(SNI 03-1729-2002). Jika telah memenuhi syarat dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. 3.5 Analisa Penampang Balok
Setelah dilakukan kontrol penampang dan penampang telah memenuhi syarat maka dilakukan pengecekan penampang untuk mengetahui kapasitas penampang dengan menggunakan program Xtract 2.6.2.
3.7 Analisa Perilaku Struktur Balok
Tahap ini merupakan minor analysis
menggunakan program Abaqus 6.7 yang akan diketahui besarnya deformasi, tegangan dan regangan yang terjadi pada balok baja profil I yang telah direncanakan.
4. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER
4.1 Data Perencanaan
Data – data perencanaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Panjang bangunan : 30 m Lebar bangunan : 22 m Jarak bentang : 6 m dan 8 m Tinggi bangunan : 10 m Jumlah lantai : 2 Tinggi antar lantai : 5 m Mutu beton (f’c) : 30 MPa Mutu baja tulangan (fy) : 240 MPa
Mutu baja profil (fy) : 250 MPa (BJ 41) Fungsi bangunan : Perniagaan (toko) Jenis tanah : Tanah lunak Letak bangunan : Jauh dari pantai 4.2 Data Pembebanan Struktur 4.2.1 Perencanaan Pelat
Dipakai pelat komposit bondek dengan tebal pelat 0,75 mm a. Pelat Atap 1. Beban finishing - aspal t = 1 cm = 1x14 kg/m2 = 14 kg/m2 - spesi t = 1 cm = 1x21 kg/m2 = 21 kg/m2 - rangka + plafond = (11+7) kg/m2 = 18 kg/m2 - ducting AC + pipa = 40 kg/m2 + Total beban finishing = 93 kg/m2
9
Beban superimposed (berguna)= beban finishing + hidup = 93 kg/m2 + 97,86 kg/m2
= 190,86 kg/m2
Jadi beban berguna yang dipakai yaitu, 200 kg/m2
3. Beban mati
Berdasarkan tabel perencanaan praktis pada bondek untuk bentang menerus dengan tulangan negatif didapatkan data-data sebagai berkut :
Bentang 8 m
- bentang (span) = 4 m (dengan 2 baris penyangga) - tebal pelat beton = 12 cm - tulangan negatif = 3,59 cm2/m
-direncanakan memakai tulangan dengan Ø = 10 mm (As = 78,54 mm2 = 0,7854 cm2)
-banyaknya tulangan yang diperlukan tiap 1 m
𝑁 =𝐴𝐴
𝑠=
3,59
0,7854 = 4,57 𝑏𝑢𝑎 ≈ 5 𝑏𝑢𝑎
- jarak antar tulangan,
𝑆 =1005 = 20 𝑐𝑚Jadi, dipasang tulangan tarik Ø10-200 (Aspasang = 393mm 2 ) Beban mati: -Pelat bondek = 10,1kg/m2 -Pelat beton t =12cm 0,12mx2400kg/m3 = 288 kg/m2 + = 298,1kg/m2 b. Pelat Lantai 1. Beban finishing - lantai keramik t = 1 cm =1x24 kg/m2 = 24 kg/m2 - spesi t = 2 cm = 2x21 kg/m2 = 42 kg/m2 - rangka + plafond = (11+7) kg/m2 = 18 kg/m2 - ducting AC + pipa = 40 kg/m2 + Total beban finishing = 124 kg/m2
2. Beban hidup: 3.59 kN/m2 = 365,95 kg/m2 Beban superimposed (berguna)
= beban finishing + hidup = 124 kg/m2+ 365,95 kg/m2
= 489,95 kg/m
2Jadi beban berguna yang dipakai yaitu, 500 kg/m2
3. Beban mati
Berdasarkan tabel perencanaan praktis pada bondek untuk bentang menerus
dengan tulangan negatif didapatkan data-data sebagai berkut :
Bentang 8 m
- bentang (span) = 4 m (dengan 2 baris penyangga) - tebal pelat beton = 14 cm - tulangan negatif = 4,93 cm2/m
- direncanakan memakai tulangan dengan Ø = 10 mm (As = 78,54 mm2 = 0,7854 cm2)
-banyaknya tulangan yang diperlukan tiap 1 m
𝑁 =𝐴𝐴
𝑠 =
4,93
0,7854 = 6,28 𝑏𝑢𝑎 ≈ 7 𝑏𝑢𝑎 -jarak antar tulangan, 𝑆 =1007 = 14,3 𝑐𝑚 ≈
20 𝑐𝑚
Jadi, dipasang tulangan tarik Ø10-200 (Aspasang = 393mm 2 ) Beban mati: - Pelat bondek = 10,1kg/m2 - Pelat beton t=14cm 0,14mx2400 kg/m3 = 336 kg/m2 + = 346,1kg/m2 4.2.2 Perencanaan Balok Anak
Balok anak direncanakan menggunakan profil WF 300x200x8x12, dengan data sebagai berikut : A = 72,38 cm2 r = 18 mm W = 56,8 kg/m Ix =11300 cm 4 d = 294 mm Iy = 1600 cm 4 bf = 200 mm Sx = 771 cm 3 iy = 4,71 cm Sy = 160 cm3 ix = 12,5 cm Zx = 823 cm 3 tw = 8 mm Zy = 244 cm3 tf = 12 mm h = d – 2(tf + r ) = 294 – 2(12+18) = 234 mm BJ41 : fy = 2500 kg/cm 2 ; fu = 4100 kg/cm 2 ; fr = 700 kg/cm 2 Beton : f’c = 300 kg/cm 2 fL = fy – fr = 2500 – 700 = 1800 kg/cm 2
Panjang balok anak (span) L = 5000 mm = 5 m
Gambar 4.1 Denah pembebanan balok anak dengan bentang 8 m
10
5. PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA 5. 1 Pembebanan Gravitasi
Pada struktur ini direncanakan dimensi profil sebagai berikut:
Balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17
Balok induk memanjang dengan profil WF400x200x7x11
Kolom dengan profil WF350x350x12x19 Tabel 5.1 Berat struktur per lantai
Tinggi
(m) Mati (DL) Hidup (LL)
Atap 10 292434 51620.70
1 5 474574 151345.02
S 767008 202965.72
Lantai Berat lantai (kg)
5. 2 Pembebanan Gempa
Analisa perhitungan beban gempa yang bekerja pada struktur diambil dari RSNI2 03 1726 – 201x di wilayah resiko gempa kuat menggunakan analisa pembebanan gempa berdasarkan statik ekivalen.
Tabel 5.4 Gaya geser gempa pada tiap lantai hx Wx Wx.hxk Cvx 100%Fix,y 30%Fix,y Arah X Arah Y
(m) (kg) (kg.m) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) 10 344054.7 3440547 0.52366 119048.52 35714.555 17006.93 8928.639 5 625919.02 3129595.1 0.47634 108289.07 32486.722 15469.87 8121.681 6570142.1 S 5.3 Pembebanan Angin
Analisa perhitungan beban angin yang bekerja pada struktur diambil dari PPIUG 1983
yang direncanakan lokasi bangunan terletak jauh dari pantai, sehingga tekanan tiup cukup sebesar 25 kg/m2 dan koefisien angin untuk gedung tertutup pada dinding bangunan yaitu sebesar :
Beban angin tekan (arah X)
𝑞𝑤1= 5 × 0,9 × 25 kg/m2= 112,5 kg/m
Beban angin tekan (arah Y)
𝑞𝑤2= 7 × 0,9 × 25 kg/m2= 157,5 kg/m
Beban angin hisap (arah X)
𝑞𝑤3= 5 × 0,4 × 25 kg/m2= 50 kg/m
Beban angin hisap (arah Y)
𝑞𝑤4= 7 × 0,4 × 25 kg/m2= 70 kg/m
5.4 Perhitungan Kontrol Struktur
5.4.1 Perhitungan Kontrol Dimensi Balok Induk
Direncanakan balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17 : A = 134,4 cm2 r = 22 mm W = 106 kg/m Ix =77600cm 4 d = 600 mm Iy = 2280 cm 4 bf = 200 mm Sx = 2590 cm 3 iy = 4,12 cm Sy = 228 cm 3 ix = 24 cm Zx = 2863 cm 3 tw = 11 mm Zy = 357 cm 3 tf = 17 mm h = d – 2(tf + r ) = 600 – 2(17+22)=522 mm
f
y= 2500 kg/cm
2f
u= 4100 kg/cm
2f
r= 700 kg/cm
2f
L= f
y– f
r= 2500 – 700= 1800 kg/cm
2Gaya-gaya maksimum balok berada pada frame 216 combo 5 (1,2(D+SD)+L+E) :
Mukiri = 8748,236kg.m Mukanan = -33197,342kg.m
Kontrol Kekuatan Penampang (Local Buckling)
a. Kontrol tekuk lokal Sayap : =2𝑡𝑏 𝑓 <𝑝 = 170 𝑓𝑦 2×17200 = 5,88 < 170 250 = 10,75 … 𝑜𝑘 Badan : = 𝑡𝑤 <𝑝 = 1680 𝑓𝑦 52211 = 47,45 <1680 250= 106,25 … 𝑜𝑘
Profil penampang kompak, maka Mn= Mp b. Kontrol tekuk lateral
Lp < Lb < Lr → bentang menengah
untuk komponen struktur yang memenuhi Lp < Lb < Lr (perilaku inelastis), kuat nominal komponen struktur adalah :
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 𝑀𝑟+ 𝑀𝑝− 𝑀𝑟 𝐿𝐿𝑟−𝐿 𝑟−𝐿𝑝 ≤ 𝑀𝑝 Persamaan Interaksi 𝑀𝑢𝑥 ∅𝑏×𝑀𝑛𝑥+ 𝑀𝑢𝑦 ∅𝑏×𝑀𝑛𝑦 = 33197 ,342 0,9× 71575= 0,515 < 1,0 . . . 𝒐𝒌 Kontrol Lendutan Lendutan ijin : 𝑓′= 𝐿 240 = 800 240= 3,33 𝑐𝑚 𝑌𝑚𝑎𝑥 =48 𝐸𝐼5×𝐿2 𝑀𝑙𝑎𝑝 − 0,1 𝑀𝑘𝑖𝑟𝑖 − 𝑀𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 =48×2.105×8006×776002 12851,48 − 0,1 10038,57 + 14216,33 = 0,00448 𝑐𝑚 < 3,33 𝑐𝑚 … 𝒐𝒌 Kontrol Kuat Geser
Gaya geser maksimum balok berada pada frame 219 combo 5 (1,2(D+SD)+L+E) :
Vukanan = 15758,516kg.m 𝑡𝑤 ≤ 1100 𝑓𝑦 → 522 11 ≤ 1100 250 → 47,455 ≤ 69,57
11
geser plastis 𝑉𝑛 = 0,6 × 𝑓𝑦× 𝐴𝑤 = 0,6 × 2500 × 60 × 1,1 = 99000 kg Syarat : 𝑉𝑢 < ∅ × 𝑉𝑛 = 15758,516kg < 0,9 × 99000 kg 15758,516kg < 89100 kg … 𝒐𝒌 5.4.2 Perhitungan Kontrol Dimensi KolomDirencanakan balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17 :
Direncanakan kolom dengan profil WF350x350x12x19 : A = 173,9 cm2 r = 20 mm W = 136 kg/m Ix = 40300 cm 4 d = 350 mm Iy = 13600 cm 4 bf = 350 mm Sx = 2300 cm 3 iy = 8,84 cm Sy = 776 cm 3 ix = 15,2 cm Zx = 2493 cm 3 tw = 12 mm Zy = 1175 cm 3 tf = 19 mm h = d – 2(tf + r ) = 350 – 2(19+20) = 272 mm
Kontrol interaksi balok kolom
𝑃𝑢 ∅𝑃𝑛 = 56827 ,752 272328 ,455= 0,209 > 0,2 interaksi 1 𝑃𝑢 ∅𝑃𝑛+ 8 9× 𝑀𝑢𝑥 ∅𝑏×𝑀𝑛𝑥 + 𝑀𝑢𝑦 ∅𝑏×𝑀𝑛𝑦 ≤ 1,0 56827 ,752 272328 ,455+ 8 9× 26239,229 0,9×62325+ 7824,943 0,9×29375 ≤ 1,0 0,888 ≤ 1,0 Hasil interaksi adalah = 0,88 < 1,00 berarti kolom kuat memikul beban tekan dan lentur. 6. PERENCANAAN SAMBUNGAN 6.1 Sambungan Balok Anak dengan Balok Induk
Sambungan antara balok anak dan balok induk direncanakan dengan baut karena terletak pada dua tumpun sederhana yang disesuaikan dengan anggapan dalam analisa sendi.
Profil Balok Anak : WF 300x200x8x12 Profil Balok Induk : WF 600x200x11x17 Pelat penyambung siku :
∟
60x60x6Gambar 6.1 Detail sambungan balok anak dengan balok Induk
6.2 Sambungan Balok – Kolom
Profil balok induk menggunakan WF 600x200x11x17 dan kolom dengan profil WF 350x350x12x19. Sambungan akan direncanakan dengan metode rigid connection. a. Sambungan Pada Badan Balok dan
Sayap Kolom
Penentuan jumlah baut, direncanakan menggunakan :
Baut : A 325
Mutu baut : 8250 kg/cm2
Diameter baut : 20
Ulir pada bidang geser (r1 = 0,5).
Siku penyambung ∟100 x100 x10 fy = 2500 kg/cm 2 fu = 4100 kg/cm2 tp∟ = 10 mm = 1 cm tpbalok = 11 mm = 1,1 cm tpkolom = 19 mm = 1,9 cm Ab = ¼ d 2 = ¼ 22 = 3,1416 cm Kontrol Jarak Baut
Jarak ke tepi = 1,5 db s/d (4tp+100) atau 200 mm
1,5 db = 1,5 x 20 = 30 mm (4tp+100) =(4x10+100)=140 mm Dipasang 40 mm
Jarak antar baut = 3 db s/d 15 tp atau 200 mm 3 db = 3 x 20 = 60 mm 15 tp = 15 x 10 = 150 mm Dipasang 80 mm WF 300X200X8X12 60X60X6 16 mm Tulangan negatif 0-200 WF 600x200x11x17
12
b. Kontrol Kekuatan Sambungan Sayap – Profil T dan Badan Profil
Direncanakan menggunakan baut Ø 30 mm (fu = 8250 kg/cm
2 )
Gambar 6.2 Sambungan balok dengan kolom 7. ANALISA PENAMPANG
7.1 Analisa Kapasitas Penampang Balok
Gambar 7.1 Analysis Report penampang balok pada Xtract v2.6.2
Dari hasil Analysis Report dapat dilihat bahwa : Kuat momen nominal (Mn)
= 746,7 × 103 𝑁𝑚 = 74670 𝑘𝑔𝑚 Maka,
𝑀𝑢 = ∅ × 𝑀𝑛= 0,9 × 7467000 = 6720300 kgcm
7.3 Analisa Kapasitas Penampang Kolom
Gambar 7.2 Analysis Report penampang kolom pada Xtract v2.6.2
Dari hasil Analysis Report dapat dilihat bahwa :
Kuat tekan nominal (Nn) = 4,261 × 106 𝑁 = 426100 𝑘𝑔
Maka, 𝑁𝑢 = ∅ × 𝑁𝑛
0,85 × 426100 = 362185 𝑘𝑔
Kuat tarik nominal (Rn) = 4,261 × 106 𝑁 = 426100 𝑘𝑔
Maka, 𝑅𝑢 = ∅ × 𝑅𝑛
0,75 × 426100 = 319575 𝑘𝑔
Kuat momen nominal (Mn) = 623,1 × 103 𝑁𝑚 = 62310 𝑘𝑔𝑚
Maka, 𝑀𝑢 = ∅ × 𝑀𝑛
0,9 × 6231000 = 5607900 kgcm
7.4 Perbandingan Hasil Analisa
Tabel 7.1 Perbandingan analisa manual dengan analisa menggunakan Xtract v2.6.2
Kapasitas
Penampang Manual Xtract
Balok Momen,Mn (kgm) 71579.5 74670 Tekan,Nn (kg) 401981.13 426100 Tarik,Rn (kg) 426100 426100 Momen,Mn (kgm) 62329.6 62310 Kolom Elemen Analisa
8. ANALISA PERILAKU BALOK 8.1 Pembebanan Pada Portal
Beban – beban yang digunakan pada portal terdiri dari 3 yaitu :
Beban Merata pada Balok
Beban Mati = 470,1 kg/m2 x 2,5 m = 1175,25 kg/m Beban dinding = 250 kg/m2 x 5 m = 1250 kg/m WF 600x200x11x17 WF 350x350x12x19 30mm 30mm 30mm 30mm 20mm L 100x100x10 T 900x300x16x28 T 900x300x16x28 Potongan profil WF 600x200x11x17
13
Beban balok anak = 56,8 kg/m= 56,8 kg/m Beban Mati Total = 2482,05 kg/m Beban Hidup = 223,75 kg/m2 x 2,5 m
= 559,375kg/m q merata = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 2482,05 + 1,6 x 559,375 = 3873,46 kg/m =37,999 N/mm
Beban merata pada balok harus dijadikan beban per luasan agar beban terdistribusikan merata ke semua permukaan balok.
Beban per luas = q merata / lebar balok = 37,999 / 200 = 0,18999 N/mm2
Beban Lateral pada Balok
Besar beban lateral pada balok diambil dari gaya geser yang dihasilkan pada kolom setelah mendapatkan beban mati, hidup dan gempa.
Beban lateral (V) :
= 9051,85 kg = 88798,6485 N Beban per luasan :
= V/ luas penampang balok
= 88798,6485 / 13026 = 6,817 N/mm2
Beban Aksial pada Kolom
Beban aksial pada kolom kiri dan kanan diperoleh dari hasil SAP 2000 v.14. Beban maksimum yang bekerja pada kolom diperoleh COMB 2 (1,2(D+SD) + 1,6LL). -- Beban pada kolom kiri = 35107,18 kg = 344401,4358 N
Luas permukaan kolom = 17044 mm2 Beban per luas = 344401,4358 /17044 = 20,2066 N/mm2
- Beban pada kolom kanan = -42151,54 kg = 413506,6074 N
Luas permukaan kolom = 17044 mm2 Beban per luas = 413506,6074/17044 = 24,261 N/mm2
Setelah dimasukan beban-beban selanjutnya adalah tahapan mesh dimana setiap part yang terdapat pada struktur portal harus dibagi menjadi bagian - bagian kecil. Dalam hal ini portal dibagi menjadi beberapa potongan sebesar 50mm.
Gambar 8.1 Meshing portal
8.2 Hasil Analisa
Untuk membandingkan penampang balok yang diberi beban asli dan beban setelah dilakukan tambahan beban yang menjadi tolak ukur untuk menentukan efektifitas dan pengaruh terhadap struktur portal dan penampang WF itu sendiri adalah deformasi, tegangan dan regangan yang terjadi.
Bentuk deformasi struktur portal setelah diberi beban seperti berikut ini :
Gambar 8.2 Deformasi struktur portal Dalam hal ini ada beberapa titik pada struktur portal yang dijadikan acuan untuk menentukan deformasi, tegangan dan regangan.
Gambar 8.2 Titik yang akan ditinjau Tegangan yang terjadi pada struktur portal dapat ditunjukkan dengan melihat warna pada struktur portal tersebut. Semakin merah warnanya maka tegangan yang terjadi semakin besar.
2 3
14
Gambar 8.3 Hasil visualisasi akibat beban lateral awal
Gambar 8.4 Hasil visualisasi akibat beban lateral (15ton)
Gambar 8.5 Hasil visualisasi akibat beban lateral (20ton)
Gambar 8.6 Hasil visualisasi akibat beban lateral (25ton)
Gambar 8.7 Hasil visualisasi akibat beban lateral (30ton)
Gambar 8.8 Hasil visualisasi akibat beban lateral (35ton)
Gambar 8.29 Hasil visualisasi akibat beban lateral (40ton)
Gambar 8.30 Hasil visualisasi akibat beban lateral (45ton)
Gambar 8.9 Hasil visualisasi akibat beban lateral (50ton)
15
Grafik perbandingan displacement denganvariasi beban lateral :
Gambar 8.10 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik1
Gambar 8.11 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik 2
Gambar 8.11 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik 3
Grafik perbandingan tegangan dengan variasi beban lateral :
Gambar 8.12 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 1
Gambar 8.13 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 2
Gambar 8.14 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 3
-250 -200 -150 -100 -50 0 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 D isp lac e m e n t (m m )
Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Displacement (titik 1)
U1 U2 U3 -250 -200 -150 -100 -50 0 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 D isp lac e m e n t (m m )Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Displacement (titik 2)
U1 U2 U3 -250 -200 -150 -100 -50 0 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Di sp lac e m e n t (m m )Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Displacement (titik 3)
U1 U2 U3 -170 -150 -130 -110-90 -70 -50 -30 -1010 30 50 70 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Tegan gan ( M Pa)Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Tegangan (titik 1)
S11 S22 S33 S12 S13 S23 -130 -120 -110 -100-90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -100 10 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Tegan gan ( M p a)Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Tegangan (titik 2)
S11 S22 S33 S12 S13 S23 -200 -150 -100-50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Tegan gan ( M Pa)Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Tegangan (titik 3)
S11 S22 S33 S12 S13 S2316
Grafik perbandingan regangan dengan variasi beban lateral :
Gambar 8.15 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 1
Gambar 8.16 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 2
Gambar 8.17 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 3
Gambar 8.18 Sumbu lokal dan arah tegangan pada balok
Pada elemen balok sumbu lokal sama dengan sumbu global tetapi pada elemen kolom sumbu lokal berbeda dengan sumbu global. Hal ini dikarenakan pada tahap assembly elemen kolom telah diputar (rotate) sehingga sumbu lokal pada elemen kolom juga mengalami perputaran. Untuk hasil displacement mengacu pada sumbu global sedangkan hasil tegangan dan regangan mengacu pada sumbu lokal. Pada Gambar 8.18, sumbu lokal dan arah tegangan pada balok, untuk arah S11 pada Abaqus sama dengan tegangan X, arah S22 sama dengan arah tegangan Y dan arah S33 sama dengan arah Z. Untuk arah S12 pada Abaqus sama dengan tegangan XY, arah S13 sama dengan arah tegangan XZ dan arah S23 sama dengan arah YZ.
9. PENUTUP 9.1 Kesimpulan
1. Dari hasil analisis SAP 2000 v14 dan perhitungan yang telah dilakukan pada struktur bangunan gedung, perencanaan dimensi profil pada balok anak (WF 300x200x8x12), balok induk melintang (WF 600x200x11x17), balok induk memanjang (WF 400x200x7x11) dan kolom (WF 350x350x12x19) sudah memenuhi kontrol kekuatan profil.
2. Dari hasil perhitungan manual dan analisa menggunakan Xtract v2.6.2 dapat disimpulkan bahwa selisih kapasitas penampang balok untuk momen nominal sebesar 4,14%. Hal ini membuktikan bahwa analisa manual dan analisa menggunakan Xtract v2.6.2 didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk momen kapasitasnya.
3. Dari hasil analisa perilaku dengan Abaqus 6.7, balok mengalami displacement maksimum pada arah Y (U2) sebesar 8,377 mm, yang ditinjau ditengah bentang balok (titik 2) dengan beban lateral mula-mula sebesar 9,05 ton (6,817 N/mm2). Displacement tersebut akan semakin bertambah saat beban lateral yang
-0.000900 -0.000750 -0.000600 -0.000450 -0.000300 -0.0001500.000000 0.000150 0.000300 0.000450 0.000600 0.000750 0 5 10152025303540 R e gan gan
Variasi Beban Lateral (N/mm2)
Regangan (titik 1)
E11 E22 E33 E12 E13 E23 -0.00070 -0.00060 -0.00050 -0.00040 -0.00030 -0.00020 -0.00010 0.00000 0.00010 0.00020 0.00030 0 5 10 15 20 25 30 35 40 R e gan ganVariasi Beban Lateral (N/mm2)
Regangan (titik 2)
E11 E22 E33 E12 E13 E23 -0.0080 -0.0070 -0.0060 -0.0050 -0.0040 -0.0030 -0.0020 -0.00100.0000 0.0010 0.0020 0.0030 0 5 10 15 20 25 30 35 40 R e gan ganVariasi Beban Lateral (N/mm2)
Regangan (titik 3)
E11 E22 E33 E12 E13 E23 x y x y yx yx X Z Y x z y xy yx xy xy17
diberikan juga bertambah baik dalam arahX, Y maupun Z.
4. Untuk nilai tegangan yang terjadi pada balok akibat pemberian beban lateral yang semakin bertambah didapatkan hasil tegangan maksimum berada pada pertemuan balok dengan kolom (titik 3). Dengan beban lateral sebesar 50 ton (37,655 N/mm2), balok mengalami tegangan sebesar 593 MPa pada arah Z (S33), hal tersebut membuktikan bahwa balok sudah mengalami kelelehan. Dari hasil nilai regangan yang terjadi diperoleh penampang balok mengalami regangan maksimum pada pertemuan antara Y dan Z (E23) yaitu sebesar -0,00778.
5. Dengan diberikannya variasi beban lateral yang semakin bertambah maka displacement, tegangan dan regangan yang terjadi ikut mengalami kenaikan hingga melebihi batas leleh dari penampang tersebut.
9.2 Saran
1. Perlu dilakukan studi yang lebih mendalam untuk mengetahui perilaku balok agar menghasilkan perencanaan struktur yang lebih baik. Seperti dengan memasang stiffener pada daerah joint antara balok dan kolom agar kelelehan akibat beban lateral yang semakin bertambah tidak terjadi dan usahakan sendi plastis terjadi pada muka balok.
2. Gaya momen pada balok perlu dimodelkan dengan gaya geser kolom yang dijadikan momen kopel agar gaya momen dapat terdefinisikan.
3. Pada tahap pengisian Plastisitas Material pada tahap property, sebaiknya nilai yield stress (fy) dan plastic strain perlu
ditambahkan hingga mencapai kondisi putus (fu) agar saat diberi beban yang
semakin besar perilaku struktur yang terjadi tidak linier.
4. Perlu dilakukan imperfection case pada Abaqus 6.7 agar tekuk torsi lateral dapat terjadi pada balok.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 1989. Tata Cara
Perhitungan Pembebanan Untuk
Bangunan Rumah dan Gedung (RSNI 03-1727-1989).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Baja
Untuk Bangunan Gedung (SNI
03-1729-2002).
Badan Standardisasi Nasional. 2010. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung (RSNI2 03-1726-201x).
Bowles, Joseph E. 1984. Desain Baja Konstruksi (Structural Steel Design). Bandung: Erlangga.
Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
(PPIUG) 1983. Jakarta: DPU.
Galambos, Theodore V. dan Surovek Andrea E. 2008. Structural Stability of Steel: Concepts and Applications for Structural Engineers. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Marwan dan Isdarmanu. 2006. Buku Ajar: Struktur Baja I. Surabaya : Jurusan Teknik Sipil FTSP – ITS.
Mohebkhah, Amin. 2010. Lateral buckling resistance of inelastic I-beams under off-shear center loading. Department of Civil Engineering, Engineering Faculty, Malayer University, Parastar Blvd., Malayer 65719-61446, Iran.
Salmon dan Johnson. 1986. Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1 Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Ir. Wira M.S.CE. Jakarta: Erlangga.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Sesuai SNI 03 – 1729-2002). Jakarta: Erlangga.
Trahair, N. S. and Pi, Y. L. 1997. Torsion, bending and buckling of steel beams.
Engineering Structures, Vol. I9, No. 5, pp. 372-377.