BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
Penelitian relevan yang terkait dengab penelitian yang sedang dilakukan
peneliti adalah persamaan tentang sumber data yang mejadi objek kajian yaitu novel
Simple Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu Utami. Dalam penelitian ini, peneliti
mencoba untuk melihat bagaimana sosok pengarang memberikan gambaran atau
pandangan dengan cara mengungkapkan isi yang dimaksud dari sudut kehidupan
pengarang dalam novel, serta bermaksud untuk mengetahui pemikiran-pemikiran
dunia pengarang yang tedapat dalam novel Simple Miracles Doa dan Arwah Karya
Ayu Utami. Berikut merupakan beberapa relevansi penelitian yang menjadi acuan
peneliti untuk melakukan penelitian, antara lain:
Sandra Whilla Mulia(2016) melakukan penelitian yang berjudul Realisme
Magis dalam Novel Simple Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu Utami. Penelitian
ini termasuk penelitian kualitatif. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan
tekstual analisis atau analisis teks.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah, realisme magis yang
ternarasikan dalam novel Ayu Utami tidak hanya sarat dengan karakteristik
realisme magis Faris dengan memperlihatkan eksistensi mitos di era modern, tetapi
juga bertugas mengukuhkan mengenai suatu kepercayaan mengenai mitos di Jawa
masih eksis serta kembali populernya hal-hal yang berbau tradisional dalam era modern ini.
Hesti Pratiwi Ambarwati (2016) melakukan penelitian berjudul Realitas
Kematian Dalam Novel Simple Miracles Karya Ayu Utami. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud realitas kematian, wujud kebudayaan Jawa, serta pandangan filsafat eksistensialisme terkait kematian dalam novel Simple Miracles
karya Ayu Utami. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data baca dan catat.
Hasil penelitian menunjukkan (1) wujud realitas kematian antara lain kematian tokoh, bayangan kematian, ritus kematian, makna kematian, doa, arwah,
dan tempat yang berhubungan dengan kematian; (2) wujud kebudayaan Jawa terkait kematian di antaranya konsep sangkan paraning dumadi dan sedulur papat lima pancer, ritus tilik kubur dan slametan matangpuluh dina (40 harian), serta mistime
Selasa Kliwon dan ageman; dan (3) gagasan filsafat eksistensialisme terkait kematian di antaranya manusia bertanggung jawab total terhadap dunianya sendiri
dan penolakan akan adanya konsep kehidupan setelah kematian, kecemasan (angst), sikap inotentik das man, sikap autentik dasein, serta konsep bahwa
kematian adalah milikku yang paling autentik (ownmost).
Dari kedua penelitian di atas, metode yang digunakan untuk menganalisis sumber data yang sama sangat berbeda dalam mencari sebuah informasi yang
terkandung dalam novel dengan tujuan yang berbeda pula. Pada penelitian Sandra Whilla Mulia meneliti tentang realisme magis dengan menggunakan teori naratis
modern mengukuhkan suatu kepercayaan mengenai mitos di Jawa. Sedangkan
penelitian Hesti Pratiwi Ambarwati bertujuan untuk mendeskripsikan wujud realitas kematian, wujud kebudayaan Jawa, wujud ajaran Katolik, serta pandangan
filsafat eksistensialisme terkait kematian. Berdasarkan penelitian relevan di atas, penelitian ini lebih menekankan pada struktur dan pandangan dunia pengarang
dalam sebuah karya sastra.
Merujuk pada kedua penelitian di atas, peneliti bergagasan bahwa penelitian yang menggunakan sumber data yang sama yang dilakukan oleh peneliti terdahulu
memiliki perbedaan dengan penelitian yang sekarang dikerjakan oleh peneliti. Adapun yang membedakan adalah penelitian terdahulu lebih berfokus pada
kebudayaan dan mitos-mitos yang berkembang Jawa. Hal itu membuktikan bahwa masih belum banyak dilakukan penelitian terhadap novel tersebut. Dengan adanya
penelitian “Kajian Struktur dan Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Simple
Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu Utami” peneliti bertujuan untuk
mendeskripsikan pentingnya sebuah struktur dan pandangan dunia pengarang pada
karya sastra.
B. Struktur Novel
Istilah “struktur” dan “bentuk” merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan.
Bentuk biasanya tidak mencakup elemen tematis dari karya yang bersangkutan, sedangkan elemen-elemen ini masuk dalam struktur novel. Struktur melibatkan plot, tema, dan bentuk. Ia merujuk pada pengertian kita tentang organisasi dan
untuk menghasilkan suatu totalitas, suatu keseluruhan yang memuaskan (Azies &
Hasim 2010: 71).
Menurut Nurgiyantoro (2013: 9) novel mempunyai bagian-bagian,
unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguatkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas itu, unsur kata dan
bahasa merupakan salah satu bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita itu, salah satu sub sistem organisme itu. Karena inilah yang menyebabkan novel, juga sastra pada umumnya, menjadi terwujud.
Menurut Pradopo, dkk (2014: 69) pada hakikatnya dunia ini tersusun dari hubungan-hubungan daripada benda-bendanya itu sendiri. Dalam kesatuan
hubungan itu, setiap unsur atau anasirnya tidak memiliki makna sendiri-sendiri kecuali dalam hubungannya dengan anasir lain sesuai dengan posisinya dalam
keseluruhan struktur. Dengan demikian, struktur merupakan sebuah sistem. Menurut Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2009: 23) berpendapat bahwa unsur ektrinsik merupakan keadaan subjektivitas pengarang yang tentang sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi, dapat dikatakan unsur biografi pengarang menentukan ciri karya yang akan
dihasilkan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, novel terdiri dari struktur yang
berisikan unsur-unsur yang membangun isi cerita. Isi cerita merupakan bagian terpenting dalam memberikan kesan menarik kepada isi novel yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian. Dari unsur tersebut pengarang juga dapat memberikan
pemikiran dan ilmu pengetahuan baru bagi para pembaca. Dengan menganalisis
unsur-unsur di atas maka hasil penelitaian akan menjadi lebih lengkap dan memberikan manfaat yang lebih bagi pembaca.
C. Strukturalisme Genetik
Struktur merupakan bagian penting dalam sebuah karya sastra, baik
instinsik maupun ekstrinsiknya. Kedua hal tersebut adalah penunjang terbentuknya sebuah karya sastra. Berikut penjelasan strukturalisme genetik dari para ahli yang
peneliti gunakan sebagai acuan mengerjakan penelitian ini.
Secara definitif strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan
menitikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis instrinsik dan ekstrinsik. Meskipun demikian, sebagai teori yang telah teruji validitasnya, strukturalisme
genetik masih ditopang oleh beberapa konsep canggih yang tidak dimiliki oleh teori sosial lain, misalnya: simetri atau homologi, kelas-kelas sosial, subjek
transindividual, dan pandangan dunia (Ratna 2013: 127).
Struktur karya sastra, secara koheren, terdiri dari sebuah totalitas yang
terbangun dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Untuk sampai dalam pemahaman totalitas, karya sastra harus dipahami berdasarkan konsep timbal-balik “keseluruhan bagian” (Anwar 2012: 116). Sebagai sebuah teori, strukturalisme
genetik merupakan sebuah pernyataan yang dianggap sahih mengenai kenyataan. Pernyataan itu dianggap sahih jika di dalamnya terkandung gambaran mengenai
ontologis yang berupa kodrat keberadaan kenyataan itu dan pada landasan
epistemologis yang berupa seperangkat gagasan yang sistematik mengenai cara memahami atau mengetahui kenyataan yang bersangkutan (Faruk 2012: 56).
Rosyidi, dkk (2010: 201) mengemukakan bahwa teori strukturalisme genetik menekankan hubungan antara karya dengan lingkungan sosialnya. Dalam
masyarakat sesungguhnya manusia berhadapan dengan norma dan nilai, dalam karya sastra juga dicerminkan morma dan niali secara sadar difokuskan dan diusahakan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Oleh karena itu, kemungkinan
karya sastra tersebut bisa merupakan ukuran sosiologis yang paling efektif untuk mengukur tanggapan manusia terhadap kekuatan sosial.
Dengan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa teori strukturalisme genetik merupakan teori yang mengkaji
tentang unsur intrisnik dan ekstrinsik pada sebuah karya sastra. Dengan menekankan unsur-unsur tersebut, peneliti dapat memastikan dan memfokuskan aspek yang akan diteliti. Teori strukturalisme genetik merupakan ukuran untuk
mengukur sosiologis dalam novel dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pandangan Dunia Pengarang
Pandangan dunia pengarang merupakan hasil gambaran pengarang untuk menjelaskan peristiwa yang dialami pengarang secara alamiah di kehidupan masyarakat. Dari sudut pandangan dunia pengarang pembaca dapat menyerap
sendiri. Pembaca juga dapat mengerti apa maksud dan tujuan dari pengarang
membeberkan peristiwa yang di alaminya. Pengertian pandangan dunia pengarang cukup memberikan banyak perhatian para ahli untuk memberikan beberapa teori
demi menciptakan wawasan baru dalam dunia penelitian. Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai pandangan dunia pengarang.
Menurut Faruk (2010: 66) pandangan dunia, bagi strukturalisme-genetik, tidak hanya seperangkat gagasan abstrak dari suatu kelas mengenai kehidupan manusia dan dunia tempat itu berada, melainkan juga merupakan semacam cara
atau gaya hidup yang dapat mempersatukan anggota satu kelas dengan anggota yang lain dalam kelas yang sama dan membedakannya dari anggota-anggota dari
kelas sosial yang lain. Menurut Anwar (2012) sebagaimana pandangan dunia tentang dialektika pada metode strukturalime genetiknya, setiap karya sastra
maupun filsafat hanyalah sebuah elemen dari keseluruhan kelompok sosial tempat pengarang, sastrawan, atau filsuf menemukan ekspresi gagasannya. Menurut Kurniawan (2012: 103) penulis adalah individu yang menjadi anggota masyarakat.
Masyarakat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya visi dunia yang berdialog dengan penulis, sehingga kondisi masyarakat berperan besar dalam membentuk visi
dunia penulis. Sebagai individu, saat penulis menulis karya sastra, penulis sebenarnya adalah individu yang berbicara, subjek yang mengenali dirinya sendiri
melalui carita orang lain, sehingga penulis sebagai individu selalu mereflesikan ciri pluralitas, yaitu individu dengan ciri sosial. Menurut Ratna (2011: 194) pada umumnya unsur-unsur kepengarangan dikaitkan dengan gagasan struktur rohaniah,
didaktis dan ideologis, yang secara keseluruhan diarahkan pada signifikasi yang
bersifat positif.