BAB II
KAJIAN TEORETIS
Bab ini membahas teori, pendapat pakar, dan penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Secara detail, bab ini terdiri atas kajian teoretik, yang
meliputi kajian tentang pembelajaran menulis dan kreativitas, penelitian yang
relevan, dan kerangka pikir penelitian.
A.Pembelajaran Menulis 1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran didefinisikan secara berbeda-beda oleh para
pakar pendidikan karena istilah pembelajaran dapat dilihat dari
bermacam-macam perspektif. Menurut Hamalik (1994: 57), pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Hamalik
memenekankan keterlibatan beberapa unsur yang saling terkait satu sama lain
dalam pembelajaran. Unsur manusia yang terlibat dalam pembelajaran,
menurut Hamalik, adalah siswa, guru, laboran. Sinergi antarunsur itulah yang
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Sementara itu, Brown (2007: 8) mengutip definisi pembelajaran yang
disampaikan oleh Slevin, yaitu sebuah perubahan dalam diri seseorang yang
dijumpai dalam kamus, yaitu penguasaan atau pemerolehan pengetahuan
tentang suatu objek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau
instruksi.
Brown menyatakan bahwa istilah pembelajaran tidaklah mudah untuk
didefinisikan karena mengandung konsep-konsep yang memang rumit. Untuk
memahami pengertian pembelajaran ini, Brown memilah-milah komponen
definisi pembelajaran dengan memerinci pengertian belajar sebagai berikut. 1)
Belajar adalah menguasai atau memperoleh; 2) Belajar adalah mengingat-ingat
informasi atau keterampilan; 3) mengingat-ingat itu melibatkan sistem
penyimpanan, memori, organisasi kognitif; 4) belajar melibatkan perhatian
aktif-sadar pada dan bertindak menurut peristiwa-peristiwa di luar serta di
dalam organisme; 5) belajar itu relatif permanen, tetapi tunduk pada lupa; 6)
belajar melibatkan berbagai bentuk latihan, mungkin latihan yang diikuti oleh
imbalan dan hukuman; 7) belajar adalah sebuah perubahan dalam perilaku
(Brown, 2007:8).
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyebut istilah
pembelajaran dalam mendefinisikan pendidikan. Definisi tersebut adalah
sebagai berikut. Yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Dalam definisi tersebut
terdapat dua istilah yang saling berkaitan maknanya: belajar dan
pendidikan yang dirumuskan dalam UU Sisdiknas tersebut dapat dimaknai
sebagai aktivitas yang berpusat pada peserta didik atau siswa.
Dari beberapa definisi pembelajaran yang disebutkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi yang dikemukakan Slevin bersifat luas dan
terbuka, sedangkan definisi yang disampaikan oleh Hamalik lebih bersifat
praktis dan operasional. Definisi pembelajaran yang diungkapkan oleh Brown
lebih menekankan pada proses penguasaan atau pemerolehan yang terjadi
dalam diri individu yang melibatkan sistem memori hingga terjadinya
perubahan perilaku. Sementara itu, istilah pembelajaran dalam definisi
pendidikan UU Sisdiknas dapat dipahami sebagai bagian dari proses
pendidikan yang mensyaratkan keterlibatan peserta didik atau siswa secara
aktif. Berdasarkan berbagai definisi pembelajaran yang telah diungkapkan di
atas, pembelajaran yang dimaksud dalam tesis ini adalah proses yang
melibatkan pembelajar secara aktif untuk menguasai suatu pengetahuan dan
keterampilan tertentu melalui pengalaman dan latihan atau praktik.
b. Tahapan Pembelajaran
Meier (1999: 103) menyatakan bahwa seluruh kegiatan belajar
manusia terdiri atas empat unsur, yaitu persiapan (preparation), penyampaian
(presentation), pelatihan (practice), dan penampilan hasil (performance).
Tiap-tiap tahapan pembelajaran tersebut dijelaskan secara detail sebagai berikut.
1) Persiapan
Tahap persiapan berhubungan dengan mengkondisikan pembelajar
penting dalam belajar karena pembelajaran akan menjadi lambat dan bisa
terhenti sama sekali jika tahap ini tidak dilakukan dengan baik. Tujuan
dilakukannya tahap ini adalah sebagai berikut:
a) mengajak pembelajar keluar dari keadaan mental yang pasif atau resisten
b) menyingkirkan rintangan belajar
c) merangsang minat dan rasa ingin tahu pembelajar
d) memberi pembelajar perasaan positif dan hubungan yang bermakna dengan topik pelajaran
e) menciptakan pembelajar aktif dan tergugah untuk berpikir, belajar, mencipta, dan tumbuh
f) mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk ke dalam komunitas belajar
2) Penyampaian
Tahap penyampaian bertujuan untuk mempertemukan pembelajar
dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan
menarik. Terkait dengan tahap ini, Meier (1999: 132) menegaskan bahwa
tahapan ini bukan hanya tahapan yang didominasi oleh fasilitator (pendidik)
tetapi tahapan yang harus melibatkan pendidik dan peserta didik. Jika tahap ini
dimaknai sebagai penyampaian yang dilakukan oleh pendidik saja, tahapan ini
akan menjadi tahap yang paling lemah dalam pembelajaran. Fasilitator yang
selalu mengawasi dan menyuapi pembelajar merupakan ancaman serius bagi
proses belajar karena pada hakikatnya pembelajaran menuntut keterlibatan
aktif dan penuh dari pembelajar untuk menciptakan pengetahuan, bukan
menerima informasi saja. Untuk melakukan tahap ini dengan baik, Meier
menyarankan beberapa langkah sebagai berikut:
d) presentasi interaktif;
e) grafik dan penunjang presentasi berwarna warni; f) variasi agar cocok dengan semua gaya belajar;
g) projek pembelajaran berbasis pasangan dan berbasis tim; h) berlatih menemukan (pribadi, berpasangan, tim);
i) pengalaman belajar kontekstual dari dunia nyata; j) berlatih memecahkan masalah.
3) Pelatihan
Tahap ini merupakan intisari dari pembelajaran. Jika tahap ini tidak
dilakukan, pembelajaran tidak akan berlangsung. Menurut Meier, tahap ini
berkontribusi sekitar 70% terhadap pembelajaran. Pembelajaran yang
sebenarnya terjadi ketika pembelajar memikirkan, mengatakan, dan melakukan
sesuatu, bukan guru atau fasilitatornya. Peran guru hanyalah memprakarsai
proses belajar. Setelah itu, memberi ruang bagi pembelajar untuk berpikir,
berkata, dan berbuat. Guru bertugas untuk menyiapkan konteks pembelajaran
sehingga pembelajar dapat menerima materi yang baru dan memadukannya ke
dalam struktur pengetahuan, makna dan keterampilan yang mereka kuasai
(Meier, 1999: 145).
Tahapan ini dapat dilakukan dengan:
a) aktivits memproses pembelajar
b) usaha/umpan baik/perenungan/usaha kembali secara langsung c) simulasi dunia nyata
d) permainan belajar
e) latihan belajar lewat praktik f) aktivitas pemecahan masalah
g) perenungan dan artikulasi individual h) dialog secara berpasang dan berkelompok i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif
4) Penampilan Hasil
Tahap penampilan hasil bertujuan untuk memastikan bahwa
pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan. Pada tahap ini, pembelajar
menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru yang mereka peroleh pada
tataran realitas yang benar-benar bermakna bagi diri pembelajar sendiri
maupun orang lain. Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tiga tahap
sebelumnya. Jika dianalogikan dengan bidang pertanian, penampilan hasil
adalah tahap panen (Meier, 1999: 156).
Tahap ini sering mendapatkan kendala, misalnya: a) tidak ada
dorongan untuk segera menerapkan pengetahuan atau keterampilan; b) tidak
ada sistem pendukung untuk menguatkan pembelajaran itu pada pekerjaan; c)
budaya masyarakat atau lingkungan kerja bertentangan dengan pembelajaran
yang baru; d) tidak ada imbalan jika berhasil menerapkan pengetahuan atau
keterampilan yang baru; e) tidak ada sanksi jika tidak menerapkan pengetahuan
atau keterampilan yang baru; 5) tidak ada waktu untuk mengintegrasikan dan
menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang baru (Meier, 1999: 157).
Berdasarkan kajian teoretis tentang pembelajaran yang telah
dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah aktivitas
untuk mendapatkan pengetahuan dan atau keterampilan yang melibatkan
beberapa komponen utama seperti peserta didik, pendidik, dan lingkungan
yang kondusif agar pembelajar aktif berproses untuk menguasai pengetahuan
dan keterampilan yang diinginkan melalui tahapan persiapan, pelaksanaan,
2. Menulis
a. Pengertian Menulis
Menulis merupakan aktivitas yang pernah dilakukan oleh hampir
setiap orang. Begitu seseorang mengenal simbol-simbol grafis, menulis
menjadi salah satu cara untuk berkomunikasi. Seperti kita ketahui, komunikasi
adalah kebutuhan setiap manusia sebagai makhluk sosial sehingga menulis bisa
menjadi salah satu pilihan, terutama jika komunikasi langsung tidak mungkin
dilakukan. Oleh karena itu, hampir semua orang pernah melakukan aktivitas
ini.
Menulis didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar. Suparno,
seperti dikutip oleh Pujieni (2014: 42), mendefinisikan menulis sebagai suatu
kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai alat atau medianya. Sementara itu, Kurniawan (2014: 2-12) memberi
pengertian menulis dalam beberapa konsep, antara lain: (1) menulis adalah
mengungkapkan ide gagasan dalam pikiran dan rasa melalui bahasa; (2)
menulis adalah persoalan pilihan eksistensi, yaitu kesadaran untuk berproses
secara aktif kreatif yang terus menerus; (3) menulis adalah ungkapan rasa
dalam setiap fenomena yang dikreasikan dengan rasio dan fantasi; dan (4)
menulis adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dengan membaca.
Definisi menulis yang berbeda disampaikan oleh Tarigan. Tarigan
(1982: 21) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
tersebut. Menulis juga merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap
muka dengan orang lain. Menulis merupakan salah sebuah kegiatan yang
produktif dan efektif. Sebagai keterampilan, menulis tidak akan datang secara
otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Sementara itu, Azies dan Alwasilah (1996: 128) menyatakan bahwa
menulis merupakan keterampilan yang paling sulit untuk dikuasai dan paling
sedikit digunakan di antara empat keterampilan bahasa. Keterampilan ini
merupakan salah satu bentuk keterampilan produktif yang membutuhkan
dukungan dari keterampilan bahasa yang lain. Sejalan dengan hal tersebut,
Azies dan Alwasilah menambahkan bahwa membaca dan menulis sangat erat
hubungannya dengan membaca. Seseorang yang banyak membaca akan
memiliki banyak ide untuk diungkapkan, salah satunya dengan menulis.
Dari beberapa definisi menulis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya aktivitas menulis merupakan: (1) aktivitas komunikasi; (2)
penggunaan lambang grafis sebagai simbol ungkapan; (3) salah satu
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif; (4) keterampilan yang
membutuhkan latihan. Dari empat hal tetang menulis tersebut, dapat
dirumuskan definisi menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa yang
bersifat produktif untuk mengkomunikasikan gagasan atau ide penulisnya
dalam bentuk simbol-simbol grafis dan membutuhkan praktik latihan atau
b. Jenis-Jenis Menulis
Berdasarkan tingkat kesulitannya, menulis dapat dibedakan menjadi
empat macam, yaitu: imitative writing, intensive writing, responsive writing,
dan extensive writing (Brown, 2004: 220). Yang dimaksud dengan imitative
writing adalah kemampuan menuliskan huruf, kata, tanda baca, dan kalimat
yang sangat pendek.Tingkat keterampilan menulis selanjutnya adalah intensive
writing, yang merujuk pada keterampilan memproduksi kosakata yang tepat
dalam suatu konteks, kolokasi, dan idiom, dan mampu menunjukkan
keterampilan menggunakan tata bahasa yang benar sampai pada tataran
kalimat. Responsive writing membutuhkan keterampilan yang tidak sekedar
mampu memproduksi kosakata sampai pada tataran kalimat, tetapi lebih luas
lagi, yaitu keterampilan merangkai ide hingga tingkat wacana, misalnya
menuliskan gagasan yang utuh dalam satu hingga tiga paragraph. Keterampilan
menulis yang paling tinggi tingkatannya adalah keterampilan menulis ekstensif
(extensive writing), yang meliputi kemampuan mengorganisasikan semua
proses dan strategi menulis untuk semua tujuan, misalnya menulis esai, tesis,
novel, dan sebagainya.
Menulis juga dapat dibedakan menurut bentuknya. Salisbury, seperti
dikutip Tarigan (1982: 26-27), membagi tulisan berdasarkan bentuknya sebagai
berikut:
(1) bentuk-bentuk objektif, yang meliputi: a) penjelasan yang terperinci
(2) bentuk-bentuk subjektif, yeng meliputi: a) otobiografi; b) surat-surat; c)
penilaian pribadi; d) esai informal; e) potret/gambaran; f) satire.
Sementara itu, Weaver, seperti dikutip oleh Tarigan (1982: 27),
mengklasifikasikan bentuk menulis sebagai berikut.
(1) Eksposisi, yang meliputi: a) definisi dan b) analisis;
(2) Deskripsi, yang meliputi: a) deskripsi ekspositori dan b) deskripsi literer;
(3) Narasi, yang meliputi: a) urutan waktu; b) motif; c) konflik; d) titik
pandangan; dan d) pusat minat.
Selain itu, klasifikasi yang berbeda tentang jenis tulisan disampaikan
oleh Chenfeld, seperti dikutip Tarigan (1982: 28), yang membedakan antara
tulisan kreatif dan tulisan ekspositori. Yang dimaksud dengan tulisan kreatif
adalah tulisan yang berhubungan dengan ekspresi diri secara pribadi.
Sementara tulisan ekspositori meliputi penulisan surat, penulisan laporan,
resensi buku, dan rencana penelitian.
B.Kreativitas
1. Pengertian dan Teori-Teori Kreativitas
Kata kreativitas diadopsi dari kata bahasa Inggris creativity (kata
benda), yang merupakan derivasi dari kata to create (kata kerja). Ada juga
kata lain yang memiliki akar kata yang sama, yaitu creative, creation, dan
creator. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary, to create
memiliki arti to cause something to exist, to make something new or original.
Dari arti yang terdapat dalam kamus tersebut, to create, yang sering
mensyaratkan unsur baru (new) dan asli (original). Dengan demikian, setiap
kata yang merupakan derivasi dari kata tersebut tentunya memiliki makna baru
dan orisinil.
Sementara itu, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia (2006: 338), kata
kreasi (nomina) berarti: (1) buatan, ciptaan, desain, gubahan, karangan, karya,
komposisi, produk, rakitan, rekaan, susunan; (2) invensi, penciptaan,
penemuan, reka cipta. Kata kreatif (adjective) berarti artistik, imajinatif,
inovatif, inventif, kaya (ki), produktif, subur. Sementara itu, kata kreator
(nomina) berarti arsitek, bapak, inisiator, inventor, pembuat, pencipta, pendiri,
penggubah, pereka cipta.
Joubert (2001: 20-24) mendefinisikan kreativitas sebagai aktivitas
imajinatif yang dikembangkan untuk menghasilkan tujuan tertentu yang
bersifat orisinil dan berharga (creativity as 'imaginative activity fashioned so as
to produce outcomes that are both original and of value). Kreativitas sebagai
aktivitas yang penuh imajinasi berproses sedemikian rupa sehingga
menghasilkan karya yang orisinil dan bernilai. Anak-anak memiliki
kemampuan alamiah dalam menggunakan imajinasi. Mereka bermain
permainan imajinantif, dengan teman-teman imajinernya dan menerbangkan
imajinasi pada tempat-tempat yang sangat jauh, misalnya ke negeri para peri.
Imajinasi dapat bermakna serangkaian tingkat pemikiran yang di dalamnya ada
imajinasi, seumpama dan menjadi imajinatif. Kreativitas adalah proses
mencipta secara aktif, membentuk, mengembangkan, memilah dan mengatur
Santrock (1995: 327) menyatakan bahwa inteligensi tidak sama
dengan kreativitas. Satu perbedaan umum adalah convergent dan divergent
thinking. Convergent thinking adalah menghasilkan satu jawaban yang benar
dan mencirikan jenis pemikiran inteligensi standar berdasarkan tes inteligensi.
Sementara itu, divergent thinking berarti menghasilkan banyak jawaban atas
pertanyaan yang sama dan ini merupakan ciri kreativitas. Jadi, kreativitas
adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan
tidak biasa dan melahirkan suatu solusi unik terhadap masalah-masalah.
Banyak orang kreatif yang inteligen, namun tidak semua orang yang inteligen
adalah orang-orang yang kreatif.
Tokoh lain yang membahas kreativitas adalah Sternberg (2012: 5),
yang menjabarkannya dalam the investment theory of creativity. Menurut teori
ini, seseorang yang ingin mengembangkan kreativitasnya harus
mengembangkan the creativity habit. Creativity habit merujuk pada
pengembangan sikap kritis yang akan menjadikan seseorang tidak hanya
mengakumulasi pengetahuan yang mereka pelajari, tetapi juga menghentikan
anggapan bahwa kreativitas adalah kebiasaan yang buruk. Mereka harus
menolak upaya mengembangkan konsep tanggung jawab yang mendorong
siswa untuk mengakumulasi pengetahuan dari dalam yang mereka pelajari
namun mereka tidak berpikir kreatif dan kritis, mereka harus menilai secara
kreatif, bukan semata-mata keterampilan analisis. Stenberg (2012: 3)
menyatakan bahwa kreativitas itu sama dengan kebiasaan sehingga kreativitas
kreatif biasanya tergambar dari beberapa hal: (1) mencari jalan keluar dari
masalah dan melihat masalah dari sudut pandang yang mungkin tidak
dipikirkan oleh orang lain, (2) mau menanggung resiko yang kemungkinan
orang lain takut menanggungnya, (3) memiliki keberanian berada posisi yang
berbeda atau bertentangan dengan orang banyak dan bertahan dengan
keyakinan yang dimilikinya, (4) berusaha mengatasi hambatan dan tantangan
dalam pandangan mereka dan mungkin orang lain sudah menyerah dalam
menghadapinya. .
Sementara itu the investment theory of creativity menjelaskan bahwa
kreativitas mensyaratkan perpaduan dari enam hal yang berbeda tetapi saling
berhubungan. Sumber kreativitas adalah: (1) kemampuan intelektual
(intellectual abilities), (2) pengetahuan (knowledge), (3) gaya berpikir (styles of
thinking), (4) kepribadian (personality), (5) motivasi (motivation) dan (6)
lingkungan (environment). Berbagai sumber tersebut menjadikan seorang
individu berbeda dengan individu yang lain, namun keputusan untuk
menggunakan sumber daya pada seorang individu merupakan hal penting yang
membedakan seorang individu dengan lainnya. Kreativitas bukan berkaitan
dengan hal yang tunggal, melainkan sebuah sistem yang terdiri dari beragam
hal.
Kemampuan intelektual yang dimiliki seseorang adalah hal penting
namun tidak selalu berhubungan dengan kreativitas yang dimiliki. Ada tiga
keterampilan intelektual yang penting, yaitu: (a) kemampuan sintesis (the
dan melampui batas-batas berpikir yang konvensional (b) kemampuan analitis
(the analytic ability), yaitu kemampuan untuk menyadari tentang ide-ide
seseorang sebagai pencapaian yang berharga, dan (c) kemampuan
kontekstual-praktis (the practical–contextual ability), yaitu kemampuan untuk mengetahui
bagaimana untuk mempengaruhi orang lain dengan ide-ide yang dimiliki.
Amabile, sebagaimana dikutip oleh Adams (2005: 3) dalam National
Center on Education and the Economy (NCEE) Research Summary and Final
Report, menyatakan bahwa kreativitas terjadi karena bertemunya tiga
komponen, yaitu pengetahuan (knowledge), berpikir kreatif (creative thinking)
dan motivasi. Pengetahuan (knowledge) meliputi semua pemahaman yang
relevan dari seorang individu yang menjadikannya melakukan upaya kreatif
(creative effort). Creative thinking berkaitan dengan bagaimana seseorang
mendekati masalah dan hal tersebut berkaitan dengan kepribadiannya, serta
gaya berpikir dan bekerjanya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa aspek kunci dari berpikir kreatif adalah: (1) menyukai perbedaan dengan orang lain dan
mencoba mencari solusi yang menyimpang dari status quo, (2)
mengkombinasikan pengetahuan dari beberapa wilayah yang berbeda, (3)
mampu mengatasi masalah yang sulit dan bertahan di dalamnya, (4) mampu
melangkah lebih maju dalam melakukan usaha dan kemudian kembali dengan
perspektif yang lebih segar. Yang ketiga, motivasi, secara umum dianggap
sebagai kunci dalam produksi kreatif seseorang. Motivasi yang paling penting
dari seseorang adalah motivasi intrinsik dan ketertarikan seseorang pada suatu
Beberapa hal berikut merupakan kunci kreativitas seorang individu
(Adams, 2005: 12), antara lain: (1) pengetahuan: keseimbangan antara
keluasan dan kedalaman pengetahuan; (2) Berpikir: kemampuan yang kuat
untuk membuat generalisasi ide-ide baru dengan mengkombinasikan beberapa
elemen yang terdahulu; (3) motivasi pribadi: tingkat motivasi intrinsik yang
memadai dan ketertarikan terhadap kombinasi pekerjaan dengan motivasi
sinergis yang memadai dan rasa percaya diri; (4) lingkungan: iklim yang tidak
memaksa, iklim yang kondusif yang tidak terkontrol; (5) keputusan yang
eksplisit untuk menjadi kreatif dengan kesadaran meta-kognitif dalam
melakukan proses kreatif akan menyebabkan munculnya kreativitas dalam
jangka waktu yang lama.
Jadi, jika seseorang akan mengembangkan kreativitasnya, maka lima
hal menurut Adams tersebut harus dikembangkan secara maksimal. Pendidikan
dapat menjadi tempat yang kondusif untuk mengembangkan kreativitas jika
menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya kreativitas dalam diri anak
didiknya.
2. Kreativitas dalam Pendidikan
Kreativitas merupakan komponen yang sangat penting dalam
pendidikan. Kreativitas akan memunculkan ide atau gagasan baru yang sangat
besar kontribusinya bagi kemajuan pendidikan. Tanpa kreativitas, pendidikan
akan bersifat stagnan, ajeg, dan menjenuhkan. Kreativitas juga menjadi salah
Pada dasarnya, kreativitas sudah menjadi pemikiran para
filosof-filosof besar sejak ribuan tahun yang lalu. Gaut (2010: 1034) menyatakan
bahwa filosof-filosof besar memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap topik
kreativitas. Plato menyatakan bahwa inspirasi adalah semacam kegilaan. Kant
menghubungkan kreativitas dengan imajinasi: dua hal yang sangat berpengaruh
pada gaya romantisisme dan oleh karena itu berkaitan dengan konsep popular
tentang kreativitas.
Mengembangkan kreativitas dalam pendidikan menurut Shaheen
(2010: 166) diarahkan pada banyak bidang dan kreativitas berkaitan dengan
problem yang bersifat ambigu, menghadapi dunia yang berubah cepat dan
menghadapi masa depan yang belum pasti. Akan tetapi, sesungguhnya esensi
dari pendidikan adalah sebagai “fundamental life skill”. Pengembangan
kreativitas siswa dalam pendidikan adalah awal dari pembentukan “human
capital”.
Torrance dalam Wittrock (1986: 641) menjelaskan bahwa pada tahun
1980-an mulai tumbuh minat baru dalam penelitian, yaitu penelitian tentang
anak-anak usia dini yang berbakat (preschool gifted and talented children).
Penelitian tersebut antara lain adalah penelitian Karnes yang berjudul “The
Underserved: our young gifted children”; penelitian Rodell, Jacskson, and
Robinson (1980) yang berjudul Gifted Young Children, penelitian dari The
National/State Leadership Training Institute on the Gifted and Talented yang
berjudul Educating the preschool primary gifted and talented. Karnes dkk.,
pembelajaran yang ditawarkan untuk anak-anak muda yang berbakat dengan
karakteristik pembelajaran: (1) mendorong anak-anak untuk mengembangkan
rasa ingin tahu secara mendalam (encouragement of children to pursue interest
in depth); (2) pembelajaran berbasis kebutuhan, bukan pembelajaran berbasis
pada pada urutan tertentu tanpa mempertimbangkan kebutuhan siswa
(predetermined order atau sequence of instruction); (3) aktivitas yang
dilaksanakan lebih kompleks dan mensyaratkan lebih banyak proses berfikir
yang abstrak dan level pemikiran yang lebih tinggi; (4) fleksibilitas lebih besar
dalam menggunakan materi, waktu dan sumberdaya; (5) ekpektasi yang tinggi
bahwa anak mampu mandiri dan melaksanakan tugas dengan tekun (for
independence and persistence to the tasks); (6) dorongan yang lebih tinggi
untuk pengembangan kreativitas dan pemikiran yang produktif; (7) lebih
banyak memberikan perhatian terhadap makna tingkah laku dan perasaan
terhadap diri sendiri dan orang lain (interpreting behavior and feelings of self
and other); (8) lebih banyak kesempatan untuk memperluas dasar-dasar
pengetahuan dan mengembangkan kemampuan bahasa yang lebih luas.
Lin (2011: 149) menyatakan bahwa pemahaman dan implikasi dalam
pengembangan kreativitas dalam pendidikan, dapat diteliti dalam tiga aspek.
Pertama, aspek yang berkaitan dengan pengajaran (teaching), yang termasuk
di dalamnya adalah bagaimana mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan
inovatif yang merangsang pengembangan kecerdasan majemuk. Kedua,
menciptakan lingkungan yang kondusif (creating an environment), baik
dan antusisasme siswa. Ketiga, berkaitan dengan pemeliharaan kreativitas
berkaitan dengan etos guru, yaitu berkaitan dengan apakah guru memiliki sikap
terbuka terhadap ide-ide atau perilaku kreatif, menunjukkan sikap humanistic
dalam mengontrol ideologi siswanya sebagai lawan dari sikap otoriter, menjadi
manusia yang fleksibel dan penghargaan terhadap pemikiran yang independen.
Pengembangan kreativitas didasarkan pada dua kerangka teoretik,
yaitu: (1) kreativitas adalah hal yang dapat dikembangkan (creativity can be
developed); (2) setiap orang memiliki potensi untuk menjadi kreatif (Everyone
Has the Potential to Be Creative) (Lin, 2011: 150-151). Pada awal abad 20-an,
persepsi penelitian tentang sumber kreativitas yang dimiliki seseorang, mulai
bergeser secara bertahap, yaitu dari keyakinan bahwa kreativitas adalah
kecerdasan yang diwariskan sehingga menempatkan kemampuan individu pada
tempat yang tinggi, bergeser kepada kemampuan manusia yang beragam
(diverse human abilities). Kreativitas pada awalnya diyakini dibawa sejak lahir
dan menunjukkan keistimewaan seseorang sehingga orang yang tidak
memilikinya dianggap sebagai orang yang terlahir tidak memiliki kreativitas.
Setelah tahun 50-an, para peneliti lebih banyak memberikan perhatian
pada pengembangan kreativitas dan sejak itulah banyak terjadi perubahan
dalam teori kreativitas dalam dunia pendidikan. Pendidik harus percaya bahwa
secara natural, anak-anak adalah makhluk kreatif, terbuka terhadap
pengalaman, dan cenderung tertarik pada hal-hal atau ide yang baru.
Kreativitas sebagai kemampuan alami ini akan berkembang jika anak-anak
diciptakan oleh orang dewasa. Penganut humanistitasik memandang kreativitas
sebagai kemampuan alami dari seorang individu yang harus dikembangkan,
diperluas, diekspresikan, dan diaktifkan (Sumiarti, 2016).
Guru-guru harus kreatif dan mau belajar dari siswa-siswi mereka
tanpa rasa khawatir akan terlihat bodoh di depan siswa-siswi mereka. Para guru
harus mampu mengekplorasi bakat kreatif siswa-siswi mereka, baik dalam
pengajaran maupun area yang lain agar kreativitas siswa-siswi mereka dapat
berkembang. Sebaliknya, guru tidak akan dapat mengembangkan kemampuan
kreatif siswa jika dirinya tidak kreatif. Kreativitas guru tidak boleh
melumpuhkan kreativitas siswa, melainkan justru menjadi inspirasi bagi siswa
untuk menjadi kreatif dan mengembangkan kreativitas mereka.
3. Model Pengembangan Kreativitas
Joubert (2001: 22-23) menyatakan bahwa ada tiga prinsip yang harus
dilakukan agar pendidikan dapat mengembangkan kreativitas anak didiknya.
Tiga kunci tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Encouraging. To encourage berarti mendorong. Dalam konteks ini, guru
harus mampu mendorong kepercayaan dan sifat-sifat siswanya bahwa mereka
memiliki potensi kreatif. Dorongan ini akan membuat mereka mereka memiliki
kepercayaan bahwa sesala sesuatu itu mungkin dan guru juga harus
memberikan mereka kepercayaan untuk mencoba. Dorongan terhadap
anak-anak untuk menggunakan bakat kreatif mereka akan menyebabkan
terbangunnya harga diri dan kepercayaan diri. Selanjutnya, mereka akan
mengembangkan motivasi instrinsik, misalnya mengembangkan rasa ingin
tahunya, guru dapat mengembangkan bentuk motivasi ekstrinsik, misalnya
dengan memberikan insentif atau penghargaan. Anak-anak harus belajar bahwa
mengatasi masalah dapat dilakukan tidak hanya dengan satu cara, tetapi ada
banyak kemungkinan untuk memecahkan suatu masalah, demikian juga dalam
menafsirkan sebuah situasi. Mereka tidak boleh putus asa setelah melakukan
satu upaya, gagal atau sukses; mereka harus selalu didorong untuk mencoba
serangkaian pendekatan lain untuk mengatasinya. Fleksibilitas adalah sifat
kreatif sehingga guru harus mendorong siswanya untuk mempertahankan
fleksibilitas masa muda mereka dan harus mencapainya. Kemungkinan untuk
tumbuh, keterbukaan terhadap pengalaman, kapasitas untuk berpikir seseorang,
dan menggunakan humor yang sesuai adalah adalah sifat kreatif selanjutnya
yang dapat dikembangkan ketika mereka sekolah;
(2) Identifying, yaitu aktivitas kreatif adalah hal yang mungkin dilakukan
dalam semua mata pelajaran di sekolah dan dalam semua area kehidupan. Seni
sering dimaknai sebagai 'the creative arts'. Banyak mata pelajaran, misalnya
matematika, sejarah atau sastra tidak diajarkan dengan menggunakan cara yang
tidak kreatif. Setiap individu memiliki kekuatan kreatif dalam hal yang berbeda
dan guru seharusnya membantu siswa untuk mengenai kekuatan kreatif
tersebut. Guru harus memperluas konsep tentang pencapaian kreativitas untuk
mengidentifikasi kekuatan kreatif yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
Biasanya kreativitas berkaitan dengan domain yang spesifik, misalnya artis
tidak harus kreatif menguasai alat musik lain. Anak-anak harus dapat
mengidentifikasi kekuatan kreatif mereka sendiri, menganalisis strategi
kreatifnya dan menggunakan pendekatan meta-cognitive thinking.
(3) Fostering. To foster berarti membantu mengembangkan. Guru harus
membantu mengembangan potensi kreatif semua siswanya melalui proses yang
di dalamnya kreativitas benar-benar dihargai. Siswa dilatih untuk menjadi
kreatif. Latihan membuat semua hal lebih baik (practice does make better).
Anak-anak menikmati saat-sat menjadi kreatif dan 'learning by doing'. Semua
hasil proses kreatif yang ditemukan dan dilakukan oleh anak-anak akan diingat
dan bernilai bagi mereka. Pembelajaran adalah proses penemuan (learning is a
process of discovery). Aktivitas kreatif dapat pula menjadi evaluasi materi
pembelajaran karena anak-anak sangat memahami sebuah konsep jika dia bisa
mempraktikkannya.
Kreativitas pada anak-anak dapat dikembangkan melalui permainan
aktual dan permainan mental. Beberapa manfaat pedagogis dari permainan
pada masa anak-anak menurut Joubert (2001:20-25), adalah: (1) memotivasi
anak-anak dan mengembangkan pembelajaran; (2) menyediakan sebuah
konteks untuk ekplorasi dan ekspreimen; (3) permainan merupakan ‘pekerjaan’
anak-anak; (4) permainan sesuai dengan perkembangan anak-anak. Jika
permainan pedagogis dikembangkan, kemampuan anak-anak untuk
4. Pembelajaran Menulis Berbasis Pengembangan Kreativitas
Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa. Sebagai sebuah keterampilan, menulis tidak
dapat diperoleh secara tiba-tiba, tetapi harus melalui latihan dan praktik. Oleh
karena itu, semakin banyak latihan yang dilakukan, semakin baik keterampilan
ini dikuasai.
Berdasarkan prinsip penguasaan keterampilan tersebut, pembelajaran
menulis pada anak-anak menjadi penting untuk menjadikan seseorang terampil
menulis. Jika menulis dilatihkan sejak anak-anak, sudah tentu durasi waktu
untuk praktik akan lebih banyak dibandingkan jika menulis baru dikenalkan
dan dipraktikkan setelah seseorang tumbeh dewasa. Dengan demikian, peluang
untuk menjadi terampil menulis pun akan lebih besar.
Namun demikian, waktu bukanlah satu-satunya hal yang berperan
untuk menjadikan seseorang terampil menulis. Model pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik anak juga menjadi faktor yang sangat berperan
dalam meningkatkan keterampilan menulis. Sesuai dengan sifatnya, masa
anak-anak adalah masa bermain. Idealnya, pembelajaran pada masa anak-anak
pun harus memperhatikan karakteristik tumbuh kembang anak. Permainan
adalah salah satu model pembelajaran yang tepat diterapkan untuk anak-anak.
Berbagai kajian teoretis tentang pembelajaran, menulis dan kreativitas
yang dipaparkan di atas memberikan simpulan bahwa yang dimaksud dengan
pembelajaran menulis berbasis pengembangan kreativitas dalam tesis ini
tahap persiapan, penyampaian, pelatihan/praktik, dan penyampaian hasil, untuk
melatih keterampilan mengungkapkan ide atau gagasan dengan simbol-simbol
grafis melalui aktivitas yang diarahkan untuk melatih pembelajar untuk
memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru, tidak biasa, dan variatif, serta
melahirkan solusi unik.
C.Penelitian yang Relevan
Untuk mengetahui posisi penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, berikut ini dipaparkan beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini.
1. Penelitian Sumiarti yang berjudul Pola Pendidikan Pendidikan Cerdas
Kreatif Berkarakter: Praksis di Rumah Kreatif Wadas Kelir Purwokerto
Jawa Tengah. Penelitian ini mendeskripsikan pola pendidikan yang
diselenggarakan di RKWK dan merumuskan pola pendidikan yang
diterapkan. Penelitian tersebut menghasilkan temuan sebagai berikut.
a. Konsep dan filosofi pendidikan Rumah Kreatif Wadas Kelir
didasarkan pada konsep filosofis manusia sebagai makhluk tiga
dimensi: the hand, the head, dan the heart. Konsep tersebut menjadi
dasar pemikiran tentang pendidikan anak-anak yang didasarkan pada:
(a) paradigma teori multiple intelligences; (b) Mengembangkan
kreativitas anak di bidang logika/matematika, bahasa, warna, gerak
dan musik; (c) pendidikan karakter yang terintegrasi dengan
b. Praktik Pendidikan Rumah Kreatif Wadas Kelir didasarkan pada
rumusan konsep pendidikan yang dimiliki RKWK, yang diwujudkan
dalam bentuk kegiatan: (a) bermain kreativitas
angka/logika/matematika; (b) bermain kreativitas bahasa; (c) bermain
kreativitas warna; (d) bermain kreativitas gerak; dan (e) bermain
kreativitas musik.
c. Pola Praksis Pendidikan Rumah Kreatif Wadas Kelir yaitu Rumah
Kreatif Wadas Kelir memiliki pola dialektis antara Konsep Pendidikan
dengan Praktik Pendidikan yang bersifat daur/siklus sehingga konsep
pendidikan yang dirumuskan senantiasa diperbaiki dan ditingkatkan.
Penelitian Sumiarti tersebut memiliki persamaan dengan penelitian
ini, yaitu meneliti praktik pendidikan dan pembelajaran di RKWK. Namun
demikian, penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut karena
penelitian ini akan menggali salah satu aspek pembelajaran saja yang
dilakukan di RKWK, yaitu pembelajaran menulis. Metode penelitian yang
digunakan oleh dalam penelitian ini sama dengan metode yang digunakan
oleh Sumiarti, yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian fenomenologis, yaitu ingin menggambarkan sebuah kejadian
unik dan menarik untuk dikaji dan dijadikan fokus penelitian. Sementara
itu, secara teoretis, penelitian Sumiarti lebih berfokus pada teori multiple
intelligence dan teori kreativitas, sedangkan penelitian ini lebih berfokus
2. Penelitian Rofik Andi Hidayatulloh yang berjudul Pengembangan
Multiple Intellegences Melalui Pembelajaran Kreatif di Rumah Kreatif
Wadas Kelir. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa di RKWK
dikembangkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences), terutama 5
kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa (linguistic-verbal intelligence),
kecerdasan logika-matematika (logical-mathematic intelligence),
kecerdasan visual-spatial, kecerdasan gerak tubuh/kinestetik, dan
kecerdasan musik. Kelima jenis kecerdasan tersebut dikembangkan
melalui pembelajaran kreatif.
Seperti penelitian Sumiarti, lokasi penelitian Rofik Andi H ini di RKWK.
Yang berbeda adalah fokus penelitiannya. Rofik meneliti tentang
pengembangan kecerdasan majemuk, sedangkan penelitian ini akan
memfokuskan lebih memndalami salah satu saja dari kecerdasan majemuk
yang dikembangkan di RKWK, yaitu kecerdasan bahasa, khususnya
menulis.
Dengan demikian, jelaslah bahwa dua penelitian yang disebutkan di
atas berbeda dengan penelitian ini dalam hal fokus penelitian.
D.Kerangka Pikir Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang optimal dan sesuai dengan tujuan
penelitian, perlu disusun suatu kerangka konseptual yang nantinya dapat
digunakan sebagai petunjuk dan arah bagi kajian-kajian teori yang dilakukan
Rumah Kreatif Wadas Kelir Purwokerto ini dilaksanakan dengan kerangka
pikir penelitian sebagai berikut.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di RKWK berawal dari
keprihatinan pendirinya terhadap kondisi anak-anak di lingkungan sekitarnya
yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan televise atau bermain game.
Akibatnya, mereka tidak memiliki karya produktif dan kurang berprestasi di
sekolah. Melihat fenomena tersebut, RKWK menawarkan konsep
pembelajaran kreativitas menulis untuk anak-anak dan telah dipraktikkan
selama tiga tahun terakhir. Pembelajaran kreativitas menulis yang
diselenggarakan oleh RKWK ini ternyata telah menghasilkan banyak anak
yang belajar di sana menyukai aktivitas menulis dan menghasilkan tulisan yang
tidak hanya dinikmati sendiri atau dinilai oleh guru, melainkan juga
menghasilkan tulisan-tulisan yang dimuat di media masa, dibaca banyak orang,
dan bahkan meraih kejuaraan-kejuaraan hingga tingkat nasional. Untuk
mengungkap segala sesuatu di balik keberhasilan RKWK inilah penelitian ini