• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eko Rio Pramudyo Mahasiswa Informatika, FT UMRAH,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eko Rio Pramudyo Mahasiswa Informatika, FT UMRAH,"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE SUGENO DAN NAIVE BAYES (STUDI KASUS RUMAH SAKIT OTORITA BATAM)

Eko Rio Pramudyo

Mahasiswa Informatika, FT UMRAH, ekoriopramudyo@gmail.com Martaleli Bettiza, S.Si., M.Sc

Dosen Informatika, FT UMRAH, mbettiza@gmail.com Sulfikar Sallu, S.Kom., M .Ko m

Dosen Informatika, FT UMRAH, sulfikar.salu@umrah.ac.id

I. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan, menjadikan pola makan tidak teratur, kurang olahraga, jam kerja berlebihan, tidur yang tidak cukup serta konsumsi makanan cepat saji sudah menjadi kebiasaan lazim yang berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

Infeksi yang terjadi lebih sering disebabkan oleh virus meski bakteri juga bisa menyebabkan kondisi ini. Kondisi ini menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu. Jika tidak segera ditangani, ISPA dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan tubuh. Secara anatomik, ISPA dikelompokkan menjadi ISPA atas misalnya batuk, pilek, faringitis, dan ISPA bawah seperti bronkitis, bronkiolitis, pneumonia, ISPA atas jarang menyebabkan kematian walaupun insidennya jauh lebih tinggi daripada ISPA bawah.

Kehadiran sistem pakar diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang berbasis web ini memberikan kemudahan dalam proses diagnosa, jenis penyakit dan cara mengatasinya. Maka

dalam hal ini penulis ingin membuat suatu sistem pakar yang bisa membantu untuk melaksanakan diagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Dalam penelitian kali ini, algoritma yang digunakan penulis adalah Metode Sugeno dan Naive Bayes. Kelebihan Metode Naive Bayes sendiri adalah mudah di implementasi serta memberikan hasil yang baik untuk banyak kasus, sama halnya dengan Sistem fuzzy Sugeno memperbaiki kelemahan yang dimiliki oleh sistem fuzzy murni untuk menambah suatu perhitungan matematika sederhana sebagai bagian THEN. Pada perubahan ini, sistem fuzzy memiliki suatu nilai rata-rata tertimbang (Weighted Average Values) di dalam bagian aturan fuzzy IF-THEN. (Kusumadewi, 2010).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul yaitu “Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan Menggunakan Metode Sugeno dan Naive Bayes".

(2)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu antara lain sebagai berikut :

Pindan Jati Kusuma (2013) pada penelitiannya Data Mining Untuk Mendiagnosa Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Menggunakan Metode Naïve Bayes (Studi Kasus: Puskesmas Toroh 1 Kabupaten Grobogan) Penelitian ini menggunakan algoritma Naive Bayes Classifier sebagai salah satu algoritma klasifikasi data mining. Obyek penelitan dilakukan pada Puskesmas Toroh 1 Kabupaten Grobogan untuk mengambil dataset pasien. Dataset memuat 39 atribut, 32 diantaranya merupakan atribut gejala-gejala penyakit, dengan total data berjumlah 1010 baris data. Hasil pemodelan diukur menggunakan table confusion matrix untuk menghitung akurasi. Pada penelitian ini terbukti Naive Bayes classifier mampu menghasilkan akurasi yang tepat. Hasil dari penelitan ini dapat digunakan untuk memberikan referensi kepada pihak petugas kesehatan dan bagi pasien dalam penyimpulan hasil analisa penyakit ISPA

.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sistem Pakar

Sistem Pakar (Expert System) adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk problema-problema Rohman & Fauzijah -Aplikasi Sistem Pakar untuk Menentukan Jenis Gangguan pada Anak dalam suatu domain yang spesifik. Sistem pakar merupakan program computer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Implementasi sistem pakar banyak digunakan dalam bidang psikologi karena sistem pakar dipandang sebagai cara penyimpanan pengetahuan pakar pada bidang tertentu dalam program komputer sehingga keputusan dapat diberikan dalam

melakukan penalaran secara cerdas. (Kusumadewi, 2003).

Perbandingan sistem konvensional dengan sistem pakar sebagai berikut (Kusumadewi, 2003) :

Tabel 1 Perbandingan Sistem Konvensional Dengan Sistem Pakar

Sistem Konvensional Sistem Pakar Informasi dan pemrosesan

umumnya digabung dalam satu program sequential.

Knowledge base terpisah dari mekanisme pemrosesan (inference). Program tidak pernah

salah (kecuali

pemrogramnya yang salah).

Program bisa melakukan kesalahan.

Tidak menjelaskan mengapa input dibutuhkan atau bagaimana hasil diperoleh.

Penjelasan (explanation) merupakan bagian dari ES.

Data harus lengkap. Data tidak harus lengkap. Perubahan pada program

merepotkan.

Perubahan pada rules dapat dilakukan dengan mudah. Sistem bekerja jika sudah

lengkap.

Sistem bekerja secara heuristik dan logic. Suatu sistem dikatakan sistem pakar apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):

1. Terbatas pada domain keahlian tertentu. 2. Dapat memberikan penalaran untuk

data-data yang tidak pasti.

3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.

4. Berdasarkan pada kaidah atau rule tertentu.

5. Dirancang untuk dikembangkan sacara bertahap.

6. Keluarannya atau output bersifat anjuran. Adapun banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengembangkan sistem pakar, antara lain (Kusumadewi, 2003): 1. Masyarakat awam non-pakar dapat

memanfaatkan keahlian di dalam bidang tertentu tanpa kehadiran langsung seorang pakar.

(3)

2. Meningkatkan produktivitas kerja, yaitu bertambahnya efisiensi pekerjaan tertentu serta hasil solusi kerja.

3. Penghematan waktu dalam menyelesaikan masalah yang kompleks. 4. Memberikan penyederhanaan solusi

untuk kasus-kasus yang kompleks dan berulang-ulang.

5. Pengetahuan dari seorang pakar dapat dikombinasikan tanpa ada batas waktu. 6. Memungkinkan penggabungan berbagai

bidang pengetahuan dari berbagai pakar untuk dikombinasikan.

2.2.2 Metode Sugeno

Penalaran dengan metode SUGENO hampir sama dengan penalaran MAMDANI, hanya saja output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno Kang pada tahun 1985, sehingga metode ini sering juga dinamakan dengan Metode Takagi Sugeno Kang. Aturan pada model fuzzy Sugeno mempunyai bentuk :

IF Input 1 = x and Input 2 = y then Output is z = ax+by+c untuk model Sugeno orde-Nol, Output level zi dari setiap aturan

merupakan berat aturan wi (firing strength). Sebagai contoh, untuk aturan AND dengan Input 1 = x dan input 2 = y, maka firing strength adalah : wi = AndMethod (F1(X), F2(Y)) dimana F1, 2 (.) adalah membership function untuk Input 1 dan 2.

Keuntungan metode Sugeno: 1. Komputasinya lebih efisien.

2. Bekerja paling baik untuk teknik linear (control PID, dll).

3. Bekerja paling baik untu teknik optimasi dan adaptif.

4. Menjamin kontinuitas permuakaan output.

5. Lebih cocok untuk analisis secara matematis.

Menurut Cox (1994), Metode TSK terdiri-dari 2 jenis model fuzzy, yaitu: a. Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol

Secara umum bentuk model fuzzy SUGENO Orde-Nol adalah:

IF (x1 is A1)◦(x2 is A2)◦(x3 is A3)◦…◦(xN is

AN) THEN z=k dengan Ai adalah himpunan

fuzzy ke-i sebagai anteseden, dan k adalah suatu konstanta (tegas) sebagai konsekuen. Apabila komposisi aturan menggunakan metode SUGENO, maka deffuzifikasi dilakukan dengan cara mencari nilai rata-ratanya (Kusumadewi, 2010:46).

Sistem fuzzy Sugeno memperbaiki kelemahan yang dimiliki oleh sistem fuzzy murni untuk menambah suatu perhitungan matematika sederhana sebagai bagian THEN. Sistem fuzzy Sugeno juga memiliki kelemahan terutama pada bagian THEN, yaitu dengan adanya perhitungan matematika sehingga tidak dapat menyediakan kerangka alami untuk merepresentasikan pengetahuan manusia dengan sebenarnya. Permasalahan kedua adalah tidak adanya kebebasan untuk menggunakan prinsip yang berbeda dalam logika fuzzy, sehingga ketidakpastian dari sistem fuzzy tidak dapat direpresentasikan secara baik dalam kerangka ini. (Kusumadewi, 2010).

Himpunhan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:

a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahsa alami, seperti:

MUDA, PAROBAYA, TUA.

b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb.

2.2.3 Metode Naive Bayes

Metode Naive Bayes merupakan salah satu metode yang terdapat pada teknik klasifikasi. Naive Bayes merupakan pengklasifikasian dengan metode probabilitas dan statistik yang dikemukan oleh ilmuwan Inggris Thomas Bayes, yaitu memprediksi peluang di masa depan

(4)

berdasarkan pengalaman dimasa sebelumnya sehingga dikenal sebagai Teorema Bayes. Metode Naive Bayes merupakan pendekatan statistik untuk melakukan inferensi induksi pada persoalan klasifikasi. Metode ini menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Dalam ilmu statistik, probabilitas bersyarat dinyatakan seperti gambar.

Gambar 1. Diagram Probabilitas Bersyarat Metode Naive Bayes

𝑃(𝐻|𝑋) =𝑃(𝑋|𝐻). 𝑃(𝐻) 𝑃(𝑋) Persamaan 1. Metode Naive Bayes Keterangan :

X : Data dengan class yang belum diketahui H : Hipotesa data X merupakan suatu cass

spesifik

P(H|X) : Probabilitas hipotesis H berdasar kondisi X (posteriori probability)

P(H) : Probabilitas hipotesis H (prior probability) P(X|H) : Probabilitas X berdasarkan kondisi pada

hipotesis H P(X) : Probabilitas X

III. METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur yaitu penulis mempelajari teori-teori berhubungan dengan penelitian yang diangkat yaitu mengenai penerapan Metode Sugeno dan Naive Bayes, lalu data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam pasien penyakit umum yang diambil di Rumah Sakit Otorita Batam bersama dengan dr. Adam Muchtar sebagai pakar di Rumah Sakit Otorita Batam dimulai dari tanggal 07 September s/d 07 Oktober 2015 dan dari berbagai sumber-sumber yang ada seperti buku, artikel, jurnal dan situs-situs internet.

Menurut Roger S. Pressman, terdapat beragam model proses pengembangan perangkat lunak, diantaranya Linear

Sequential Model (Model Sekuensial

Linear). Model sekuensial linear melakukan pendekatan pada perkembangan perangkat lunak yang sistemik dimulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada analysis, design,

code, dan test. Roger S. Pressman membagi tahapan model ini dalam 4 tahap yaitu :

Gambar 2. Metode Pengembangan Sistem

IV. PEMBAHASAN

Adapun alur kerja sistem ini yaitu sebagai berikut :

1. Penginputan data dalam proses perhitungan dilakukan dengan satu tahap yaitu berupa jenis kelamin, usia, batuk, pilek, nyeri menelan, sesak, tenggorokkan gatal, dan demam untuk diproses sebagai data input pada Metode Sugeno dan Naive Bayes berupa data numerik berada pada skala 1 sampai dengan 10. Selanjutnya sistem menghitung data-data yang telah diinput pada masing-masing metode yaitu Metode Sugeno dan Naive Bayes. 2. Sistem ini secara khusus dirancang untuk

dapat mendiagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada pasien resiko. Data yang diinput otomatis akan tersimpan dalam database sistem, kemudian data diproses untuk mendapatkan diagnosa berupa ISPA dan Tidak ISPA.

Selanjutnya dalam pengujian sistem pakar diagnosa penyakit ISPA dilakukan pengujian terhadap data uji yaitu:

1. Data uji berupa gejala seperti jenis kelamin, usia, batuk, pilek, nyeri menelan sesak, tenggorokan gatal, dan demam yang diperoleh dari pasien yang telah melakukan input data.

2. Data yang telah dinput lalu akan dilakukan proses perhitungan pada sistem dengan metode sugeno dan naive bayes.

3. Selanjutnya untuk tahap akhir dilakukan pengujian tingkat akurasi pada masing-masing metode.

(5)

Adapun berikut Flow Chart Sistem diagnosa penyakit ISPA dengan Metode sugeno dan naive bayes pada data pasien sebagai berikut :

Gambar 3. Flow Chart Sistem

4.1 Menghitung Diagnosa Penyakit ISPA Dengan Metode Naive Bayes Adapun variabel penentu yang digunakan dalam mendiagnosa penyakit ISPA yaitu:

 Jenis Kelamin

Merupakan variabel jenis kelamin pasien penyait ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan.

 Usia

Merupakan variabel usia pasien penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu 1-11 tahun, 12-35 tahun, > 35 tahun.

 Batuk

Merupakan variabel gejala batuk dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak.  Pilek

Merupakan variabel gejala pilek dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak.  Nyeri Menelan

Merupakan variabel gejala nyeri menelan dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak.

 Sesak

Merupakan variabel gejala sesak dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak.  Tenggorokkan Gatal

Merupakan variabel gejala tenggorokkan gatal dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak.

 Demam

Merupakan variabel gejala demam dari penyakit ISPA yang dikelompokkan dalam dua kategori Ya dan Tidak. Tabel 1. Data Training

N o . Jen is K el am in U si a B at u k P il ek N y er i M en el an S esak T en g g o ro k k an G at al D emam Statu s P en y ak it 1. La k i-la k i 1 -1 1 T ah u n Ya Ya Ti d ak Ya Ti d ak Ya ISPA 2. La k i-la k i 1 -1 1 T ah u n Ti d ak Ti d ak Ti d ak Ya Ti d ak Ti d ak ISPA 3. La k i-la k i 1 -1 1 T ah u n Ya Ti d ak Ti d ak Ti d ak Ti d ak Ya ISPA 4. La k i-la k i 1 -1 1 T ah u n Ya Ti d ak Ti d ak Ya Ti d ak Ti d ak ISPA 5. La k i-la k i 12 -3 5 Ta h u n Ya Ya Ti d ak Ti d ak Ti d ak Ti d ak ISPA

Berdasarkan tabel diatas dapat dihitung klasifikasi data pasien ISPA apabila diberikan input berupa jenis kelamin, usia, batuk, pilek, nyeri menelan, sesak, tenggorokkan gatal, dan demam menggunakan Metode Naive Bayes.

Dari beberapa data yang telah di uji, maka didapat hasil sebagai berikut :

(6)

1. Pengujian Menggunakan Metode Naive Bayes

 Nama : rasyid  Usia : 25 Tahun  Jenis Kelamin : Laki-laki

Input: batuk = 7, pilek = 2, nyeri menelan = 3, sesak = 2, tenggorokkan gatal = 3, demam = 36˚C.

Hasil Diagnosa = ISPA

2. Pengujian Menggunakan Metode Naive Bayes

 Nama : rasyid  Usia : 25 Tahun  Jenis Kelamin : Laki-laki

Input: batuk = 7, pilek = 2, nyeri menelan = 3, sesak = 2, tenggorokkan gatal = 3, demam = 36˚C.

Hasil Diagnosa = ISPA

3. Pengujian Menggunakan Metode Naive Bayes

 Nama : rasyid  Usia : 25 Tahun  Jenis Kelamin : Laki-laki

Input: batuk = 7, pilek = 2, nyeri menelan = 3, sesak = 2, tenggorokkan gatal = 3, demam = 36˚C.

Hasil Diagnosa = ISPA

5.2 Menghitung Diagnosa Penyakit ISPA dengan Metode Sugeno

Sebelum dilakukan inferensi perlu dicari terlebih dahulu derajat keanggotaan nilai tiap variabel dalam setiap himpunan dengan menggunakan persamaan.

1. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership

fuction) adalah suatu kurva yang

menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya.

a. Batuk

Gambar 4. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Batuk Himpunan Ringan 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−1 3 , 𝑥 ≤ 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 4 1 < 𝑥 ≤ 4

Gambar 5. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Batuk Himpunan Sedang 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−4 3 , 𝑥 ≤ 4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 7 4 < 𝑥 ≤ 7

Gambar 6. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Batuk Himpunan Berat

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥 − 7 3 , 𝑥 ≤ 7 𝑥 > 7 b. Pilek

Gambar 7. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Ringan

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−1 3 , 𝑥 ≤ 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 4 1 < 𝑥 ≤ 4

(7)

Gambar 8. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Sedang 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−4 3 , 𝑥 ≤ 4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 7 4 < 𝑥 ≤ 7

Gambar 9. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Berat 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−7 3 , 𝑥 ≤ 7 𝑥 > 7 c. Nyeri Menelan

Gambar 10. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Ringan

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−1 3 , 𝑥 ≤ 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 4 1 < 𝑥 ≤ 4

Gambar 11. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Sedang 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−4 3 , 𝑥 ≤ 4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 7 4 < 𝑥 ≤ 7

Gambar 12. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Berat 𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−7 3 , 𝑥 ≤ 7 𝑥 > 7 d. Sesak

Gambar 13. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Ringan

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−1 3 , 𝑥 ≤ 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 4 1 < 𝑥 ≤ 4

Gambar 14. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Sedang

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−4 3 , 𝑥 ≤ 4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 7 4 < 𝑥 ≤ 7

Gambar 15. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Berat

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−7 3 , 𝑥 ≤ 7 𝑥 > 7 Persamaan 4.2

(8)

e. Tenggorokkan Gatal

Gambar 16. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Ringan

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−1 3 , 𝑥 ≤ 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 4 1 < 𝑥 ≤ 4

Gambar 17. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Sedang

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−4 3 , 𝑥 ≤ 4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 7 4 < 𝑥 ≤ 7

Gambar 18. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Berat

𝜇[𝑥] = { 0, 𝑥−7 3 , 𝑥 ≤ 7 𝑥 > 7 f. Demam

Gambar 19. Fungsi Keanggotaan pada Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Demam

Fungsi keanggotaan untuk himpunan RENDAH seperti terlihat pada Gambar 19.

𝜇𝑅𝐸𝑁𝐷𝐴𝐻[𝑥] = { 0, 𝑥−33 2 , 37−𝑥 2 , 𝑥 ≤ 33 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 37 33 < 𝑥 ≤ 35 35 < 𝑥 ≤ 37

Fungsi keanggotaan untuk himpunan NORMAL seperti terlihat pada Gambar 19.

𝜇𝑁𝑂𝑅𝑀𝐴𝐿[𝑥] = { 0, 𝑥−35 2 , 39−𝑥 2 , 𝑥 ≤ 35 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 39 35 ≤ 𝑥 ≤ 37 37 ≤ 𝑥 ≤ 39

Fungsi keanggotaan untuk himpunan TINGGI seperti terlihat pada Gambar 4.17.

𝜇𝑇𝐼𝑁𝐺𝐺𝐼[𝑥] = { 0, 𝑥 − 37 2 , 42 − 𝑥 3 , 𝑥 ≤ 37 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 42 37 ≤ 𝑥 ≤ 39 39 ≤ 𝑥 ≤ 42

2. Pembentukan Aturan Fuzzy

Seperti telah dijelaskan di depan, bahwa ada 729 kombinasi batuk, nyeri menelan, sesak, tenggorokkan gatal, demam.

Ke-729 aturan tersebut adalah:

[244] IF Batuk SEDANG and Pilek RINGAN and Nyeri Menelan RINGAN and Sesak RINGAN and Tenggorokan Gatal RINGAN and Demam RENDAH

THEN Rata-rata Pasien Penyakit ISPA = 5 [245] IF Batuk SEDANG and Pilek

RINGAN and Nyeri Menelan RINGAN and Sesak RINGAN and Tenggorokan Gatal RINGAN and Demam NORMAL

THEN Rata-rata Pasien Penyakit ISPA = 5 3. Pengujian

a. Input Data Pasien Menggunakan Metode Sugeno

 Nama : rasyid  Usia : 25 Tahun  Jenis Kelamin : Laki-laki

Input: batuk = 7, pilek = 2, nyeri menelan = 3, sesak = 2, tenggorokkan gatal = 3, demam = 36˚C.

(9)

b. Derajat keanggotaan nilai tiap variabel dalam setiap himpunan µRINGAN(7) = 0 µSEDANG(7) = (7-4)/3 = 1 µBERAT(7) = 0 µRINGAN(2) = (2-1)/3 = 0.33 µSEDANG(2) = 0 µBERAT(2) = 0 µRINGAN(3) = (3-1)/3 = 0.67 µSEDANG(3) = 0 µBERAT(3) = 0 µRINGAN(2) = (2-1)/3 = 0.33 µSEDANG(2) = 0 µBERAT(2) = 0 µRINGAN(3) = (3-1)/3 = 0.67 µSEDANG(3) = 0 µBERAT(3) = 0 µRENDAH(36) = (37-36)/2 = 0.5 µSEDANG(36) = (36-35)/2 = 0.5 µTINGGI(36) = 0

2. Pencarian α-predikat (fire strength) untuk setiap aturan

(R244) IF Batuk SEDANG and Pilek RINGAN and Nyeri Menelan RINGAN and Sesak RINGAN and Tenggorokan Gatal RINGAN and Demam RENDAH THEN Pasien ISPA = 5;

α-predikat244 = min(μBatuk SEDANG(7);

μPilek RINGAN(2); μNyeri Menelan RINGAN(3); μSesak RINGAN(2); μTenggorokkan RINGAN(3); μDemam RENDAH(36)) =min(1;0.33;0.67;0.33;0.67;0.5) = 0.33 z244 = 5

(R245) IF Batuk SEDANG and Pilek RINGAN and Nyeri Menelan RINGAN and Sesak RINGAN and Tenggorokan Gatal RINGAN and Demam NORMAL THEN Pasien ISPA = 5;

α-predikat245 = min(μBatuk SEDANG(7);

μPilek RINGAN(2); μNyeri Menelan RINGAN(3); μSesak RINGAN(2); μTenggorokkan RINGAN(3); μDemam NORMAL(36)) = min(1;0.33;0.67;0.33;0.67;0.5) = 0.33 z245 = 5

3. Karena σ-predikat yang tidak nol hanya terdapat pada aturan: (244) dan (245), dengan menggunaan metode deffuzzy weight average, maka rata-rata jumlah produk adalah: Z = 𝛼244+𝑧244+𝑎245+𝑧245 𝑎244+𝑎245 Z = 0,33∗5+0,33∗5 0,33+0,33 Z = 3,3 0,66= 5

Hasil Diagnosa : Tidak ISPA 5.3 Analisa Perbandingan.

1. Diketahui setelah data diujikan menggunakan metode naive bayes, didapat sebesar 70 data yang sama dengan dengan 71 data rekam yang asli dan 1 data tidak sama.

2. Apabila 71 data rekam sebenarnya diujikan dengan menggunakan metode sugeno, hasil yang didapat adalah sebesar 0, dengan artian tidak ada yang sama dari ke 71 data rekam tersebut. V. SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian diagnosa penyakit ISPA dengan Metode Naive Bayes dan Sugeno adalah sistem ini telah berhasil menerapkan Metode Naive Bayes dalam mendiagnosa pasien resiko penyakit ISPA. Dari 71 data rekam medis pasien ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang telah diuji menggunakan Metode Sugeno dan Naive Bayes, didapat bahwa menggunakan metode naive bayes diperoleh hasil sebesar 70 yang sama dari data rekam pasien ISPA sebanyak 71 yang ISPA.

Jika 71 data pasien rekam medis penyakit di uji menggunakan Metode Sugeno hanya didapat 0 data ISPA dari data sebenarnya sebanyak 71 data, hal ini dikarenakan inputan pada gejala sugeno tidak semuanya terisi, sebab pada ke-71 data rekam tersebut

(10)

tidak semuanya gejala ada, jadi dalam menggunakan Metode Naive Bayes lebih baik untuk mendiagnosa resiko penyakit ISPA.

Ada beberapa saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini, dengan harapan akan menjadi saran yang bermanfaat, yaitu :

1. Diharapkan agar aplikasi ini dapat dikembangkan sesuai kebutuhan di masa mendatang.

2. Agar algoritma Naive Bayes dan Sugeno dapat di terapkan pada kasus lain. 3. Agar dapat menambah jenis penyakit

yang berhubungan dengan pernafasan dalam mendiagnosa penyakit ISPA dengan Naive Bayes dan Sugeno pada pasien jenis penyakit lain.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Muhammad, 2014, Implementasi Metode Sugeno pada Sistem Pakar Penentuan Stadium pada Penyakit Tuberculosis (TBC), Jurnal, STMIKA Budidarma, Medan.

Jati Kusuma, Pindan, 2013, Data Mining Untuk Mendiagnosa Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) Menggunakan Metode Naive Bayes (Studi Kasus: Puskesmas Toroh 1 Kabupaten Grobogan, Jurnal, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang.

Kusumadewi, Sri, Purnomo, Hari. 2010. APLIKASI LOGIKA FUZZY untuk Pendukung Keputusan Edisi 2, Graha Ilmu, Yogyakarta.

O. Egwali, Annie, Ph.D and C. Obi, Jonathan M.Sc., 2015, An Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System for Diagnosis of EHF, Depatment of Computer, Faculty of Phsycal Science, University of Benin. Pramuditya Wiweka, Eriz, 2013, Sistem Pakar Diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Menggunakan Logika Fuzzy, Jurnal, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Pambudi, Ibnu Marwan, 2013, Sistem Pakar untuk Mengidentifikasi Penyakit Umum pada Anak Berbasis Mobile, Jurnal, Universitas Budi Luhur, Jakarta.

Gambar

Tabel 1 Perbandingan Sistem Konvensional Dengan  Sistem Pakar
Gambar 3. Flow Chart Sistem
Gambar  5.  Fungsi  Keanggotaan  pada  Himpunan- Himpunan-himpunan  Fuzzy  pada  Variabel  Batuk  Himpunan  Sedang
Gambar  16.  Fungsi  Keanggotaan  pada  Himpunan- Himpunan-himpunan Fuzzy pada Variabel Pilek Himpunan Ringan

Referensi

Dokumen terkait

dan hutan menjadi mata pencaharian bagi yang berhak. Tanah dalam pengertian status yang ada didalam sertipikat sesuai dengan kelasnya. masing-masing yaitu ada beberapa klasifikasi

Dari perspektif kebaharuan, hadirnya Perdais ini bukan saja merupakan penguatan implementatif dari UU Nomor 13 Tahun 2012. Melainkan lebih merupakan

[r]

Berdasarkan pemaparan kasus dan informasi yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat dalam bentuk skripsi dengan judul: Relevansi Konsep

Dalam rangka menciptakan industri perbankan ke depan yang lebih baik, sehat dan stabil, maka keberadaan struktur perbankan yang ada sekarang ini perlu dikaji lagi

Hasil uji sensitivitas bakteri pada penelitian ini menunjukkan bahwa masih sensitif terhadap antibiotik asam pipemidat dan cefixime terhadap bakteri yang diduga E.

Nilai loncat latu latu dan kurva tegangan terhadap waktu untuk pengenal tegangan/tegangan pengenal/voltage ratings lainnya dengan desain yang sama seperti yang ditentukan