• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mencari Struktur PerbankanYang Ideal 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mencari Struktur PerbankanYang Ideal 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Dr. Agus Sugiarto

2

Dalam rangka menciptakan industri perbankan ke depan yang lebih baik, sehat dan stabil, maka keberadaan struktur perbankan yang ada sekarang ini perlu dikaji lagi keberadaannya, apakah struktur perbankan nasional kita memang sudah sejalan dengan perkembangan keadaan saat ini maupun ke depan ataukah perlu disempurnakan lagi untuk menampung segala perubahan yang sudah terjadi serta tren pengembangannya ke depan. Pentingnya masalah struktur perbankan tersebut telah menjadi fokus perhatian dalam penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang saat ini sedang dilakukan oleh Bank Indonesia. Di dalam penyusunan API tersebut, salah satu pilar dari enam pilar yang menjadi agenda perbankan ke depan adalah pilar pertama yang menyangkut struktur perbankan yang sehat. Struktur perbankan yang sehat tersebut merupakan inti dari semua permasalahan perbankan karena baik buruknya industi perbankan akan banyak ditentukan oleh bagus tidaknya struktur yang dibuat disamping perlu adanya fungsi pendukung lain seperti pengawasan dan pengaturan yang efektif. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kita menyusun struktur perbankan ideal yang kita inginkan. Pertanyaan tersebut sangat sulit untuk dijawab dan memerlukan pengkajian mendalam, namun demikian ada baiknya kita melihat beberapa permasalahan penting yang sangat relevan dengan struktur perbankan tersebut.

Jumlah bank

Isu mengenai jumlah bank merupakan permasalahan yang paling utama dalam membicarakan struktur perbankan. Kebutuhan jumlah bank yang ideal sudah sering diperbincangkan oleh para pakar apakah jumlah bank yang ada sekarang sudah terlalu banyak (over bank) atau masih kurang (under bank). Tidaklah mudah untuk menjustifikasi apakah jumlah bank yang ada sekarang telah mencukupi kebutuhan kita atau belum, mengingat sampai saat ini belum ada suatu studi yang dapat mengklarifikasi secara empiris berapa

1 Artikel ini telah dimuat di harian Kompas, 16 Juli 2003.

2 Peneliti Bank Senior, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia Jakarta. Penulis saat ini sedang terlibat dalam penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

(2)

sebenarnya kebutuhan jumlah bank yang diperlukan. Berdasarkan submissions (usulan-usulan) yang diserahkan oleh stakeholders dari bank-bank ataupun para pakar ke Bank Indonesia dalam rangka penyusunan API, diketahui bahwa sebagian dari mereka berpendapat bahwa jumlah bank sebaiknya tidak dibatasi dan dibiarkan saja sesuai dengan mekanisme pasar. Sebaliknya beberapa usulan memberikan pendapat agar jumlah bank yang ada sekarang dibatasi saja karena sudah terlalu banyak dan sebagian dari bank-bank tersebut memiliki modal yang lemah.

Dalam kaitannya dengan jumlah bank yang ideal tersebut sebenarnya kita tidak perlu mempermasalahkan apakah jumlah bank yang ada sekarang sudah berlebihan atau masih kurang. Permasalahan paling penting adalah bagaimana kualitas dari bank-bank itu sendiri yaitu kinerja dan tingkat kesehatannya. Secara ideal sebenarnya kita menginginkan bank-bank yang ada sekarang memiliki kinerja dan tingkat kesehatan yang baik terlepas dari persoalan apakah jumlahnya sedikit atau banyak. Jadi masalah kualitas, quality does matter, seharusnya menjadi tolok ukur yang fundamental, bukan jumlahnya. Oleh karena itu, struktur pebankan nasional ke depan yang perlu diakomodir oleh API adalah struktur perbankan yang mampu menciptakan bank-bank yang sehat dan prudent. Kita lebih baik membiarkan jumlah bank diatur oleh mekanisme pasar (market driven), tidak perlu ditentukan berapa jumlah bank yang seharusnya ada karena pendirian bank-bank baru atau pembukaan kantor-kantor cabang baru akan melihat prospek dan potensi bisnis yang dapat digali. Jadi apabila ada peluang bisnis disitu, bukanlah sesuatu yang mustahil apabila muncul bank baru ataupun pembukaan kantor cabang baru di daerah tersebut (banks follow the trade).

Dengan melepaskan jumlah bank sesuai dengan mekanisme pasar, maka sustainability dari bank tersebut akan sangat tergantung pada kemampuan individu-individu bank. Dengan semangat market driven tersebut, berarti bank sentral tidak menjamin individu-individu bank tersebut untuk jatuh atau dilikuidasi. Best practices di Amerika Serikat dan Australia merupakan contoh yang sangat jelas dan tegas, the Fed (bank sentral Amerika Serikat) maupun the Reserve Bank of Australia (RBA) membebaskan jumlah bank yang beroperasi, namun demikian mereka memiliki prinsip “the reserve bank does not prevent a bank to fail”. Prinsip tersebut sudah sejalan dengan mekanisme pasar, namun dalam prakteknya sulit untuk diimplementasikan dengan konsisten apabila jatuhnya satu atau beberapa bank akan memberikan dampak systemic risk yang sangat besar terhadap industri perbankan maupun

(3)

sektor keuangan secara keseluruhan. Konsekuensinya, apabila kita ingin menerapkan market

driven dalam hal jumlah bank, maka perlu dibuat minimum/standard requirements sebagai

pedoman (guidance) khususnya yang menyangkut aspek-aspek prudential sehingga secara kualitas sustainability dari individu-individu bank dapat terus berjalan. Sebaliknya bagi bank-bank yang tidak mampu untuk memenuhi prudential standards tersebut tentunya juga harus bersiap-siap untuk mengikuti exit policy (keluar dari industri perbankan), karena yang akan tetap exist hanya bank-bank yang memenuhi prudential standard tersebut. Bank-bank yang tidak sehat dan tidak mampu memenuhi prudential requirements tentunya akan terdilusi secara alami tanpa adanya paksaan. Dengan demikian, kita sebenarnya sudah tidak perlu lagi mencari berapa jumlah bank yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan pasar, biarkanlah mekanisme pasar yang akan mengaturnya. Sebagai gambaran jumlah bank sebelum krisis pada tahun 1997 mencapai 222 bank (tidak termasuk BPR), pada akhirnya mengalami penyusutan selama lima tahun terakhir ini sesuai dengan mekanisme pasar dan terakhir mencapai 138 bank pada bulan Mei 2003. Penurunan jumlah bank sebanyak 84 bank tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena penutupan, self liquidaton dan merger. Sekali lagi penurunan jumlah bank secara alami tersebut membuktikan kepada kita bahwa angka ideal jumlah bank secara kuantitatif sangatlah sulit untuk diukur dan ditetapkan jumlahnya.

Tabel Perkembangan Jumlah Bank *)

National champions

Dalam menciptakan struktur perbankan yang sehat dan menunjang pembangunan ekonomi nasional serta mendukung kestablian sistem keuangan, ada pemikiran dari beberapa pakar dan analis perbankan maupun dari para bankers sendiri mengenai perlunya perbankan nasional memiliki beberapa bank besar yang disebut sebagai core bank, bank inti atau

national champion. Ide pembentukan core bank tersebut sangat terkait dengan dua alasan

1997 1998 1999 2000 2001 2002 Mei -03

Jumlah Bank 222 208 164 151 145 141 138

Jumlah Kantor 7860 7661 7113 6509 6765 7001 7367

*) Tidak termasuk BPR Sumber : Bank Indonesia

(4)

mendasar, yaitu masalah efisiensi (economies of scale) dan ruang lingkup wilayah usaha (scope of territories). Untuk memiliki struktur perbankan yang sehat memang diperlukan perbankan yang mampu beroperasi secara efisien. Dengan pendekatan economies of scales ini di satu sisi memang sangat bagus karena kita ingin mendapatkan bank yang efisien dalam menjalankan usaha sehingga untuk menciptakan bank yang efisien maka bank tersebut haruslah memiliki skala usaha (assets) dan permodalan yang cukup besar. Sebaliknya masalah economies of scale sangatlah sulit dicapai dengan skala aset yang kecil karena kemampuan bank sangat terbatas dan konsekuensi. Beberapa studi yang berkaitan dengan

economies of scale memberikan gambaran bahwa ukuran minimum aset 20 triliun merupakan

standar minimum suatu bank untuk dapat mencapai skala economies of scale secara efektif. Dari jumlah 138 bank yang ada sekarang hanya sekitar 11 bank yang memiliki aset diatas 20 triliun, selebihnya 127 bank memiliki aset dibawah 20 triliun. Bank-bank yang memiliki aset dibawah 20 triliun tidak berarti kurang efisien karena secara empiris banyak bank-bank yang beraset kecil dan menengah ternyata mampu menghasilkan return on assets (ROA) dan

return on equities (ROE) yang lebih baik dari bank-bank besar. Bank-bank yang memiliki

aset kecil dan menengah dalam rangka mencapai economies of scale dalam beberapa hal dapat melakukannya secara bersamaan (sharing) dengan bank lain, sebagai contoh misalnya dalam hal penyediaan infrastruktur ATM dapat dilakukan secara bersama oleh beberapa bank. Dengan demikian kita tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki national

champions sebanyak-banyaknya dengan pendekatan regulasi (regulatory enforcement),

biarkan saja mekanisme pasar yang membentuk national champions tersebut sejalan dengan perkembangan pasar.

Sedangkan masalah perluasan ruang lingkup wilayah usaha (scope of territories) sangatlah sulit dilakukan oleh bank-bank yang memiliki aset kecil karena kemampuannya juga terbatas. Untuk menjadi national champions, bank haruslah mampu beroperasi pada wilayah yang sangat luas dan kalau perlu melakukan ekspansi di luar Indonesia. Saat ini bank-bank nasional yang memiliki kantor cabang di luar negeri hanya segelintir saja dan itupun lebih banyak terkait dengan kegiatan usaha yang berhubungan dengan Indonesia. Lain halnya dengan beberapa bank besar seperti HSBC, Citibank atau Standard Chartered yang beroperasi di pasar global, mereka memang betul-betul national champions.

Dari uraian tersebut sangatlah jelas bahwa ide untuk memiliki beberapa bank dalam kategori national champions memang sangat penting terutama dalam memperkuat industri

(5)

perbankan itu sendiri, semakin banyak national champions semakin baik. Hanya saja implementasi dan pembentukan di lapangan haruslah dibiarkan sesuai mekanisme pasar, tanpa melalui regulatory enforcement. Alasannya sangat jelas bahwa saat ini belum ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk menjadikan beberapa bank-bank yang ada sekarang menjadi bank inti dan mampu beroperasi secara luas di seluruh Indonsia maupun di pasar internasional. Kita tidak mungkin membentuk national champions dengan menyuntikkan obligasi rekap baru kepada beberapa bank ataupun memberikan subsidi dalam bentuk lainnya. Yang perlu disiapkan sekarang adalah lingkungan yang dapat menciptakan timbulnya national champions secara alami baik itu melalui prudential regulations maupun dari sisi pengawasan. Faktor economies of scale harus dibiarkan berjalan secara alami dalam rangka membentuk market discipline yang baik dimana kekuatan pasarlah yang akan menentukan efisien tidaknya operasional suatu bank. Alasan untuk mengurangi jumlah bank dengan lebih banyak membentuk national champions untuk mengurangi beban biaya pengawasan bank bukan merupakan suatu isu yang fundamental karena berapapun ongkos pengawasan bank merupakan beban yang harus ditanggung oleh otororitas pengawas bank.

Peran bank asing

Dalam struktur perbankan yang sehat tentu saja faktor kompetisi menjadi kunci yang sangat penting untuk menjamin kinerja bank-bank menjadi lebih efisien. Salah satu cara untuk menciptakan kompetisi yang efisien tersebut dengan menghadirkan bank-bank asing. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa bank-bank asing yang saat ini jumlahnya10 bank dan total asetnya mencapai 7,7% dari seluruh aset perbankan, selama ini telah memberikan kontribusi yang siknifikan terhadap perkembangan perbankan nasional. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari segi product innovation yang cenderung membuat mereka menjadi market leader. Sebagai contoh, bank asing telah menjadi pioner dalam beberapa produk derivatif seperti

credit linked notes, investment linked deposits, dan asset backed securities, dimana

bank-bank nasional masih menjadi market follower.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah kehadiran bank-bank asing tersebut bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional dan apakah perlu ada pembatasan kegiatan usaha untuk bank-bank asing. Pertanyaan tersebut sangat fundamental dan tentunya terkait betul dengan struktur perbankan nasional ke depan. Berdasarkan hasil submissions (usulan-usulan) yang diterima dari bank-bank, pada prinsipnya mereka masih mengingkinkan

(6)

kehadiran bank asing. Kita tidak bisa memungkiri peran dan manfaat kehadiran bank asing, antara lain memberikan international benchmarking (pembanding) mengenai kualitas dan kinerja bank-bank asing terhadap bank-bank lokal, membantu mencetak tenaga-tenaga sumber daya manusia yang handal di bidang perbankan (transfer of knowledge), mendorong

foreign direct investment ke pasar domestik, meningkatkan kepercayaan international,

jaringan global yang dapat mendukung pengusaha lokal dalam perdagangan internasional. Dalam era ekonomi yang bersifat terbuka dan bersifat global seperti sekarang ini memang bukan suatu pilihan yang tepat untuk menutup ruang gerak bank-bank asing. Yang diperlukan adalah pembatasan wilayah operasi bukan kegiatan usaha bank asing, yaitu bank-bank asing hanya dapat melakukan kegiatan usahanya sampai di wilayah ibukota propinsi saja.

Peran BPD

Salah satu hal yang menarik dalam pembentukan struktur perbankan yang ideal tersebut adalah keragaman jenis dan kepemilikan bank-bank itu sendiri di pasar. Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang siknifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peran BPD ke depan nantinya, apakah BPD hanya difokuskan pada bank daerah saja ataukah lebih luas dari itu. Dalam setahun terakhir kita melihat bahwa beberapa BPD telah membuka kantor cabang di Jakarta seperti yang dilakukan BPD Jabar, BPD Jatim dan BPD Sumbar. Ekspansi mereka sampai ke Jakarta ternyata dikarenakan beberapa alasan dan alasan yang paling utama adalah untuk mencari sumber dana (funding) yang murah dan lebih terdiversikasi.

Dengan adanya perubahan fenomena BPD tersebut, maka salah satu upaya untuk menjaga sustainability (kelangsungan) BPD ke depan adalah dengan tidak membatasi usaha BPD baik dari sisi produk yang ditawarkan maupun daerah operasinya. Sehingga untuk ke depan kita tidak perlu lagi mempermasalahkan batas-batas wilayah operasional BPD, apabila BPD tersebut memang mampu kita harus membiarkan mereka berekspansi keluar daerah propinsinya. Katakanlah suatu propinsi memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan uang hasil pengelolaan tersebut disimpan di BPD setempat, ternyata BPD tersebut tidak mampu menjualnya dalam bentuk kredit di daerahnya dan pada akhirnya ditanamkan pada

(7)

SBI, maka alangkah bagusnya apabila BPD tersebut dapat memperluas jaringan kantor diluar propinsinya sehingga mampu menyalurkan dananya untuk pembiayaan kredit di daerah lain yang memerlukannya. Dengan demikian terjadi enhancement (penambahan) peran BPD itu sendiri yang tidak hanya bertindak sebagai regional development bank untuk daerahnya tetapi juga untuk daerah lain.

Klasifikasi bank

Penggolongan dari pada bank-bank yang ada sekarang juga menarik untuk dilihat lagi. Saat ini banyak usulan dari para pakar maupun para praktisi perbankan itu sendiri serta perkembangan wacana untuk mengelompokkan bank-bank yang ada sekarang menjadi 3 golongan, yaitu bank daerah, bank nasional dan bank internasional. Bank daerah hanya terbatas beroperasi di satu wilayah regional saja, bank nasional dapat beroperasi di seluruh propinsi sedangkan bank internasional sendiri adalah bank-bank yang dapat beroperasi di luar wilayah Indonesia. Tidak ada alasan fundamental yang kuat untuk mengelompokkan bank-bank menjadi 3 golongan tersebut. Perkembangan information technology (IT) saat ini sudah demikian pesatnya sehingga teknologi informasi dan komunikasi yang sangat diperlukan oleh dunia perbankan sudah tersedia di pasar. Sebagai konsekuensinya masalah batas teritorial operasi usaha bank bukan lagi halangan karena nasabah dapat mengakses bank melalui telepon, internet, dan sebagainya.

Untuk ke depan yang kita perlukan adalah konsep universal banking yang memungkinkan bank-bank tidak hanya menawarkan produk dan jasa tradisional perbankan namun lebih luas lagi seperti produk investasi dan asuransi. Dengan adanya universal

banking ini bank-bank akan menjadi supermarket banking yang menyediakan segala

kebutuhan finansial nasabahnya dalam satu atap. Yang perlu diperhatikan dalam menerapkan

universal banking tersebut adalah faktor permodalan dan kemampuan bank untuk mengelola

risikonya. Bagi bank yang mampu menjadi supermarket banking tersebut tentunya harus memiliki buffer modal yang lebih besar dari pada bank-bank yang melakukan kegiatan usaha tradisional.

(8)

Hal-hal penting

Sebagai rangkuman dari tulisan ini, maka untuk mencari struktur perbankan yang ideal di masa yang akan datang kita tidak perlu lagi mengelompokkan bank berdasarkan cakupan wilayah operasinya seperti bank internasional, bank nasional dan bank daerah. Selain itu, di dalam struktur perbankan yang ideal tidaklah perlu ditentukan berapa jumlah bank yang seharusnya ada di Indonesia karena mekanisme pasarlah yang lebih tepat menentukan jumlahnya. Masalah economies of scale tidak selamanya menjadi benchmark yang tepat dalam menentukan jumlah bank karena economies of scale dapat dicapai dengan mengoptimalkan atau sharing infrastruktur yang telah dimiliki oleh beberapa bank. Peran bank asing masih diperlukan dalam rangka meningkakan kompetisi dan kualitas pelayanan. Sedangkan ruang gerak BPD juga tidak perlu dibatasi sepanjang BPD tersebut mampu melakukannya secara efisien. Dan yang paling penting dari semuanya adalah masyarakat atau pengguna jasa bank itu sendiri, bagi mereka mungkin tidak terlalu peduli apakah jumlah bank yang ada sekarang sudah berlebihan atau masih kurang. Tetapi yang lebih penting bagi pengguna jasa bank adalah bagaimana kebutuhan jasa perbankan mereka dapat terpenuhi dengan baik di tempat mereka berada.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh

kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami materi sistem persamaan linear. dua variabel , soal tersebut mencakup dari materi yang telah disampaikan

5.1 Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Kota Bungkirit Berdasarkan hasil analisis didapat hasil perhitungan proyeksi kebutuhan RTH sesuai dengan banyaknya jumlah

Masa kerja Pengurus Cabang di tentukan 4 (empat ) tahun, dalam hal MUSCAB tidak dapat diadakan dalam waktu yang telah ditetapkan maka penggantian pengurus Cabang dapat

Setelah mencapai kedalaman yang ditentukan dan grouting selesai dilakukan pada titik B6*= dan B6*'2 maka ditengah*tengah segitiga tersebut dibuat lubang bor CH-2   dengan kedalaman

Hal ini berkaitan dengan ukuran tubuh larva, bukan karena pengaruh dari rentang dosis yang diinfeksi, karena pada larva normalpun, konsumsi makanan larva instar lima akan

Kesadaran ini harus selalu tertanam dalam diri kita, karena dosa yang disertai dengan rasa bersalah lebih baik dari pada keta’atan yang dibarengi dengan kepuasan.. Ma’asyiral

Dalam proses Profile Matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara kompetensi individu ke dalam kompetensi jabatan sehingga dapat diketahui