• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENYEBARAN PERMUDAAN ALAM JENIS KAYU BAWANG. (Scorodocarpus borneensis Beccari.) TINGKAT SEMAI DI AREAL KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS) Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENYEBARAN PERMUDAAN ALAM JENIS KAYU BAWANG. (Scorodocarpus borneensis Beccari.) TINGKAT SEMAI DI AREAL KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS) Oleh :"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

Oleh : Sugianto Nim. 100500038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

(2)

RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

Oleh : Sugianto Nim. 100500038

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

(3)

RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

Oleh : Sugianto Nim. 100500038

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

(4)

Judul Karya Ilmiah : Studi Penyebaran Permudaan Alam Jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) Tingkat Semai di Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS)

Nama : Sugianto

NIM : 100 500 038

Program Studi : Manajemen Hutan

Jurusan : Manajemen Pertanian

Pembimbing

Rudi Djatmiko, S.Hut,MP NIP. 19700915 199512 1 001

Penguji I

Ir. Fendy Ucche. M. Si NIP. 19620309 198803 1 002

Penguji II

Ir. Rita Yuliani

NIP. 19630708 199203 2 002

Meyetujui,

Ketua Program Studi Manajemen Hutan

Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 19610812 198803 1 003

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Manajemen Pertanian

Ir. Hasanudin, MP NIP.19630805 198903 1 005

(5)

Sugianto. Studi Penyebaran Permudaan Alam Tanaman Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) Tingkat Semai di Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (di bawah bimbingan RUDI DJATMIKO).

Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dalam suatu kawasan (termasuk jenis Tanaman Kayu Bawang). Kadangkala suatu kelas umur, terutama individu muda, tidak ditemukan atau hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Gejala ini menunjukkan bahwa populasi akan menurun. Sebaliknya, apabila anakan dan individu terdapat dalam jumlah besar berarti populasi berada dalam keadaan stabil dan bahkan mungkin akan mengalami peningkatan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran permudaan alam jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) tingkat semai disekitar pohon induk pada Areal Kebun Raya Unmul Samarinda.

Hasil yang di harapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi/gambaran tentang penyebaran permudaan alam pohon jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) tingkat semai agar dapat menjadi acuan/bahan pertimbangan tindakan silvikultur untuk mempertahankan kelestariannya.

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) selama 2 bulan (Juli-September), meliputi kegiatan persiapan penelitan, pengamatan dan pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengamatan semai Kayu Bawang secara langsung di lapangan menggunakan 5 plot pengamatan berbentuk lingkaran dengan titik pusat Pohon Induk Kayu Bawang, kemudian setelah mendapat data-data di lapangan, selanjutnya dilakukan kegiatan pengolahan data.

Hasil dari penelitian ini adalah jumlah anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-2 dengan jumlah 92 anakan, sedangkan jumlah anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-3 dengan jumlah 20 anakan. Jumlah anakan Kayu Bawang yang ditemukan pada semua plot pengamatan berjumlah 227 anakan, selain itu diperkirakan rata-rata jumlah anakan Kayu Bawang dalam 1 hektar adalah 454 anakan/Ha.

(6)

Sugianto, lahir pada tanggal 23 Mei 1989 di Kalumpang Kabupaten Enrekang, merupakan putra ke-enam dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak Suhadi dan ibu Rusni.

Pada tahun 1996 memulai Pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 94 Balla dan memperoleh ijazah pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan di tempuh di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Baraka dan memperoleh ijazah pada tahun 2005. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Baraka dan memperoleh ijazah pada tahun 2008.

Pendidikan Tinggi ditempuh di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Angkatan Tahun 2010, dan mengambil Jurusan Manajemen Pertanian pada Program Studi Manajemen Hutan.

Pada Tanggal 04 Maret Sampai 05 Mei 2013 mengikuti Program Praktik Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan di Perusahaan HPH PT. Indowana Arga Timber Kabupaten Paser.

(7)

Assalamua’laikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur berkat rahmat Allah SWT yang telah selalu melimpahkan rahmat, mikmat, taufik serta hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Sebuah penghargaan yang setinggi-tingginya tidak lupa disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan kegiatan Penelitian Karya Ilmiah dan penyusunannya.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terimakasih setulus hati kepada:

1. Bapak Rudi Djatmiko, S.Hut, MP., selaku Dosen Pembimbing Penelitian. 2. Bapak Ir. Fendy Ucche. M. Si, selaku Dosen Penguji I.

3. Ibu Ir. Rita Yuliani selaku Dosen Penguji II.

4. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP., selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan. 5. Bapak Ir. Hasanudin, MP., selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 6. Seluruh Staf dan Karyawan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).

7. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa serta dukungannya baik secara moril maupun materil.

8. Semua rekan angkatan 2010 yang telah banyak memberikan bantuan serta dukngannya ketika Karya Ilmiah ini dibuat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, di karenakan oleh keterbatasan penulis dalam penguasaan materi. Namun penulis berharap informasi yang tersaji di dalamnya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya untuk kemajuan perkembangan pengetahuan dibidang kehutanan.

Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan masukan-masukan bagi yang memerlukan.

Sugianto

(8)

Hal

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL……… iii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

I. PENDAHULUAN ……….. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA……….... 3

A. Penyebaran Kayu Bawang...……….. 3

B. Gambaran Sifat-sifat Botani Kayu Bawang...……… 3

C. Suksesi Hutan...……… 11

D. Permudaan Alami dari Biji... 13

E. Tinjauan Umum Tentang Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS)... 14

III. METODE PENELITIAN ……….. 16

A. Waktu dan Tempat Penelitian………. 16

B. Alat dan Bahan...………. 16

C. Prosedur Penelitian……….. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 16

A. Hasil Pengukuran Pohon Induk………... 21

B. Jumlah dan Komposisi Anakan Kayu Bawang...……….. 21

C. Penyebaran (Distribusi) Anakan Kayu Bawang...………. 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 26

A. Kesimpulan... 26

B. Saran………... 26

DAFTAR PUSTAKA……… 27

(9)

No Tubuh Utama Hal 1. Hasil Pengukuran pada Setiap Pohon Induk………... 21 2. Jumlah Anakan pada Masing-masing Plot Pengamatan………... 21 3. Jumlah Anakan dari Setiap Jalur Pengamatan pada Masing-masing

Plot………... 23

4. Jumlah, Tinggi Rataan, Jarak Terjauh dan Jarak Terdekat Anakan Kayu Bawang pada Masing-masing Plot Pengamatan…………... 24

Lampiran

5. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada

Pohon Induk ke-1…... 29 6. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada

Pohon Induk ke-2…... 30 7. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada

Pohon Induk ke-3…... 32 8. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada

Pohon Induk ke-4…... 33 9. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada

Pohon Induk ke-5…... 34 10. Distribusi Anakan Kayu Bawang di Kebun Raya Unmul Samarinda

(10)

No Tubuh Utama Hal

1. Sketsa Plot Penyebaran Anakan (semai) Kayu Bawang di Sekitar

Pohon Induk……... 18

Lampiran 2. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-1……….... 37

3. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-2……….…... 38

4. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-3...……….... 39

5. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-4…..………….……... 40

6. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-5……….... 41

7. Pengompasan Arah Jalur Pengamatan………... 42

8. Pembuatan Plot Pengamatan..………... 42

9. Pengukuran Jarak Anakan Kayu Bawang dari Pohon Induk...………... 43

(11)

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Sebagian dari sumber daya hayati tersebut bersifat endemik, yang dapat tumbuh di suatu tempat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya faktor edafik, klimatik, dan genetik.

Penyusutan luas hutan berdampak langsung terhadap kondisi flora dan fauna, keanekaragaman hayati terganggu dan dapat mengakibatkan kepunahan pada spesies tertentu. Jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) merupakan jenis pohon yang potensial untuk dibuat kusen pintu rumah dan kapal kayu terutama bagian dinding/palka, dan tiang kapal. Sekarang jenis Kayu Bawang sulit diperoleh karena eksploitasi liar secara besar-besaran oleh masyarakat. Sementara itu, budidayanya masih sangat kurang.

Untuk mengetahui spesies yang terancam punah seringkali dihadapkan kepada beberapa kendala, antara lain belum adanya petunjuk teknis untuk memudahkan perencanaan, masih kurangnya informasi sebaran dan habitat jenis yang terancam punah, dan tata guna lahan yang belum mantap

Suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dalam suatu kawasan. Kadangkala suatu kelas umur, terutama individu muda, tidak ditemukan atau hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Gejala ini menunjukkan bahwa populasi akan menurun. Sebaliknya, apabila anakan dan individu terdapat dalam jumlah besar berarti populasi berada dalam keadaan stabil dan bahkan mungkin akan mengalami peningkatan.

(12)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran permudaan alami tanaman Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) tingkat semai di sekitar pohon induk pada Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi/gambaran tentang penyebaran alami tanaman Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) tingkat semai agar dapat menjadi acuan/bahan pertimbangan tindakan silvikultur yang tepat guna mempertahankan kelestariannya.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penyebaran Kayu Bawang

Dalam ilmu botani, Kayu Bawang dikenal dengan nama Scorodocarpus

borneensis Beccari., yang termasuk dalam suku Olacaceae. Nama lain dari

Kayu Bawang antara lain: mencorug, ansuru, bawang hutan dan sinduk. Dalam dunia perniagaan Kayu Bawang dikenal dengan nama kulim (PIKA, 2003).

Nama Kayu Bawang pada tiap negara atau daerah antara lain: bawang hutan (Brunei, Denmark, Philipina), Kayu Bawang hutan (Indonesia/Kalimantan), sagan berauh (Melayu) dan kuleng (Thailand). Sinonim dari Scorodocarpus

borneensis Beccari. adalah Ximenia borneensis Baillon.

Habitat Kayu Bawang masih belum dapat diketahui secara pasti karena terdapat diberbagai negara, seperti sebagian besar dataran rendah Scotlandia, Semenanjung Malaya, Thailand dan Indonesia.

Di Indonesia terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Palembang, Jambi, Riau, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat (PIKA, 2003).

Kayu Bawang dapat hidup dan ditemui pada ketinggian 600-900 m dpl, hidupnya tersebar dan adapula mengelompok dengan tumbuhan lain di hutan hujan (Chua, 1998). Pendapat lain yang menyatakan bahwa Kayu Bawang tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl (Argent.et.al, 1998 dalam Rahmanto dan Fauzi, 2006). Di dalam hutan Dipterocarpa juga dapat ditemukan Kayu Bawang, seperti di Kalimantan (Kebler dan Sidiyasa, 1999).

B. Gambaran Sifat-sifat Botani Kayu Bawang

Setiap tumbuhan memiliki sifat botani tersendiri yang merupakan pengenal tumbuhan itu. Yang termasuk dalam sifat-sifat botani tumbuhan, yaitu

(14)

sifat morfologi, sifat reproduktif, sfat anatomi, sifat fisik, sifat mekanik an klasifikasinya.

1. Sifat-sifat Morfologi Kayu Bawang a. Bentuk Pohon Dewasa

Pohon Kayu Bawang tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter 80 cm (dbh) (Rahmanto dan Fauzi, 2000). Ada pula yang menyatakan tingginya antara 15-60 m dengan garis tengah 20-80 cm (Kebler dan Sidiyasa, 1999).

Pohonnya berukuran sedang hingga besar dan memiliiki bau yang sangat khas, seperti bawang putih, sekalipun dalam keadaan kering. Semua bagian berbau bawang putih, mulai dari buah, daun, ranting/cabang, batang, kulit/pepagan dan akar. Di hutan alam Malaysia menunjukkan rata-rata kenaikan garis tengah tahunan 0,2-0,3 cm. Pohon paling besar berumur 30-33 tahun memiliki garis tengah 18-29 cm dan tingginya 18-21 m. Hasil survey di Sumetera pada lahan seluas 20.000 Ha didapatkan kisaran volume 0,5/Ha.

Berbagai pendapat dari hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa Kayu Bawang memiliki:

1). Tinggi pohon dapat mencapai 125 ft dengan bagian batang bebas cabang 70 ft dan garis tengah mencapai 24-60 cm.

2). Tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m dengan bagian bebas cabang 25 dan garis tengahnya mencapai 80-150 cm, serta semua bagian berbau bawang putih.

(15)

3). Tingginya mencapai 125 kaki. Seluruh bagian pohon, termasuk bunga, buah, kulit dan akar memiliki bau bawang putih karena mengandung asid amino yang terkandung di dalamnya.

b. Bentuk Batang

Pohon Kayu Bawang memiliki batang yang biasanya lurus. Artinya memiliki bagian batang pohon yang panjang, lurus dan tak bercabang. Pepagannya berwarna merah keunguan bercak jingga kasar dan berbau tajam seperti bawang putih (Kebler dan Sidiyasa, 1999).

Kulit luar berwarna coklat kehitaman, kulit dalam berwarna coklat muda, kulit berserat, serabut berwarna merah-coklat atau kadang-kadang kuning. Kayu gubal berwarna coklat muda sampai kuning tua dan kayu teras berwarna merah tua (Rahmanto dan Fauzi, 2000). Warna kayu teras saat kering berwarna merah lembayung kecoklat-coklatan atau merah coklat gelap (Seng, 1964 dalam PIKA, 2003).

Kulit Kayu Bawang berwarna coklat keabu-abuan hingga coklat kemerahan, permukaan kulit mengelupas segi-empat, berserat dibagian dalam (Chua, 1998).

Batangnya berbentuk silindris dengan batang lurus. Jika dipotong melintang akan memperlihatkan penampang yang bundar. Pada beberapa Kayu Bawang ada yang berbanir kecil sampai tidak ada banir atau batang yang mulus dan perkembangan batang pokoknya termasuk modek monopodial.

c. Bentuk Tajuk

Tajuk pohon merupakan bagian pohon yang dibentuk oleh percabangan atau dahan-dahan serta rantingnya. Faktor lingkungan sangat

(16)

berpengaruh terhadap bentuk tajuk, sehingga sifat morfologi tajuk kurang berperan sebagai ciri pengenal pohon. Bentuk tajuk pohon yang secara umum dijumpai di dalam hutan, seperti tajuk bertingkat/pagoda, bentuk kubah, bulat, bentuk payung, bentuk kerucut dan lain sebagainya.

Kayu Bawang memiliki tajuk yang berbentuk bulat dengan dahan-dahannya hamper sebagian besar tidak tampak dari bagian samping. Setiap jenis pohon juga memiliki suatu model arsitektur percabangan yang tetap. Model percabangan Kayu Bawang diperkirakan model rauh, yaitu dengan batang monopodial, percabangan ritmik, cabang monopodial dan ortotropik.

d. Bentuk Daun

Ranting merupakan tempat melekatnya daun, kuncup ujung atau kuncup ketiak. Daun pepohonan pada umumnya terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Daun terbagi atas komposisinya, yaitu daun tunggal dan daun majemuk.

Daun Kayu Bawang termasuk daun tunggal. Bentuknya spiral, menjorong, melonjong lanset, gundul, pangkal membaji sampai membundar, ujungnya melancip 1-2 cm, tepi daun rata, tulang daun sekunder 4-5 pasang. Tangkai daun menebal di ujung, panjang 1-1,5 cm (Kebler dan Sidiyasa, 1999). Menurut (Chua, 1998), daun Kayu Bawang mengatur secara spiral dan sederhana.

Susunan daunnya berhadapan berseling, kuncup tanpa pembungkus/telanjang. Bangun daun melanset dengan ujung daun melancip dan pangkal daun membundar, tepi daun rata, pertulangan daun menyirip.

(17)

e. Bentuk Bunga

Meskipun pepohonan hutan berbunga dan berbuah tidak sepanjang tahun dan seringkali pepohonan tersebut dijumpai dalam keadaan tidak sedang berbunga atau berbuah, namun untuk mengenal aneka ragam sifat morfologi bunga, pembungaan, buah ataupun biji yang sangat berguna bagi pengenalan jenis pohon.

Bunga adalah organ reproduksi tumbuhan yang umumnya terdiri atas gagang, penyanggam daun kelopak, daun mahkota, benang sari, purik dan bakal buah. Tidak semua pohon memiliki kelamin ganda, adapula yang hanya berkelamin tunggal.

Kayu Bawang merupakan salah satu pohon berkelamin ganda, tersusun dalam tandan ketiak daun, kelopaknya kecil, memangkuk, bergigi 4 atau 5, daun mahkota berjumlah 4 atau 5 dengan tepi saling berdekatan. Benang sari berjumlah 8-10, menyatu dengan separuh ke bawah tiap pasangan daun mahkota. Bakal buah terbenam, beruang 3 atau 4 tidak sempurna. Berbakal biji 1, kepala putik bercuping 3 atau 4 sangat kecil (Kebler dan Sidiyasa, 1999).

Bunga Kayu Bawang terdiri dari rangkaian kelopak yang pendek 4-5, garis tepi berombak sampai bergigi, daun bunga tersebar, benang sari berjumlah 8-10, indung telur yang tidak sempurna 3-4 (Chua, 1998).

f. Bentuk Buah

Buah merupakan reproduksi tumbuhan berbiji yang merupakan hasil pembuahan atau fertilisasi, umumnya terdiri dari kulit buah, daging buah, kulit biji dan biji. Macam-macam buah yang biasa dijumpai di

(18)

pepohonan hutan, seperti buah batu, buah buni, buah kotak, buah longkah dan buah polong.

Buah Kayu Bawang termasuk kategori buah batu. Buah batu yaitu buah yang bagian luar buahnya berdaging, sedangkan bagian dalamnya membentuk lapisan yang berkayu atau berserat. Buah batu pada Kayu Bawang bentuknya membulat hampir mengavokad, dalam keadaan kering mempunyai banyak garis tegak atau rusuk samar-samar, gundul, berwarna hijau, dengan garis tengah 3-7 cm, tangkai buah panjangnya ± 1 cm, pericarp tipis, berdaging, tempurung mengayu, bijinya hampir membulat. g. Perakaran

Pada kaki pohon Kayu Bawang ada yang memiliki banir kecil sampai tidak ada banir. Kayu Bawang mempunyai susunan akar tunjang yang kuat yang dapat menopang bagian-bagian pohon yang berada di atasnya. Kuat tidaknya perakaran suatu pohon juga ditentukan oleh tapak atau tempat tumbuhnya.

2. Sifat-sifat Reproduktif Kayu Bawang

Reproduktif merupakan suatu proses untuk memperbanyak atau mempertahankan keturunan yang disertai peleburan atau tidaknya suatu gamet. Reproduktif dibagi atas pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. a. Perkecambahan

Perkecambahan yaitu pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pertumbuhan lembaga setelah benih mengalami dormansi yang merupakan peralihan dari fase istirahat ke fase vegetatif (Baker, 1950 dalam Fadjeri, 1999).

(19)

Secara teknis perkecambahan berlangsung setelah kulit benih lepas dan pecah, kemudian keluar bakal akar yang hidup. Sedangkan secara praktis, perkecambahan terjadi jika buah jatuh di atas tanah dan buah membusuk dengan di dalamnya biji, maka untuk beberapa lama akan mengeluarkan bakal akar/akar jika keadaan untuk tumbuh dan hidup dengan baik.

Kerusakan pada biji Kayu Bawang dapat diakibatkan karena serangan ulat, serangga penggerek jamur atau bakteri serta gangguan lainnya. Persentase kecambah mampu mencapai 70% dalam jangka waktu 11-32 bulan (Chua, 1998).

b. Masa Berbunga

Masa berbunga pohon Kayu Bawang di Malaysia terjadi pada bulan Januari-Juli (Chua, 1998). Di Indonesia sendiri juga diperkirakan pada bulan tersebut dikarenakan kesamaan tapak dan iklim.

c. Masa Berbuah

Masa berbuah diawali setelah terjadi masa berbunga suatu pohon, karena di dalam bunga terdapat bakal buah. Masa berbunga pohon Kayu Bawang terjadi pada bulan Juni-September. Buah kurang lebih terjadi sepanjang tahun di Kalimantan dikarenakan kondisi tapak (Chua, 1998). 3. Klasifikasi Tumbuhan Kayu Bawang

Dalam mengenal pohon hutan, sebelum kita mengenal sifat morfologi yang dimiliki pohon bersangkutan perlu dikenal lebih dahulu klasifikasi dan tata namanya. Hirarki klasifikasi dan tata nama Kayu Bawang sebagai berikut:

(20)

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Class : Dicotyledonae

Ordo : Santales

Family : Olacaceae Genus : Scorodocarpus

Species : Scorodocarpus borneensis Beccari. 4. Pemanfaatan Kayu Bawang

Di seluruh bagian Kayu Bawang memiliki manfaat dan telah dilakukan pengujian oleh para ahli. Kayu Bawang selain hanya dimanfaatkan kayunya, tetapi dapat pula untuk kepentingan pengobatan.

Di Serawak (Malaysia Timur), daun muda Kayu Bawang dapat dimakan sebagai sayuran dan buahnya dapat pula dimakan serta kadang-kadang digunakan sebagai pengganti bawang putih. Kayunya digunakan untuk konstruksi bangunan, bingkai jendela/pintu, jembatan, tiang, perahu dan bantalan rel kereta api. Dalam bidang pengobatan atau kedokteran, buahnya dapat digunakan sebagai penawar racun untuk antiaris (Antiaris Toxicaria

Lesch) peracunan, karena sari buahnya menunjukkan aktivitas antimikrobal

(Chua, 1998).

Seluruh bagian Kayu Bawang, termasuk bunga, buah, kulit, daun dan akarnya mempunyai bau seperti bawang putih karena kandungan asid amino yang terdapat di dalamnya. Kandungan sulfur dari tumbuhan ini menyebabkan ia boleh menjadi antimikrobal dan antivektor yang dapat menghalangi penyebaran penyakit bawaan vector seperti malaria. Dalam pengobatan tradisional, Kayu Bawang digunakan untuk mengobati demam dengan cara merebus akarnya dengan air hingga mendidih dan diminum airnya.

(21)

Menurut (Slumer, 1984 dalam Kebler dan Sidiyasa, 1999), Kayu Bawang memiliki kayu keras kelas menengah dan agak tahan lama, maka dapat dimanfaatkan untuk kontruksi dalam ruangan.

C. Suksesi Hutan

Istilah Suksesi digunakan pertama kali oleh Hult pada tahun 1885 dalam studi tentang perubahan pada komunikasi. Mengenai dasar studi suksesi itu sendiri dicetus oleh Cowles pada tahun 1899, sedangkan prinsip-prinsip dan teori suksesi dikemukakan secara mendalam seksama oleh Clements pada masa stelah Cowles, yaitu tahun 1907 (Gopal dan Bhardwaj, 1979 dalam Indriyanto, 2006).

Beberapa pengertian tentang istilah suksesi yang telah dikemukakan sebagai berikut:

a. Suksesi, yaitu perubahan langsung secara keseluruhan pada selang waktu lama, bersifat komulatif, di dalam komunitas tertuntu, dan terjadi pada tempat yang sama (Gopal dan Bhardwaj, 1979 dalam Indriyanto, 2006).

b. Suksesi, yaitu proses perubahan dalam komunikasi yang berlangsung menuju ke satu arah, berlangsung lambat, secara teratur, pasti dan diramalkan (Irwan,1992).

c. Suksesi, yaitu perubahan dalam komunitas yang berlangsung secara teratur dan menuju ke satu arah (Resosoedarmo dkk., 1986).

Menurut Indriyanto (2006), komunikasi merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, sekaligus sebagai sistem yang dinamis. Perubahan dalam komunitas selalu terjadi perubahan, misalnya pohon yang telah tua menjadi tumbang dan mati, terjadilah pembukaan tajuk hutan, sehingga sinar matahari masuk ke lapisan tajuk bagian bawah, maka anakan pohon yang semula tertekan

(22)

akan tumbuh dengan baik hingga menyusun lapisan tajuk atas. Demikian seterusnya, setiap perubahan pasti ada mekanisme atau proses yang mengembalikan kepada keadaan keseimbangan.

Selama proses suksesi akan terjadi perubahan yang mengarah kepada perkembangan atau kemajuan kondisi habitat yang mendukung terbentuknya komunitas baru, beberapa perubahan itu antara lain:

1. Adanya perkembangan sifat substrat (tanah),

2. Adanya peningkatan idensitas, tinggi tumbuhan, dan struktur komunikasi yang semakin kompleks,

3. Adanya peningkatan produktivitas komunitas sejalan dengan perkembangan sifat substrat,

4. Adanya peningkatan jumlah spesies organisme sampai tahap tertentu dalam proses suksesi,

5. Adanya peningkatan pemanafaatan sumber daya lingkungan sesuai (sejalan) dengan peningkatan jumlah spesies organisme,

6. Adanya perubahan iklim setempat, dan

7. Komunitas berkembang menjadi lebih kompleks.

Adapun kecepatan proses suksesi pada setiap habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

1. Luasnya komunitas awal yang rusak oleh adanya gangguan,

2. Spesies-spesies tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat terjadinya suksesi, 3. Sifat-sifat setiap spesies tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya

suksesi,

4. Kehadiran bakal kehidupan (biji, buah, spora, dan lain-lain), 5. Jenis substrat baru yang terbentuk, dan kondisi iklim.

(23)

Suksesi sebagai suatu proses perubahan komunitas atau ekosistem terjadi melalui beberapa tahap yang meliputi tahap nudasi, invasi, kompetitis dan reaksi, serta stasbilitas dan klimaks. Nudasi adalah proses pembentukan atau terjadinya daerah (wilayah) gundul baru. Invasi adalah datangnya bakal kehidupan bermacam-macam organisme dari suatu daerah ke daerah yang barudan menetap di daerah tersebut. Bakal kehidupan yang dimaksudkan di atas dapat berupa buah, biji, spora, telur, larva dan lain sebagainya. Invasi dikatakan sempurna jika telah ditempuh tiga tahap proses invasi yang meliputi: migrasi, penyesuaian, dan agregasi. Selanjutnya setiap organisme akan bersaing dan berusaha memodifikasi lingkungan dalam wilayahnya agar meraka dapat bertahan hidup. Modifikasi lingkungan berjalan sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi sangat cocok dengan organisme yang telah ada, dan sebaliknya lingkungan semakin menjadi kurang baik bagi spesies organism lain yang akana hadir berikutnya ke wilayah itu. Tingkatan terakhir dari proses suksesi dicapai ketika komunitas tersebut stabil.

D. Permudaan Alami dari Biji

Permudaan alam adalah suatu permudaan yang terjadi secara alami mulai dari berkecambah sampai penyebarannya, tetapi meskipun demikian diperlukan bantuan manusia untuk merawatnyaar dapat mencapai hasil yang baik (Djiun 1963 dalam Djatmiko, 2008).

Proses terjadinya permudaan alam menurut (Anwarsyah, 1980 dalam Djatmiko, 2008), dimulai berkecambahnya biji-biji dorman yang terbesar dari lantai hutan, dilanjutkan dengan tumbuhnya akar rambut, bakal batang serta daun dan kelangsungannya tergantung viabilitas benih dan kondisi lingkungannya.

(24)

Adanya semai pada lantai hutan, baik sebelum maupun sesudah penebangan sangat mempengaruhi regenerasi dan kelangsungan hidup suatu jenis di hutan alam Dipterocarpaceae. Sehingga kematian, kerapatan serta pola penyebaran dari jenis itu perlu untuk diketahui.

Darjadi dan (Hardjono, 1972 dalam Djatmiko, 2008), menyatakan bahwa regenerasi yang baik pada hutan hujan tropis biasanya dilakukan oleh alam itu sendiri. Oleh karena itu permudaan alam terutama dari jenis-jenis komersil perlu untuk dipelihara. Permudaan di hutan hujan tropis sebagian besar tergantung pada permudaan alam (natural regeneration). Pada umumnya permudaan alam sering mendapat gangguan berupa pengaruh faktor lingkungan dan faktor biotik.

E. Tinjauan Umum Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS)

Menurut Erwin (2009), Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) merupakan areal Hutan Pendidikan Lempake, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman yang semula merupakan kawasan dari areal konsensi HPH CV Kayu Mahakam yang telah dieksploitasi secara tebang pilih (selective cutting). Rektor Universitas Mulawarman pada saat itu Ir. R. H. Sambas Wirakusumah, M.Sc. meminta salah satu areal di kawasan hijau seluas 300 ha kepada Ali Akbar Afloes selaku pemegang konsesi HPH CV Kayu Mahakam untuk menjadi Hutan Pendidikan (Laboratorium Alam) Fakultas Kehutanan Unmul.

Substansi kesepakatan dalam Piagam Bersama antara Direktur CV Kayu Mahakam, Ali Akbar Afloes dan Rektor Universitas Mulawarman, R. Sambas Wirakusumah, pada tanggal 9 Juli 1974 dengan disaksikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Sjarif Thajeb dan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Kalimantan Timur, Abdul Wahab Syachranie adalah sebagai berikut:

(25)

1. Potensi hutan Indonesia, Kalimantan Timur khususnya semakin bertambah penting peranannya dalam upaya turut menjaga keseimbangan alam dari berbagai macam polusi;

2. Peningkatan pemanfaatan potensi hutan di wilayah propinsi Kalimantan Timur dapat mengakibatkan terganggunya kelestarian, oleh karena itu perlu dibuat usaha-usaha perlindungan dan pengawetan sumberdaya alam tersebut tanpa mengurangi kegiatan pemanfaatan tersebut;

3. Program Universitas Mulawarman untuk turut serta membantu usaha–usaha perlindungan dan pengawetan sumber alam itu tanpa mengurangi kegiatan pemanfaatan tersebut.

Tahun 1997 Walikota Samarinda juga kembali memperkuat agar kawasan ini dijadikan hutan pendidikan Universitas Mulawarman. Sejak dikelola oleh Unmul maka kawasan KRUS ini menjadi kawasan riset dan tempat berkumpul civitas akademika Fakultas Kehutanan Unmul, tak sedikit pula masyarakat luas baik dalam maupun luar negeri melakukan aktifitas riset di wilayah ini.

Pada tahun 2001 pihak Pemerintah kota Samarinda dan pihak Universitas Mulawarman kembali mengadakan penandatanganan MOU, kedua belah pihak sepakat untuk menjadikan sebagian wilayah KRUS sekitar 62 ha untuk dikelola sebagai kawasan wisata. Saat ini pengelola terus berusaha membenahi KRUS agar semakin menarik bagi pengunjung.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) selama lebih kurang 2 bulan, dimulai pada 20 Juli hingga 20 September 2013 meliputi kegiatan orientasi lapangan, persiapan penelitian, pengamatan dan pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan hasil penelitian.

B. Alat dan Bahan Alat :

1. Meteran, untuk mengukur plot.

2. Parang, untuk merintis batas plot dan rintisan jalan. 3. Kamera, untuk dokumentasi penelitian.

4. Phiband, untuk mengukur diameter pohon induk.

5. Kompas, untuk menentukan arah dan jalur pengamatan. 6. Clinometer, untuk mengukur kelerengan.

7. Calculator, untuk mengolah data hasil penelitian. 8. Alat tulis menulis..

Bahan :

1. Anakan Kayu Bawang (Scorodarpus borneensis Beccari.). 2. Tali rafia, untuk membatasi batas jalur pengamatan dalam plot

C. Prosedur Penelitian 1. Orientasi lapangan

Orientasi lapangan dilakukan untuk menentukan dan mempersiapkan lokasi penelitian, mencari informasi tentang lokasi pohon induk KayuBawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) serta permudaan alamnya melalui

(27)

perantara pihak berwenang yang berada di sekitar Areal Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).

2. Menyiapkan bahan dan alat

Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan bahan dan alat akan digunakan selama kegiatan penelitian, sebelum menuju objek penelitian di lokasi Kayu Bawang yang akan di teliti.

3. Penentuan dan pembuatan plot

Kegiatan dilakukan berdasarkan hasil orientasi lapang dengan bantuan teknisi lapangan setempat yang tahu posisi/keberadaan pohon induk Kayu Bawang. Plot dibuat berupa jalur-jalur pengamatan dengan pohon Kayu Bawang (pohon induk) sebagai titik sentral pengamatan. Jalur pengamatan dibuat sebanyak 8 jalur disesuaikan dengan arah mata angin dangan panjang jalur sejauh tiga kali lebar tajuk. Panjang jalur tiga kali lebar tajuk dimaksudkan untuk membatasi batas terjauh pengamatan semai Kayu Bawang yang menjadi objek penelitian, sedangkan pembuatan batas jalur dimaksudkan sebagai pembatas pengamatan semai Kayu Bawang supaya tidak terjadi perhitungan berulang (tumpang tindih perhitungan). Jumlah pohon induk ditentukan masing-masing sebanyak 5 pohon yang berada di sekitar Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Sebagai gambaran pembuatan plot/sketsa penyebaran anakan (semai) Kayu Bawang di sekitar pohon induk dapat di lihat pada Gambar 1 berikut ini:

(28)

Gambar 1. Sketsa Penyebaran Anakan (semai) Kayu Bawang di Sekitar Pohon Induk

Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon KayuBawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk)

(29)

Dari Gambar 1 di atas terdapat garis lingkar batas plot dengan luas 0,1 ha (r = 13,7 m) hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah anakan (semai) Kayu Bawang jika diasumsikan per hektar luasan.

4. Pengumpulan dan pengambilan data

Pengumpulan dan pengambilan data di lapangan dibedakan menjadi 2 kategori yaitu:

a. Data Pohon Induk

Mendata pohon induk Kayu Bawang dengan mengukur tinggi, diameter, dan lebar tajuk pada setiap puhon induk.

b. Data Permudaan Kayu Bawang

Mendata dan menginventarisir permudaan alami jenis Kayu Bawang tingkat semai pada masing-masing jalur pengamatan, dengan mencatat jumlah, diameter, tinggi dan jarak anakan terhadap pohon induk.

5. Pengolahan data

Dari hasil tabulasi dan pengukuran di lapangan kemudian diolah untuk mengetahui jumlah, potensi, penyebaran dan kerapatan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

a. Luas Bidang Dasar (Basal Area) Pohon Induk

Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan tertentu terhadap luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutup batang pohon atau luas bidang dasar (luas basal area) (Indriyanto, 2006).

LBD = ¼ π d 2 Keterangan :

(30)

b. Luas Proyeksi Tajuk

Luas proyeksi tajuk adalah besarnya/luasnya proyeksi tajuk dari tiap-tiap individu pada lantai hutan. Satuannya m2, dm2, cm2. Dasar

perhitungan untuk menentukan luas penutupan adalah dari hasil pengukuran luas tajuk (diameter tajuk) yang diukur dua kali pengukuran (d1 dan d2) Luas Proyeksi Tajuk (LPT) diperoleh dengan rumus :

LPT = [(d1 + d2)/4]2 * ! Dimana :

 d1 = Lebar diameter tajuk 1  d2 = Lebar diameter tajuk 2  " = 3,1415...

(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Pohon Induk

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pada masing-masing pohon induk Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) memiliki perbedaan data pada masing-masing pohon induk mulai dari pendataan diameter, tinggi, dan lebar tajuk. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Hasil Pengukuran pada Setiap Pohon Induk

Pohon Induk Diameter (cm) Tinggi (m) Lebar Tajuk LBD (m2) LPT D1 (m) D2 (m) 1 52,52 23 9 11 0,2166 78,54 2 42,50 18 8 9 0,1419 56,75 3 61,30 16 8 7 0,2951 44,18 4 59,18 21 11 11 0,2751 95,03 5 45,23 18 7 9 0,1607 50,27

B. Jumlah dan Komposisi Anakan Kayu Bawang

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pada masing-masing lokasi plot penelitian yang ditemukan pohon induk Kayu Bawang (Scorodocarpus

borneensis Beccari), memiliki keanekaragaman data tentang jumlah anakan

Kayu Bawang. Secara garis besar mengenai jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Jumlah Anakan pada Masing-masing Plot Pengamatan Nomor Pohon Induk Jumlah Anakan (Semai Kayu Bawang) Jarak Terjauh Anakan (m) Perkiraan Jumlah Anakan Perhektar 1 2 3 4 5 37 92 20 47 31 13,65 7,93 5,70 10,35 7,80 370 920 200 470 310 227 46,43 2270

#$

45,4 9,29 454

(32)

Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-2 dengan jumlah 92 anakan, sedangkan anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-3 dengan jumlah 20 anakan,

Jumlah anakan (semai) Kayu Bawang yang ditemukan pada semua plot pengamatan adalah 227 anakan, selain itu diperkirakan rata-rata anakan Kayu Bawang perhektar adalah 2270 anakan/Ha atau 454 anakan/Ha/plot.

Pada plot 1 ditemukan anakan (semai) Kayu Bawang dengan jumlah 37 anakan, dari plot ini yang yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 1 dan 4 yaitu sebanyak 9 anakan, sedangkan pada jalur 6 sama sekali tidak ditemukan anakan Kayu Bawang. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 5 pada lampiran.

Pada plot 2 ditemukan anakan (semai) Kayu Bawang dengan jumlah 90 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak berada di jalur 2 dengan jumlah 17 anakan, sedangkan anakan yang paling sedikit berada pada jalur 3, 4 dan 7 yaitu masing-masing sebanyhpoilak 8 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 pada lampiran.

Pada plot 3 ditemukan anakan (semai) Kayu Bawang dengan jumlah 20 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 8 dengan jumlah 5, sedangkan pada jalur 6 dan 7 ditemukan hanya 1 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7 pada lampiran.

Pada plot 4 ditemukan anakan (semai) Kayu Bawang dengan jumlah 47 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan tebanyak berada di jalur 5 dengan jumlah 10 anakan, sedangkan di jalur 8 hanya ditemukan sebanyak 1 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 pada lampiran.

(33)

Pada plot 5 ditemukan anakan (semai) Kayu Bawang dengan jumlah 31 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 2 dan 5 dengan jumlah 6 anakan, sedangkan di jalur 3 dan 7 masing-masing hanya ditemukan sebanyak 2 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9 pada lampiran.

C. Penyebaran (Distribusi) Anakan Kayu Bawang

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah anakan dengan jarak 1 m dari semua pohon induk adalah 36 anakan, sedangkan jumlah anakan dengan jarak 2 m dari semua pohon induk adalah 40 anakan, pada jarak 3 m dari jumlah semua pohon induk adalah 19 anakan, kemudian jumlah anakan dengan jumlah 4 m dari semua pohon induk adalah 30 m, jumlah anakan dengan jarak 5 m dari semua pohon induk adalah 31 anakan, sedangkan jumlah anakan dengan jarak 6 m dari semua pohon induk adalah 23 anakan, kemudian jumlah anakan dengan jarak 7 m dari semua pohon induk adalah 19 anakan, dan pada jarak 8 m dari semua pohon induk adalah 29 anakan. Dari seluruh jumlah anakan yg ada ada setiap meter, jarak 3 dan 7 mendapatkan jumlah anakan paling sedikit yaitu dengan jumlah 19 anakan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Jumlah Anakan dari Setiap Jalur Pengamatan pada Masing-masing

Pohon Induk No Pohon Induk

Jumlah Anakan Pada Setiap Jalur

Pengamatan N 1 2 3 4 5 6 7 8 1 9 8 1 9 1 0 3 6 37 2 16 17 8 8 12 13 8 10 92 3 2 2 4 3 2 1 1 5 20 4 6 7 4 6 10 6 5 3 47 5 3 6 2 4 6 3 2 5 31 Jumlah 36 40 19 30 31 23 19 29 227

(34)

Rangkuman hasil penghitungan tinggi rataan, jarak terdekat, jarak terjauh serta frekuensi anakan Kayu Bawang pada masing-masing pohon induk pada lokasi plot pengamatan disajikan pada Tabel 4 berikut di bawah ini:

Tabel 4. Jumlah, Tinggi Rataan, Jarak Terjauh dan Jarak Terdekat Anakan Kayu Bawang pada Masing-masing Pohon Induk

Pohon Induk Jumlah Anakan Tinggi Rataan (cm) Jarak Terjauh (m) Jarak Terdekat (m) 1 2 3 4 5 37 92 20 47 31 24,19 19,25 16,95 17,81 18,81 13,65 7,93 5,70 10,35 7,80 0,93 0,77 0,90 1,20 1,14

Pada Tabel 4 menggambarkan data yang berbeda pada setiap parameter yang diamati. Jumlah anakan pada pohon induk ke-2 lebih banyak anakannya yaitu 92 anakan, dibandingkan pohon induk lainnya khususnya pohon induk ke-3 yaitu hanya 20 anakan.

Dari tinggi rataan anakan yang ditemukan, terlihat tinggi rata-rata tertinggi ditemukan pada anakan pohon induk ke-1 yaitu 24,19 cm. sedangkan tinggi rata-rata terendah ditemukan pada pohon induk ke-3 yaitu 16,95 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan keadaan pertumbuhan Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) serta regenerasinya di masing-masing pohon induk tersebut sangat berbeda. Dari pengamatan secara sepintas, terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal ini kondisi pohon induk, yang nampak jelas perbedaannya adalah umur dan kondisi pohon Kayu Bawang yang terpilih. Untuk pohon induk ke-2 diduga lebih matang dalam hal umur dan kondisi pohonnya dibandingkan dengan pohon induk lainnya. Hal ini disebabkan karena sulitnya mencari pohon Kayu Bawang yang memenuhi standar untuk kriteria pohon induk. Walaupun dengan survei dan penyisiran lokasi juga tidak

(35)

ditemukan pohon Kayu Bawang yang unggul, akhirnya dipilih yang ada walaupun sebenarnya umurnya masih muda dan belum cukup untuk dijadikan pohon induk.

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan penelitian di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-2 dengan jumlah 92 anakan, sedangkan anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-3 dengan jumlah 20 anakan. Jumlah anakan (semai) Kayu Bawang yang ditemukan pada semua plot pengamatan adalah 227 anakan, rata-rata perkiraan jumlah anakan perhektar adalah 454 anakan/Ha.

2. Jarak terjauh anakan terhadap pohon induk adalah 13,65 meter dan jarak terdekat adalah 0,77 meter.

3. Tinggi rata-rata tertinggi anakan Kayu Bawang ditemukan pada pohon induk ke-1 yaitu 24,19 cm, sedangkan tinggi rata-rata terendah anakan Kayu Bawang ditemukan pada pohon induk ke-3 yaitu 16,95 cm.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

Perlu dilakukan penelitian tentang regenerasi jenis Kayu Bawang di daerah lain guna mengetahui perkembangan dan keberadaannya mulai dari biji, semai hingga pohon dewasa, dan juga diperlukan adanya campur tangan manusia terhadap semai-semai Kayu Bawang agar dapat memulihkan anakan Kayu Bawang, sehingga keberadaan jenis Kayu Bawang ini dapat berkembang dan tumbuh dewasa dan dapat mengurangi resiko kelangkaan/kepunahan.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Chua L.S.L. 1998. (http://www.scorodocarpusborneensis.com).

Djatmiko, R. danFadjeri, M. 2008. Studi Tentang Kehadiran Permudaan Alam dan Regenerasi Jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.) di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) dan Hutan Pendidikan UNMUL Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Samarinda.

Erwin, Muhammad. 2009. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung.

Fadjeri M. 1999.Studi Mengenai Trubusan Tunggal serta Mudaan Alami Bangkirai di Areal Hutan Pendidikan Lempake, Bukit Soeharto, dan Wanariset Samboja. Samarinda.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwan Z. D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi :Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Kebler P.J.A. dan Kade Sidiyasa. 1999. Pohon-pohon Hutan Kalimantan Timur. Pedoman mengenal 280 Jenis Pohon-pohon Pilihan di Daerah Balikpapan-Samarinda. Series 2. MOFEC-Tropenbos-Kalimantan Project. Wanariset Samboja.

PIKA. 2003. Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius. Yogyakarta.

Rahmanto R.G.H dan Dodi Iskandar Fauzi. 2000. Prospek Pemanfaatan Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari.). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samarinda. Samarinda.

Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1996. Pengamatan Ekologi. Penerbit Remadja Rosda Karya. Bandung.

(38)
(39)

Lampiran 2.

Gambar 8. Pembuatan Plot Pengamatan Gambar 7. Pengompasan Arah Jalur Pengamatan

(40)

Lanjutan.

Gambar 9. Pengukuran Jarak Anakan Kayu Bawang dari Pohon Induk

(41)

Lampiran 1.

Gambar 2. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-1 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Kayu Bawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Kayu Bawang

Jalur3 Jalur2

Jalur4 Jalur1

Jalur5 Jalur 8

(42)

Gambar 3. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-2 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Kayu Bawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Kayu Bawang

Jalur 5 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8

(43)

Gambar 4. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-3 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Kayu Bawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Kayu Bawang

Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8

(44)

Gambar 5. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-4 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Kayu Bawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Kayu Bawang

Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8

(45)

Gambar 6. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk ke-5 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Kayu Bawang : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Kayu Bawang

Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8

(46)

Tabel 5. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada Pohon Induk Ke-1

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk . 1 1 1 27 1,15 2 50 1,90 3 65 3,70 4 60 5 5 24 3 6 17 3,30 7 19 4,10 8 26 6,60 9 24 7 2 1 22 1,12 2 15 1,20 3 22 1,29 4 19 3,20 5 32 4,20 6 23 6,20 7 17 6,39 8 22 9,70 3 1 25 2,10 4 1 15 0,93 2 15 4,50 3 20 9,20 4 28 11 5 20 11,27 6 19 11,70 7 39 11,73 8 45 13,60 9 26 13,65 5 1 17 2 6 - - - 7 1 19 6,40 2 16 12,30 3 22 12,47 8 1 13 0,93 2 15 2 3 15 2,16

(47)

Lanjutan Tabel 5.

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk

4 13 4

5 15 5,31

6 14 6,52

Tabel 6. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada Pohon Induk Ke-2

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 2 1 1 17 2 2 19 2,10 3 24 2,30 4 20 2,59 5 19 2,78 6 21 2,81 7 24 2,85 8 29 3,35 9 20 3,40 10 25 3,65 11 24 3,86 12 17 4,56 13 20 4,60 14 22 4,90 15 19 5,10 16 24 5,95 2 1 18 1,23 2 17 1,43 3 23 1,86 4 33 1,88 5 25 2,10 6 29 2,57 7 21 2,70 8 20 3,06 9 19 3,10 10 20 3,60 11 18 3,82 12 16 3,94 13 18 3,97

(48)

L anjutan Tabel 6

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 14 21 4,64 15 16 5 16 27 5,12 17 20 7,10 3 1 14 0,96 2 13 2,10 3 16 2,60 4 15,2 3,27 5 18 3,37 6 21 3,80 7 15 4,69 8 20 5,40 4 1 16 1,43 2 22 2 3 16 2,2 4 18 2,70 5 23 2,86 6 16 2,95 7 12 3,52 8 15 4,62 5 1 15 1,20 2 20 1,30 3 15 1,80 4 16 2,30 5 9 2,60 6 12 3,44 7 14 3,90 8 17 4 9 21 4,10 10 14 4,15 11 29 4,22 12 21 4,30 6 1 16 0,77 2 13 1,12 3 15 1,25 4 14 2,17 5 21 2,90

(49)

Lanjutan Tabel 6.

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 6 24 3,26 7 9 3,30 8 27 4,38 9 23 4,75 10 20 5,25 11 21 6,37 12 17 6,80 13 26 7,45 7 1 16 1,26 2 18 1,35 3 13 1,67 4 24 1,92 5 21 2,35 6 19 2,56 7 22 3,60 8 27 8,55 8 1 18 0,98 2 15 1,85 3 21 2,28 4 16 2,20 5 17 2,59 6 18 3,54 7 18 5,03 8 20 5,70 9 19 6,10 10 25 7,93

Tabel 7. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada Pohon Induk Ke-3

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 3 1 1 17 2,05 2 11 7,58 2 1 19 4,60 2 13 5,70 3 1 21 1,50 2 14 1,70

(50)

Lanjutan Tabel 7.

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 3 16 2,40 4 11 3 4 1 17 1,10 2 19 1,15 3 15 1,28 5 1 16 1,80 2 19 1,95 6 1 16 0,90 7 1 15 1,20 8 1 16 1,25 2 19 1,50 3 21 2,70 4 24 2,85 5 20 3,10

Tabel 8. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada Pohon Induk Ke-4

No

Pohon jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 4 1 1 16 1,53 2 17 2,10 3 23 2,70 4 20 2,95 5 21 3,10 6 17 3,26 2 1 16 1,20 2 21 1,80 3 20 1,90 4 25 2,10 5 16 2,70 6 17 3,15 7 12 6,80 3 1 19 2,25 2 13 3,85 3 11 4,30 4 20 5,10 4 1 11 1,53

(51)

Lanjutan Tabel 8.

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 2 17 1,90 3 19 2,25 4 20 3,20 5 17 3,95 6 25 5,80 5 1 17 2,75 2 18 2,90 3 11 3,10 4 17 3,20 5 19 3,30 6 25 4,15 7 17 5,10 8 23 5,45 9 26 7,25 10 12 10,35 6 1 12 1,21 2 16 2,60 3 20 3,43 4 21 3,60 5 14 3,75 6 10 9,10 7 1 10 2,50 2 17 3,20 3 19 4,13 4 23 5,25 5 24 5,70 8 1 10 1,80 2 17 3,50 3 26 5,20

Tabel 9. Data Hasil Penyebaran Permudaan Alami Jenis Kayu Bawang pada Pohon Induk Ke-5

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk

5 1

1 16 1,14

2 15 1,85

(52)

.Lanjutan Tabel 9.

No

Pohon Jalur Anakan Tinggi (cm)

Jarak Terhadap Pohon Induk 2 1 10 1,30 2 17 1,45 3 19 2,55 4 22 2,60 5 21 4,88 6 23 7,80 3 1 18 1,95 2 15 3,48 4 1 21 1,65 2 15 2,10 3 20 3,78 4 27 5,24 5 1 19 1,86 2 17 1,97 3 16 2,78 4 20 3,48 5 24 5,20 6 22 7,40 6 1 16 1,35 2 14 2,77 3 20 3,10 7 1 13 2,10 2 18 3,40 8 1 21 1,25 2 15 1,90 3 18 2,15 4 24 3,60 5 25 4,95

(53)

Tabel 10. Distribusi Anakan Kayu Bawang di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS)

Nomor Jarak terjauh ditemukan anakan kayu bawang terhadap pohon induk (m)

N Pohon Jalur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 1 2 3 1 1 1 1 9 2 3 1 1 2 1 8 3 1 1 4 1 1 1 4 2 9 5 1 1 6 0 7 1 2 3 8 1 2 1 1 1 6 2 1 7 4 3 2 16 2 4 3 6 1 2 1 17 3 1 2 3 1 1 8 4 1 5 1 1 8 5 3 2 2 5 12 6 3 2 2 2 1 2 1 13 7 4 2 1 1 8 8 2 3 1 2 1 1 10 3 1 1 1 2 2 1 1 2 3 2 1 1 4 4 3 3 5 2 2 6 1 1 7 1 1 8 2 2 1 5 4 1 1 3 2 6 2 3 2 1 1 7 3 1 1 1 1 4 4 2 1 2 1 6 5 2 3 1 2 1 1 10 6 1 1 3 1 6 7 1 1 1 2 5 8 1 1 1 3 5 1 2 1 3 2 2 2 1 1 6 3 1 1 2 4 1 1 1 1 4 5 2 1 1 1 1 6 6 1 1 1 3 7 1 1 2 8 2 1 1 1 5 Jumlah 55 53 46 23 20 9 8 1 1 3 4 2 2 227

Gambar

Gambar 1 .  S ketsa Penyebaran Anakan (semai) Kayu Bawang di Sekitar Pohon  Induk
Tabel 1. Hasil Pengukuran pada Setiap Pohon Induk  Pohon  Induk  Diameter (cm)  Tinggi (m)  Lebar Tajuk LBD (m 2 ) LPT  D1 (m)  D2  (m)  1 52,52 23  9  11  0,2166 78,54  2 42,50 18  8  9  0,1419 56,75  3 61,30 16 8 7 0,2951 44,18  4 59,18 21  11  11  0,275
Tabel 3.  Jumlah Anakan dari Setiap Jalur Pengamatan pada Masing-masing  Pohon Induk
Gambar 8. Pembuatan Plot Pengamatan  Gambar 7. Pengompasan Arah Jalur Pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

/ Saya/Kami memberi kebenaran dan memberi kuasa kepada pihak Bank untuk mendedahkan apa-apa maklumat dan butiran (kewangan atau lain-lain) yang berkaitan dengan urusan dan

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan

Nya penulisan skripsi yang berjudul “ Dampak Penambangan Pasir Besi Terhadap Perekonomian Masyarakat Di Desa Wotgalih kec. Yosowilangun Kabupaten Lumajang

Konflik kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar atau substantif (misalnya uang dan sumberdaya), masalah tata cara (sikap dalam menangani masalah) atau masalah

Memperhatikan kehidupan sosial masyarakat dari oramg tua anak sekolah minggu di Lingkungan Santo Lukas Wilayah Jebres Paroki Purbowardayan Surakarta, merupakan salah satu subjek

Analisis sintaksis mendapati bahawa Komp’ sememangnya mempunyai fitur [uwh] yang kuat tetapi kekuatan berkenaan tidak menjadi penyebab kata tanya tersebut bergerak

Pengaruh dan penyebaran dialek dari negeri bersebelahan iaitu Kedah telah menghasilkan pembentukan variasi leksikal [dep  ] di Kuala Kangsar [dep  ] di Hulu Perak.. PETA

Untuk beberapa saat Silas mengamati anak kecil tersebut, suatu pikiran terlintas dikepalanya mungkin saja Tuhan telah menggantikan emasnya yang hilang dengan anak tersebut..