PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION AKTIF
TERHADAP PENINGKATAN RENTANG GERAK SENDI
DAN KEKUATAN OTOT KAKI PADA LANSIA
DI PANTI WREDA DHARMA BAKTI
SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh: MUDRIKHAH J 210 080 090FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION AKTIF
TERHADAP PENINGKATAN RENTANG GERAK SENDI
DAN KEKUATAN OTOT KAKI PADA LANSIA
DI PANTI WREDA DHARMA BAKTI
SURAKARTA
Mudrikhah *
Agus Sudaryanto, S.kep., Ns., M.kes ** Kartinah, A.Kep., S.Kep **
Abstrak
Pada sendi lanjut usia terjadi perubahan pada jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia yang mengalami penurunan elastisitas. Berdasarkan studi pendahuluan di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta, sebanyak 25 lansia mengalami keterbatasan gerak pada ekstremitas bawah khususnya lutut dan ankle. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif terhadap peningkatan rentang gerak dan kekuatan otot kaki pada lansia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode Quasy experimental dengan rancangan penelitian non equivalent control group design. Sampel dalam penelitian adalah 24 lansia dibagi dalam 2 kelompok; perlakuan dan kontrol. Instrumen penelitian menggunakan Goneometer dan MMT (Manual Muscle Testing). Teknik analisis data menggunakan Uji
Paired sampel t-test dan Independent sample t-test untuk menguji rentang gerak, Uji Marginal Homogeneity Test dan Two Sample Kolmogorov-Smirnov untuk menguji
kekuatan otot dalam bentuk kategori. Hasil analisis Uji Paired sampel t-test pada rentang gerak diketahui nilai p-value (Pv=0,000) maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan
antara pre test dan post test rentang gerak pada kelompok perlakuan. Rata-rata rentang gerak sendi lutut dan ankle meningkat sebesar 19,170 pada posisi fleksi, 4,790 pada ekstensi, 8,990 pada dorsal fleksi dan 7,70 pada plantar fleksi. Hasil uji Marginal
Homogeneity Test pada kekuatan otot nilai p-value (Pv=0,000) maka H0 ditolak sehingga
terdapat perbedaan antara pre test dan post test kekuatan otot pada kelompok perlakuan. Kekuatan otot lutut dan ankle meningkat dari good menjadi normal. Maka disimpulkan ada pengaruh latihan ROM aktif terhadap peningkatan rentang gerak dan kekuatan otot kaki pada lanjut usia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta.
Kata kunci: rentang gerak, kekuatan otot, latihan Range Of Motion aktif, lanjut usia,
THE EFFECT OF ACTIVE EXERCISE RANGE OF MOTION
(ROM) TOWARD INCREASING THE JOINT RANGE OF
MOTION AND LEG MUSCLE STRENGTH IN THE ELDERLY
IN PANTI WREDA DHARMA BAKTI
SURAKARTA
Mudrikhah *
Agus Sudaryanto, S.kep., Ns., M.kes ** Kartinah, A.Kep., S.Kep **
Abstract
In the joints of elderly occur a change the connective tissue around them such as tendons, ligaments, and fascia which decrease elasticity. Based on preliminary studies in a Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta, 25 elderly have limited motion in the lower extremities, especially the knee and ankle. The aim of this research is to determine the effect of active exercise Range of Motion (ROM) toward increasing the range of motion’s joint and leg muscle strength in the elderly. This research is quantitative research uses Quasy experimental method with non equivalent control group design of the research design. The sample in this research are 24 elderly people divided into two groups; treatment and control. The instruments of this research use Goneometer and Manual Muscle Testing (MMT). The technique of analyzing the data use Paired sample t-test and Independent sample t-test to examine the range of motion, the Marginal Homogeneity test and Two Sample Kolmogorov-Smirnov test for testing muscle strength in the form of category. The analysis of Paired sample t-test on the range of motion is known p-value (Pv = 0.000) H0 is rejected, so that there is a
difference between pre test and post test range of motion in treatment group. The average range of motion between the knee joint and ankle increase 19,170 in the position of flexion, 4,790 in extension, 8,990 in dorsal flexion and 7,70 in plantar flexion. The result of Marginal Homogeneity Test in muscular strength, p-value (Pv = 0.000) H0 is rejected, so that there is a difference between pre test and post
test muscle strength in treatment group. The strength value of the knee muscle and ankle increase from good being normal. It can be concluded that there is an effect of active exercise Range of Motion (ROM) toward increasing the range of motion’s joint and leg muscle strength in the elderly in Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta.
Keywords : range of motion, muscle strength, active exercise Range Of Motion, elderly, panti wreda.
PENDAHULUAN
Pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1% (Effendi dan Makhfudli, 2009). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar 41,4% (Kinsella dan Tauber, 1993 dalam Maryam dkk, 2008).
Pada sendi lansia terjadi perubahan pada jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia yang mengalami penurunan elastisitas. Kartilago dan jaringan periartikular juga mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Seiring penuaan, serat otot akan mengecil, dan massa otot berkurang. Seiring berkurangnya massa otot, kekuatan otot juga berkurang (National Osteoporosis Foundation, 2006 dalam Potter dan Perry, 2009). Kekuatan muskuler mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5% dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya (Stanley dan Beare, 2006).
Latihan ROM aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi
dan kekuatan otot (Stanley dan Beare, 2006). Menurut Kozier dkk (2010) Latihan ROM aktif merupakan latihan isotonik yang mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot serta dapat mencegah perburukan kapsul sendi, ankilosis, dan kontraktur.
Pada sendi lutut lansia sebanyak 25% mengalami kekakuan pada posisi fleksi. Kekakuan tersebut dapat disebabkan adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan fleksibilitas sendi (Uliya, Soempeno, dan Kushartanti, 2007). Hasil uji statistik membuktikan bahwa kelemahan otot dorsal fleksor sendi pergelangan kaki (ankle) dan ekstensor sendi lutut pada lansia berhubungan erat dengan risiko jatuh dan penurunan kekuatan otot (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Pada studi pendahuluan di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta, dari jumlah lansia yang ada, sebanyak 25 lansia mengalami keterbatasan gerak pada ekstremitas bawah khususnya pada lutut dan ankle. Lansia yang mengalami keterbatasan gerak ini tidak melakukan latihan. Selain itu, kegiatan senam di panti hanya dilaksanakan setiap satu minggu sekali. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi serta latihan dapat memperparah kondisi muskuloskeletal dan ini akan semakin mempercepat penurunan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi kaki pada lansia
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh latihan
Range Of Motion (ROM) aktif
terhadap peningkatan rentang gerak sendi dan kekuatan otot kaki pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta.
LANDASAN TEORI
Perubahan Sistem Muskulo skeletal Pada Lansia
Lansia adalah proses menua termasuk biologis, psikologis, dan sosial (Kusumawati dan Hartono, 2010). Menurut World Healt Organization (WHO) (1999), lanjut
usia berdasarkan usia kronologis/ biologis digolongkan menjadi empat kelompok yaitu: 1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, 2) Lanjut usia (elderly) adalah kelompok usia 60 sampai 74 tahun, 3) Lanjut usia tua (old) adalah kelompok usia 75 sampai 90 tahun, dan 4) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun (WHO, 1999 dalam Azizah, 2011).
Pada lansia, sisitem muskuloskeletal termasuk didalamnya adalah tulang, persendian dan otot-otot akan mengalami perubahan (Maryam dkk, 2008). Kolagen sendi dan jaringan lunak sekitar akan mengerut. Kontraktur akan menghalangi pergerakan sendi dan mobilisasi pasif yang memperburuk kondisi kontraktur (Setiati dkk, 2009). Cairan sinovial mengental dan terjadi kalsifikasi kartilago. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara keseluruhan, dan cara berjalan (Maryam dkk, 2008).
Perubahan Rentang Gerak Dan Kekuatan Otot Pada Lansia
Rentang pergerakan atau
Range Of Motion (ROM) sendi
adalah pergerakan maksimal yang mungkin dilakukan oleh sendi. Rentang pergerakan sendi bervariasi dari individu ke individu lain dan ditentukan oleh jenis kelamin, usia, ada atau tidaknya penyakit, dan jumlah aktivitas fisik yang normalnya
dilakukan seseorang (Kozier dkk, 2010).
Hasil studi Blanke dan Hageman (1989) menyatakan bahwa ROM pergelangan kaki ditemukan berkurang pada lansia sebesar 19,08˚ dibandingkan dengan 21,25˚ pada usia muda (Blanke dan Hageman, 1989 dalam Begg dan Sparrow, 2006). Sedangkan studi yang dilakukan Uliya, Soempeno, dan Kushartanti menyatakan bahwa pada lansia nilai maksimal ROM fleksi sendi lutut pada lansia sebesar 115˚ yang berarti terjadi penurunan ROM fleksi sendi lutut sebesar 20% dari nilai normalnya yaitu 135˚ (Uliya, Soempeno, dan Kushartanti, 2007).
Studi yang dilakukan Mecagni dkk juga menyatakan penurunan ROM pergelangan kaki dalam plantar fleksi, dorso fleksi, inversi dan eversi sering terjadi pada lansia. ROM pada pergelangan kaki diperlukan untuk kegiatan fungsional seperti berjalan, yang membutuhkan minimal 10˚ dorsofleksi (Mecagni dkk, 2000).
Menurut Atmojo (2008), Kekuatan otot adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai dalam sekali usaha maksimal. Usaha maksimal ini dilakukan oleh otot atau sekelompok otot untuk mengatasi suatu tahanan. Kekuatan otot secara umum adalah kekuatan sisitem otot secara keseluruhan dalam mengatasi suatu tahanan (Ismaryati, 2006).
Pada lansia, massa dan kekutan otot menurun. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan otot, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. Untuk mencegah perubahan lebih lanjut dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Pada Lansia
Latihan Isotonik (dinamik) adalah latihan yang memendekkan otot untuk menghasilkan kontraksi otot dan pergerakan aktif. Latihan isotinik seperti halnya aktivitas kehidupan sehari-hari dan latihan ROM aktif. Dalam latihan, jenis latihan yang dianjurkan bagi lansia adalah latihan isotonik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Latihan isotonik menyebabkan kontraksi otot, perubahan panjangnya otot dan merangsang aktivitas osteoblastik (aktivitas sel pembentuk otot). Latihan ini juga meningkatkan tonus otot, massa dan kekuatan otot serta mempertahankan fleksibelitas sendi, rentang pergerakan dan sirkulasi (Potter dan Perry, 2010).
Studi yang dilakukan Feland dkk menyatakan bahwa 60 detik peregangan yang di ulang 4 kali, sekali per hari dan 5 kali per minggu selama 6 minggu, dapat meningkatkan perbaikan dalam ekstensi lutut pada lansia (Feland dkk, 2001). Sedangkan studi yang dilakukan Uliya, Soempeno, dan Kushartanti menyatakan bahwa fleksibilitas sendi yang mengalami gangguan gerak meningkat setelah dilakukan latihan ROM selama 3 minggu sebesar 31,87˚ dan selama 6 minggu meningkat sebesar 35˚. Untuk meningkatkan fleksibilitas sendi yang mengalami keterbatasan gerak, latihan ROM harus dilakukan minimal 3 minggu secara berturut-turut, 5 kali dalam seminggu dengan pengulangan pergerakan sebanyak 7 kali untuk setiap gerakan (Uliya, Soempeno, dan Kushartanti, 2007).
Pemeriksaan Rentang Gerak/ Luas Gerak Sendi (LGS) dan Kekuatan Otot
Pengukuran yang tepat terhadap luas gerak sendi dapat dilakukan dengan goniometer yaitu suatu busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi (Muttaqin, 2010). Sedangkan untuk Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual Manual Muscle Testing (MMT). Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan otot secara volunter (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Kriteria hasil pemeriksaan MMT menurut Daniel dan Worthingham (2004) adalah sebagai berikut: 1) Normal (5) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan maksimal, 2)
Good (4) mampu bergerak dengan
luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan sedang (moderat), 3) Fair (3) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan, 4) Poor (2) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi, 5)
Trace (1) tidak ada gerakan sendi,
tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi, 6) Zero (0) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
METODELOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan metode
Quasy experimental dengan
menggunakan rancangan penelitian
non equivalent control group design.
Dalam rancangan ini, terdapat dua kelompok yaitu kelompok
eksperimental yang diberi perlakuan dan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pada kedua kelompok diawali dengan pra-test dan setelah pemberian perlakuan selesai dilakukan post-test (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami keterbatasan rentang gerak pada lutut dan ankle yang berada di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta sebanyak 25 lansia dan yang berada di Panti Lansia Aisyiyah Banjarsari Surakarta sebanyak 15 lansia.
Sampel dalam penelitian sebanyak 24 orang dibagi dalam 2 kelompok yaitu 12 orang sebagai kelompok perlakuan dan 12 orang sebagai kelompok kontrol dengan kriteria inklusi Lansia usia 60-74 tahun, lansia yang mengalami keterbatasan gerak/ memiliki masalah pada sisitem muskuloskeletal, lansia yang tidak mengikuti senam lansia, lansia yang tidak mengalami kelumpuhan serta kontraktur pada persendian, dan bersedia mengikuti latihan ROM secara teratur.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta dan di Panti Lansia Aisyiyah Banjarsari Surakarta pada tanggal 02 April 2012 sampai dengan 12 Mei 20012. Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu dengan latihan ROM aktif sebanyak 4 kali peregangan, satu kali dalam sehari dan 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa goneometer untuk
mengukur rentang gerak dan MMT (Manual Muscle Testing) untuk mengukur kekuatan otot.
Analisis Data
Pengujian hipotesis penelitian menggunakan Uji Paired
sampel t-test dan Independent
sample t-test untuk menguji rentang
gerak dan Uji Marginal Homogeneity
Test dan Uji Two Sample
Kolmogorov-Smirnov untuk menguji
kekuatan otot dalam bentuk kategori (Dahlan, 2011).
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Deskripsi Rentang Gerak Sendi Lutut dan ankle
Tabel 1. Rentang Gerak Sendi Lutut dan Ankle (perlakuan)
Perlakuan
No Rentang Gerak Pre Post
Mean SD Mean SD 1 2 3 4 5 6 7 8 Fleksi lutut ka Fleksi lutut ki Ekstensi lutut ka Ekstensi lutut ki Dorsal fleksi ka Dorsal fleksi ki Plantar fleksi ka Plantar fleksi ki 111,25 113,75 2,92 2,92 12,92 15,42 37,08 37,92 11,10 8,82 3,34 2,57 8,65 6,56 6,20 4,50 131,25 132,92 7,92 7,08 23,33 26,67 44,17 47,50 6,08 5,42 4,98 3,34 8,07 9,85 7,93 4,52
Tabel 2. Rentang Gerak Sendi Lutut dan Ankle (kontrol)
Kontrol
No Rentang Gerak Pre Post
Mean SD Mean SD 1 2 3 4 5 6 7 8 Fleksi lutut ka Fleksi lutut ki Ekstensi lutut ka Ekstensi lutut ki Dorsal fleksi ka Dorsal fleksi ki Plantar fleksi ka Plantar fleksi ki 112,5 114,17 5,42 7,50 7,9 9,17 34,17 36,25 9,17 10,62 3,96 3,37 4,98 9,25 8,48 10,47 113,33 115,83 6,67 7,08 9,58 8,75 32,08 32,92 11,74 11,84 3,26 3,34 4,98 8,01 6,89 10,97
Data statistik rentang gerak sendi lutut dan ankle kelompok perlakuan menunjukkan terdapat peningkatan rata-rata rentang gerak sendi lutut dan ankle pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta Kelompok Perlakuan.
Data statistik rentang gerak sendi lutut dan ankle kontrol menunjukkan terdapat beberapa penurunan rata-rata rentang gerak sendi lutut dan ankle yaitu ektensi lutut kiri, dorsal fleksi kiri, plantar fleksi kanan, dan plantar fleksi kiri. Deskripsi Kekuatan Otot Sendi Lutut dan Ankle
Tabel 3. Distribusi Pre test dan post
test Kekuatan Otot Sendi
Lutut dan Ankle kelompok perlakuan
Distribusi pre test kekuatan otot sendi lutut dan ankle pada kelompok perlakuan menunjukkan
distribusi tertinggi adalah good yaitu sebanyak 55% dan distribusi terendah adalah poor sebanyak 9%. Distribusi post test menunjukkan distribusi tertinggi adalah normal yaitu sebanyak 55% dan distribusi terendah adalah poor sebanyak 3%. Pada pre test dan post test kekuatan otot sendi kelompok perlakuan tidak ditemui kondisi zeero dan trace. Tabel 4. Distribusi Pre test dan post
test Kekuatan Otot Sendi
Lutut dan Ankle kelompok kontrol No Rentang Gerak Perlakuan Ktgr Pre Post F % F % 1 Lutut Fleksi kanan Poor 1 8 0 0 Fair 2 16 1 8 Good 6 50 4 33 Normal 3 26 7 58 Fleksi kiri Poor 1 8 1 8 Fair 1 8 0 0 Good 9 75 2 16 Normal 1 8 9 75 Ekstensi kanan Poor 1 8 0 0 Fair 3 26 1 8 Good 7 58 4 33 Normal 1 8 7 67 Ekstensi kiri Poor 1 8 0 0 Fair 2 16 0 0 Good 8 67 4 33 Normal 1 8 8 67 2 Ankle Dorsal fleksi kanan Poor 1 8 0 0 Fair 2 16 1 8 Good 7 58 3 23 Normal 2 16 8 67 Dorsal fleksi kiri Poor 1 8 0 0 Fair 2 16 1 8 Good 7 58 2 16 Normal 2 16 9 74 Plantar fleksi kanan Poor 1 8 1 8 Fair 1 8 4 33 Good 7 58 4 33 Normal 3 24 3 26 Plantar fleksi kiri Poor 2 16 1 8 Fair 8 67 3 26 Good 2 16 6 50 Normal 0 0 2 16 Jumlah Poor 9 9 3 3 Fair 21 22 11 11 Good 53 55 29 30 Normal 13 14 53 55 No Rentang Gerak Kontrol Pre Post ktgr F % F % 1 Lutut Fleksi kanan Poor 0 0 2 16 Fair 5 42 3 26 Good 7 58 6 50
Fleksi kiri Normal 0 0 1 8
Poor 0 0 2 16 Fair 4 33 4 34 Good 8 67 6 50 Ekstensi Normal 0 0 0 0 Kanan Poor 1 8 2 16 Fair 6 50 7 58 Good 5 42 3 26
Ekstensi kiri Normal 0 0 0 0
Poor 1 8 1 8 Fair 4 16 8 67 Good 7 67 3 2 2 Ankle Normal 0 8 0 0 Dorsal fleksi Kanan Poor 0 0 0 0 Fair 5 42 5 42 Good 7 58 6 50
Dorsal fleksi Normal 0 0 1 8 Kiri
Poor 0 0 1 8
Fair 4 33 6 50
Good 8 67 5 42
Plantar fleksi Normal 0 0 0 0 Kanan
Poor 0 0 4 33
Fair 2 16 6 50
Good 8 67 2 16
Plantar fleksi Normal 2 25 0 0 Kiri Poor 2 16 6 50 Fair 9 75 6 50 Good 1 8 0 0 Jumlah Normal 0 0 0 0 Poor 4 4 18 19 Fair 3 9 41 45 47 Good 5 1 53 31 32 Normal 2 2 2 2
Distribusi pre test kekuatan otot sendi lutut dan ankle pada kelompok kontrol menunjukkan distribusi tertinggi adalah good yaitu sebanyak 54% dan distribusi terendah adalah poor dan normal sebanyak 2%. Distribusi post test menunjukkan distribusi tertinggi adalah fair yaitu sebanyak 47% dan distribusi terendah adalah normal sebanyak 2%. Pada pre test dan post test kekuatan otot sendi kelompok kontrol tidak ditemui kondisi zeero dan trace.
Analisis Bivariat
Pengaruh ROM aktif terhadap Peningkatan Rentang Gerak
1) Uji Paired sampel t-test
Tabel 5. Hasil Uji Paired sampel
t-test Rentang Gerak Sendi
Lutut dan Ankle Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Rentang gerak Perlakuan Rata-rata thit p-v Pre Post 1 Fleksi 112,50 131,67 11,894 0,000 2 Ekstensi 2,29 7,08 6,802 0,000 3 Dorsal 14,17 23,13 6,349 0,000 4 Plantar 37,50 45,20 8,547 0,000 No Rentang gerak Kontrol Rata-rata thit p-v Pre Post 1 Fleksi 113,33 114,38 0,926 0,364 2 Ekstensi 6,46 6,88 0,569 0,575 3 Dorsal 8,54 9,17 0,549 0,588 4 Plantar 35,21 32,50 1,286 0,211
Hasil uji Paired sampel t-test rentang gerak pre test dan post test pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai p-value lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak. Sehingga
disimpulkan terdapat perbedaan antara pre test dan post test rentang gerak pada kelompok perlakuan.
Berdasarkan data pada tabel 5, rata-rata rentang gerak mengalami peningkatan sehingga disimpulkan terdapat pengaruh
pemberian latihan ROM aktif terhadap peningkatan rentang gerak sendi lutut dan ankle pada kelompok perlakuan dengan selisih peningkatan sebesar 19,170 pada posisi fleksi, 4,790 pada ekstensi, 8,990 pada dorsal fleksi dan 7,70 pada plantar fleksi.
Hasil uji paired sampel t-test rentang gerak pre test dan post test pada kelompok kontrol menunjukkan nilai p-value lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima. Sehingga
disimpulkan tidak terdapat perbedaan antara pre test dan post
test rentang gerak pada kelompok
kontrol.
2) Uji Independent sample t-testt Tabel 6. Hasil Uji Independent
sample t-test Rentang
Gerak Sendi Lutut dan
Ankle Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol N
o
Rentang gerak
Pre test kes thitung p-v
1 Fleksi 0,294 0,770 H0 diterima 2 Ekstensi 4,502 0,000 H0 ditolak 3 Dorsal fleksi 2,613 0,012 H0 ditolak 4 Plantar fleksi 1,014 0,303 H0 diterima N
o
Rentang gerak
Post test kes thitung p-v
1 Fleksi 6,868 0,000 H0 ditolak 2 Ekstensi 0,211 0,834 H0 diterima 3 Dorsal fleksi 7,576 0,000 H0 ditolak 4 Plantar fleksi 5,829 0,000 H0 ditolak
Hasil uji Independent sample
t-test rentang gerak pre test antara
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan dua rentang gerak yaitu fleksi dan plantar fleksi memiliki nilai p-value lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima
sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan pre test rentang gerak fleksi dan plantar fleksi antara kelompok perlakuan dan kontrol Sedangkan dua rentang gerak lainnya adalah ektensi dan dorsal fleksi memiliki nilai p-value lebih
kecil dari 0,05, maka H0 ditolak
sehingga disimpulkan terdapat perbedaan pre test rentang gerak ekstensi dan dorsal fleksi antara kelompok perlakuan dan kontrol dimana nilai rata-rata pre test ekstensi kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol yaitu 2,290 < 6,460 dan nilai rata-rata pre
test dorsal fleksi kelompok kontrol
lebih rendah dari pada kelompok perlakuan yaitu 8,540 < 14,170.
Hasil uji Independent sample
t-test rentang gerak post test antara
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan Tiga rentang gerak yaitu fleksi, dorsal fleksi dan plantar fleksi memiliki nilai p-value lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak sehingga disimpulkan
terdapat perbedaan pre test rentang gerak fleksi, dorsal fleksi dan plantar fleksi antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Pengaruh ROM aktif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
1) Uji Marginal Homogeneity Test Kelompok Perlakuan
Tabel 7. Hasil Uji Marginal
Homogeneity Test
Kekuatan Otot Lutut dan
Ankle Kelompok Perlakuan
Tabulasi silang pre test dan post test kekuatan otot pada kelompok kontrol menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot antara pre test dengan post test. Pada kekuatan otot kategori poor pada pre test terdapat 9 responden (9%) dan turun menjadi 3 responden (3%) pada post test. Kategori fair pada pre test sebanyak 21
responden (22%) turun menjadi 11 responden (11%) pada post test, selanjutnya kategori good pada pre
test terdapat 53 responden (55%)
turun menjadi 29 responden (30%) pada post test, dan pada kategori normal pada pre test sebanyak 13 responden (14%) meningkat menjadi 53 responden (55%) pada post test.
Hasil uji Marginal Homogeneity
Test menunjukkan nilai p-value
sebesar 0,000. Nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak, sehingga terdapat
perbedaan kekuatan otot antara pre
test dan post test pada kelompok
perlakuan. Berdasarkan distribusi kategori kekuatan otot menunjukkan bahwa pada post test kekuatan otot lebih baik dibandingkan pre test maka disimpulkan terdapat pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot lutut dan
ankle pada lansia.
2) Uji Marginal Homogeneity Test Kelompok kontrol
Tabel 8. Hasil Uji Marginal
Homogeneity Test
Kekuatan Otot Lutut dan
Ankle Kelompok kontrol
Tabulasi silang pre test dan post test kekuatan otot pada kelompok kontrol menunjukkan adanya penurunan kekuatan otot antara pre test dengan post test. Pada kekuatan otot kategori poor pada pre test terdapat 4 responden (4%) dan naik menjadi 18 responden (19%) pada post test. Kategori fair pada pre test sebanyak 39 Pre test
kekuatan otot
Post test Kekuatan otot Poor Fair Good Norm al Total F % F % F % F % F % Poor 3 3 1 1 3 3 2 2 9 9 Fair 0 0 7 7 11 11 3 3 21 22 Good 0 0 3 3 15 16 35 37 53 55 Normal 0 0 0 0 0 0 13 14 13 14 Total 3 3 11 11 29 30 53 55 96 100 p-v = 0,000 Pre test kekuatan otot
Post test Kekuatan otot Poor Fair Good Norm
al Total F % F % F % F % F % Poor 4 4 0 0 0 0 0 0 4 4 Fair 12 1 3 2 4 2 5 3 3 0 0 39 41 Good 2 2 2 1 2 2 2 6 27 2 2 51 53 Normal 0 0 0 0 2 2 0 0 2 2 Total 1 8 1 9 4 5 4 7 3 1 32 2 2 96 100 p-v = 0,000
responden (41%) naik menjadi 45 responden (47%) pada post test, selanjutnya kategori good pada pre
test terdapat 51 responden (53%)
turun menjadi 31 responden (32%) pada post test, dan pada kategori normal pada pre test dan post test sama yaitu sebanyak 2 responden (2%).
3. Uji Two Sample
Kolmogorov-Smirnov Test Pre test Kekuatan
otot.
Tabel 9. Hasil Uji Two Sample
Kolmogorov-Smirnov Test Pre Test Kekuatan Otot
Lutut dan Ankle Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Perbandingan pre test kekuatan otot kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan bahwa pada kedua kelompok distribusi tertinggi kekuatan otot adalah good yaitu sebanyak 53 responden (28%) pada kelompok perlakuan dan 51 responden (27%) pada kelompok kontrol. Sedangkan distribusi terendah pada kelompok perlakuan adalah poor yaitu sebanyak 9 responden (5%) dan pada kelompok kontrol distribusi terendah adalah normal sebanyak 4 responden (2%).
Hasil uji Two Sample Kolmogorov-Smirnov Test kekuatan
otot pre test antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai p-value 0,342. Nilai p-value lebih besar lebih dari 0,05 (0,342 > 0,05), maka H0
diterima, sehingga disimpulkan tidak
terdapat perbedaan kekuatan otot antara kelompok perlakuan dan kontrol pada awal penelitian (pre
test).
4. Uji Two Sample
Kolmogorov-Smirnov Test Post test Kekuatan
otot.
Tabel 10. Hasil Uji Two Sample
Kolmogorov-Smirnov Test Post Test Kekuatan Otot
Lutut dan Ankle Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Perbandingan post test kekuatan otot kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan terdapat adanya perbedaan kekuatan otot. Pada kelompok perlakuan distribusi tertinggi adalah normal yaitu sebanyak 53 responden (28%) dan distribusi terendah adalah poor sebanyak 3 responden (2%). Sedangkan pada kelompok kontrol distribusi tertinggi adalah fair yaitu sebanyak 45 responden (23%) dan distribusi terendah adalah normal sebanyak 2 responden (1%).
Hasil uji Two Sample Kolmogorov-Smirnov Test kekuatan
otot post test antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai p-value 0,000. Nilai p-value lebih kecil lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), maka H0
ditolak, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan kekuatan otot antara kelompok perlakuan dan kontrol pada akhir penelitian (post
test). Kekuatan otot Perlakuan Kontrol F % F % Poor 9 5 4 2 Fair 21 11 39 20 Good 53 28 51 27 Normal 13 7 2 1 Total 96 50 96 50 p-v = 0,342 Kekuatan otot Perlakuan Kontrol F % F % Poor 3 2 18 53 Fair 11 6 45 23 Good 29 15 31 16 Normal 53 28 2 1 Total 96 50 96 50 p-v = 0,000
PEMBAHASAN
Gambaran Rentang Gerak
Hasil penelitian menunjukkan kondisi awal rentang gerak lansia pada kedua kelompok rata-rata memiliki keterbatasan rentang gerak. Hal tersebut terlihat dari rata-rata rentang gerak yang dibawah batas normal rentang gerak. Rentang gerak fleksi lutut pada kedua kelompok masih dibawah 1200, dorsal pada kedua kelompok rata-rata kurang dari 200, dan plantar fleksi pada kedua kelompok masih dibawah 450. Sedangkan ekstensi dalam batas normal yaitu antara 0 0-100.
Penurunan fleksibilitas pada lansia terjadi karena pada persendian, jaringan ikat dan tulang mengalami degenerasi sehingga elastisitas jaringan ikat dan tulang rawan berkurang. Perubahan elastisitas serabut otot juga mempengaruhi fleksibilitas, dimana jaringan ikat didalam serabut otot bertambah (Primana, 2006).
Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya penyakit penyerta yang memperburuk kemampuan rentang gerak lansia. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini memiliki penyakit penyerta seperti Remathoid Atritis dan Athritis Gout yang berhubungan dengan penurunan kemampuan rentang gerak pada lansia. Banyak keterbatasan rentang gerak akibat dari arthritis. Nyeri, bengkak sendi dan keterbatasan gerak akhirnya menimbulkan perubahan dalam ROM yang normal (Jenkins, 2005).
Data post test rentang gerak pada kelompok perlakuan setelah pemberian latihan ROM aktif menunjukkan adanya peningkatan rentang gerak. Setelah pemberian latihan ROM aktif rata-rata rentang
gerak sendi berada dalam batas normal. fleksi lutut antara 1200–1350, dorsal fleksi antara 200-300, plantar fleksi antara 450-500, dan ekstensi antara 00-100.
Data post test rentang gerak pada kelompok kontrol menunjukkan tidak adanya peningkatan rata-rata rentang gerak, bahkan ada beberapa yang mengalami penurunan. Rata-rata rentang gerak sendi ekstensi lutut kiri, dorsal fleksi kiri, plantar fleksi kanan dan kiri pada kelompok kontrol mengalami penurunan.
Menurut Jenkins (2005), penurunan ROM disebabkan oleh tidak adanya aktivitas dan latihan untuk mempertahankan kenormalan ROM, sendi dan otot dengan maksimum dan dilakukan secara teratur. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Gambaran Kekuatan Otot
Distribusi pre test kekuatan otot lansia pada kelompok perlakuan maupun kontrol menunjukkan rata-rata berada pada kategori good Selanjutnya pada post test kelompok perlakuan menunjukan sebagian besar lansia memiliki kekuatan otot dalam kategori normal sedangkan pada kelompok kontrol menurun menjadi fair.
Kekuatan muskuler mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Penurunan penggunaan sistem muskuler adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot (Stanley dan Beare, 2006). Seiring penuaan, serat otot akan mengecil, dan massa otot berkurang. Seiring berkurangnya massa otot, kekuatan
otot juga berkurang (National Osteoporosis Foundation, 2006 dalam Potter dan Perry, 2009). Analisis Bivariat
Pengaruh ROM terhadap peningkatan Rentang Gerak
Berdasarkan hasil analisis
t-test, terdapat perbedaan antara pre test dan post test rentang gerak
pada kelompok perlakuan setelah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) aktif. Rata-rata rentang gerak sendi lutut dan ankle pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta sebagai kelompok perlakuan meningkat. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan Range
Of Motion (ROM) aktif terhadap
peningkatan rentang gerak sendi pada lansia.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Ulliya, Soempeno, dan Kushartanti (2007) tentang “Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia Di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran”. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri
Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi dan memberikan nutrisi yang memungkinkan tulang untuk bergerak dengan lancar dan tanpa rasa sakit atau ketidaknyamanan (Jenkins, 2005).
Latihan Range Of Motion aktif terbukti tidak hanya meningkatkan rentang gerak tetapi juga dapat mempertahankan rentang gerak. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang menunujukkan bahwa pada post test kelompok kontrol terlihat rata-rata rentang gerak sendi lutut dan ankle lansia mengalami penurunan.
Jika terjadi penurunan gerak atau mobilitas maka aliran darah berkurang, sendi menjadi kaku dan menyakitkan, hal ini menyebabkan penurunan aktivitas dan pada akhirnya rentang gerak akan semakin mengalami penurunan dan keterbatasan gerak (Jenkins, 2005). Pengaruh ROM terhadap peningkatan Kekuatan Otot
Berdasarkan hasil analisis
Marginal Homogeneity Test dapat
disimpulkan terdapat perbedaan antara pre test dan post test kekuatan pada kelompok perlakuan setelah dilakukan latihan Range Of
Motion (ROM) aktif. Kekuatan otot
lutut dan ankle pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta sebagai kelompok perlakuan meningkat. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif terhadap peningkatan kekuatan otot pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Astrid, Nurachmah, dan Budiharto (2011) tentang “Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi Dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke Di RS Sint Carolus Jakarta”. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot meningkat (p=0,001) dan kemampuan fungsional meningkat (p=0,001) setelah diberikan latihan.
Latihan ROM aktif merupakan jenis latihan isotonik yang menyebabkan kontraksi otot, perubahan panjangnya otot dan merangsang aktivitas osteoblastik (aktivitas sel pembentuk otot).
Latihan ini juga meningkatkan tonus otot, massa dan kekuatan otot (Potter dan Perry, 2010).
Latihan Range Of Motion aktif terbukti tidak hanya meningkatkan kekutan otot tetapi juga dapat mempertahankan kekuatan otot. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunujukkan bahwa pada post test kelompok kontrol mengalami penurunan kekuatan otot dari good menjadi fair. Otot-otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya jika tidak digunakan. Latihan ROM aktif yang dilakukan secara intensif dapat untuk mempertahankan tonus & fungsi otot, serta mencegah disabilitas sendi (Hickey, 2003 dalam Astrid, Nurachmah, dan Budiharto 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Rentang gerak sendi lutut dan
ankle pada lansia di Panti Wreda
Dharma Bakti Surakarta sebelum dilakukan latihan ROM aktif rata-rata di bawah batas normal dan kekuatan otot semua pergerakan (fleksi, ekstensi , dorsal fleksi dan plantar fleksi) sebelum dilakukan latihan ROM aktif sebagian besar pada kategori
good.
2. Rentang gerak sendi lutut dan
ankle pada lansia di Panti Wreda
Dharma Bakti Surakarta setelah dilakukan latihan ROM aktif rata-rata dalam batas normal dan kekuatan otot semua pergerakan setelah dilakukan latihan ROM aktif sebagian besar pada kategori normal.
3. Rentang gerak sendi lutut dan
ankle lansia pada awal
pengukuran (pre test) di Panti Lansia Aisyiyah Surakarta rata-rata di bawah batas normal dan
kekuatan otot semua pergerakan sebagian besar pada kategori
good.
4. Rentang gerak sendi lutut dan
ankle lansia pada pengukuran
akhir (post test) di Panti Lansia Aisyiyah Surakarta rata-rata di bawah batas normal dan kekuatan otot semua pergerakan sebagian besar pada kategori
fair.
5. Terdapat pengaruh latihan
Range of Motion (ROM) aktif
terhadap peningkatan rentang gerak sendi dan kekuatan otot kaki pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis
menyampaikan beberapa saran bagi:
1. Panti Wreda
Bagi pengelola panti hendaknya menyediakan sumber daya manusia untuk melakukan program latihan khusus untuk lansia yang memiliki keterbatasan gerak atau kelemahan fisik secara berkelanjutan serta memfasilitasi program tersebut. 2. Lansia
Lansia hendaknya senantiasa menjaga kesehatan dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan serta latihan dan senam lansia yang bertujuan untuk meningkatkan rentang gerak dan kekuatan otot. 3. Perawat
Dalam melakukan perawatan lansia yang mengalami keterbatasan rentang gerak, perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang perawatan lansia melalui
pelatihan, telaah hasil penelitian, kajian teori dan lain-lain.
4. Peneliti yang lain
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah
perbendaharaan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif terhadap
peningkatan rentang gerak sendi dan kekuatan otot kaki pada lansia, sehingga dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya dengan tujuan menyempurnakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Astrid, M., Nurachmah, E, & Budiharto (2011). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi Dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint Carolus Jakarta. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). 1. 4. 175-182.
Atmojo, M.B. (2008). Tes &
Pengukuran Pendidikan Jasmani/ Olahraga. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS. Azizah, L.M. (2011). Keperawatan
Lanjut Usia. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Begg, R.K. & Sparrow, W.A. (2006). Ageing Effects on Knee and Ankle Joint Angles at Key Events and Phases of The Gait Cycle. Journal of
Medical Engineering &
Technology. 30. 6. 382–389.
Dahlan, M.S. (2011). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Daniel & Worthingham. (2004).
Muscle Testing: Techniques
of Manual Examination 7th ed
(Eriana, penerjemah). Philadelpia: W.B. Saunders Company.
Effendi, F & Makhfudli. (2009).
Keperawatan Kesehatan
Komunitas: Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Feland, J.B., Myrer, J.M., Schulthies, S.S., Fellingham, G.W., & Measom, G.W. (2001). The Effect of Duration of Stretching of The Hamstring Muscle Group for Increasing Range Of Motion In People Aged 65 Years or Older.
Journal Physical Therapy .
81. 5. 1110-1117.
Ismaryati. (2006). Tes Dan
Pengukuran Olahraga.
Surakarta: Sebelas Maret University Perss.
Jenkis, L. (2005). Maximizing Range Of Motion In Older Adults.
The Journal On Active Aging.
50-55.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. & Snyder, S. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik
(Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, Yuyun Yuningsih, & Ana Lusiana, penerjemah). Jakarta: EGC.
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010).
Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika. Maryam, R.S., Ekasari, M.F.,
Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Mecagni, C., Smith, J.P., Robrts, K.E., & O’Sullivan, S.B. (2000). Balance and Ankle Range Of Motion In Community-Dwelling Women Aged 64 to 87 Years: A Correlational Study. Journal
Physical Therapy . 80. 10.
1005- 1011.
Muttaqin, A. (2010). Pengkajian
Keperawatan: Aplikasi Pada
Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009).
Fundamental Keperawatan.
Buku 1 edisi ke-7 (Adrina Ferderika & Marina Albar, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.
(2010). Fundamental Keperawatan. Buku 2 & 3
edisi ke-7 (Diah Nur Fitriani, Onny Tampubolon, & Farah Diba, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.
Primana, D.A. (2006). Fleksibilitas Sendi Lanjut Usia Pada Berbagai Kompensasi Tubuh.
Jurnal Knowledge
management (JKM). 06. 01.
1-12.
Pudjiastuti, S.S. & Utomo, B. (2003).
Fisioterapi Pada Lansia.
Jakarta: EGC.
Setiati, S., Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., & Simadibarata, M. (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
Stanley, M & Beare, P.G. (2006).
Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Edisi ke-2 (Nety
Juniarti & Sari Kurnianingsih, Penerjemah). Jakarta: EGC. Uliya, S., Soempeno, B., &
Kushartanti B.M.W. (2007). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia Di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran.
Jurnal Media Ners. 1. 2.
72-78.
*Mudrikhah: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura
**Agus Sudaryanto, S.kep., Ns., M.kes: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.
**Kartinah, A.Kep., S.Kep: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura