• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak diarea lahan seluas 54.000 M2, dan merupakan Rumah Sakit Umum Daerah terbesar yang yang ada di wilayah Provinsi Gorontalo yang sekarang berstandar Rumah Sakit Tipe B.

Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo, memiliki dokter-dokter spesialis,dokter-dokter umum, dokter resident, dan juga terdapat perawat-perawat, bidan-bidan, ahli gizi, assistent perawat, security, serta bagian administrasi lainnya. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo ini juga menyediakan fasilitas-fasilitas pelayanan berupa Sistem Informasi, Medical Record, Askes Center, Apotik, Poliklinik-poliklinik, Kantor, Ruang Operasi, UGD, ICCU, ICU, NICU, PICU, Radiologi, Hemodialisa, Bank Darah, Laboratorium, Ruang VK, Kemudian terdapat Ruang-Ruang Perawatan Lainnya, yakni Ruang G1 Kebidanan terdapat di lantai bawah dan Ruang G1 Keperawatan Anak terdapat di Lantai Dua, setelah itu ada Ruang G2 bawah yang

(2)

terdiri atas ruang G2 Bedah kelas 1 dan ruang G2 Saraf, lalu di lantai dua terdapat ruang G2 Bedah Kelas 2 dan Kelas 3. Setelah itu terdapat juga ruang perawatan G3 Penyakit dalam yang terdiri dari ruang G3 lantai 1 yang terbagi menjadi ruang MPKP dan IMC dan lantai 2 terdapat ruang G3 kelas 2 dan 3. Selain itu ada ruang G4 Isolasi, dan juga ada ruangan VIP dan Paviliun. Kemudian juga rumah sakit ini terdapat instalasi Gizi, Kamar Mayat, dan terdapat pelayanan Loundry, Kantin, fotocopy, tempat ibadah, dan masih banyak lagi fasilitas-fasilitas yang disediakan dirumah sakit, baik pelayanan barang ataupun jasa .

Adapun Lokasi Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, tepatnya berada diruang G1 Kebidanan atau yang disebut ruang nifas, berada dilantai bawah G1, yang masing-masing dibagi menjadi kelas I, II, dan III. Di Kelas I, setiap kamar masing-masing terdapat 1 bed untuk pasien, kelas II terdapat 4 bed untuk pasien, dan di kelas III tedapat 6 Bed untuk Pasien.

4.1.2 Karateristik Responden

Dari penelitian yang dilakukan mulai dari tanggal 17 Mei sampai dengan 31 Mei 2013. Jumlah pasien yang diperoleh sebanyak 39 responden (pasien ibu nifas) dengan proporsi karakteristik umur, pekerjaan, pendidikan terakhir yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

(3)

Tabel 4.1: Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Usia, Pekerjaan dan Pendidikan Terakhir di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)

Usia 20-30 tahun 31-40 tahun > 40 tahun 24 responden 14 responden 1 responden 61,54% 35,89% 2,57% Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga PNS Karyawan Swasta/Wiraswasta Honor Dll 16 responden 11 responden 3 responden 5 responden 4 responden 41,03 % 28,21 % 7,69 % 12,82 % 10,25 % Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah SD SMP/sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi 0 responden 4 responden 6 responden 18 responden 11 responden 0% 10,26 % 15,38 % 46,15 % 28,21 %

(4)

Berdasarkan karakteristik responden seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1 bahwa, usia responden terbanyak yakni usia 20-30 tahun dengan jumlah 24 responden (61,54%), sedangkan usia terendah yakni usia > 40 tahun dengan jumlah 1 responden (2,57%). Berdasarkan pekerjaan, responden terbanyak yakni ibu Rumah Tangga dengan jumlah 16 responden (41,03 %), sedangkan pekerjaan dengan jumlah terendah karyawan swasta/wiraswasta yakni 3 responden (7,69 %). Berdasarkan pendidikan terakhir responden terbanyak yakni 18 responden (46,15%) dengan pendidikan terakhir SMA/Sederajat sedangkan jumlah pendidikan terakhir terendah SD dengan jumlah 4 responden (10,26 %).

4.1.1.1 Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Caesaria Sebelum Dilakukan Intervensi Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tabel 4.2: Distribusi frekuensi responden berdasarkan skala nyeri sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Skala Nyeri Frekuensi Presentase (%)

0 0 0% 1 0 0% 2 0 0% 3 0 0% 4 10 25,64% 5 29 74,36% Total 39 100%

(5)

Keterangan Tabel : 0 = Tidak Nyeri 1 = Nyeri Sedikit 2 = Nyeri

3 = Nyeri Lebih Berat 4 = Sangat Nyeri 5 = Nyeri Hebat

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi responden skala nyeri sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan bahwa skala nyeri pasien post-operasi sectio caesaria sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, frekuensi terbanyak yakni pada skala nyeri 5 (Nyeri Hebat) dengan frekuensi 29 responden atau presentase 74,36% dan 10 responden lainnya menunjukkan pada skala nyeri 4 (sangat nyeri) dengan presentase 25,64%.

4.1.1.2 Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Caesaria Setelah Dilakukan Intervensi Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tabel 4.3: Distribusi frekuensi responden berdasarkan skala nyeri Post-Operasi Sectio Caesaria setelah dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Skala Nyeri Frekuensi Presentase (%)

0 0 0% 1 3 7.69% 2 24 61.54% 3 10 25,64% 4 2 5,13% 5 0 0 % Total 39 100.0%

(6)

Keterangan Tabel : 0 = Tidak Nyeri 1 = Nyeri Sedikit 2 = Nyeri

3 = Nyeri Lebih Berat 4 = Sangat Nyeri 5 = Nyeri Hebat

Berdasarkan Tabel 4.3 distribusi frekuensi responden skala nyeri post operasi sectio caesaria setelah dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam, terjadi perubahan skala nyeri. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa skala nyeri ibu nifas post sectio caesaria setelah dilakukan yang terbanyak yakni pada skala 2(nyeri) dengan presentase 61,54%, dengan total 24 responden. Kemudian 10 responden menunjukkan skala nyeri 3 (lebih berat) dengan presentase 25,64%. Selanjutnya 3 responden menunjukkan skala nyeri 1 dengan presentase 7,69 % dan 2 responden menunjukkan skala nyeri 4 (sangat nyeri) dengan presentase 5,13%.

(7)

4.1.1.3 Jumlah Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Pre Test dan Post Test

Tabel 4.4: Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Intensitas Nyeri Pre-Test dan Post-Test di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Intensitas Nyeri n Presentase (%) Pre-Test Post-Test 5 4 2 5,13 % 5 3 10 25,64 % 5 2 17 43,59 % 4 2 7 17,95 % 4 1 3 7,69 % Total 39 100 %

Sumber : Data Primer 2013

Keterangan Tabel :

0 = Tidak Nyeri 1 = Nyeri Sedikit 2 = Nyeri

3 = Nyeri Lebih Berat 4 = Sangat Nyeri 5 = Nyeri Hebat

(8)

Pada daftar tabel 4.4 ditribusi statistik jumlah responden berdasarkan intensitas nyeri pre test dan post test, menunjukkan bahwa intensitas skala nyeri yang paling banyak yakni pada skala pre test 5 (nyeri hebat) ke skala nyeri post-test 2 (nyeri) dengan jumlah 17 responden atau dengan presentase sebanyak 43,59%. Selanjutnya, intensitas skala nyeri yang terbanyak kedua yakni skala nyeri pre-test 5 (nyeri hebat) ke Skala post test 3 (nyeri lebih berat) dengan jumlah 10 responden atau dengan presentase sebanyak 25,64%. Intensitas Skala Nyeri terbanyak ketiga yakni skala pre-test 4 (sangat nyeri) ke skala post-test 2 (Nyeri) dengan jumlah responden 7 atau dengan presentase 17,95% Intensitas skala nyeri keempat yakni skala pre-test 4 (sangat nyeri) ke skala post test 1 (Nyeri Sedikit) dengan jumlah 3 responden atau dengan presentase 7,69%. Intensitas skala nyeri kelima yakni skala pre-test 5 (Nyeri Hebat) ke skala nyeri post-test 4 (Sangat Nyeri) dengan jumlah responden 2 atau dengan presentase 5,13%.

4.1.1.4 Rataan Skala Nyeri Pre-Test dan Post-Test

Tabel 4.5: Tabel Distribusi Rataan Skala Nyeri Pre-Test dan Post-Test di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Mean n SD

Nyeri Pre-Test

4.74 39 0.442

Nyeri Post-Test

2.28 39 0.686

(9)

Berdasarkan uji statistik yang ditunjukkan pada tabel 4.5 bahwa nilai rataan intensitas nyeri sebelum intervensi (pre-test) diperoleh hasil 4,74%, ±0,442, sedangkan nilai rataan intensitas nyeri sesudah intervensi (post-test) diperoleh hasil 2,28 ± 0,686.

4.1.3 Pengaruh Intensitas Nyeri Pre Test dan Post Test

Tabel 4.6: Tabel Hasil Uji Statistik dengan Menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank Test di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Mean rank Sum of Ranks Z p Nyeri Pre-Test dan Post-Test 20.00 780.00 -5.591a 0.000

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan analisis uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test yang ditunjukkan tabel diatas bahwa besar nilai Z (bassed of posstive ranks) yakni -5.591a dengan signifikan p value 0.000 dari nilai < 0,05. Maka dengan nilai p value 0.000 lebih kecil dari < 0,05, artinya artinya hipotesis alternative sebelumnya dapat diterima. Dengan demikian pada penelitian ini ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post-operasi sectio caesaria di Rumah Sakit Umum Prof.Dr. Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo.

(10)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Intensitas Nyeri Sebelum Dilakukan Intervensi pada Pasien Post-Operasi Sectio Caesaria

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi responden pada skala nyeri sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan bahwa skala nyeri ibu nifas post sectio caesaria sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam. Frekuensi terbanyak yakni pada skala nyeri 5 (Nyeri Hebat) dengan frekuensi 29 responden atau presentase 74,36% dan 10 responden lainnya menunjukkan pada skala nyeri 4 (sangat nyeri) dengan presentase 25,64%. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi individu tentang nyeri berbeda-beda.

Menurut teori tentang persepsi nyeri individu yang berbeda-beda dalam hal skala dan tingkatannya dijelaskan oleh Musrifatul dan Hidayat (2011), yang menyatakan bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya .

Hal ini dibuktikan oleh Ernawati dkk (2009) dalam penelitian sebelumnya pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang bahwa nyeri dismenore sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam sebagian besar, pada skala 2 (nyeri sedang) sebanyak 31 orang (62,0%), 3 (nyeri menderita) 10 orang (20,00%) sedangkan yang terendah 1 (nyeri ringan) sebanyak 9 orang (18,0%).

(11)

Menurut peneliti bahwa setiap nyeri yang dirasakan oleh individu masing-masing sangatlah berbeda-beda, sesuai dengan persepsi individu dalam merasakan nyeri yang dialaminya, beradasarkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri itu sendiri, dalam teori Smeltzer and Bare (2002). Dalam penelitian, peneliti menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri berasal dari usia, perhatian, ansietas, makna nyeri, pengalaman masa lalu dan pekerjaan, pengetahuan, dukungan keluarga dan sosial.

1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter&Perry, 2005).

2. Perhatian

Menurut Gill (1990) yang dikutip oleh Priyanto (2009), “tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi/relaksasi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun”. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam keperawatan.

3. Ansietas

Menurut Gil (1990) dalam Potter dan Perry (2005), hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas.

(12)

4. Makna nyeri

Menurut Potter&Perry (2005), individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, Makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya.

5. Pengalaman masa lalu

Menurut Priyanto (2009), seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

6. Pekerjaan

Dalam penelitian, peneliti menemukan tingkat pekerjaan ibu rumah tangga yang paling banyak. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab indikasi sectio caesaria di akibatkan karena faktor ibu yang kelelahan dalam bekerja, salah satunya yakni mengurus rumah tangga.

7. Pengetahuan

Dalam penelitian, peneliti menemukan adanya faktor pengetahuan seorang ibu dalam merawat diri dan kandungannya selama proses masa kehamilan sampai dengan masa nifas.

(13)

8. Dukungan Keluarga dan Sosial

Dalam penelitian,peneliti menemukan dukungan keluarga dan sosial, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri. Dukungan keluarga dan sosial sangatlah penting bagi individu yang mengalami nyeri, karena dengan keadaan nyeri, seorang individu akan sangat bergantung kepada anggota keluarga dan teman dekat, untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan. Terutama bagi ibu nifas yang post-operasi sectio caesaria, yang sangat membutuhkan dukungan dan perlindungan dari seorang suami tercinta.

4.2.2 Intensitas Nyeri Setelah Dilakukan Intervensi pada Pasien Post Operasi

Sectio Caesaria

Berdasarkan hasil Distribusi frekuensi responden pada skala nyeri post operasi sectio caesaria seteah dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam, terjadi perubahan skala nyeri. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa skala nyeri ibu nifas post sectio caesaria setelah dilakukan yang terbanyak yakni pada skala 2 (nyeri) dengan presentase 61,54%, dengan total 24 responden. Kemudian 10 responden menunjukkan skala nyeri 3 (lebih berat) dengan presentase 25,64%. Selanjutnya 3 responden menunjukkan skala nyeri 1 dengan presentase 7,69 % dan 2 responden menunjukkan skala nyeri 4 (sangat nyeri) dengan presentase 5,13%. Hal ini menandakan bahwa terjadi penurunan skala intensitas nyeri pada setiap pasien post operasi sectio caesaria.

Menurut Teori Pengendalian Gerbang (gate control theory) oleh Melzack dan Wall (1965) yang dikutip Qittum (2008), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

(14)

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.

Hal ini dibuktikan dalam penelitian Ernawati, dkk (2009) dalam penelitian sebelumnya pada mahasiswi universitas muhammadiyah semarang bahwa nyeri dismenore setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada responden sebagian besar pada skala 0 (nyeri ringan) sebanyak 35 orang (70,0%) sedangkan yang terendah kategori menderita sebanyak 4 orang (8,0%).

Menurut Peneliti Intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi mengalami penurunan karena intervensi teknik relaksasi nafas dalam ini mampu mengontrol ataupun menurunkan nyeri pada pasien sectio caesaria. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian teknik relaksasi nafas dalam itu sendiri, jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan secara benar maka akan menimbulkan penurunan nyeri yang dirasakan sangat berkurang/optimal dan pasien sudah merasa nyaman dibanding sebelumnya, sebaliknya jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan dengan tidak benar, maka nyeri yang dirasakan sedikit berkurang namun masih terasa nyeri dan pasien merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Hal ini dapat mempengaruhi intensitas nyeri, karena jika teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan dapat menimbulkan rasa nyaman yang pada akhirnya akan meningkatkan toleransi persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami. Jika seseorang mampu meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu beradaptasi dengan nyeri, dan juga akan memiliki pertahanan diri yang baik pula.

(15)

4.2.3 Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Pada hasil ditribusi statistik jumlah responden berdasarkan intensitas nyeri pre test dan post test, menunjukkan bahwa intensitas skala nyeri yang paling banyak yakni pada skala pre-test 5 (nyeri hebat) ke skala nyeri post-test 2 (nyeri) dengan jumlah 17 responden atau dengan presentase sebanyak 43,59%. Selanjutnya, Intensitas skala nyeri yang paling sedikit yakni skala pre-test 5 (Nyeri Hebat) ke skala nyeri post-test 4 (Sangat Nyeri) dengan jumlah responden 2 atau dengan presentase 5,13%.

Menurut Smelzer & Bare (2002), Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi system syaraf otonom yang merupakan bagian dari system syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi p, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokontriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman implus nyeri dari medulla spinalis ke otak dan di persepsikan sebagai nyeri.

Penelitian ini juga diperkuatkan oleh penelitian Arfa (2012) di Rumah Sakit umum Prof Dr. Hi.Aloei Saboe pada penelitian dengan kasus Appendicitis, bahwa terdapat pengaruh antara teknik relaksasi nafas dalam

(16)

terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi appendicities. perbandingan responden sebelum dan sesudah pemberian intervensi semuanya berjumlah 45 orang, yang ditunjukkan bahwa terdapat 39 orang yang mengalami penurunan nyeri dari nyeri sedang ke nyeri ringan dengan nilai presentase 86,97% sedangkan 6 orang lainnya mengalami penurunan nyeri dari nyeri berat ke nyeri ringan dengan presentase 13,3 %.

Menurut peneliti, bahwa sebelum dilakukan intervensi, intensitas nyeri pasien masih sangat dirasakan nyeri hebat ataupun sangat nyeri dan setelah dilakukan intervensi nyeri berkurang dari intensitas nyeri sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam yang sangat membantu dalam mengontrol atau mengurangi nyeri, khususnya pada pasien post operasi sectio caesaria, dengan ditunjang menggunakan skala wajah, sehingga responden mudah memahami dan mengekspresikan nyeri sesuai yang dialaminya.

4.2.4 Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesaria

Pada hasil uji statistik yang ditunjukkan pada tabel 4.5 Distribusi Rataan Skala Nyeri Pre-Test dan Post-Test, bahwa nilai rataan intensitas nyeri sebelum intervensi (pre-test) diperoleh hasil 4,74% ±0,442, sedangkan nilai rataan intensitas nyeri sesudah intervensi (post-test) diperoleh hasil 2,28% ± 0,686., maka dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa masing-masing intensitas skala nyeri mengalami penurunan dari sebelum dilakukan intervensi sampai setelah dilakukan intervensi. Sehingga

(17)

berdasarkan data hasil analisis uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test yang ditunjukkan tabel diatas bahwa besar nilai Z (bassed of posstive ranks) yakni -5.591a dengan signifikan p value 0.000 dari nilai < 0,05. Maka dengan nilai p value 0.000 lebih kecil dari < 0,05, artinya hipotesis alternative sebelumnya dapat diterima. Dengan demikian pada penelitian ini, ada pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post-operasi sectio caesaria di Rumah Sakit Umum Prof.Dr. Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode yang paling mudah dilakukan dalam mengontrol atau mengurangi nyeri, merilekskan tegangan otot sesuai teori smeltzer & Bare (2002).

Adapun pengaruh dari teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri ini sangat ditentukan oleh ibu nifas yang melakukan treatmen. Tratmen dilakukan berdasarkan standar operasional prosedur dari teknik relaksasi nafas dalam. Adapun pemberian intervensi dilakukan pada hari ke-0 setelah efek anastesi yang digunakan hilang dan juga responden yang diambil sudah terppasang IVFD yang terinduksi analgetik petidine 50mg dan 2 unit oksitosin dalam RL 18 tts/m, karena jika diambil pada hari pertama, pasien sudah diberikan obat analgetik yakni Kaltrofen 2 Suppositoria masing-masing 10 mg, terkecuali pada ibu nifas yang mengalami perdarahan pada luka, karena pada keadaan tersebut kondisi ibu masih mengalami nyeri hebat. Adapun responden yang diambil juga merupakan ibu yang baru sekali melakukan sectio caesaria.

(18)

Sebelum dilakukan intervensi, peneliti melakukan bina hubungan saling percaya dengan pasien dan menjelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien, yakni dengan cara “ibu, Teknik Relaksasi Nafas Dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Tujuan dari treatmen ini untuk mengontrol atau menurunkan intensitas nyeri yang ibu rasakan sekarang, apakah ibu bersedia? Jika ibu bersedia, saya kontrak waktu kurang lebih 10 menit untuk melakukan treatmen ini.” Jika ibu bersedia, terlebih dahulu, intensitas nyeri pasien dikaji, yakni dengan cara : “kira-kira dengan melihat gambar ini (sambil menunjukkan gambar pada lembar observasi) nyeri yang ibu rasakan, terletak pada angka berapa?” setelah itu dilakukanlah treatmen kepada pasien, yakni dengan cara, memberikan posisi yang nyaman dan rileks kepada pasien, “ ibu, sebelum treatmen ibu rilekskan diri dulu dan posisikan tubuh ibu dengan nyaman”. Lalu memberikan instruksi kepada pasien dengan menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3, kemudian Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil menginstruksikan pasien untuk merasakan ekstrimitas atas dan bawah agar tetap rileks, “nah, sekarang ibu kalau sudah rileks dalam hitungan 1,2,3 ibu bisa tarik nafas, 1,2,3, kemudian hembuskan perlahan-lahan dari mulut, ibu rilekskan tangan dan kaki ibu” setelah itu menganjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, “nah, sekarang ibu bernafas seperti biasa 3 kali” Setelah pasien melakukan

(19)

treatmen sesuai intruksi, kemudian menganjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang, mengulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali. Setelah itu peneliti menilai intervensi yang ibu lakukan sesuai dengan instruksi yang diajarkan jika peneliti melakukan sesuai instruksi maka peneliti menilai intervensi 2, jika tidak dilakukan dengan benar, maka peneliti menilai 1. Sebelum melakukan pengkajian post test, peneliti memberikan waktu 10 menit kepada pasien untuk melakukan tretamen secara berulang pada saat nyeri timbul. Setelah 10 menit, peneliti mengkaji kembali intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Setelah itu peneliti menganjurkan kepada pasien untuk tetap melakukan treatmen teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri ibu datang dengan tiba-tiba, sambil memberikan sedikit sentuhan agar ibu merasa sedikit caring.

Menurut Walley, (2008) pada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar dan efek anastesi habis bereaksi, pasien akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Pada operasi Sectio Caesaria ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Rasa nyeri didaerah sayatan yang membuat terganggu dan pasien merasa tidak nyaman.

Menurut Potter dan Perry (2006), pengkajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien post operasi dapat dikontrol. Dengan analgesik yang digunakan oleh pasien, yakni petidine yang di induksi oleh oksitosin maka menurut teori bahwa

(20)

petidine diabsorbsi secara cepat dan komplit, dimana kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 20 – 60 menit (Sasongko,2005), dan juga karena adanya pemberian oksitosin yang fungsinya untuk merangsang otot polos uterus dan kelenjar mamae dengan memberikan efek selektif dan cukup kuat pada pasca persalinan (Sulistia, 2007 dalam Martin, 2011).

Kontrol nyeri sangat penting dilakukan sesudah pembedahan, selain pemberian analgetik diberikan juga tindakan non farmakologis salah satunya yakni teknik relaksasi nafas dalam. Jika di hubungkan dengan Teori Pengendalian Gerbang (gate control theory) menurut Melzack dan Wall (1965) yang dikutip oleh Qittum (2008), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Dalam hal ini terdapat pengaruh antara teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesaria.

Hal ini diperkuat oleh peneliatn Arfa (2012) yang menunjukkan nilai rataan dari skala nyeri Pre Intervensi sebesar 5,82% ± 0,65, sedangkan skala Post Intervensi menunjukkan nilai rataan 1,95% ± 0,62, dan berdasarkan uji statistiknya menunjukkan bahwa nilai p value 0,000 atau lebih kecil dari nilai < 0,05.

Menurut Peneliti, teknik relaksasi nafas dalam merupakan cara yang paling mudah dilakukan dalam mengontrol ataupun mengurangi nyeri. Selain mudah dilakukan, teknik ini tidak membutuhkan banyak biaya dan konsentrasi yang tinggi, seperti halnya teknik relaksasi lainnya, dan dengan menggunakan pengukuran skala wajah, pasien mampu mengekspresikan nyeri yang dialaminya dengan mudah.

Gambar

Tabel 4.1: Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Usia, Pekerjaan dan  Pendidikan Terakhir di Rumah Sakit Umum Prof
Tabel  4.2:  Distribusi  frekuensi  responden  berdasarkan  skala  nyeri  sebelum  dilakukan  intervensi  teknik  relaksasi  nafas  dalam  di  Rumah  Sakit  Umum Prof
Tabel 4.3: Distribusi frekuensi responden berdasarkan skala nyeri Post-Operasi  Sectio Caesaria setelah dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas  dalam di Rumah Sakit Umum Prof
Tabel 4.4:  Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Intensitas Nyeri Pre-Test  dan Post-Test di Rumah Sakit Umum Prof
+3

Referensi

Dokumen terkait

Beragamnya koleksi dan penataan buku yang rapi di perpustakaan FITK tidak menarik saya untuk belajar di

Dalam hal penggunaan strategi JITT, peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan aspek hasil belajar lainnya seperti sikap ilmiah telah dilakukan penelitian oleh

Desain bahan bakar baru telah diusulkan untuk mengganti bahan bakar UO2 dengan uranium hidrida (U-ZrHx), dimana dalam desain bahan bakar baru tersebut dapat diperoleh

Menanggapi kurangnya muatan yang berfokus pada nilai-nilai ko-eksistensi dan perdamaian, seperti yang akan kemudian dijelaskan dalam makalah ini, dan secara luas

240 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan perbuatan, mana oleh aturan in casudiancam dengan pidana.Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa penambahan pati biji durian pada pembuatan nugget ayam memberikan pengaruh yang

Kuman penyebab diare menyebar melalui mulut (orofekal), diantaranya melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh feses dan/atau kontak langsung dengan feses

Indicator : Mampu Mendeskripsikan kelainan/penyakit pada sistem peredaran darah manusia, keterkaitan antara penyakit dengan gangguan struktur dan fungsi peredaran darah