• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian Heny Subekti (2009) dengan judul skripsi ‖Hubungan antara pengetahuan Ibu Tentang Diare dengan Tindakan penanganan pada Balita Di Rsud Dr. Sayidiman Magetan “ membuktikan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan ibu adalah baik, yaitu sebanyak 13 responden (43,3%). Kemudian tindakan penanganan ibu dalam penanganan balita diare sebagian besar adalah baik, yaitu sebanyak 13 responden (43,33%). Berdasarkan uji Spearman

Rank dengan SPSS 12 dengan tingkat signifikan 5%, diperoleh angka

korelasi penghitungan sebesar 0,7 yang menunjukkan adanya korelasi . Kemudian angka probabilitas hubungan antar variabel adalah sebesar 0,0, dimana 0,0< 0,05,maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan tindakan penanganan pada balita.

Dari hasil penelitian Kiran Kumar et al. (2016) yang dilakukan di kota Kalaburagi India, dengan responden ibu yang memiliki anak balita di daerah tersebut, dengan metode penelitian cross sectional dengan menggunakan kuisioner menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara status pendidikan dan praktek yang tepat dalam menangani diare (p<0,001). Oleh karena itu pendidikan kesehatan harus digunakan sebagai alat untuk mempromosikan pengetahuan dan praktek yang baik dan mengurangi morbiditas & mortalitas.

Hal serupa juga disampaikan dalam penelitian Dr. Omar Yousof (2016) yang melakukan penelitian dikota Shendi India, dengan menggunakan kuisioner terhadap ibu yang memiliki anak balita diwilayah tersebut, membuktikan bahwa jumlah kasus diare yang tinggi

(2)

pada anak balita hanya dapat dikurangi dengan mengubah pengetahuan, sikap dan praktek ibu terhadap penyakit diare, hal itu dapat dicapai melalui program intervensi (pengendalian dan pencegahan).

Yang menjadi perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode penelitian yang digunakan dan tempat dilakukannnya penelitian. Pada penelitian terdahulu untuk mengumpulkan data menggunakan alat kuisioner, dengan melakukan intervensi terhadap responden. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan alat kuisioner terhadap ibu yang memiliki anak balita di wilayah Kecamatan Kalibagor tanpa melakukan intervensi apapun, serta melakukan Wawancara singkat, agar dapat menggali lebih dalam lagi sejauh mana pengetahuan ibu-ibu di wilayah kecamatan Kalibagor terhadap penyakit diare dan tatalaksana terapi yang dilakukan di rumah untuk menangani penyakit diare pada balita.

Sedangkan yang menjadi persamaan pada penelitian terdahulu dengan penelitian kali ini adalah tujuan dilakukannya penelitian, yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang diare dengan tatalaksana terapi diare di rumah yang dilakukan terhadap balita.

B. Landasan Teori

1. Konsep Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

(3)

Berdasarkan bahasa, pengetahuan merasa,bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa dan berfikir (Notoatmodjo,2009).

Berdasarkan Notoatmodjo (2007) perilaku baru seseorang dapat terbentuk dimulai dari tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek disekitarnya sehingga menimbulkan pengetahuan dan selanjutnya menimbulkan respon lebih lanjut berupa tindakan atau praktik. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan maka perilaku akan bersifat langgeng (long lasting). Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan ini diperoleh dari pengalaman seseorang (Notoatmodjo,2012).

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang (Agus, 2013).

b. Jenis Pengetahuan

Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan.

Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut : 1) Pengetahuan implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

2) Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam

(4)

wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (Agus,2013).

c. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentangobyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan. Contoh: menyimpulkan,meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materiyang telah dipelajari pada situasi dan kondisireal (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,tetapi masih

(5)

didalam satu struktur organisasi,danmasihada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata keda, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian untuk melakukan

justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

penilaian. Penilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk, melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal.

2) Informasi/media massa

Informasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,

(6)

mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi). Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3) Sosial,budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Agus,2013).

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanya menurut tahapan pengetahuan (Agus, 2013).

(7)

Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk angka-angka yang menggunakan alternatif jawaban serta menggunakan peningkatan yaitu kolom menunjukkan letak ini maka sebagai konsekuensinya setiap centangan pada kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu. Dengan demikian analisa data dilakukan dengan mencermati banyaknya centangan dalam setiap kolom yang berbeda nilainya lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom yang bersangkutan. Disini peneliti hanya menggunakan 2 pilihan yaitu: ―Benar‖ (B) dan ―Salah‖ (S). Prosedur berskala atau (scaling) yaitu penentu pemberian angka atau skor yang harus diberikan pada setiap kategori respon perskalaan. Skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengategorikan jenjang/ peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan dalam persentase. Misalnya, pengetahuan: baik = 76 – 100%; cukup = 56 – 75%; dan kurang < 56% (Arikunto,2010).

Menurut Skinner (2007) didalam buku Agus (2013: 8) pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan bila seseorang mampu menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.

2. Konsep Perilaku a. Pengertian

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo,2007).

Menurut Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan, sakit, penyakit, makanan, minuman, serta lingkungan. Hasil dari beberapa pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan (masyarakat)

(8)

bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman- pengalaman seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik). Pengalaman dan lingkungan tersebut kemudian diketahui, dipersepsikan atau diyakini seseorang sehingga menimbulkan motivasi untuk bertindak yang akhirnya diwujudkan dengan perilaku, termasuk perilaku sehat.

b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia Perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama,yaitu; 1) Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencangkup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2)Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor-faktor ini mencangkup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Posyandu,polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya.

3) Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Selain ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi terbentuknya perilaku terdapat juga faktor lain, yakni faktor inter dan esktern.Faktor intern, mencangkup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar,baik fisik maupun non

(9)

fisik seperti: iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

c. Domain Perilaku Kesehatan

Perilaku dibagi dalam 3 dominan (ranah/kawasan), yaitu ranah kognitif (cognitifdomain),ranah afektif (affectivedomain), ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:

1) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).

2) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).

3) Praktek atau tindakan yang dilakukan peserta didik sehubungan materi pendidikan yang diberikan (pratice). Praktik atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

a) Persepsi(perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b) Respon terpimpin (guided response).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dansesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat kedua.

c) Mekanisme(mekanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d) Adopsi (adoption).

Adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran

(10)

perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).

Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2010).

d. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

1) Secara langsung (observasi)

Yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.

2) Secara tidak langsung

Yaitu menggunakan metode mengingat kembali (recall), metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo,2007).

3. Konsep Ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh, dan pendidik bagi anak- anaknya. Pola asuh ibu adalah pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga dan memungkinkan anak tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu asuh ,asih dan asah.

1) Asuh

adalah kebutuhan fisik–biomedis yang meliputi: nutrisi yang mencukupi dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, pakaian, perumahan, hygiene diri dan lingkungan, dan kesegaran jasmani (olah ragadan rekreasi).

(11)

2) Asih

adalah pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang. Ikatan emosi dan kasih sayang yang erat antara ibu dengan anak sangatlah penting, karena berguna untuk menentukan perilaku anak di kemudian hari, merangsang perkembangan otak anak,serta merangsang perhatian anak terhadap dunia luar.

3) Asah

adalah kebutuhan stimulasi yang merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak (Nursalam, 2008).

4. Konsep Anak Balita

Anak balita adalah anak yang berumur dibawah lima tahun (1-4 tahun). Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa balita tersebut pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi dan ditangani secara baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari. Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Beberapa kondisi yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain:

a. Biasanya anak balita sudah mempunyai adik, atau ibu yang bekerja penuh, sehingga perhatian ibu berkurang.

b. Anak balita sudah mulai bermain di tanah yang memungkinkan untuk terinfeksi berbagai macam penyakit. (Notoatmojo, 2007).

Penyebaran imunisasi banyak menurunkan angka penyakit utama pada masa kanak-kanak bahkan menjadi hampir musnah dinegara-negara

(12)

industri barat. Akan tetapi di negara berkembang, penyakit yang sudah ditangkal oleh vaksin seperti campak, batuk rejan, dan tuberkulosis masih menelan korban dalam jumlah besar. Infeksi diare bertanggung jawab atas1/5 dari 11,2 juta jiwa anak-anak yang meninggal pada usia dibawah lima tahun pada daerah ini tiap tahunnya (Papalia, 2008).

Penyakit-penyakit utama biasa berlangsung beberapa hari dan terkadang menjadi cukup serius sehingga membutuhkan bantuan dokter. Karena paru-paru belum berkembang dengan sempurna, masalah pernafasan umum dijumpai. Anak berusia 3-5 tahun biasanya menderita tujuh sampai delapan kali flu dan penyakit pernafasan lain tiap tahun. Disisilain penyakit- penyakit tersebut sebenarnya merupakan hal yang baik bagi anak-anak, sebab dapat membantu membangun imunitas alami (ketahanan terhadap berbagai penyakit) (Papalia,2008).

5. Konsep Diare a. Definisi diare

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Alimul,2012).

b. Jenis diare

Secara klinis diare dapat dibedakan menjadi tiga macam sindrom, yaitu:

1) Diare Akut (Gastroenteritis)

Diare akut terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare akut berlangsung singkat dalam beberapa jam sampai 7 hari atau 14 hari. Diare akut disebabkan oleh virus atau kuman, akibat efek samping obat atau gejala dari gangguan saluran cerna. Penyakit diare akut dapat ditularkan dengan cara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Peluang untuk mengalami diare akut antara laki-laki dan perempuan

(13)

hamper sama. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila asupan makanan berkurang juga mengakibatkan kurang gizi, dan kematian dapat diakibatkan oleh dehidrasi.

2) Disentri

Disentri adalah diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus akibat bakteri invasif.

3) Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari 14 hari. Kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Diare jenis ini mengakibatkan kehilangan berat badan yang nyata, dengan volume feses dalam jumlah yang banyak sehingga pasien beresiko mengalami dehidrasi (Sodikin,2012).

c. Penyebab Diare

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : 1) Faktor Infeksi

a) Infeksi Enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Misalnya; Infeksi bakteri E.coli, infeksi Rotavirus, dan infeksi Parasit (cacing dan protozoa).

b) Infeksi Parenteral, yaitu infeksi diluar alat pencernaan makanan. Misal ; otitis media akut, yaitu suatu penyakit infeksi atau peradangan telinga bagian tengah yang biasanya disebabkan oleh penjalaran infeksi dari tenggorokan dan biasanya sering terjadi pada bayi dan anak berumur dibawah dua tahun.

2) Faktor Malabsorpsi

a) Malabsorpsi Karbohidrat b) Malabsorpsi Lemak

(14)

c) Malabsorpsi Protein

3) Malabsorpsi Protein Faktor Makanan a) Makanan Basi

b) Makanan Beracun

c) Alergi terhadap makanan 4) Faktor Psikologis

a) Karena rasa takut b) Karena rasa cemas d. Patogenesis Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah : 1) Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkan sehingga timbul diare.

2) Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3) Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

e. Penyebaran kuman penyebab diare

Kuman penyebab diare menyebar melalui mulut (orofekal), diantaranya melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh feses dan/atau kontak langsung dengan feses penderita. Beberapa perilaku khusus menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu:

(15)

1) Tidak memberi ASI eksklusif selama 4-6 bulan pertama kehidupan. Risiko menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Risiko kematian karena diare juga lebih besar.

2) Menggunakan botol susu yang tidak bersih

Sewaktu susu dimasukan kedalam botol yang tidak bersih, terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum, kuman dapat berkembang baik di dalamnya.

3) Menyimpan makanan matang pada suhu kamar. Jika makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak di dalamnya.

4) Menggunakan air minum tercemar bakteri yang berasal dari feses. Air mungkin terpajan pada sumbernya atau pada saat disimpan dirumah.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang feses, atau sebelum memasak makanan.

6) Membuang feses (termasuk feses bayi) dengan tidak benar (Sodikin,2012).

f. Diagnosis Diare 1) Anamnase

Dari penderita atau keluarga diperoleh keterangan : Lamanya sakit

a) Frekuensinya b) Warnanya c) Baunya

d) Ada tidaknya batuk,panas dan kejang

e) Jenis, bentuk, banyaknya makanan dan minuman sebelum dan sesudah sakit

f) Berat badan sebelum sakit 2) Gejala Klinis

(16)

Gambaran awal diare dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Feses makin cair mungkin mengandung darah dan/lendir, dan feses berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu. Gejala dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita sudah banyak mengalami kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar, tonus otot dan turgor kulit menurun, dan selaput lendir mulut serta bibir terlihat kering (Sodikin,2012).

3) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan Tinja, meliputi pemeriksaan : (1) Makroskopis dan mikroskopis

(2) PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus (3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi b) Pemeriksaan gangguan keseimbangan gangguan asam basa

dalam darah,dengan menentukan pH dan cadangan alkali. c) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal

ginjal.

d) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare disertai kejang).

e) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit (terutama pada penderita diare kronik).

g. Pencegahan Diare

Kegiatan pencegahan penyakit diare pada balita yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:

1) Perilaku Sehat

(17)

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain ( proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lndung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare untuk susu formula, beresiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

b) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

c) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui mulut. Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk kedalam

(18)

mulut melalui makanan, minuman,atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

d) Mencuci Tangan

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

e) Menggunakan Jamban

Pengalaman dibeberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

f) Membuang Tinja Bayi Yang benar

Tinja bayi dapat menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya, sehingga tinja bayi harus dibuang secara benar. g) Pemberian imunisasi campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, seingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Imunisasi campak diberikan segera setelah bayi berumur 9 bulan.

(19)

2) Penyehatan Lingkungan a) Penyediaan Air Bersih

Untuk mencegah terjadinya penyakit diare, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan. b) Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit diare.

c) Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus segera dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penuaran penyakit. Sarana pemuangan air limbah yang tifak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, menganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit (Kemenkes RI, 2011).

h. Penataksanaan Diare

Melaksanakan tatalaksana diare yang standar melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS Diare ),meliputi :

1) Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, yang dapat mengurangi mual dan muntah. Apabila tidak tersedia, berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

(20)

Cara membuat dan memberikan oralit di rumah:

- 1 bungkus oralit masukan ke dalam 200 ml (1gelas) air matang.

- Berikan oralit sedikit-sedikit dengan sendok apabila muntah tunggu 10 menit,kemudian berikan lagi.

- Berikan setiap habis buang air besar.

Cara membuat Larutan Gula (LGG) dan Larutan Garam-Tajin (LGT):

- Larutan Garam-Gula (LGG):

Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur dan 1 gelas (200ml) air matang. Setelah diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh larutan garam-gula yang siap digunakan.

- Larutan Garam-Tajin :

Bahan terdiri dari 6 (enam) sendok makan munjung (100gram) tepung beras, 1 (satu) sendok teh (5gram) garam dapur, 2 (dua) liter air. Setelah dimasak hingga mendidih akan diperoleh larutan garam-tajin yang siap digunakan (Ronald H. Sitorus, 2008).

Derajat Dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu : a) Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :

 Keadaan umum : Baik

 Mata : Normal

 Rasa haus : Normal, minum biasa  Turgor kulit : Kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi, yaitu :

 Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

(21)

 Umur 1-4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

 Umur diatas 5 tahun : 1 – 1 ½ gelas setiap kali anak mencret

b) Diare dehidrasi ringan / sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda dibawah ini atau lebih :

 Keadaan Umum : Gelisah, rewel

 Mata : Cekung

 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak  Turgor Kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/KgBB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c) Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda dibawah ini atau lebih :

 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

 Mata : Cekung

 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik )

Penderita yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di Infus.

2) Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan

(22)

berikutnya. Semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Dosis pemberian Zinc pada balita :

 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 mg ) per hari selama 10 hari

 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg ) per hari selama 10 hari

Cara pemberian tablet Zinc :

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3) Pemberian ASI / Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit demi sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4) Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah ( sebagian besar karena shigellosis ), suspek kolera. Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat

(23)

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :

 Cara memberikan cairan dan obat dirumah

 Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila:

 Diare lebih sering  Muntah berulang  Sangat haus  Makan/minum sedikit  Timbul demam  Tinja berdarah  Tidak berdarah

 Tidak membaik dalam 3 hari ( Kemenkes RI, 2011 ).

C. Kerangka Konseptual

Variabel Bebas Variabel Terikat

Keterangan: Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.1Kerangka konsep pengetahuan dan tindakan ibu dalam melakukan tata laksana terapi diare pada balita di Kecamatan Kalibagor

Faktor yang mempengaruhi perilaku:

a. Faktor Predisposisi b. Faktor Pemungkin c. Faktor Penguat Faktor yang mempengaruhi

pengetahuan: a. Usia b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Budaya e. Sosial ekonomi

Tindakan ibu dalam melakukan tata laksana terapi diare pada balita Pengetahuan ibu tenteng diare

(24)

D. Hipotesis

Menurut penelitian Heny Subekti (2009) yang membuktikan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan ibu adalah baik, Kemudian tindakan ibu dalam penanganan balita diare sebagian besar adalah baik maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan tindakan penanganan diare pada balita.

Gambar

Gambar 2.1Kerangka   konsep   pengetahuan   dan   tindakan   ibu   dalam melakukan tata  laksana terapi diare pada balita di  Kecamatan Kalibagor

Referensi

Dokumen terkait

Matriks Usulan Kebutuhan Pembiayaan Sektor Pembinaan dan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun : 2018-2022 Kota : Surakarta Anggaran dalam X1000 N O KODE AKUN

8 merupakan gambar perubahan yang terjadi pada sumbu yaw, apabila melakukan gerakan fleksi dan ekstensi, dapat kita lihat pada grafik tersebut bahwa tidak ada data

Selain itu, Didik Kurniawan dan Dhoriva Urwatul Wustqa (2014) yang melakukan penelitian tentang pengaruh perhatian orang tua, motivasi belajar, dan lingkungan sosial

Dengan paluan gong sebentar tadi , maka rasmilah sudah Majlis Anugerah Kecemerlangan &amp; Konvokesyen Prasekolah dan Murid Tahun 6 Sesi 2016….ayuh kita teruskan majlis kita

Penggunaan kondisi udara vakum (dibawah tekanan 1 atm) bertujuan untuk menurunkan titik didih dari uap air, sehingga proses pengeringan dapat dilakukan pada suhu

Atresia Duodeni adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus.. Atresia Duodeni

Kecenderungan peserta didik yang lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan android dibandingkan dengan buku-buku mereka hanya dekat dengan pelajaran saat di kelas namun jauh

Kampung Adat Cireundeu memiliki kebudayaan, kebiasaan, dan keyakinan yang sampai sekarang masih mereka pertahankan. Padahal kampung adat ini terletak tidak jauh