• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1. Pendahuluan. bepergian ke rumah pemandian umum atau disebut dengan sentou 銭湯 pada tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1. Pendahuluan. bepergian ke rumah pemandian umum atau disebut dengan sentou 銭湯 pada tahun"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

M enurut Relache (2011), kain furoshiki 「 風 呂 敷 」 adalah salah satu hasil kebudayaan Jepang yang mengandung nilai seni, fungsional serta ramah lingkungan ini awalnya digunakan oleh orang-orang sebagai kain pembungkus pakaian dan berbagai perlengkapan mandi yang akan dibawa oleh pemilik kain untuk digunakan saat bepergian ke rumah pemandian umum atau disebut dengan sentou「 銭湯 」pada tahun 1600-an. Pada saat itu yaitu zaman Edo (1603 – 1867), kain pembungkus seperti furoshiki ini sangat populer dikalangan masyarakat, sehingga banyak digunakan oleh orang-orang untuk membawa dan membungkus beragam barang yang dapat dibungkus dengan berbagai macam teknik yang sesuai, mulai dari barang kecil hingga barang besar. Bahkan, pada zaman Edo saat itu mulai diperkenalkan juga pencetakan logo perusahaan pada kain pembungkusnya, hal ini dimaksudkan sebagai media iklan kepada masyarakat sehingga dapat terlihat jika dibawa jalan-jalan. Furoshiki yang digunakan untuk dibawa kemana-mana ini sama seperti yang dilakukan oleh seorang wanita pada zaman dahulu untuk mengantar barang-barang pesanan (Kawakami, 1993 : 212). Berikut di bawah ini adalah salah satu gambar kain furoshiki yang digunakan untuk membungkus barang.

(2)

Gambar 1.1 Kain Furoshiki

Sumber : http://www.sohya-tas.com

Selanjutnya, menurut Setiawan (2010) yang mengatakan bahwa, penggunaan kain furoshiki sebagai kain pembungkus tersebar dengan cepat seiring meningkatnya aktifitas masyarakat pada saat itu. Dahulu ketika kain furoshiki masih populer di kalangan masyarakat Jepang, wanita-wanita Jepang pada zaman itu membungkus kimono mereka dengan furoshiki (Kawakami, 1993 : 220).

Pada waktu itu masyarakat masih belum mengenal produk praktis serbaguna sekali pakai yang disebut dengan kantung plastik sebagai alat untuk mengemas, membungkus, menjinjing, menyimpan barang dan lainnya, karena itu digunakanlah kain furoshiki sebagai alat serbaguna yang populer dikalangan masyarakat dengan jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, kepopuleran furoshiki menjadi berkurang sejak pertumbuhan ekonomi Jepang setelah Perang Dunia kedua, ditambah lagi sejak pusat perbelanjaan mulai memperkenalkan penggunaan alat serbaguna kantung plastik dan kertas sebagai alat pembungkus di tahun 1960-an.

Saat ini kegunaan furoshiki sering kali digunakan untuk membungkus bentou atau bekal makanan saat dimasukkan ke dalam tas supaya tutup dari tempat makanan tersebut

(3)

tidak mudah terbuka lalu tumpah mengotori isi di dalam tas atau juga digunakan saat menjinjing dengan tangan agar mudah membawanya dengan tangan. M anfaat lain dari furoshiki yaitu untuk membungkus semangka dengan teknik suika zutsumi, kotak tissue dengan teknik tissue bako zutsumi, dua buah buku yang dapat dibungkus dengan teknik hon zutsumi, membungkus botol kaca hingga dua buah sekaligus dalam satu helai kain dan lain-lain. Di bawah ini adalah gambar kain furoshiki yang digunakan untuk membungkus botol kaca.

Gambar 1.2 Botol Kaca yang Dibungkus Kain Furoshiki

Sumber : http://furoshiki.huuryuu.com

Furoshiki pada masa kini lebih terbatas penggunaannya untuk diberikan sebagai kenang-kenangan saja. M eskipun terjadi penurunan popularitas penggunaan, banyak orang meyakini bahwa furoshiki adalah sebuah cara yang baik untuk membungkus karena dapat digunakan untuk berbagai tujuan, ramah lingkungan karena dapat dipakai berulang-ulang kali, tahan lama serta tidak mudah rusak seperti kantung plastik dan kertas juga dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

(4)

M enurut Relache (2011), makna dari hadiah yang dikemas dengan kain furoshiki lebih memiliki makna yang bernilai dibandingkan kertas kado yang bagus sekalipun dan walau isi dari hadiah tersebut sama jenisnya juga sama harganya. Karena itulah pada pertemuan tingkat tinggi negara G8 di Hokkaido bulan Juli 2008 yang lalu, sumpit dan kipas yang dibungkus menjadi satu dengan furoshiki dapat menjadi cinderamata yang cukup menarik bagi para pemimpin negara yang menghadiri pertemuan tingkat tinggi tersebut.

Bentuk dari kain furoshiki adalah kain berbentuk segi empat yang dipotong dari sebuah gulungan kain, kemudian kedua sisi hasil potongan itu dijahit agar hasil akhir kain akan tampak rapi dan tidak mudah rusak atau bertiras pada sisi kain. Sisi inilah yang menjadi bagian atas dan bawah dari sebuah kain furoshiki dan lebih pendek dari sisi lainnya. Bentuk ini membuat diagonalnya lebih mudah diatur sehingga dapat digunakan untuk membungkus berbagai macam barang. Furoshiki sendiri memiliki 10 ukuran berbeda tergantung dari barang yang akan dikemas, panjang furoshiki yang ada yakni minimal dari 45 cm hingga mencapai 238 cm. Untuk mendapat hasil bungkusan terbaik, biasanya benda yang ingin dibungkus berukuran sekitar sepertiga dari garis diagonalnya. Relache (2011) mengatakan bahwa, sebenarnya kain furoshiki dapat dibuat dengan berbagai ukuran sesuai kebutuhan dari pemakainya, selain itu furoshiki dapat dibuat dengan berbagai jenis kain yang ada, misalnya kain katun, kain sutera, kain rayon dan kain nilon.

M enurut Setiawan (2010), kain furoshiki juga digunakan sebagai kain pembungkus hadiah atau seserahan yang diberikan kepada pasangan pengantin pada saat pesta pernikahan dilaksanakan. M otif dalam kain furoshiki yang digunakan sebagai kain pembungkus hadiah atau seserahan pada saat pesta pernikahan, berbeda dengan motif

(5)

pada kain furoshiki yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. M otif pada kain furoshiki yang digunakan dalam acara pernikahan umumnya bermotif burung bangau, kipas, pohon cemara dan ombak. Konon motif-motif ini digunakan karena motif ini dipercaya akan membawa berkah dan kebahagiaan dimasa depan bagi penggunanya itu sendiri, yaitu pasangan pengantin pria dan pengantin wanita. Kain furoshiki digunakan untuk membungkus hadiah yang diberikan kepada pengantin pria dan pengantin wanita pada saat pesta pernikahan dari orang tua mempelai wanita sebagai lambang pengharapan dan doa untuk kedua mempelai pengantin supaya mereka dapat hidup bahagia dan mendapatkan berkah dalam pernikahan. Hadiah-hadiah tersebut akan dibawa oleh kedua pengantin saat tinggal bersama dalam rumah keluarga pengantin pria. Akan tetapi pada umumnya hadiah-hadiah yang diberikan dari orang tua mempelai pengantin wanita khusus hanya diberikan kepada pengantin wanita saja agar saat tinggal di rumah keluarga calon suaminya, hadiah-hadiah tersebut dapat berguna sebagai barang keperluan sehari-hari. Sebenarnya hadiah-hadiah yang hanya diberikan untuk pengantin wanita tersebut juga dapat digunakan bersama dengan calon suaminya nanti seperti hadiah kain dan selimut (Brandon, 1989 : 12 - 15). Untuk memahami makna apa yang terkandung dalam motif-motif furoshiki tersebut, penulis akan menggunakan teori semantik, teori analisis medan makna dan juga teori semiotik untuk penelitian lebih lanjut. Dalam teori semiotik, motif tersebut memiliki arti tersendiri sebagai suatu tanda yang memiliki makna khusus yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi penulis hanya akan meneliti motif burung bangau dan pohon cemara saja, karena dua macam motif ini saling berkaitan satu sama lain sehingga dalam berbagai kesenian tradisional maupun kesenian modern di Jepang motif-motif tersebut selalu digambarkan bersama-sama dalam satu gambar.

(6)

Tujuan dan harapan pada setiap pernikahan adalah tercapainya kebahagiaan bersama seumur hidupnya dalam ikatan suami-istri demikian pula dalam pernikahan Shinto. Dalam agama Shinto kedua motif burung bangau dan pohon cemara memiliki makna khusus yang terkandung di dalamnya, yaitu pembawa keberuntungan, panjang umur, banyak berkah dan sebagai lambang berbagai pengharapan dalam kehidupan pernikahan, sehingga masyarakat Jepang percaya akan hal tersebut. M aka dalam pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki yang dilaksanakan di Jepang sebagai pernikahan tradisional, umumnya menggunakan motif burung bangau dan pohon cemara dalam kain furoshiki dengan harapan sepanjang umur pernikahannya akan mendapatkan keberuntungan, panjang umur, banyak berkah serta berbagai pengharapan baik lainnya. Karena alasan itulah motif burung bangau dan pohon cemara pada kain furoshiki saling berkaitan satu sama lain dalam pernikahan Shinto.

M aka dalam penelitian ini penulis akan meneliti makna yang terkandung dibalik motif burung bangau dan pohon cemara menurut agama Shinto dalam pernikahan secara Shinto atau shinzen kekkonshiki, selain itu penulis ingin sekali memahami makna dari motif-motif tersebut dengan menggunakan teori semantik, teori analisis medan makna dan teori semiotik untuk menelitinya lebih mendalam lagi. M aka penulis akan menganalisa dan meneliti lebih dalam tentang teori semantik, teori analisis medan makna, teori semiotik, furoshiki dan pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki serta makna yang terkandung di balik motif-motif furoshiki tersebut melalui berbagai media informasi terpercaya. Berikut di bawah ini adalah gambar kain furoshiki yang memiliki motif burung bangau dan pohon cemara.

(7)

Gambar 1.3 Kain Furoshiki dengan Motif Burung Bangau

Sumber : http://store.shopping.yahoo.co.jp

Gambar 1.4 Kain Furoshiki dengan Motif Pohon Cemara

Sumber : http://blog.livedoor.jp

(8)

Gambar 1.5 Kain Furoshiki dengan Motif Burung Bangau dan Pohon Cemara

Sumber : http://www.ichiroya.com

Sebenarnya menurut Britton (1993 : 62), burung bangau memiliki banyak jenisnya di seluruh dunia, yaitu seperti Europaean Crane, Black Necked Crane, Hooded Crane, Sandhill Crane, American Whooping Crane, White Naped Crane, Sarus Crane, Australian Crane, Siberian White Crane, Blue Crane, Japanese Crane dan lain-lain. Dari sekian banyak jenis burung bangau diseluruh dunia, penulis hanya akan menganalisa burung bangau jenis Japanese Crane atau Grus Japonensis atau Japanese Red Crowned Crane sebagai acuan tambahan data, karena kehidupan dan sifat burung bangau jenis lain dengan burung bangau jenis Japanese Red Crowned Crane banyak

(9)

yang berbeda sehingga makna yang terkandung di dalamnya juga berbeda-beda. Selain itu burung bangau jenis Japanese Red Crowned Crane ini sangat populer di negara Jepang dan beberapa negara lain. M aka penulis memutuskan untuk mengspesifikasikan motif burung bangau dengan jenis burung Japanese Red Crowned Crane sebagai bahan analisis data. Akan tetapi penulis juga akan mengambil makna burung bangau sebagai analisis secara umum dari jenis lain yang berasal dari negeri China yang juga sangat populer dan memiliki banyak makna khusus yang mirip dengan Japanese Red Crowned Crane. Berikut di bawah ini adalah gambar burung bangau Japanese Crane atau Japanese Red Crowned Crane.

Gambar 1.6 Burung Bangau Jenis Japanese Red Crowned Crane

Sumber : Britton (1993 : 33 dan 35)

Sebenarnya menurut Bora (2010), pohon cemara juga memiliki banyak jenisnya di seluruh dunia, yaitu seperti Sugar Pine, White Pine Trees, Long Leaf Pine, Short Leaf Pine, Bristlecone Pine, Red Pine, Foxtail Pine dan lain-lain. Sedangkan menurut Rajeev

(10)

(2010), ada tiga jenis pohon cemara yang paling populer di Jepang, yaitu Japanese Black Pine Tree, Japanese White Pine Tree dan Japanese Red Pine Tree. Akan tetapi pada umumnya kehidupan, sifat dan makna dari jenis pohon cemara yang berasal dari Jepang dengan jenis pohon cemara yang lainnya sangat mirip satu sama lain walaupun ada beberapa ciri-ciri fisiknya yang agak sedikit berbeda, namun makna yang terkandung di dalamnya tetap sama. M aka penulis memutuskan untuk tidak mengspesifikasikan jenis pohon cemara tertentu dalam menganalisis makna dibalik motif pohon cemara pada kain furoshiki. Berikut di bawah ini adalah gambar pohon cemara yang populer di Jepang.

(11)

Gambar 1.7 Pohon Cemara Jenis Japanese Red Pine, Japanese Black Pine dan Japanese White Pine

(12)

1.2 Rumusan Permasalahan

Ada empat macam motif furoshiki yang digunakan dalam pernikahan di Jepang, yaitu terdiri dari motif burung bangau, motif kipas, motif pohon cemara dan motif ombak. Akan tetapi penulis hanya akan meneliti dan menganalisa dua macam motif saja yaitu motif burung bangau dan motif pohon cemara yang terdapat dalam kain furoshiki yang digunakan dalam pernikahan di Jepang.

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis makna yang terdapat pada motif kain furoshiki yaitu motif burung bangau dan motif pohon cemara yang digunakan sebagai kain pembungkus seserahan atau hadiah yang diberikan pada saat pesta pernikahan di Jepang atau shinzen kekkonshiki dihubungkan dengan agama Shinto.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dibalik dua macam motif furoshiki yang digunakan untuk kain pembungkus hadiah saat pesta pernikahan Shinto atau disebut dengan shinzen kekkonshiki.

M anfaat dari penelitian ini adalah agar penelitian ini dapat menjadi bahan pengetahuan umum bagi pembaca mengenai berbagai macam hasil kebudayaan Jepang yang ada saat ini. Khususnya bagi pembaca yang ingin mengetahui informasi tentang furoshiki dan teori semiotik dalam gambar secara lebih mendalam.

(13)

Selain itu manfaat lain dari penelitian ini adalah dapat menjadi reverensi dari laporan-laporan lainnya yang menyangkut berbagai macam hasil kebudayaan dan makna gambar-gambar yang populer di Jepang.

1.5 Metode Penelitian

M etode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode studi kepustakaan dan deskriptif analitis. Penulis akan menggunakan metode studi kepustakaan dengan mencari data melalui buku, internet, artikel dan lainnya yang terkait dengan teori semantik, teori analisis medan makna, teori semiotik dan makna dari motif-motif furoshiki (burung bangau dan pohon cemara) yang digunakan sebagai kain pembungkus seserahan atau hadiah pernikahan di Jepang. Kemudian penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni menjelaskan data-data yang ada dan kemudian penulis analisis.

1.6 Sistematika Penelitian

Bab 1 membahas tentang latar belakang furoshiki yang menjelaskan tentang asal usul furoshiki, manfaat furoshiki, jenis-jenis motif furoshiki.

Bab 2 adalah rumusan permasalahan makna motif-motif furoshiki yang digunakan sebagai pembungkus hadiah pernikahan dalam teori semantik, teori analisis medan makna, teori semiotik, teori Shinto, konsep furoshiki dan konsep pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki.

Bab 3 adalah ruang lingkup permasalahan yang menganalisa tentang makna motif burung bangau dan pohon cemara dalam kain furoshiki sebagai kain pembungkus hadiah pernikahan di Jepang dalam teori semantik, teori analisis medan makna, teori semiotik,

(14)

teori Shinto, konsep furoshiki dan konsep pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki dengan menganalisa motif-motif tersebut secara satu persatu.

Bab 4 adalah tujuan dan manfaat penelitian yang menjelaskan tujuan dan manfaat yang diperoleh dari penelitian makna dibalik motif-motif furoshiki yang dihubungkan dalam teori semantik, teori analisis medan makna, teori semiotik, teori Shinto, konsep furoshiki dan konsep pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki.

Bab 5 adalah metode penelitian yang digunakan oleh peneliti melalui metode studi kepustakaan diantaranya dengan mencari data melalui buku, internet atau situs web yang terpercaya, artikel dan lain-lain. Selain itu penulis juga menggunakan metode deskriptif analitis yakni menjelaskan data-data yang ada dan kemudian penulis analisis.

Gambar

Gambar 1.1 Kain Furoshiki
Gambar 1.2 Botol Kaca yang Dibungkus Kain Furoshiki
Gambar 1.4 Kain Furoshiki dengan Motif Pohon Cemara
Gambar 1.5 Kain Furoshiki dengan Motif Burung Bangau dan Pohon Cemara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi rasio ini menunjukan semakin besar hutang jangka panjang yang digunakan untuk investasi ke dalam aktiva guna menghasilkan keuntungan.. Profitabilitas pada dasarnya

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair (POC) kulit pisang kepok

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan peranan media sosial yang berisikan tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media

Asing mencatatkan net sell sebesar Rp 114,4 miliar yang berasal dari penjualan pada Astra International Tbk, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan Bank Rakyat

Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan oleh kandidiasis, yang disertai dengan tanda peradangan minimal pada vitreous body, fungal endoftalmitis

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara, sebelum Demak yang merupakan kerajaan Islam, dan dianggap sebagai salah satu dari negara

Simpulan: Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh wanita usia subur Puskesmas Wawonasa adalah kontrasepsi hormonal dan tidak terdapat hubungan antara

Dari berbagai konsep tentang pengukuran kebocoran wilayah maka dapat diartikan bahwa untuk mendeteksi indikasi, potensi dan dampak kebocoran wilayah, maka dapat diidentifikasi